Jangan Dengar Mereka

By gitawhy

19.8K 857 43

Istri sah rasa simpanan? Inilah yang terjadi pada kehidupan seorang Pita Aryani. Pernikahan yang diawali oleh... More

1. Aku Pita (1)
2. Aku Pita (2)
3. Awal Mula
4. Bertemu Budhe Laksmi
5. Kabar Mendadak
7. Penyesalan itu datangnya di Belakang
8. Mungkin Saja
9. Dibalik sebuah alasan (1)
10. Arti sebuah makna pernikahan

6. Menikah?

1.7K 81 1
By gitawhy

Dua minggu sudah berlalu. Pendarahan ayah sudah berhenti. Bahkan beliau sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Namun kendati demikian, ayah masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera membuka mata.

Setiap hari aku menyempatkan diri untuk mengunjungi ayah. Biasanya pada sore hari. Saat semua pekerjaanku telah selesai. Bahkan beberapa kali aku bermalam di rumah sakit untuk bergantian jaga dengan ibu atau kedua adikku.

Saat ini, aku sedang berada di minimarket yang menyatu dengan rumah sakit untuk membeli satu cup kopi instan. Sudah tiga jam berlalu, namun hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti.

Malam hari ditambah udara yang dingin, menjadikkan aku nekat untuk menerobos derasnya hujan dengan payung kecil yang tentunya tidak bisa melindungiku sepenuhnya. Bukannya tubuhku menjadi lebih hangat setelah meminum kopi yang baru diseduh, aku malah merasa semakin kedinginan karena seluruh pakaianku menjadi basah kuyup.

Aku berusaha secepat mungkin menghabiskan kopi yang tadi ku beli sambil duduk di kursi santai yang berada di pelataran minimarket. Beberapa kali aku merasakan lidahku seperti akan melepuh. Akhirnya, setelah beberapa tegukkan, aku berhasil menghabiskannya.

Aku bangkit dan berjalan mendekati tempat sampah untuk membuang bekas cup kopi yang ku minum. Sepertinya, malam ini aku terpaksa tidak bisa menemani ayah. Aku kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk menghubungi ibu untuk meminta Arkan atau Arman menggantikanku. Setelah beberapa kali terdengar nada tersambung, akhirnya ibu menjawab panggilan dariku.

"Assalamualaikum bu. Maaf, Arkan atau Arman sudah pulang belum ya?"

"Sudah. Ada apa nak? Apa terjadi sesuatu sama ayah?" Tanya ibu dengan panik.

"Tidak bu. Tadi aku ingin beli kopi di minimarket. Tapi ternyata aku malah kehujanan. Bajuku basah kuyup. Arkan atau Arman bisa tolong gantiin aku bu?" Ucapku sambil berusaha menghalau rasa dingin yang semakin menusuk pori-pori kulit.

"Bisa nak. Kebetulan Arkan memang sedang tidak ada tugas dari sekolahnya. Tapi Arkan sepertinya masih makan. Kamu tunggu saja di situ. Jangan kemana-mana". Aku mendesah lega mendengar jawaban ibu.

"Iya bu. Terima kasih. Kalau begitu, aku tutup dulu ya telponnya. Assalamualaikum". Setelah menutup telepon, aku berjalan kembali ke arah kursi yang tadi aku tempati.

Tiga puluh menit sudah aku menunggu sambil berdiam diri. Tidak lama kemudian, aku melihat Arkan berjalan mendekat dengan memakai jas hujan dan tetap menggunakan payung. Ia juga membawa membawa tas ransel di punggungnya.

"Mba ke dalem yuk. Ke toilet dulu. Ganti baju. Mandinya di rumah saja ya pakai air hangat. Oh iya, aku juga bawa jas hujan sama payung buat mba pulang". Ucapnya setelah mencium tanganku dengan takzim.

Aku dan Arkan berjalan menuju pintu masuk rumah sakit yang berjarak sekitar 100 m dari minimarket yang tadi ku datangi. Setelah berganti baju, aku segera berpamitan dengan Arkan untuk kembali ke rumah.

Angkutan kota sudah tidak ada yang beroperasi karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dengan terpaksa, aku menaiki ojek yang kebetulan sedang mangkal di pangkalan yang berada di seberang jalan.

"Pak ke Cimanggu ya". Ucapku pada abang ojek ketika sudah duduk manis di belakang beliau.

"Siap".

Perjalanan menuju rumah Pak Harun terkesan masih ramai meskipun waktu sudah semakin larut. Pedagang kaki lima-mulai dari pecel lele, nasi goreng, martabak, sate, dan bubur memenuhi trotoar yang sebenarnya dikhususkan untuk para pejalan kaki.

Dua puluh lima menit waktu yang kami habiskan untuk menempuh perjalanan. Setelah sampai, aku mengeluarkan satu lembar uang pecahan dua puluh ribu dan sepuluh ribu.

"Jadi berapa pak?" Tanyaku sebelum memberikan uang yang tadi aku keluarkan.

"Tiga puluh ribu mba". Aku segera menyerahkan uang yang sudah kupegang, kemudian mengucapkan terima kasih.

Aku membuka pintu gerbang yang belum terkunci. Biasanya, memang aku yang selalu memasang gembok di sana. Perlahan, aku memasuki halaman rumah dan mengeluarkan kunci cadangan yang diberikan Pak Harun sejak aku mulai ikut menjaga ayah di malam hari.

Ketika pintu utama terbuka, terlihat ruang tamu yang sudah dalam keadaan gelap. Aku berjalan dengan pelan agar tidak tersandung. Kedua alisku langsung mengernyit ketika melihat lampu di ruang keluarga masih menyala. Dengan segera aku mendekat ke arah sofa bed yang berada tepat di depan televisi dalam keadaan tidak hidup. Kemudian terlihat Ashira yang sedang terlelap dalam posisi menelungkup. Aku mengguncang pelan bahunya sambil berusaha membangunkan.

"Non, bangun dulu. Kalau mau tidur pindah ke kamar saja". Setelahnya, aku mendengar suara erangan tidak rela dari Ashira yang masih bertahan dalam posisinya. Tidak lama kemudian, ia berusaha untuk bangun dan duduk walau masih dengan mata yang terpejam sambil berkata, "Mba Pita sudah pulang?"

"Iya. Non kenapa tidur di sini?" tanyaku. Kemudian aku pun ikut duduk di sebelahnya.

"Ayah pergi ke luar kota mba. Aku takut kalau di atas sendirian. Jadi aku tidur disini. Tadinya ingin di kamar ayah, tapi terkunci. Mba kenapa pulang?" Ashira bertanya dengan mata yang sudah terbuka dan kini tengah menengok untuk menatap ke arahku.

"Tadi mba kehujanan saat akan membeli kopi. Jadi mba minta sama adik mba untuk bergantian berjaga. Mba sudah tidak kuat menahan dingin. Ya sudah..non kembali ke kamar sana. Kan mba juga sudah pulang. Kalau takut, lampunya dinyalakan saja". Jawabku sambil berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi tamu.

"Mba Pita malam ini tidur sama aku saja ya di kamarku". Aku yang hendak membuka pintu kamar mandi-kemudian terhenti dan kembali menoleh seraya menjawab, "Iya..nanti Mba temenin".

Setelah mandi, aku melihat Ashira sudah tidak berada di ruang keluarga. Dengan segera, aku menaiki tangga menuju kamar anak gadis Pak Harun yang sedang tidak ingin tidur sendiri itu. Tak lupa, aku mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam.

**

Aku terbangun karena merasa tempat tidur yang ku tempati seperti bergerak. 'Apa ada penyusup di sini?'

Ketika berhasil membuka mata, aku melihat Ashira yang sedang duduk dengan ketakutan di lantai sambil menatap ke arah pintu kamar.

Aku baru teringat kalau semalam gadis itu memang memintaku untuk menemaninya. Akhirnya aku pun bangkit dari tempat tidur dan ikut terduduk di lantai mengikuti Ashira.

"Non kenapa?" Aku bertanya sambil menyentuh bahu kanannya.

"Mba..aku tadi kayak dengar ada suara yang ngetuk-ngetuk pintu". Jawab Ashira dengan tubuh yang bergetar dan tangan yang memeluk kedua lututnya.

"Non kemarin habis nonton film horor ya?" tanyaku karena aku tidak mendengar ada suara apapun.

"Iya sih mba". Aku menghela napas panjang. Sempat aku berpikir negatif kalau rumah ini memang kedatangan penyusup.

Aku mengambil ponsel yang semalam aku letakkan di nakas sebelah kiri tempat tidur. Layar ponsel menunjukkan sudah pukul lima pagi. Aku segera mengajak Ashira untuk menjalankan kewajiban kami sebagai seorang muslim.

Setelah selesai, aku turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan. Sedangkan Ashira sedang mempersiapkan perlengkapan sekolahnya.

"Mba sarapan sudah siap?" tanya Ashira yang sudah memakai seragamnya dan membawa satu tas ransel berwarna putih.

"Iya non". Aku menjawab sambil meletakkan satu piring nasi goreng di atas meja. Setelah menyiapkan sarapan untuk majikan kecilku itu, aku berjalan menuju dapur untuk kemudian memakan nasi goreng yang ku buat di sana.

Rumahterasa sepi setelah Ashira berangkat sekolah. Saat ini aku sedang mencuci piringdan peralatan memasak yang tadi aku gunakan. Setelah semua bersih, aku berjalanmenuju kamar Ashira untuk mengambil ponselku yang tertinggal di sana. Aku ingin menanyakan tentang perkembangan ayah pada Arkan.

Beberapa kali nada sambung terdengar. Namun masih belum ada jawaban. Ketika berada di detik-detik terakhir, akhirnya Arkan menjawab panggilanku.

"Ibu sudah datang dek? Keadaan ayah sekarang bagaimana?" ucapku ketika mendengar suara Arkan.

"Mba..bukannya salam dulu. Ibu sudah datang. Ayah semalam sudah mulai menggerakan tangannya. Dan Alhamdulillah sekarang sudah sadar. Dokter jaga sedang mengecek kondisi ayah". Jawaban Arkan membuatku tersenyum dan mengeluarkan sedikit air mata.

"Alhamdulillah ayah sudah sadar. Maaf...mba tadi lupa ucap salam. Ya sudah, kamu sekarang istirahat saja. Jangan lupa ijin ke guru kalau kamu tidak bisa sekolah hari ini. Tolong bilang ke ibu, mba mungkin akan datang sekitar jam sebelas". Aku mengucap salam sebelum benar-benar mengakhiri panggilan. Setelahnya, aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Mengelap barang-barang, menyapu, mengepel, dan semua tugas aku usahakan untuk selesai sebelum jam sebelas.

**

Setelah menempuh perjalanan yang entah mengapa-hari ini udara terasa lebih panas dan menyengat, akhirnya aku sampai juga di ruangan ayah. Aku membuka pintu, terlihat ibu sedang menyuapi ayah dengan bubur rumah sakit.

Melihatnya, aku tersenyum dan berjalan mendekati mereka. Tidak lupa, aku juga mencium tangan ibu dan ayah secara bergantian.

"Kamu sudah makan nak?" tanya ibu dengan wajah khawatir.

"Sarapan sudah bu. Tapi kalau makan siang belum. Lagi pula belum tepat jam dua belas juga". Ucapku diiringi tawa ringan.

"Kamu ini. Jangan suka telat makan. Sudah tahu punya sakit maag". Aku tertawa lagi mendengar ucapan galak ibu. Kalau sudah bisa seperti ini, tandanya ibu sudah tidak bersedih.

Setelah merasa sedikit sesak akibat tertawa, aku mengalihkan pandangan kepada ayah. Beliau hanya tersenyum sangat tipis melihat perseteruanku dengan ibu.

"Ayah, apa ada yang sedang dirasa?" tanyaku sambil menggenggam tangan ayah yang tidak diinfus.

Ayah terdiam. Tapi aku tahu, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu. Aku menengok ke arah ibu dengan pandangan bertanya. Terlihat ibu menghela napas dengan panjang dan terasa begitu berat. Pandangannya berada di mangkuk yang sedang ia pegang. Setelah beberapa detik, akhirnya ibu mendongak-menatapku dengan pandangan putus asa dan kemudian mengatakan sebuah kalimat yang membuat jantungku seperti dihempaskan.

"Ayah tadi sempat bilang sama ibu. Beliau ingin agar kamu berhenti bekerja-atau kamu dan Pak Harun menikah saja kalau kamu masih bersikeras ingin tinggal di sana".

Aku menatap ibu dan ayah secara bergantian. Tidak lama kemudian, aku tersenyum lebar.

"Ya ampun...ayah itu masih baru pulih. Jangan berpikir yang berat-berat dulu". Ucapku dengan tenang. Aku melihat ayah memejamkan mata beberapa detik sebelum akhirnya menatapku dengan raut permohonan yang sangat kuat.

Senyumku langsung memudar. Mataku membulat dengan kedua alis yang mengernyit. Kemudian aku berkata, "Tapi kenapa ayah? Ibu? Aku tidak mungkin berhenti bekerja. Cari pekerjaan baru juga sekarang sulit. Bahkan belum tentu aku bisa mendapatkan majikan sebaik Pak Harun".

"Pita, sebelum kecelakaan-ayah memang sudah sempat membahas ini dengan ibu. Selama ini, kami-ayah dan ibu, memang percaya dengan kalian. Tapi bisikan syaitan, siapa yang akan tahu nak? Ini memang sudah menjadi pilihan yang paling tepat". Ibu menitikkan air mata. Aku pun segera memindahkan mangkuk yang ibu pegang ke nakas di sebelah tempat tidur yang ayah tempati. Setelahnya, aku berlutut dan memeluk ibu.

"Kalau begitu, aku bisa meminta Pak Harun agar aku diizinkan untuk bekerja pulang pergi tanpa harus menginap. Itu lebih baik". Ucapku dengan sangat mantap sambil terus memeluk dan mengusap punggung ibu.

"Tidak nak. Kalian masih bisa dalam satu ruangan ketika Ashira sedang sekolah. Akan sama saja".

"Ibu, lalu aku harus bagaimana? Aku tidak ingin Arman dan Arkan tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka. Laki-laki harus pintar bu...harus berilmu dan berpendidikan. Tidak sama dengan Pita yang seorang perempuan. Tapi menikah juga bukan solusi. Apa Pak Harun mau menikahi aku? Kalau seandainya pun beliau mau, sama saja kita seperti sedang memanfaatkan keadaan. Bu, aku pasti tidak akan kuat jika orang-orang akan semakin menggunjing kita". Rasanya aku ingin berteriak. Namun aku masih menghormati ayah dan ibu. Lagi pula, kami juga sedang berada di rumah sakit.

Suasana menjadi hening. Masing-masing dari kami masih terdiam sambil memikirkan pilihan mana yang benar-benar terbaik. Saat aku ingin membuka suara, tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka. Terlihat sosok Pak Harun datang dengan mengenakan pakaian santai.

"Assalamualaikum. Sepertinya-ada hal serius yang sedang dibahas. Apa kedatangan saya mengganggu?" tanya Pak Harun dengan sopan.

"Tidak ada apa-apa pak. Ayah...ibu, aku pamit keluar dulu sebentar". Ucapku sambil mengangguk pada Pak Harun untuk berpamitan. Ketika aku sedang menutup pintu dari arah luar, dengan samar aku mendengar ibu berkata, "Pak. Ada hal yang ingin saya bicarakan. Tentang pekerjaan Pita".

Aku kemudian menutup pintu dengan cepat. Entah mengapa, jantung ini terasa berdegup lebih kencang memikirkan semua yang akan ibu katakan kepada Pak Harun. Apa nanti Pak Harun malah akan memecatku? Berpikir kalau keluargaku sedang mencari kesempatan dalam kesempitan? Atau mungkin beliau akan berpikir kalau keluargaku terlalu berlebihan?

Aku menggelengkan kepala dengan kencang sambil berusaha menghilangkan semua pikiran buruk yang bersarang di kepalaku, kemudian mempercepat langkah menuju ke arah taman yang berada di dekat bagian apotek. Mungkin duduk di sana bisa lebih menjernihkan pikiranku yang sudah menyerupai benang kusut.

Jangan lupa Vote dan Comment untuk up part selanjutnya ya. Selamat Membaca.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
378K 21.1K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
1.1M 44.2K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
553K 21.3K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...