Terka Karin

By FahryanTony

47 2 0

Petualangan jejak sajak karin More

Perkenalan
Buku Catatan Vino
Andi dan Riri
ClassMeeting
Pentas Seni
Keterungkapan

Pemuja Rahasia Sinta

3 0 0
By FahryanTony

Setelah libur semester berakhir, aku kembali pada kehidupan sekolah ku. Di hari pertama masuk kembali, aku segera mencari buku sajak ku yang tertinggal di sebelum libur semester lalu, untung saja bukunya masih ada di meja. Tak perlu susah payah ku mencari nya. Hari berjalan seperti biasanya, tak begitu banyak hal yang menarik, selama di ekskul sastra, kami hanya menghabiskan waktu berbincang dan membahas mengenai sastra sastra lama yang rencana nya akan kami buatkan pameran, kami mengumpulkan beberapa puisi karya pengarang terkenal hingga pengarang baru. Semua kami kumpulkan dan akan kami kelompokan berdasarkan tema.

Karena jumlah referensi buku yang lumayan banyak, juga kami mengumpulkan dari beberapa blog di Internet, sehingga memakan banyak waktu.

Tak terasa sudah 2 minggu kami menjalankan rutinitas ini, bahkan ternyata ini memakan lebih banyak waktu ketimbang mengerjakan kasus seperti sebelum sebelum nya. Hal ini pun mengganggu rutinitas bersantai ku, aku jadi tidak lagi sering pergi ke taman, karena terlalu lelah. Yang biasanya aku setiap hari ke taman, bahkan pada saat weekend aku kadang menghabiskan waktu dari siang sampai malam hari. Skarang mungkin hanya bisa 3x seminggu. Catatan buku puisi ku juga sudah lama tak ku sentuh.

Di hari berikutnya, Sinta tampak berbeda. Ia tampak bahagia sekali, tak seperti biasa nya. Aku malah curiga sepertinya akan datang kasus baru. Aku hanya duduk seperti biasa tanpa bertanya apapun kepadanya, sambil mengambil buku yang kemarin belum sempat aku selesaikan untuk memilih beberapa puisi.

Dan benar saja kemudian Sinta dengan penuh semangat menghampiri kursi ku sambil menunjukan sebuah surat.

"Karin, coba tebak ini apa", karena tidak begitu tertarik aku menjawab.

"Itu kertas kan" lalu wajah Sinta langsung berubah dan mencubit ku.

"Ahh karin, aku juga tau ini kertas, maksudnya isi tulisan dalam surat ini".

"ouu, aku nggak tau, memang nya apa?". Tanya ku terpaksa.

"Surat ini isinya puisi cinta" Sinta menjawab dengan semangat sambil mendekap surat nya. Iya benar benar terlihat seperti habis menang undian berhadiah mobil saja, sambil beberapa kali membaca nya kembali, lalu tersenyum dan kembali membaca nya lagi.

Aku sebenarnya agak penasaran, tapi agak ragu untuk meminta Sinta untuk memperlihatkan nya kepada ku jadi aku tidak begitu memperdulikan. Setelah cukup lama Sinta membaca seperti orang yang baru bertemu pangeran nya, setelah serius membaca beberapa bait, kembali lagi tersenyum dan kembali mengulangi nya, sampai akhirnya Vino datang. Lalu dia juga mengatakan hal yang sama pada ku tadi kepada Vino.

Dan setelah mengatakan kepada Vino, kemudian Sinta memperlihatkan surat itu kepada kami. Namun Vino tidak terlalu terlihat tertarik, setelah sekilas membaca nya lalu ia duduk di kursi nya meninggalkan puisi itu di atas meja, lalu aku ambil kertas tersebut dan membacanya.


~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai mentari

Pagi ku kini lebih berarti 

 Dalam benak yang pernah patah 

Banyak arti menyudutkan ku menyerah

Kini semua berubah, aku tlah tak lagi ingin pasrah 

 Pandangan ku pun berubah arah

Tempat ku dulu berpijak, 

Nyaman tak beranjak

Kemana? 

 Aku nyaman disini 

 Pikirku, 

Bukan nyaman yang benar-benar nyaman

Hanya aku terlalu lelah 

Hanya aku tak ingin lagi patah 

Dan seperti kataku di awal penggalan tadi

Aku telah berubah 

Pandang ku kini berarah 

Pada titik cahaya mentari mu 

 Pada lengkung sinar senyum mu

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Seperti tak asing buat ku, penggunaan gaya bahasa nya seperti beberapa puisi ku, entah memang ini hanya kebetulan atau memang Ah sudahlah, mungkin hanya pemikiran ku saja. Tapi membuatku menjadi lebih tertarik, kemudian aku bertanya kepada Sinta.

"Kamu dapat puisi ini dari siapa sin?".

"Nggak tau, nggak ada nama pengirim nya, hanya ada inisial "Ʌp" surat ini aku temukan ada di kursi ku tadi". Jawab Sinta.

"Ʌp"? Kira kira siapa itu sin" aku bertanya kembali.

"Aku juga nggak tau, Kayanya aku nggak punya teman dengan inisial itu "

Hari itu Sinta di buat bahagia, ia begitu bersemangat, ia memutuskan untuk pulang lebih cepat dan mengakhiri aktifitas kami. Karena puisi itu aku jadi ikut terbantu sehingga bisa punya waktu lebih banyak bersantai. Karena hari masih siang, jam baru menunjukan pukul 3, aku putuskan langsung bersantai di taman. Suasana taman sore itu tampak berawan, angin berhembus cukup kencang, menjelang malam aku putuskan untuk melanjutkan santai ku di kedai.

Tak biasa nya, alunan musik sudah terdengar. Seingatku, pria yang bermain gitar itu baru memulai aktifitas ya sekitar jam 7 atau jam 8 malam. Biar saja lah, sepertinya semesta memang sedang mendukung ku untuk bersantai.

Suasana ini tak datang setiap saat, menambah mood ku untuk lebih semangat. Aku baru teringat membawa beberapa buku puisi siang tadi, ku keluarkan dan mulai melanjutkan memilih dan menyalin beberapa karya tulisan. Sampai tak terasa telah menyelesaikan 2 buku, lalu segera ku akhiri dan segera pulang.

Keseokan harinya, sperti kemarin, ketika aku datang ke ruang sastra, Sinta kembali terlihat berbunga bunga. Belum sempat duduk, Sinta langsung memberitahu ku bahwa dia kembali mendapatkan surat dari pemuja rahasia nya. Lalu ia menunjukan surat nya padaku


~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai awan

Terlukis samar wajah mu 

Seperti sedang memperhatikan ku 

Dari sudut gelap antara sore dan malam 

Perlahan memudar terbawa hembusan ke dalam

Jangan 

Jangan dulu malam

Temani aku Hanya aku 

Genggam aku 

Tapi jangan kau bawa pergi

Tetap disini, biar ku hapus lelahmu 

Tatap aku, sandarkan penat mu 

Kalau kau takut malam 

Biar aku yang tetap terjaga

Awan 

Meski tak bisa tak beranjak 

Bisakah esok tatapan mu kau kembalikan? 

Meski juga tak bisa menetap 

Tolong sisakan rindu untuk ku dekap.!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Entah kenapa, di puisi ini aku malah semakin merasa aneh, seperti ada yang mengganjal dalam benak ku. Seperti ada bagian yang tertuju pada ku. Tapi ini jelas puisi untuk Sinta, karena di kertas itu tertulis nama penerima "Teruntuk Sinta". Dan masih dengan inisial yang sama "Ʌp". Semua pemikiran ini membuat ku sedikit resah. Setelah itu ku lanjutkan aktifitas kami, namun karena mood ku sedang tidak begitu baik, aku izin kepada Sinta untuk pulang lebih dulu dengan alasan tidak enak badan.

Setelah itu aku segera pulang, sesampainya di rumah aku segera ganti pakaian dan bersiap ke taman untuk menenangkan diri. Selama di perjalanan meski berusaha tidak memikirkan nya tetap saja pikiran ini tidak dapat aku hilangkan. Masih terngiang puisi Sinta tadi siang, ada sesuatu dalam puisi itu yang tertuju pada ku, seperti ada sesuatu yang memperhatikan ku. Atau hanya aku sedang dalam hati yang cemburu, atau hanya terjebak dalam hati yang iri, entahlah, ku terjebak dalam lamunan hingga tak terasa hari telah malam, dalam terang bintang mungkin hanya kata yang mampu menerjemahkan perasaan ku malam ini.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai Bintang

Bersama bersinar memancar 

Bersama berkelip mengintip

Aku iri 

Sinar mu cantik 

Dalam banyak cara untuk menemani sepi 

Dalam sedikit kata untuk mengartikan intuisi

Meski terkadang tertutup awan, ia tak pernah memaksa terlihat bercahaya 

Meski kalah dengan terang bulan, ia tak pernah mengadu pada semesta 

Dan meski tak bisa terlihat bersinar seorang diri, ia tetap indah menyatu dalam susunan rasi

Bintang! 

Tahukah kamu di ujung malam aku selalu resah 

Mengapa lantas pergi berganti embun basah 

Aku tak ingin mengakhiri kelip mu yang indah

Saat gelap mulai menjadi jingga 

Sampai mata tak mampu terjaga 

Hingga hati kembali sunyi 

Rindu untuk segera kembali

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Keesokan hari nya, di ruang sastra Sinta tak bersemangat seperti kemarin, ternyata hari ini, ia tidak mendapatkan suratnya kembali. Lalu kami ber3 melanjutkan aktifitas merangkum puisi. Sudah hampir 3 minggu kami menjalankan projek ini, sudah ada sekitar 100 puisi lebih kami rangkum. Sepertinya ini terlalu banyak, maka dari itu kami putuskan untuk berhenti merangkum dan memilih kembali hasil dari rangkuman awal kami.

Dalam tengah tengah pengerjaan, Sinta kembali membuka puisi nya, dia meminta saran kepada aku dan Vino, sebaiknya membiarkan pemuja rahasia ini menunjukan identitas nya sendiri atau dia yang mencoba mencari tau. Dan seperti biasa, aku lebih baik menyarankan untuk membiarkan pemuja itu sendiri yang mengungkap jati diri nya saja, agar tidak mempersulitku.

Namun tidak seperti biasanya, Vino juga mendukung ide ku, biasanya dia yang paling bersemangat dengan kasus, apalagi menyangkut kasus percintaan. Sinta terlihat agak kecewa karena tentu dia penasaran. Karena itu, Lalu kami mengakhiri Kegiatan ekskul kami lebih cepat seperti kemarin.

Saat di depan gerbang, katika akan berpisah, Sinta mengajak aku dan Vino untuk main terlebih dahulu. Sepertinya dia sedang butuh teman curhat. lalu aku Sinta dan Vino pergi ke mal, kami pergi ke toko buku. Setelah beberapa saat berkeliling, Sinta merasa bosan, kami segera keluar dari toko buku setelah membayar bera buku yang sempat kami baca tadi.

Setelah itu kami beristirahat di cafe kecil di samping toko buku. Seteh minuman datang, Sinta merasa heran dengan Vino dan bertanya

"Loh, itu bukan nya komik conan yang sudah kamu punya, sepertinya aku sempat lihat tadi di ruang sastra, kenapa kamu beli lagi?" tanya Sinta.

"Ouu, iya tadi komik ku tertinggal di ruang sastra" Vino menjawab.

"Kenapa kamu beli lagi?" aku iseng bertanya.

"Iya aku lagi suka dengan episode ini, karena besok libur, jadi tidak sempat buat ambil komik nya". Vino lanjut menjawab. Meskipun begitu teta saja aneh, hanya bergumam dalam hati. suasana nya lumayan ramai. Sinta merasa tidak begitu nyaman, ia mengajak pergi ke tempat lain.

Lalu kami pindah untuk mencari tempat yang lebih sepi. Setelah mengelilingi mal, Sinta tidak kunjung menemukan tempat yang pas untuk bersantai, sudah hampir 2 kali mengelilingi mal akhirnya aku sarankan untuk menghabiskan waktu di taman saja. Dan akhirnya Sinta menyetujui namun Vino tidak ikut dan lebih memilih pulang.

Sesampainya di taman, suasana juga lumayan ramai. Tapi karena pemandangan nya bagus, Sinta lebih bersemangat dan kami akhirnya duduk di rumput di pinggir danau. Karena lelah Sinta merebahkan tubuh nya, suasana taman sore itu sangat cerah, rumput yang terlihat baru di potong menambah aroma khas, kicauan burung juga lebih ramai dari biasanya. sambil sesekali memejamkan mata, mengagumi lukisan senja. Aku duduk di samping Sinta dan membaca buku novel yang tadi ku beli di toko buku.

Masih sambil memejamkan mata nya, dengan sedikit senyum nya, Sinta tiba-tiba memulai tanya.

"Karin, menurut kamu, cinta itu apa?", aku yang terkejut dengan pertanyaan nya sempat terdiam sejenak, menutup buku ku, lalu ku pandang seekor bangau yang sejak tadi terlihat kesana kemari mencari makan di tengah danau yang ada di depan ku. Belum aku menjawab Sinta kembali berkata

"Kalau menurutku, cinta itu adalah ramai, ketika dua perasaan saling merayakan tujuan nya. Cinta adalah janji, Ketika mereka saling menggenggam satu sama lain meski ada di tempat yang berbeda. Dan cinta adalah harap, Ketika mereka menatap ke arah yang sama berusaha saling menjaga dalam doa".

"Kalau menurutmu cinta itu apa?" Sinta kembali bertanya.

Lalu aku ikut berbaring di samping Sinta, sambil mendekap buku, lalu aku ikut memejamkan mata. Dan mulai menjawab.

"Cinta? Aku nggak tau", karena terbawa suasana, aku jadi teringat "Mungkin cinta Adalah bintang, cinta juga mungkin bulan, atau cinta hanya gelap malam Entahlah".

Sinta yang terkejut dengan jawaban ku bangun dan terlihat duduk menatap ku,

"Maksudnya gimana?" Sinta kembali bertanya. Sambil sedikit tersenyum aku menjelaskan.

"Ya mungkin cinta adalah bintang, meski cahaya nya redup tapi tak tehingga jumlah nya. Cinta mungkin juga adalah bulan, meski kadang terlihat sebagian atau bahkan hanya berbentuk sabit tapi nyatanya dia cantik, berbentuk bulat sempurna"

Sinta terlihat tersenyum mendengar jawaban ku, lalu dia kembali membaringkan tubuh nya di samping ku, lalu aku melanjutkan jawaban ku.

" Atau cinta mungkin hanya seperti gelap malam, sunyi, sepi, gelap, dingin "

Kemudian Sinta beranjak dan kembali duduk, dengan wajah bingung nya, lagi lagi dia menatapku dan bertanya.

"Kok gelap? Kenapa gelap?".

"Nggak apa-apa, aku cuma merasa tidak membutuhkan nya saja". Aku menjawab

"Ada yang sedang kamu rasakan skarang karin? Kita sudah kenal 1 semester lebih tapi aku belum banyak tau kehidupan kamu, bahkan aku baru skali main kerumah kamu, sepertinya kamu benar-benar kesepian ya?". Kemudian Sinta lanjut bertanya kepadaku lebih dalam lagi. Aku diam tak menjawab, hanya tersenyum kecil.

"Apa kamu akan terus seperti ini? Sampai kapan?". Lalu Sinta kembali bertanya kepadaku,

"Entah, mungkin aku hanya takut untuk jatuh cinta, aku takut kehilangan lagi seperti kehilangan cinta pada ayah ku dulu. makanya sampai saat ini aku nggak pernah memperdulikan masalah cinta". Aku kembali menjawab kali ini dengan lebih terbuka.

"Yasudah lah, lebih baik kita cari makan yuk, aku lapar". Lalu aku mengajak Sinta ke kedai langganan ku.

Setelah menghabiskan waktu bersama sampai larut malam, kami berbincang lebih banyak masalah pribadi kami, mulai dari cerita cinta masa kecil Sinta hingga cerita cinta terbaru yang sedang ia rasakan skarang, sebenarnya Sinta tidak begitu mempedulikan siapa penulis puisi ini, ia hanya suka dengan puisi nya saja, tidak dengan kepribadian pemuja itu, karena sepertinya dia sedang jatuh hati pada orang yang ada di dekat nya. Selain itu Sinta juga cerita masalah pribadi keluarga nya. Aku juga menceritakan tentang masa lalu ku. Sejak saat itu hubungan aku dengan Sinta jadi lebih dekat, Mengingat ini adalah kali pertama ku menceritakan masalah pribadi ku kepada orang lain.

Keesokan harinya, kembali ditemukan surat dari penggemar rahasia Sinta. Sama seperti sebelumnya. Sinta terlihat begitu bersemangat. Karena Sinta semakin penasaran, akhirnya ia meminta bantuan kepada aku untuk mencari tau siapa pembuat puisi puisi ini. kebetulan hari ini Vino izin tidak datang kepada Sinta karena diajak bermain bola dengan teman nya.

Dalam puisi terakhir ini mengatakan tentang


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai Biru

Mengapa termenung terpaku?! 

Aku sedang rekah sejak pagi ini 

Kau malah redup memudar tanpa sorai

Aku menunggu mu sejak tadi 

Aku menemanimu sampai siang nanti

Kau dengar gesekan batang mahoni itu? 

Atau kicauan tak bertema dari burung di balik rumput? 

Atau bahkan suara lembut hembusan angin menembus celah dedaunan di atasmu?

Coba dengar 

Pejamkan

Sampaikah salamku? 

Salam rindu tanpa pernah bertemu

~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Masih dengan inisial yang sama "Ʌp" Kami semua dibuat bingung, tak seperti biasa nya, semua petunjuk dalam kasus yang aku pecahkan ada di sekitar, namun kali ini petunjuk sengaja di buat oleh pemuja rahasia itu, pasti berhubungan dengan sesuatu. Seingatku, Sinta pernah berkata dia dekat oleh beberapa pria, dari kelas lain dan juga dari teman sekelas nya, tapi semua nama nya tidak berhubungan dengan inisial di huruf surat itu. Dan dri semua orang itu pun tidak ada yang mempunyai hobi sastra. Rasanya aneh jika tiba tiba seseorang dapat membuat puisi seperti itu.

Lalu Sinta teringat untuk memberikan proposal mengenai kegiatan pameran puisi yang akan di selenggarakan saat Classmeeting nanti. Proposal itu harus mendapatkan persetujuan oleh guru bahasa indonesia, lalu Sinta mengajak ku untuk pergi menghadap bu Tiwi, dan seperti biasa aku sangat malas untuk meninggalkan kursi nyaman ku. Akhirnya Sinta pergi sendiri ke ruangan bu Tiwi dan meninggalkan aku di ruang sastra sendiri.

Karena tidak juga menemukan jawaban dari teka teki inisial ini, aku jadi bosan. Novel yang biasa aku bawa sudah selesai semua ku baca. Terpaksa aku mencari buku bacaan lain, ada buku komik Vino yang tertinggal kemarin, mengingat Vino yang bahkan rela membeli nya lagi meski hanya tertinggal semalam, mungkin ceritanya seru. Aku coba mulai membacanya. Ini adalah komik detektif conan eps 36. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan cerita nya. ternyata ini menjawab semua teka teki ku. Namun alasan di balik semua ini masih belum aku dapat. Untuk itu aku harus memastikan nya terlebih dahulu.

Tanpa menunggu Sinta, aku segera meninggalkan sekolah dan bergegas pulang. Sesampai nya di rumah, kembali ku bersiap untuk pergi, karena hari sudah hampir gelap, kuputuskan untuk langsung pergi ke kedai terbit. Setelah sampai dan membuka pintu depan, ternyata Vino sudah lebih dulu sampai dan terlihat menunggu ku di dalam. Sebelum berangkat tadi memang aku sudah menyuruh nya untuk menemuiku di cafe ini dengan alasan aku akan meminta bantuan nya.

Setelah aku duduk dan memesan minuman segera ku mulai perbincangan, tanpa basa basi, aku mengeluarkan 3 salinan kertas puisi yang tadi siang sempat aku buat dan aku langsung bertanya padanya.

"Siapa yang menulis puisi ini?". Lalu Vino menjawab bingung

"Maksudnya? Kan kita sama-sama sedang mencari nya dan belum tau siapa orang nya" Vino masih saja berpura-pura.

"Aku sudah tau kamu yang mengirim puisi ini ke Sinta, tapi dari mana kamu dapat puisi puisi ini". Aku bertanya memastikan.

"Dari mana kamu tau? Apa buktinya aku yang mengirim, bahkan kamu aja yakin kalau bukan aku yang buat", Vino masih mencoba mengelak.

Lalu aku mengambil buku komik Vino yang tadi aku bawa dari ruang sastra, lalu aku tunjukkan halaman tentang conan yang berhasil memecahkan kode symbol.

"Ini, kamu menggunakan cara ini kan, jika di balik dengan cermin, huruf ini akan menjadi inisial kamu" Aku menunjukan huruf symbol "Ʌp" jika di pantulkan dengan cermin dari bawah menjadi "Vb" dan itu adalah inisial dari nama lengkap "Vino Brahmantyo".

Dan cara itu persis seperti dalam komik itu terlihat conan memecahkan kode terakhir dengan mengartikan symbol dengan pantulan air sungai. Cara yang sama yang di gunakan Vino untuk menyembunyikan inisial nya. Tapi aku tetap yakin kalau puisi ini bukan Vino yang membuat karena gaya bahasa nya berbeda sekali dengan karakter nya.

Setelah itu Vino mengakui, bahwa sebenarnya memang dia suka dengan Sinta, dan sama seperti di episode komik conan tersebut, conan terlihat hanya memendam dan tidak memberitahukan siapa sebenarnya dirinya kepada orang yang di sukai nya yaitu Ran, sehingga cerita tersebut yang membuat Vino tidak mengungkapkan dirinya dan hanya menjadi pemuja rahasia Sinta. Lalu Vino memberitahu ku bahwa puisi yang ia kirim memang bukan ia yang membuat. Dia memberitahu ku bahwa ada sebuah akun instagram yang membuat puisi itu, nama akun nya adalah @BenakSajak, ia tidak sengaja melihat postingan nya, karena tertarik ia menyalin dan mengirim nya kepada Sinta.

Aku sangat menyayangkan sikap Vino tersebut, seharusnya ia jujur dengan dirinya sendiri, setelah aku yakinkan bahwa sebenarnya Sinta juga menaruh rasa yang sama pada Vino, lalu ia kembali bersemangat. Namun aku memberinya saran untuk menjadi dirinya sendiri saja dan tidak perlu mengungkap bahwa dirinya yang menjadi pemuja rahasia Sinta, karena tentu saja itu akan menyakiti hati Sinta karena Vino tidak menggunakan karya nya sendiri.

Setelah cukup lama berbincang, akhirnya Vino memutuskan untuk menyatakan perasaan nya kepada Sinta besok sepulang dari ekskul.

Karena perbincangan kami telah selesai, kami segera pulang. Setelah sampai di rumah, aku masih tidak bisa tidur, pikiran ku masih terbawa pada siapa sebenarnya penulis puisi itu. karena penasaran, aku mencoba mencari tau. Aku buka akun instagram @BenakSajak yang tadi Vino katakan, tak ada keterangan apapun pada deskripsi kecuali symbol matahari terbit. Akun nya terbilang baru, baru beberapa bulan lalu. Postingan nya pun tidak begitu banyak. Vino ternyata mengambil beberapa contoh puisi dari postingan terbaru nya. Saat sedang mengamati, ternyata ada sedikit kejanggalan, perubahan pola penulisan gaya bahasa, dalam postingan nya 2 minggu belakangan, penggunaan kata pembuka lebih banyak menggunakan "Hai" terlihat seperti tidak asing bagiku, postingan nya juga di kirim setiap jam 11 malam, kemudian aku melihat jam, dan ternyata jam menunjukan pukul 11.02 malam, aku yang penasaran segera me refress beranda akun tersebut dan benar saja, ada sebuah postingan baru yang bertuliskan seperti ini.


~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai Terbenam

Apa kamu masih disana? 

 Kapan kamu kesini?

Tak bisakah berputar melawan arah 

 Menuju terbit 

Tak bisakah kembali bersinar 

Menerangi hati yang sempit

Tak perlu malam untuk sunyi 

Tak perlu gelap untuk terlelap

Jika tuju tak mampu merubah 

Jika angan hanya membuat nyaman 

 Maka jangan pernah membangun harap

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Dan lagi lagi, seperti ada sesuatu yang tertuju pada ku, entah ini memang benar sebuah firasat atau hanya sebuah ketidak sengajaan saja. Tak banyak hal pada akun ini, sulit untuk mencari tau.

Kesokan harinya kami berkumpul seperti biasa setelah pelajaran selesai di ruang sastra. Seperti yang aku dan Vino bahas kmarin di cafe, Vino nampaknya telah menyiapkan semua rencana untuk menyatakan perasaan nya kepada Sinta. 1 jam kami telah menghabiskan waktu berbincang di ruang sastra kemudian aku mengajak merek untuk mengakhiri aktifitas hari ini, dengan cepat Vino menyetujui, karena Sinta tidak punya pilihan maka akhirnya kami semua memutuskan untuk pulang. Saat akan keluar gerbang sekolah, aku menyuruh mereka pulang lebih dulu sementara aku akan kembali sebentar untuk ke toilet. Sambil bersembunyi, menunggu sejenak di balik pos sekuriti, aku melihat Vino mengajak Sinta untuk pulang bersama. Dan sepertinya misi Vino akan berjalan dengan baik.

Setelah melihat mereka pergi berdua, aku segera melanjutkan niat ku untuk pulang, namun dari kejauhan terdengar seperti ada yang memanggil namaku, suara nya terdengar lebih jelas, ternyata itu adalah suara Rendy yang memanggil dari lapangan. Lalu ia menghampiri ku dan mengajak ku ke ruang osis.

Di ruang osis sudah ada beberapa anggota lain nya yang memang ku tau sejak tadi sedang rapat. Ternyata masih belum selesai. Di perjalanan tadi menuju ruang osis, Rendy telah memberitahukan perihal yang akan di bahas, Rendy meminta pendapat mengenai pelaksanaan lomba karangan yang akan di adakan nanti pada saat Classmeeting.

Baru saja aku Duduk di meja mereka, Dewi langsung menyambutku dengan semua skema pelaksanaan perlombaan tersebut. Awalnya aku kira ini hanya lomba karangan biasa, namun ternyata pemenang karangan tersebut akan di jadikan sebagai tema pensi perpisahan kelas 12 nanti, jadi pihak panitia berencana membuat standar penilaian yang ketat pada pemilihan pemenang nya nanti, karena tidak begitu paham mengenai sastra, untuk itu mereka meminta bantuan ku untuk membuat standar penilaian tersebut.

Kemudian aku mencoba memperlihatlan beberapa buku referensi sastra ku yang ada di ruang sebelah, lalu aku memberikan pendapat berdasarkan sudut pandang dari penulis penulis terkenal, juga tentu di kaitkan dengan tujuan akhir untuk pembentukan acara pensi. Setelah semua faktor penilaian aku jelaskan. Semua anggota terlihat serius mendengar masukan ku, terlebih Tama yang sejak tadi terlihat begitu fokus pada laptop di depan nya, pasti dia mencatat detail semua masukan ku. kemudian Dewi memberikan alur proses perlombaan nya, setiap perwakilan siswa yang mengikuti lomba akan mengisi form pada Web sekolah kami, acara tersebut akan diselenggarakan selama 2 minggu.

Lalu Dewi memberitahukan rancangan desain Web nya,

"Jadi ini desain sementara Web dan form pengisian karangan tiap peserta" Dewi kemudian menyalakan proyektor dan menunjukan gambar pada tampilan papan di depan ruang osis. Tapi bukan nya Web, malah terlihat tampilan jendela game Fps (PUBG) yang ternyata sedang di mainkan oleh Tama. Sontak saja membuat Dewi menjadi marah.

"Tamaaaa. Kebiasaan kamu ya, cepat ganti" suruh nya.

"Nanti dulu, sebentar lagi". Ujar Tama.

"Nggak ada sebentar, sebentar, cepet ganti". Dewi kembali menyuruh Tama.

"Iya iyaa, wanita selalu merusak kesenangan", belum selesai mengganti tampilan laptop nya kemudian lembaran buku melayang menuju Tama. Buku tersebut mendarat tepat di wajah nya.

"Kan sudah aku bilang, kalau mau bicara begitu nanti saja di belakang, seperti biasa". Sambil menepuk pundak Tama, Rendy tampak menasihati nya yang sedang menahan sakit di kepalanya, lalu terlihat kembali sebuah buku melayang, kali ini tertuju kepada Rendy, kepalanya pun menjadi sasaran nya.

"Jadi kamu juga sering ngomongin aku di belakang ya" ujar Dewi. Lalu Tama dan Rendy memohon maaf kepada Dewi,

"Ampun Dew, cuma bercanda". lalu Tama segera mengganti tampilan laptop nya menjadi lama Web.

Lucu sekali tingkah mereka, aku kira Rendy yang begitu berwibawa sangat di segani, ternyata ada yang lebih di takut nya. Aku juga baru kali ini dengar jelas suara Tama, suara nya mengingatkan ku pada seseorang yang menelepon dari balik ruangan saat aku sedang mengamati kasus hilang nya buku Vino. Ya Meskipum terlihat ceroboh tapi nampak nya dia telah membantu ku waktu itu, walau secara tidak sengaja.

Setelah itu Dewi meminta izin padaku untuk memasukkan nomor ponselku ke dalam grup pesan online osis mereka, karena Dewi berkata akan lebih banyak meminta bantuan ku untuk beberapa acara kedepan. Meski merasa agak kurang nyaman karena bukan termasuk anggota osis tapi aku tidak tau cara menolaknya, jadi ya sudahlah.

Setelah selesai, Rendy menutup rapat tersebut. Ia membacakan semua point yang telah disepakati, semua kesepakan tersebut tersusun lengkap dengan semua pemberian penanggung jawab hingga jadwal deadline dari tiap masing masing sub tugas, setiap tugas harus di update di grup whatsapp pada waktu yang juga tadi telah di sepakati.

Aku bahkan tidak menyadari kapan Rendy mencatat, semua data tersebut di baca kan Rendy memalui ponsel nya. Padahal aku lihat sejak tadi semua anggota memperhatikan presentasi yang di terangkan Dewi, dan hanya Tama yang tangan nya terlihat sibuk, itupun hanya mengoprasikan laptop, semua anggota juga terlihat berubah pandangan nya saat tadi Rendy menyampaikan kesimpulan nya, Rendy terlihat begitu berwibawa. Tapi tetap saja itu tidak menjawab kebingungan ku tentang catatan Rendy, mungkin memang Rendy orang yang jenius.

Setelah selesai rapat kami semua pulang, karena rapat tersebut sampai sore, maka Rendy menawarkan untuk mengantarku pulang. Aku menolak karena merasa tidak enak, dan tidak biasa juga aku di antar oleh teman untuk pulang, tapi Rendy bersih keras karena ia merasa bertanggung jawab telah membuat nya ikut rapat dan pulang hingga sore hari, karena tidakenak juga untuk menolak nya maka akhirnya ku iya kan ajakan Rendy tersebut.

Tak ada hal yang kami bicarakan selama perjalanan pulang, Rendy menawarkan ku untuk pergi ke taman, tapi karena aku masih belum biasa dengan ini aku menolak ajakan Rendy dan memutuskan untuk pulang ke rumah saja.

Hari telah berganti malam, hari ini aku tidak pergi ke taman. Meski sempat di buat kagum kembali oleh sikap Rendy, tepi sejujurnya aku masih penasaran oleh sosok pembuat puisi @BenakSajak ini, saat sedang kembali membaca beberapa postingan akun tersebut, Sinta mengirim aku pesan, ternyata dia memberi kabar bahwa ia baru saja jadian dengan Vino. Sementara kisah mereka telah berhasil di satukan. Setidaknya pekerjaan ku telah selesai, Sinta pasti tidak akan menanyakan kembali perihal pemuja rahasia itu. 

Continue Reading