"Jika kamu ingin tahu. Di setiap malam, aku selalu mengingatmu, membayangkan wajahmu, memanggil-manggil namamu. Tapi aku tidak dapat lagi memelukmu."
***
Angkasa duduk didepan loker. Cowok itu terlihat sangat lelah. Angkasa baru saja bermain futsal dengan teman-temannya. Cowok itu membuka botol air mineral. Lalu dia menegaknya sampai habis. Cowok itu masih mengatur nafasnya. Lalu Angkasa mengelap keringat dilehernya dan wajahnya. Angkasa berdiri dan membuka loker bernomor satu. Cowok itu ingin mengganti jersey nya dengan seragam sekolah.
Setelah itu Angkasa keluar dari dalam loker. Cowok itu berjalan melewati beberapa kelas yang ramai. Angkasa mulai berfikir. Sejak tadi pagi ia belum bertemu dengan Senja. Jujur saja, cowok itu sangat merindukan sosok perempuan yang dulu pernah ia anggap sebagai perusuh. Tapi pada akhirnya jatuh cinta. Dan sekarang, semuanya seakan telah hancur berantakan.
Angkasa duduk dibawah pohon besar yang ada disekolahnya. Disana adalah tempat yang cocok untuk menyendiri karena disini tempat yang sanga sepi. Masalah Senja. Angkasa lebih memikirkak banyak soal cewek itu. Walaupun pertempuran pada malam itu The Blaze menang. Dan tidak akan ada lagi musuh yang mengancam. Tapi bagaimana caranya agar memperbaiki semuanya yang telah hancur. Jujur saja Angkasa juga masih berhati-hati dengan cowok bernama Renaldi. Cowok dengan segala omongan palsunya.
"Kalo ini ditanam disini bu?"
Suara itu terdengar Angkasa melihat sekelilingnya. Tapi tidak ada siapa-siapa. Angkasa mengacak-acak rambutnya. Dia berfikir kenapa cewek itu selalu ada dalam bayang-bayangnya.
"Nanti ini tumbuhnya kaya gimana?" Suara itu nampak lebih jelas. Angkasa benar-benar seperti orang gila!
"Sepertinya ditanah ini sangat cocok. Lebih baik kita tanam disini. Tapi kita perlu bantuan. Tidak mungkin melakukannya berdua, apalagi kita perempuan." ujar guru yang biasa dipanggil Bu Vio. "Senja, kamu tunggu disini ya? Ibu pengen nyari orang dulu," ujar Bu Vio. Senja mengangguk. Lalu Bu Vio pergi dari hadapan Senja.
"Hey kamu?" ujar Bu Vio yang berhenti didepan Angkasa yang sedang duduk. Angkasa menoleh kearah Bu Vio. "Boleh ibu minta bantuan?" tanya Bu Vio.
"Bantuan apa bu?" tanya Angkasa.
"Ikut ibu ya," ujar Bu Vio. Lalu Angkasa hanya mengikuti Bu Vio dari belakang. Lalu langkah Bu Vio terhenti membuat Angkasa juga berhenti. "Senja, nanti kamu dibantu sama dia yaa?" ujar Bu Vio.
Senja menatap kearah cowok yang ada dibelakang Bu Vio. Rasanya ingin berteriak senang, ingin langsung menghampiri Angkasa. Tapi mungkin tidak akan terjadi lagi. Senja hanya mengangguk pelan. Lalu ia menunduk dan menggalih tanah.
"Gue aja," Angkasa mengambil cengkrong yang ada ditangan Senja lalu ia menggalih lubang dengan cukup dalam. Senja pun langsung menanam dengan baik tumbuhan bunga matahari tersebut.
Sudah beberapa kali menanam benih, juga bunga matahari yang sudah tumbuh. Taman itu sebentar lagi akan dihiasi oleh banyaknya bunga-bunga indah. Sekarang SMA Sebang sedang memperbaiki diri untuk menjadi sekolah yang lebih baik. Sudah semester dua, tapi SMA Sebang akan terus berjibaku untuk membangun sekolah ini menjadi hidup kembali. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.
Rasa canggung begitu menimpa Senja. Rasanya ingin sekali kembali dalam pelukan cowok ini. Tapi semuanya telah hancur. Seperti sudah tidak ada harapan lagi, Senja hanya bisa memandang Angkasa yang sedang menggalih tanah. Tepat didepannya, wajah tenang cowok itu membuat bibir Senja terangkat. Rasa nya rindu sekali dengan cowok yang pernah mengisi hari-harinya selama ini. Bukan sekedar rindu saja. Tapi ingin memperbaiki semuanya yang telah hancur.
Angkasa telah selesai menggalih lubang. Cowok itu menatap Senja yang hanya menatap padanya dengan tatapan kosong. "Senja," panggil Angkasa. Tapi cewek itu tetap melamum.
"Senja," Angkasa mengeraskan suara nya.
"Eh iy...iya," lamunan Senja buyar. Lalu dia menanam benih-benih tanaman bunga matahari itu dengan sangat telaten dan juga seperti pada aturan. Lalu Angkasa kembali menutup lubang tersebut.
Angkasa menatap Senja. Manik mata Angkasa dan Senja saling bertemu. Manik mata tersebut seperti sedang meluapkan rasa rindu yang terdalam. "Kalo kamu percaya takdir. Aminkan dalam hati. Kita bersama lagi nanti," ujar Angkasa pada Senja.
Ucapan Angkasa benar-benar membuat Senja terdiam. Lalu Angkasa melangkah pergi darisana meninggalkan Senja yang masih menatap dengan tatapan kosong.
****
Angkasa berjalan melewati koridor-koridor kelas yang sangat ramai. Semua siswa berjibaku membersihkan lingkungan sekolah. Angkasa berjalan dengan raut wajah dinginnya.
"Angkasa, lo dari mana gue belum liat lo sama sekali?" seorang cewek langsung berjalan disamping Angkasa dengan senyumnya.
Tapi Angkasa tidak peduli. Dia bahkan tidak melirik cewek di sampingnya sekalipun.
Debbi memeluk tangan Angkasa membuat cowok itu risih. Angkasa langsung menolak Debbi memeluk tangannya. Terlihat dari gerak-geriknya yang sangat risih.
Debbi menatap sebal. "Lo kenapa gini sih? Kemarin-kemarin gak masalah tuh gue peluk, gue rangkul. Lo bahkan fine-fine aja. Kenapa sekarang jadi kayak gini sih Angkasa?"
"Karena gue gak suka sama lo, Puas?" ujar Angkasa. Lalu dia berjalan cepat meninggalkan Debbi yang masih diam mendapat balasan Angkasa.
Tapi Debbi terus mengejar Angkasa hingga langkah mereka kembali sama. Angkasa masuk kedalam kelasnya. Cowok itu langsung duduk ditempatnya. Seorang cewek juga langsung ikut duduk disampingnya.
"Angkasa. Lo tuh kenapa sih?" ujar Debbi tak terima. "Pulang sekolah lo mau anter gue ke mall ya?"
"Gak," balas Angkasa.
"Loh! Kenapa? Lo juga biasanya mau, kenapa gak mau? Lo ada urusan? Gapapa biar gue tunggu." ucap Debbi lagi.
Angkasa mendengus kesal. Cewek itu benar-benar mengganggu mood-nya saja! "Kalo gue bilang nggak ya nggak! Gue bukan yang kaya biasanya."
"Lo kenapa sih? Emangnya gue ada salah sama lo? Kenapa?" ujar Debbi.
"Lo punya kuping, kan? Lo denger! Gue gak mau jalan sama lo. Gue gak suka sama lo, kenapa lo masih belum ngerti lagi? Mau gue umumin sampe satu sekolah?!" ujar Angkasa dengan nada tinggi membuat seisi kelas menatap Angkasa dan Debbi.
Angkasa melonggarkan dasi yang ia pakai. Lalu cowok itu pergi dari hadapan Debbi yang masih diam pada tempatnya.
"Angkasa!" panggil Debbi. Debbi berlari mengejar Angkasa yang berjalan dengan cepat.
Angkasa tidak terlihat peduli. Cowok itu terus berjalan tanpa menatap ke belakang. Angkasa juga mencari teman-temannya yang ntah sekarang ada dimana. Lalu Angkasa melihat keempat temannya ada dikantin. Cowok itu langsung menuju kesana. Angkasa masuk kedalam kantin, cowok itu duduk bersama teman-temannya.
BRAK!
Dengan wajah emosi. Angkasa menggebrak meja membuat teman-temannya terkejut.
"Kenapa lo dateng-dateng jadi kaya gini?" ucap Herdi sambil memberi mimum pada Pandu yang tersedak karena kaget.
"Debbi?" tanya Rafi.
Angkasa tidak menjawab. Cowok itu hanya menatap lurus. Tidak lama, Angkasa melihat Senja! Ya cewek yang selama ini terus terbayang dalam pikirannya. Tapi, cewek itu masuk kekantin bersama dengan seorang cowok. Renaldi.
Emosi Angkasa yang tadi kini menjadi semakin membesar setelah melihat sesuatu yang ada disana. Cowok itu nampak marah sekali, ingin rasanya Angkasa memukuli atau membunuh orang sekarang juga.
Rasanya memang berbeda. Berbeda sekali ketika ia dikejar-kejar Senja dan dikejar-kejar Debbi. Perbedaan itu sangatlah nampak jelas.
"Lo bisa bersikap kasar sama Debbi? Kalo lo bisa. Lo lakuin, jangan diem," ujar Rafi pada Angkasa. "Lo aja bisa kayak gitu ke Senja, masa ke Debbi gak mampu?"
"Gue bisa," jawab Angkasa jujur. Dia juga sangat ingin sekali bersikap keras agar cewek itu benar-benar pergi menganggu hidupnya. Walaupun ia sempat menjadi pelarian Angkasa.
"Gue juga gak peduli kalo nanti dia ngadu, terus gue kena marah sama bokap gue," ujar Angkasa.
***
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, TERSERAH DEH GRATISSSSS!!<3