[√] Can't You See Me? [END]

By Binbin_Fy

2.8K 647 346

Kisah seorang anak laki-laki yang kini tengah bimbang akan apa yang dia alami saat ini. Masalah kian sering m... More

P r o l o g u e
Begin
What Do You Mean?
All of You Kidding Right?
It's So Hard To Make You Believe - Skors
Incident - Skors day 1
Down
Flasback
Investigation
Father's Friend - Ask for Help
Hate
The Past
Respectively
Why?
Odi
Him and The Truth
Hurting
Father
Him
Brother
Really?
Funeral Day
Last Letter
For Him
Mother?
Regret
Our Star
Epilog

Who?

75 24 9
By Binbin_Fy

"Ayah! Soobin dapat peringkat ke dua!"

Anak kecil itu melompat-lompat riang, dengan tangan memegang buku nilai hasil belajarnya selama ini. Rasa senang membuncah, mendominasi dirinya.

Kaki kecilnya melangkah masuk ke dalam kamar sang Ayah. Berlari mendekati seorang pria yang tengah berkutat dengan lembaran uang di tangannya.

"Ayah?" panggilnya, namun, tak mendapat respon.

"Yah, Soobin dapat peringkat ke dua, loh," cicitnya, mengulang perkataannya tadi.

Masih sama, sang Ayah sama sekali tidak menanggapinya.

"Ayah?"

"A-"

"Diam, bocah! Kau ini mengganggu saja!" gerutu yang lebih tua.

"Pergi sana! Main jauh-jauh!" usinya, mengibaskan satu tangan.

"Tapi-"

"PERGI!" Habis sudah kesabaran pria paruhbaya itu.

Yang di bentak diam menunduk, dengan mata berkaca-kaca. Anak itu takut jika sang Ayah sudah marah seperti ini.

"Soobin, minta maaf, Yah. Soobin bakal pergi."

...

Soobin kecil mendudukkan dirinya pada sebuah pohon besar yang berada di sungai Han.

Anak itu menatap buku nilainya lamat, tatapan sendu menghiasi netra coklat legam itu.

Dia kira, dengan dia mendapat nilai bagus-walau tidak sempurna-Ayahnya akan bangga padanya. Akan mengucapkan selamat bahkan memeluknya hangat, seperti orang tua teman-temannya yang lain. Dia juga ingin merasakan itu, sekali saja.

Dia sangat iri dengan teman-temannya yang lain. Ketika para orang tua datang untuk mengambil raport, dan dirinya malah mengambil sendiri. Melihat kedekatan antara orang tua dan anak, membuatnya semakin iri. Terlebih lagi kala seorang ibu mengusak dan memeluk anaknya-yang saat itu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Soobin juga ingin merasakannya, merasakan kasih sayang sang Ibu yang entah dia sendiri tidak tahu keberadaannya di mana.

"Bang Ubin!" Sebuah suara melengking, membuat anak itu mau tidak mau menoleh ke sumber suara.

Di sana terlihat 4 orang sahabat barunya-Yeonjun, Beomgyu, Taehyun, dan Hueningkai.

Yang paling muda nampak paling semangat, langsung saja memeluknya erat.

"Huhu, Hyuka kangen Bang Ubin!" aku bocah berusia 5 tahun itu.

Soobin terkekeh, dia mengusak surai hitam legam itu, lembut. "Lah, baru juga sehari gak ketemu, udah kangen aja."

Sang lawan bicara tidak menanggapi, terus mempererat pelukan, mencari posisi ternyaman pada si empunya.

"Kenapa?"

"Ngambek dia, Bang. Tadi aja sempet mau ngomelin guru karna dia dapet nilai kecil." Bukan Hueningkai, melainkan Taehyun yang menjawab, selaku teman sekelas. "Untung aja, Om sama Tante buru-buru ngajak dia pergi. Kalau enggak, udahlah. You know lah, Bang."

"Tingkahnya kayak anak kecil banget. Udah mau masuk esde juga," timpal yang tertua di antara mereka, Yeonjun.

"Ei! Bang Jun, nyindir Gyu, ya?!" protes si bocah beruang, Beomgyu.

"Kapan?"

"Tadi, sih!"

"Itu buat, Hyuka. Bukan buat kamu! Lagipun kamu, kan udah masuk esde," terang Yeonjun. "Tapi, kalau sadar diri mah gak apa-apa."

"Bang Ubin!" Si bocah pinguin memanggil dengan nada merengek, tangan kecilnya menarik-narik baju seragam milik Soobin.

"Huhu, Hyuka sedih! Bang Jun, Bang Gyu, ama Tyun marahin Hyuka telus!" keluh di bocah. "Bang Ubin malahin balik meleka! Halus pokoknya!"

"Heh!" teriakkan tak terima keluar dari tiga orang lainnya yang di sebutkan namanya.

"Tuh, Bang!" rengek bocah itu lagi.

Soobin hendak membuka suara, namun, melihat dua orang dewasa yang dia kenal berjalan menghampiri tempat mereka, membuatnya mengurungkan niat.

"Lho, ada Soobin. Soobin apa kabar?" Salah satu dari mereka bertanya, tidak lain adalah Ibu Hueningkai.

"Kabar baik, Tante," jawab anak itu.

"Syukurlah."

"Eum, Sekalian, gimana kalau Soobin ikut makan siang bareng?" tawar wanita itu.

Soobin menggeleng pelan. "Gak usah, Tante," tolaknya sopan.

"Hah? Kok gitu?" Bocah yang mendekapnya bertanya, atau mungkin memprotes tolakan Soobin.

"Ikut, ya? Ya, ya, ya, ya? Hyuka ngambek, nih!"

"Ya udah, Soobin ikut."

"Yey, cayang Bang Ubin, banyak-banyak!"

Ibu Hueningkai hanya tersenyum tipis, tangannya terulur mengusak surai sang putra. "Kebiasaan banget. Hyuka, di lepas dulu itu pelukannya, kasian itu Soobinnya," peringat sang Ibu.

"No, no, no. I don't want to, Mom!"

+×+

Yeonjun menghepaskan tubuhnya ke ranjang.

Dia sangat letih akibat aktivitas sekolahnya yang mulai memadat. terlebih lagi, kasus pembunuhan sang adik belum juga ada kabar. Padahal, sudah hampir dua minggu berjalan.

Pikirannya kacau. Setiap malam dia kadang tidak bisa tidur karna memikirkan itu semua.

Yeonjun rasanya ingin mengundurkan diri saja dari dunia ini.

Dia hanya seorang remaja berusia 17 tahun, yang tak tahu menahu tentang hal seperti ini.

Tapi, meskipun begitu, dia tetap bersyukur karna mempunyai Kakak serta Sahabat yang selalu di sampingnya. Menguatkan dirinya di kala terpuruk. Baginya, itu sudah lebih dari cukup.

Sorry I'm an anti-romantic

Dering notifikasi dari ponsel mengejutkannya. Pemuda itu buru-buru mengecek ponselnya, dan mendapati sebuah panggilan telepon dari Doyoung.

Dia menekan tombol berwarna hijau, dan panggilan langsung terhubung.

"Halo, Om?"

"Jun, bisa ke rumah Om sekarang?"

"Ada-"

"Ini tentang kasus itu. Om udah tau siapa pelakunya."

"Lebih baik kau ke sini, sekarang."

Yeonjun membelalakkan matanya, dia lalu mengangguk, walau tak terlihat oleh si pemanggil. "Baik, Om, Yeonjun ke sana sekarang."

Dengan gerakan cepat, pemuda itu mengambil jaket serta kunci mobilnya. Baru ingin pergi, sebuah suara terdengar, membuatnya mau tidak mau menghentikan langkah.

"Eh, eh, eh! Mau ke mana, lo?! Masih pake seragam juga, belum juga ganti. Udah main pergi aja!" interupsi yang lebih tua. Menyampirkan tas ke bahu lalu berjalan menuju sang Adik.

Di lihat dari cara berpakaiannya, sepertinya lelaki itu beranjak pergi ke kampus.

"Ke rumah temen, Bang," jawabnya.

"Temen yang mana?"

"Renjun."

"Oh."

"Ngapain? Dugem?"

"Ada something, biasalah."

"Udah, ah, gue pergi dulu. Dadah Abangkek!"

Taehyung mendengus melihat tingkah si tengah-atau sudah menjadi bungsu. Dia membalikkan badan, menatap ke arah tangga.

"Ji! Abang ke ...!"

Lelaki itu menggantungkan ucapannya. Dia meredupkan pandangan, menghela napas pelan sebelum sebuah kurva kecil terbit di bibirnya. "... kampus dulu, ya."

+×+

Pemuda itu memperhatikan video yang di putar, lamat. Menelisik setiap objek yang ada di sana intens.

"Kalau menurut Om sendiri, sedikit ada yang janggal di sini." Pria paruhbaya itu menaruh foto-foto di tangannya ke hadapan Yeonjun.

"Bukti-bukti memang sudah terkumpul, tapi, Om merasa seperti ada yang memanipulasi. Namun, seperti biasa, cara kerja mereka licik."

"Pada pisau yang kamu berikan saat itu, Om sama sekali tidak menemukan sidik jari siapapun selain milik Yeonji. Bisa jadi, pelaku itu memakai sarung tangan khusus saat melancarkan aksinya."

"Tempat kejadian perkara pun banyak sekali tapak kaki orang, sepertinya ada yang tahu tempat sana selain kamu, Abangmu dan sahabatmu yang satu itu."

"Om cek kamera pengawas di wilayah sana, dan om gak nemuin apa-apa. Lalu Om coba untuk mengecek kamera pengawas di wilayah lain yang masih terhubung, dan hasilnya sama saja."

Yeonjun mengamati satu persatu foto yang di berikan. Dia memperhatikan semuanya, hingga satu foto terakhir membuatnya menyernyit. Lantas, pemuda itu mendongak, meminta jawaban atas foto terakhir.

"Namun, Om merasa ada yang janggal ketika melihat beberapa mobil yang sama beberapa kali melintasi wilayah tersebut. Mereka seperti mengawasi."

"Yah, memang melewati sebuah jalan itu adalah hal yang biasa. Semua orang juga bebas melewati jalan itu, namun, ini janggal. Mereka melewati jalan tersebut terus menerus, dan saat di bagian gedung tersebut, mobil mereka tidak terlihat. Padahal di jalan sebelum dan sesudah melewati, mobil itu ada."

"Karna curiga, Om coba buat selidiki si pengendara dari plat mobil tersebut. Untungnya juga di kamera terekam wajah di pengendara, jadi membuat lancar proses penyelidikan."

"Om, mendapatkan nama serta identitas mereka, yang ternyata mereka bekerja di bawah naungan seseorang."

"Dan saat itu salah satunya mengendarai mobil dengan seorang penumpang di belakangnya, yang Om curigai adalah pelakunya."

"Kamu tahu mereka siapa?" Doyoung melempar pertanyaan itu, lantas mendapat gelengan dari sang lawan bicara.

Yeonjun memperhatikan lamat apa yang akan di katakan Doyoung, dia sudah terlampau penasaran dengan hal ini.

Hingga kalimat selanjutnya yang terlontar membuatnya membelalak kaget, dengan kedua bahu merosot.

"Antara, Lee Beomgyu …."

"… dan Kai Kamal Huening."

To Be Continued …

Continue Reading

You'll Also Like

6.9K 326 15
[brothership] [Lagi direvisi ^⁠_⁠^] "Menjadi tunarungu itu menyedihkan. Bahkan lebih baik tiada daripada harus hidup dengan alat pendengar." ©horangh...
25.4K 3.7K 31
Dua anak laki laki dengan kepribadian bertentangan disatukan dalam sebuah ikatan keluarga dan berteman dengan tiga remaja lainnya. Hidup tanpa masala...
2K 125 7
Tentang keseharian tujuh orang sahabat yang beraneka ragam kelakuannya. Langsung baca aja sendiri okee
69.5K 16.3K 26
[DILARANG MENIRU ALUR DAN ASPEK DALAM CERITA INI. JADILAH SEORANG PEMBACA DAN PENULIS YANG BIJAKSANA] Mengisahkan tentang sepasang kembar Jongseong d...