Our Story

By lnanrlna

542 274 199

BISA BERIMAJINASI SESUAI KEINGINAN KALIAN:) DI HARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK SE... More

Bio(narasi)
Rino-Patah Hati 1
Runi-Patah Hati 2
Pernyataan Bodoh
Cewek Rapuh
Memastikan Sesuatu
Terpaksa Berbohong
Penjelasan Sebenarnya
Si Penakut vs Si Cengeng

Sad but Happy

74 44 33
By lnanrlna

3. Sad but Happy

Rasanya sakit sekali, ketika aku terus mempertahankan hubungan, tapi dia malah ingin meninggalkan.
-Runi Syazani Putri-

"Rino?" Cewek itu mengerjap-ngerjap matanya beberapa kali, takut salah lihat, karena hari sudah gelap.

Cewek itu setengah berteriak kaget, sambil menyebut nama cowok itu mumbuat cowok yang berada disamping tidak jauh dari dirinya hanya menatap tak tahu dia siapa, karena wajahnya gelap sekali tidak ada cahaya yang meneranginya.

"Dia tahu nama gue?" tanyanya pada diri sendiri sambil tetap melihat cewek itu yang tengah berdiri, lalu berjalan dengan langkah yang cepat. Rino yang melihat itu langsung ikut berdiri dan mengejarnya. Runi yang sadar ada yang mengejarnya, ia langsung lari dengan cepat tanpa melihat ke belakang.

"Tunggu!" panggil Rino, Ia mencekal lengannya dari belakang yang membuat cewek itu tak bisa bergerak dan tetap membelakangi. Cewek itu sedikit ketakutan ia mencoba melepaskannya tapi tidak bisa.

"Tunggu, Tunggu. Haduh capek," lirihnya yang tampak ngos-ngosan, karena berlari dengan sangat kencang dan tangannya masih mencekal cewek itu, tanpa mengeluakan suara apapun cewek itu menghempaskannya kasar lalu dia berlari lagi, tapi cowok itu kembali mengejarnya dan mencekal tangannya, tapi kali ini dari depan, tubuh cowok itu membungkuk, karena capek sambil tetap memegang tangan cewek itu.

"Lari lo kenceng juga ya, gue kira lari cewek kayak kura-kura, ternyata kayak kuda liar," tuturnya sedikit menghibur, karena dia tahu cewek itu masih menangis terdengar isakan meski hanya pelan-pelan.

Perlahan ia menegakan tubuhnya setelah mengatur nafasnya. "Lo kenapa tahu nama gu-" ia tak melanjutkan perkataannya, ketika melihat wajah cewek itu sambil melepaskan tangannya dan menegakan tubuhnya tepat di depan cewek itu.

"Runi?" lanjutnya sedikit kaget juga. Mereka memang saling mengenal tapi tidak begitu dekat, karena Runi pernah satu ekskul dengan Rino, tapi tidak lama ekskul tersebut bubar, karena tidak ada penanggung jawab dan dari sana mereka kembali asing.

"Bukan, gue bukan Runi," alibi cewek itu padahal sudah jelas-jelas Rino sudah mengetahuinya.

Cewek itu menutupi wajah dengan rambutnya, ia memegang rambutnya yang sudah berantakan sambil merapikannya asal dan menghapus air matanya, karena malu dengan penampilannya yang kacau dan malu ketika Rino akan tahu semuanya, lalu ia membelakangi cowok itu.

"Gue tahu kali muka lo yang pasaran, orang kita satu sekolah, pernah satu ekskul pula." Kata Rino sambil tersenyum lalu ia duduk, karena kakinya sudah mulai pegal, dengan sungkan Runi pun ikut duduk disebelahnya, mereka menghadap danau dan langit yang begitu indah bertaburkan bintang.

Mereka satu sekolah, hanya beda kelas dan siapa sih yang gak tahu Runi? penyumbang piala terbanyak, karena prestasinya di bidang akademik hanya saja dia dikabarkan kurang bergaul dengan siapapun dan tidak ada satu orang pun yang mau berteman dengan dirinya, karena selain sibuk ngurusin belajarnya, ia juga punya sifat galak, jutek, kuper dan cuek.

Apalagi Rino spesialis cowok yang gampang dikenali. Anak band, kapten basket, orangnya humble, banyak yang suka, lucu dan ya lumayan ganteng siapa coba yang gak tahu dia.

Runi hanya menunduk, ia bebar-benar sangat malu, "plis jangan permaluin gue disekolah ya," mohonnya, sambil mengusap air matanya, kejadian tadi masih bermain di kepalanya.

Rino hanya melirik kasihan dan sedikit bingung dengan yang dikatakan Runi dengan kata 'mempermalukannya,' kenapa ia harus mempermalukannya? ia takpak berpikir.

1 detik

2 detik

3 detik,

Ia masih tak terpikir maksud dari kata itu. Tak mau ambil pusing Ia mengalihkan dengan pertanyaan lainnya.

"Gue gak tahu kalo lo punya pacar," ujarnya mengalihkan.

"Gue backstreet." tutur cewek itu pelan. "Tunggu, lo ngak denger semua pembicaraan gue kan?" Tanyanya spontan, Runi berharap Rino tak mendengar semuanya.

"Denger, yang bagian, aku gak akan tertekan dan aku bakal terima semuanya, tapi kita jangan putus ya? yang bagian itu? atau yang ini aku akan berusaha jadi lebih baik, percaya sama a-" ledeknya sambil mengikuti lagam cewek itu, yang langsung di tahan oleh Runi, karena merasa geli dan terlalu malu mendengarnya.

"Udah stop, stop. Gue emang cewek bodoh yang ngemis cinta dari orang gila."

"Bukannya lo pintar ya? ouh gue tahu orang bisa aja kan pintar dalam segala hal, tapi bodoh dalam hal mencintai. Hahaha," ia tertawa, ia teringat kata-kata itu, ketika ia membaca sebuah novel di perpustakaan sekolah, tapi itu membuat Runi menangis kembali. Rino tak bermaksud menyinggungnya.

Hati Runi sedikit sakit mendengar kata-kata itu, kata yang diucapkan mantan pacarnya beberapa jam yang lalu, membuat air matanya keluar lagi.

"Lo nangis lagi? segitu sakitnya ya?" Rino menatap cewek itu nanar, dari selama hidupnya ia belum pernah melihat cewek menangis selemah itu begitu pun Tira atau Ibunya ia belum pernah melihat mereka menangis, tapi kali ini ia melihatnya dengan jelas seseorang menangis.

"Ngak kok," sambil menghapus air matanya. "Lo nguping perbicaraan gue dari mana sih?" tanyanya kesal, ia sedikit risih dengan Rino yang harus mengetahui kejadian itu.

"Gue gak nguping ya, itu kebetulan. Lo aja yang berisik ganggu gue tahu."

"Ouh jadi yang tadi teriak-teriak gak jelas itu, lo kan? ngaku lo?!" bentaknya keras.

"Kalo iya emang kenapa? kita senasib kok." ujarnya sambil melempar jauh  batu ke danau dihadapannya, sementara cewek itu menatapnya tak mengerti.

"Maksud lo?"

Rino melihat ke sebelahnya membuat keduanya saling bertatapan. "Sama-sama ditinggalin," lalu ia tersenyum, senyum yang menandakan kesakitan. Pandangannya ia alihkan kembali pada danau itu, "tapi, lo beruntung cinta kalian tulus dan gak dikhianatin kayak gue." Ia melempar kembali kerikil yang dipegangnya sangat jauh.

"Lo dikhianatin?" Runi malah jadi tertarik dengan apa yang terjadi pada Rino.

"Lebih tepatnya diselingkuhin, tapi gak papa seengganya gue tahu dia bukan cewek yang baik buat gue." Ia menundukan kepalanya dan mengambil nafas berat.

Runi merasa sedikit kasihan pada Rino, ia melihat ada sebuah penyesalan di wajahnya, padahal di sekolah ia selalu terlihat ceria dan bahagia, tapi ternyata sekarang ia melihatnya begitu terluka.

"Lo yang kuat ya," ucap Runi menguatkan, padahal dirinya pun perlu menguatkan semuanya. Rino yang mendengar itu tersenyum manis sambil menatap Runi. "Malah gue dijadiin pelampiasan, rasanya sakit banget ketika gue terus pertahanin hubungan, tapi dia malah ingin meninggalkan," lanjut Runi kembali menghapus air matanya.

Keduanya larut dalam obrolan, entah kenapa Runi jadi tertarik ikut bercerita pada Rino karena, mungkin Rino tahu masalah dirinya, jadi ia tidak begitu sungkan untuk bercerita.

"Cowok, emang brengsek!" Tuturnya tanpa menyadari bahwa dirinya laki-laki.

"Lo juga cowok kan?"

"Maksud gue cowok, pacar lo dan cowok selingkuhan pacar gue. Bukan gue," mempertegas ucapannya, Runi hanya tertawa.

"Pacar lo siapa sih?" tanyanya yang sedari tadi tidak tahu siapa pacar Runi.

"Larat, mantan." Sarkasnya membenarkan.

"Iya, iya, mantan lo."

"Lo gak tau? bukannya lo denger semuanya?" heran Runi.

"Gue denger dari cowok lo yang minta putus dan gue gak tahu nama bahkan wajah cowok lo, karena dia membelakangi gue dan wajahnya yang gelap," tutur Rino menjelaskan.

"Iya gelap, kek masa depannya," ucapnya penuh kebencian yang membuat Rino tertawa dan ia teringat ketika ia pun tidak mengenali Runi karena gelap. Sudahlah.

"Bisa aja lo. Jadi siapa pacar lo?"

Runi enggan mengatakannya, karena Arkan tidak mau jika ada seorang pun yang tahu, tapi Rino sudah mengetahuinya. "Ini Rahasia ya, jangan sampai lo kasih tahu semua orang kalo gue pernah pacaran sama dia."

"Iya, iya siapa sih? kenapa juga lo harus rahasian kayak lo pacaran sama mahkluk astral aja," ucapnya sambil tertawa.

"Ya buka gitu, lo harus janji dulu."

"Iya iya gue janji."

Runi tampak berpikir, tak apalah dia juga udah tahu. "Awas lo kalo ingkar, kesambar petir!"

"Naudzubillah, dari dulu lo kalo ngomong suka gak pake bismillah ya." Rino teringat ketika dulu satu ekskul pun, Runi selalu ngomong tajam pada dirinya.

"Makannya jangan sampai, semua orang tahu."

"Iya, iya gue udah janji kan?"

"Dia Arkan anak 12 Ipa 3."

"Hah? cowok brengsek itu? benerkan cowok brengsek!"

"Kenapa brengsek?" tanyanya tak mengerti dengan yang dikatakan Rino.

"Dia juga pernah deketin Tira pacar gue yang sekarang udah jadi mantan sih," ucapnya, Runi tidak kaget karena ia pun tahu bahwa mereka pacaran sangat lama dan pastinya tidak backstreet seperti dirinya.

"Lo putus? kenapa lo gak pertahanin?"

"Ngapain? dia aja udah khianatin gue, masih banyak kali cewek yang lebih cantik dan baik dari dia," tuturnya meyakinkan, seolah bersikap kuat, padahal hatinya belum sepenuhnya merelakan.

Tira salah satu cewek cantik di sekolah dan pastinya populer dikalangan laki-laki tak heran banyak cowok mendekatinya dan ingin jadi pacarnya.

"Ouh gitu. Iya juga sih, seharusnya gue juga gak nangisin dia."

"Iyalah kayak gue, tegar." ucapnya membanggakan diri, padahal kenyataannya ia hanya menegar-negarkan dirinya.

"Tegar gimana, tadi aja lo teriak-teriak kayak orang gila." Ledek Runi yang dibarengi tawa.

Rino tertawa sambil menatap cewek itu. "Ternyata lo masih kayak dulu, kata orang lo jutek, cuek aslinya ternyata nggak."

"Mereka cuma lihat gue dari luar dan lo gak tahu aja kalo mood gue gampang berubah."

"Ouh ya? nanti gue beliin goodmood deh, biar mood lo bagus terus dan gak berubah-rubah, kayak bunglon," serunya dengan wajah bahagaia dan tertawa.

"Itu berubah warna bukan mood, gak nyambung lo!" Runi tertawa ngakak, dasar aneh. Rino sudah bisa tersenyum bahkan tertawa meski untuk hari ini, setidaknya ia bisa menghilangkan kesakitannya, begitu pun Runi.

Rino melihat kesekelilingnya tampak sudah sangat sepi, ia berniat untuk pulang takut orang tuanya khawatir meski sudah dihubungi. "Eh lo gak pulang? ini udah malem tahu, bokap nyokap lo gak nyariin apa?" tanya Rino ia sedikit khawatir orang tua Runi akan mencarinya juga, ia berdiri dari duduknya tapi, tidak dengan Runi.

"Lo kalo mau pulang, pulang aja, gue masih pengen disini."

"Gak baik tahu cewek keluyuran malem-malem, nanti keluarga lo khawatir."

Runi tak peduli, ia masih ingin menangis. Ia tak peduli keluarganya akan mencarinya toh ayahnya pun tidak akan ada di rumah dan ibunya pun pasti sudah tidur. Ia pun sudah memberinya pesan. Runi masih ingin sendiri di tempat itu, pikirannya masih belum pulih sepenuhnya.

"Yaudah, lebih baik lo pulang."

"Gue nyuruh lo," kesal Rino.

"Lo duluan." ucapnya dengan wajah memelas.

Rino merasa kasihan pada cewek itu, ia takut cewek itu akan melakukan hal aneh yang menyakiti dirinya atau akan terjadi sesuatu kepada cewek itu, jika cewek itu pulang sendirian, mana hari sudah sangat malam sekali, apalagi ini daerah pelosok, kalian tahu lah gimana kejamnya orang-orang yang tak punya pendidikan dan iman mereka bisa aja ngelakuin hal diluar dugaan. Rino pun melihat Runi seperti ada sebuah ketertekanan sampai ia tidak mau pulang, membuat ia mengurungkan niatnya untuk meninggalkan cewek itu.

"Gue temenin lo ya, gue anterin lo pulang." Rino kembali duduk, ia tidak mungkin meninggalkan cewek begitu saja, ia takut jika Runi akan melakukan suatu hal yang buruk.

"Gak usah, gue bisa sendiri kok." sambil mendorong tubuh cowok itu agar pergi.

"Gue bakal sangat-sangat bersalah kalo terjadi sesuatu sama lo, karena mungkin gue orang terakhir yang lo ajak bicara," jelasnya penuh keseriusan.

Runi tampak berpikir, ia menengok jam yang melingkar di pergelangan tangannya 21.45 ia tak menyangka harinya akan sekacau ini bahkan ia di tempat ini hampir setengah hari, ia merasa lelah dan tubuhnya yang terasa sangat remuk membuat ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu, tapi setelah dipikir lagi, dia bisa dapat masalah jika ada orang yang melihat Runi bersama Rino.

"Kayaknya gue gak bisa, lo duluan aja." Runi kembali menolaknya, ia hanya tak mau dirinya kena masalah hanya karena ia diantar pulang oleh cowok yang baru putus begitu pun dirinya, bisa-bisa sekolah heboh karena dirinya, ia tidak mau hal itu terjadi.

"Kenapa lagi?"

"Lo baru putus dan gue baru putus,"

"Terus? hubungannya sama gue nganterin lo apa?"

Lagi-lagi Runi menyuruh Rino Pulang, "masa gak ngerti? udalah lo pulang aja."

"Ya, tapi kenapa?"

"Gak. Gue gak mau cari masalah ya."

"Lo disini mau sampai kapan? sampai danau itu ilang? ya gak mungkinlah Run." Rino berceloteh sendiri yang dihiraukan oleh Runi yang tampak terus berpikir.

Rino berniat untuk pulang dan meninggalkan Runi, "Yaudahlah, kalo terjadi perampokan, pembunuhan, penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan dan kejahatan lainnya gue gak bakal nolongin, karena gue bukan anak beladiri, gimana mau bela orang, ribet. Jadi hati-hati ya." Rino menjelaskan apa adanya dan ia malah seperti menakut-nakuti Runi, yang membuat Runi sangat ketakutan sambil diam ditempatnya.

"Eh, ya lo jangan ngomong gitu dong," marah Runi, karena takut jika hal itu terjadi dan yang dibilang Rino memang ada benarnya ia bisa saja celaka. "Yaudah gue ikut pulang bareng lo," ia memutuskannya, karena takut jika hal itu akan terjadi, bodo amat dengan orang yang akan melihatnya, keselamatannya tetap nomor satu.

"Yaudah yuk, dari tadi kek lama banget." Rino memang selalu bisa membuat orang jadi nurut.

"Bentar gue mau teriak dulu, belum puas." Runi berdiri menghadap danau ia mulai berteriak dengan sangat keras, sementara Rino hanya menggelang-gelengkan kepalanya tak mengerti.

"GUE BENCI LO ARKAN!!! GUE SUMPAHIN LO GAK BAKAL BAHAGIA!!! AAAA...." Rino yang melihat disebelahnya hanya tersenyum kaku.

"Lo yang gak bahagia, baru tahu rasa," umpatnya pelan, sambil tersenyum.

Mereka mulai berjalan menuju motor Rino. "Benci lo tanda masih sayang tahu," ujarnya sambil menaiki motornya.

"Nggak kok, lo juga pasti masih sayang kan?"

"Udah naik sana!" Suruh Rino pada Runi yang masih berdiri dipinggir motor Rino agar segera naik ke motornya. Runi pun naik dan duduk. Ia merasa tidak nyaman karena tidak tahu kakinya harus di kemanakan, Rino yang melihat gerak-gerik Runi hanya tertawa ngakak.

"Kaki lo ke depanin," suruh Rino memberi tahu, sambil terus tertawa. Runi sedikit malu karena pelihal kaki saja ia sampai kebingungan, maklum lah ia baru lagi naik motor. Runi pun menurutinya ia menempatkan kakinya kedepan rasanya agak aneh, benar-benar tidak nyaman. Rino memakai motor vespa yang membuat Runi kesusahan karena baru pertama kali menaiki motor vespa, itu adalah motor yang sangat Rino sayangi.

Rino mulai menjalankan motornya melintasi jalanan, angin malam mulai menembus kulit Runi yang lembut membuat kedua tangannya ia lipatkan di dada, sesekali matanya ia pejamkan sambil merasakan betapa nikmatnya angin malam dan kembali membuka ketika Rino melajukan motornya lebih cepat membuat ia seperti mau terjengkang ke belangkang. Seharunya yang menemaninya sekarang adalah Arkan dan seharusnya ia diboncengi oleh Arkan, tapi sudahlah dia sudah pergi tak seharusnya Runi mengingat lagi.

Di jalan suasana sedikit canggung, tapi kembali mencair ketika Rino beberapa kali membuat candaan yang diikuti tawa oleh keduanya, membuat mereka lupa dengan kesedihannya yang amat mendalam. Di perjalanan juga Rino bercerita dari mulai dirinya mengenal Runi sampai kesedihannya karena Tira, semua Rino ceritakan entah kenapa ia merasa nyaman bercerita dengan Runi. Runi merasa kesakitannya benar tergantikan dengan kebahagiaan yang tak terduga, tapi bukan dengan Arkan melaikan dengan Rino dan ia merasa sedikit kecewa, tapi bahagia.

Rino kembali fokus dalam menyetirnya dan ia sangat berhati-hati. Rino sedikit lega hatinya tidak terlalu terbebani dengan terus memikirkan Tira, ia merasa beruntung bertemu Runi, orang pertama yang menguatkannya, meski hanya kata, 'yang kuat ya,' setidaknya kata-kata itu menenangkan.

"Rumah lo dimana?" tanya Rino sambil terus mengendarai motornya.

"Nanti di depan belok kiri, terus belok kanan, lurus, belok kanan lagi."

"Ribet amat sih jalan rumah lo," sambil mengikuti jalan yang di katakan oleh Runi.

"Ya ngak tahu lah orang bukan gue yang buat."

"Iya lo kan penikmat," ucapnya sambil tertawa, sementara Runi tak mengerti dengan ucapan Rino dan ia malah tertawa padahal tidak ada yang lucu, ia hanya diam sambil melihat jalanan yang begitu sepi. Tak lama Runi menepuk-nepuk pundak Rino, ia meminta Rino untuk berhenti. Rino pun menghentikan laju motornya dan Runi langsung turun dari joknya, ia melihat dari jauh ayahnya yang tengah berjalan ingin pergi, ia berniat untuk mengikutinya.

"Rumah lo yang mana?" Tanya Rino penasaran.

"Kepo. Udahlah sana lo pulang, makasih." ujarnya sambil berjalan pergi, dengan langkah pelan.

Oke terimakasih yang udah baca, jangan lupa tinggalin jejak ya jangan lupa vote dan comen ya...
See you next part...

Continue Reading

You'll Also Like

518K 56.5K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 58.2K 26
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...