SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

9 - PAST

33.9K 5.4K 145
By an11ra

Nasib baik masih berpihak padaku sampai kini, karena sepertinya Raden Panji tidak mengungkit tragedi yang telah terjadi. Namun memang dia seperti mengamati setiap pergerakanku jika kebetulan sedang berada di dekat Pangeran Anusapati.

Terserahlah, toh aku tidak akan melakukan kejahatan, paling hanya kesalahan yang tidak disengaja seperti biasa. Jikapun Pangeran Anusapati mati itu jelas bukan olehku, kecuali sejarah telah berubah atau sejarah yang ada tidak benar.

Ada yang bilang jika sejarah itu ditulis oleh si pemenang, jadi pasti subjektif. Bagiku entah masa depan ataupun masa lalu semua itu misteri. Hanya Tuhan dan pelaku kejadian yang tahu benar apa yang terjadi sebenarnya.

Sejarah akan selalu membuat aku pusing, tetapi kini ada juga masalah lain yang tidak dapat aku abaikan begitu saja. Masalah itu bernama Pangeran Anusapati yang entah mengapa bersikap lebih menyebalkan dari hari ke hari. Dia nampaknya tengah mengerjaiku dengan memberi perintah ini dan itu. Perintah satu belum beres saja, dia sudah memerintahkan hal yang lain. Anehnya saat Sawitri ingin membantu malah dilarangnya.

Seperti saat ini dia memerintahkanku membuat wedang jahe, tidak susah dan tentu bukan aku yang memasak tapi pelayan semacam juru masak di pendopo yang bertanggung jawab soal kudapan di kediaman Gusti Pangeran. Namun memang makanan utama tetap tanggung jawab dapur istana. Seharusnya segalanya baik - baik sajakan karena aku hanya bertugas membawa saja, ternyata kenyataannya tidak semudah itu kawan.

Bayangkan, kelima kalinya membawa nampan berisi segelas wedang jahe sudah membuatku dongkol tak terkira. Usaha pertama gagal karena dia tidak mau meminumnya dengan alasan sudah dingin, tentu saja mendingin karena jarak dari pendopo pelayan dengan pendopo kediaman pangeran jaraknya lumanyan jauh.

Kedua kalinya juga gagal karena katanya terlalu pedas, lah jahe memang pedas jika ingin manis kenapa tidak minta air gula saja. ketiga kalinya ditolak juga karena terlalu pekat warnanya. Keempat ditolak lagi karena katanya terlalu pahit. Ingin rasanya melempar dia dengan minuman itu, namun mungkin aku juga akan dia lempar ke penjara.

Bertumpu pada lutut lalu menaruh gelas dari tanah liat dengan ukiran rumit di hadapannya sambil mencoba tersenyum "Ini wedang jahe-nya Gusti Pangeran. Mungkin yang kelima kalinya sudah sesuai dengan apa yang Gusti inginkan." Menekankan pada kata kelima kalinya, bahkan aku menggigit lidah agar tidak mengumpat.

Memandangku sekilas lalu meminum hanya seteguk dan menaruh gelasnya kembali di atas meja. Menghela napasku pelan sambil menundukkan wajah ke bawah. Bersiap kembali membawakan wedang jahe yang baru lagi, entah apa lagi kini alasannya.

Mungkin aku harus menyeret Nyi Knasih dan menyuruhnya memasak langsung di depan pangeran, tetapi tadi Nyi Knasih saja tampak bingung saat aku berulang kali kembali meminta dimasakan yang baru.

Badanku tesentak pelan kala sebuah telapak tangan menyentuh dahiku. Otomatis kepalaku bergerak menjauh hingga tanggan itu kini hanya menggapai udara.

Untuk kedua kalinya aku bertatapan dengan mata dingin itu "Apa kau sakit Rengganis ? Kulit wajahmu tampak pucat " Tanyanya masih dengan raut muka datar berbeda sekali dengan warna iris matanya yang menenangkan. Jujur aku iri pada mereka yang memiliki warna mata kecoklatan.

Jelas sekali mukaku pucat, Bayangkan saja aku harus berjalan kesana kemari di bawah sinar matahari yang rasanya hanya beberapa meter di atas kepalaku. Apalagi aku memang mudah pusing saat harus berpanas - panasan. Namun tidak mungkin juga aku sampaikan keluhanku langsung padanya. Sialnya aku lupa bertanya pada Sawitri apakah pelayan dapat gaji, jika tidak berarti ... Ankjfggsrhjjbfcbkmm

Menggelengkan kepala guna menghalau pikiran buruk itu, lalu segera berdiri "Tidak Gusti, hamba baik - baik saja. Hamba akan ambilkan wedang jahe yang baru." Tanganku terulur untuk mengambil gelas dari atas meja tapi tanganku dicekal olehnya.

"Kaaa ________" Suara pekikan terdengar dari belakang tubuhku membuat kami serempak menengok ke belakang ke arah pintu penghubung.

Beberapa orang nampak memasuki pendopo. Ada dua sosok baru di sana, dari pakaian yang dikenakan sepertinya mereka Pangeran juga. Di sampingnya ada Raden Sadawira dan di belakang tentu Raden Panji.

Dahiku mengernyit saat Raden Panji memandangku tajam, mengikuti ke mana arah pandangnya, lalu mulai sadar dan menyentakkan tanganku pelan sehingga cekalan dari Pangeran Anusapati terlepas.

"Bantu Sawitri di bilik kiri, sekarang !" Perintah Pangeran Anusapati menyelamatkanku dari suasana aneh ini. Membungkukkan badan memberi hormat lalu aku bergegas masuk ke bagian dalam pendopo menuju bilik kiri tempat Sawitri entah melakukan tugas apa.

***

"Sepertinya hamba selalu salah waktu untuk masuk ke pendopo, Pangeran !" Ucap Raden Sadawira sambil duduk di hadapan Pangeran Anusapati yang malah mendengus tak suka

"Siapa tadi Kanda ? Sepertinya aku baru melihat dia untuk pertama kalinya." Tanya Pangeran Tohjaya begitu mendudukan dirinya tepat disebelah Pangeran Anusapati

"Tentu saja dia pelayan baru yang menggantikan Padmini" Jawab Pangeran Mahisa Wongateleng sambil duduk dan membuka kitab sastra yang dibawanya.

"Jangan lagi panggil nama pelayan sialan itu di hadapanku !" Desis Pangeran Anusapati yang membuat Pangeran Mahisa meringis

"Aku juga mendapat pelayan baru, tapi sepertinya Nyi Mas Garin salah menempatkan pelayan. " Tambah Pangeran Tohjaya

"Lagipula untuk apa kalian datang beramai - ramai kemari dan pasti kau juga yang membawa guru ikut kemari" Tunjuknya pada Pangeran Tohjaya

"Ketahuan ya ?" terkekeh sesaat "Mungkin ini perasaanku saja, tetapi Guru Kanda ini lebih cocok disebut Kakak Guru karena umurnya hanya beberapa tahun saja lebih tua dari kita. Benar tidak Sadawira ?"

"Tapi Kakak Guru ini bisa menebas kepalamu dalam sepuluh jurus saja Kanda Tohjaya. " Timpal Pangeran Mahisa tanpa mengalihkan pandangan dari kitabnya

"Pangeran Mahisa terlalu melebih - lebihkan" Ucap Raden Panji Kanengkung

"Oh sepertinya begitu Raden, mungkin Kanda Tohjaya bahkan akan kalah dalam lima jurus saja" Jawabnya menyeringai

Berdesis pelan "Dasar adik kurang ajar. Bukannya harusnya kau membela kakakmu." Namun Mahisa tampak tenang dan tak terpengaruh akan umpatan Tohjaya "Padahal Bunda Ratu begitu hangat dan penyayang, namun bagaimana bisa beliau melahirkan dua orang anak yang dingin bagai air kali di pagi hari. Untung saja Apanji Saprang, Agnibhaya dan Dewi Rumbu tidak sedingin kalian" Lanjutnya

Menandang Tohjaya dengan satu alis terangkat "Sebenernya ada keperluan apa kau datang kemari ? Tak usah berbelit - belit, katakan !" Ucap Pangeran Anusapati

"Oh ... aku ingin meminjam tombakmu Kanda ? Tombak buatan Mpu Barata. Bolehkan ?" Jawab Tohjaya sambil tersenyum lebar lalu mengalihkan pandangan pada orang di depannya

Menengok ke samping, lalu berkata "Raden Panji, kalian akan berangkat dua atau tiga pekan lagi kan ? jadi tidak apa - apa jika aku meminjam tombak itu sebentar"

"Mungkin dalam tiga pekan ini Pangeran. Hamba masih menunggu perintah dari Baginda Raja terlebih dahulu. "

Menjentikan jarinya pelan Pangeran Tohjaya berkata "Nah ... berarti semuanya beres. Tenang Kanda, tombak itu akan kembali dengan sehat dan selamat sebelum kau pergi. " Yang dihadiahi dengusan dari Pangeran Anusapati.

"Memang untuk apa kau meminjam tombak itu, Kanda ?" Tanya Pangeran Mahisa tanpa melepaskan tatapan pada kitabnya

"Untuk bercocok tanam !"

"Lucu sekali Kanda, sungguh aku ingin tertawa. "

Menyeringai menatap adik lain ibu "Memang kau bisa tertawa ? raut mukamu bahkan tampak rata bagai gada yang dipegang para prajurit"

"Lalu untuk apa kau selalu mengajak orang yang memiliki raut muka rata bagai gada ini kemana - mana ? "

"Hahaha ... Tentu karena aku menyayangimu adikku." Ucap Pangeran Tohjaya yang membuat Pangeran Mahisa menyipit jengkel padanya

Bila orang mengira hubunganku dengan adik tiriku buruk, mereka salah besar, karena selama ini hubungan kami baik - baik saja. Paling tidak kami belum pernah menghunuskan pedang ke leher satu sama lain.

Namun apa yang terjadi padaku bukan salah Tohjaya apalagi Mahisa. Mungkin aku hanya iri akan perlakukan Ayah handa pada mereka. Jujur saja, aku merasakan perlakuan yang berbeda dengan adik - adikku yang lain, entah adik kandung maupun adik tiri.

Apa aku pernah berbuat kesalahan fatal pada Ayah handa ? Entahlah, aku tidak pernah ingat, mungkin dulu saat masih kecil. Tapi saat aku mulai dewasa dan mengerti, hubungan kami sudah mendingin.

Pernah dahulu aku bertanya pada Ibunda Ratu mengenai Ayah handa yang sepertinya tidak sayang padaku. Tetapi sebaliknya dia terlihat lebih menyayangi Tohjaya dan Mahisa.

Ibunda bilang itu karena aku adalah calon raja sehingga mungkin Ayah handa ingin mendidiku menjadi orang yang kuat sehingga beliau tidak mau memanjakanku.

Calon raja ??? Kini istilah itu bagai lelucon bagiku. Makin hari aku bahkan merasa jika Tohjaya yang akan diangkat menjadi pengganti raja. Bayangkan ... Dia bahkan dilatih oleh panglima utama kerajaan, bukan aku yang katanya calon raja.

Tetapi untuk bagian ini aku bersyukur karena aku justru mendapat Raden Panji Kanengkung, yang tak lain adik angkat Ayah handa. Benar bahwa umurnya hanya beberapa tahun lebih tua dariku.

Namun jangan remehkan kemampuannya, Entah dia berguru pada siapa sebelumnya, tetapi sepertinya dia menyembunyikan kemampuannya. Jika tidak, mungkin dia yang akan menjadi panglima utama. Selain itu jika bukan karena latihan dan ilmu yang diberikannya padaku aku pasti sudah mati waktu itu.

Kekecewaanku pada Ayah handa sepertinya sudah memuncak setinggi gunung. Namun tenang, aku sudah membuang harapanku sejauh - jauhnya untuk menjadi raja atau apapun.

Tujuanku sekarang hanya ingin hidup tenang, itu juga alasan aku memilih tempat ini. Tempat kediamanku yang nampak terkucil dan terpisah jauh dari istana utama.

Masalahnya belakangan ini ketenanganku terusik oleh orang yang sepertinya tidak menyukai keberadaanku. Aku yakin siapapun orangnya, dia tidak akan menyerah dengan mudah walau percobaan pertamanya gagal. Tentu aku juga tidak akan semudah ini menyerahkan nyawaku padanya.

Pandanganku terkesiap manakala Tohjaya berdiri "Mau kemana ?" Tanyaku padanya

"Mengambil tombak, ada di bilik kiri seperti biasa kan ?"

Berdiri menghalangnya "Aku saja yang ambilkan. Kau diam di sini saja."

"Tidak ... tidak ... tidak Kanda, biar aku saja yang langsung mengambilnya sendiri. Tenang saja aku tahu pasti tempatnya, Kanda duduk saja di sini bersama mereka." Lalu melirik pada wedang jahe yang tersaji di meja "Lanjutkan saja minumnya. Minum saat hangat lebih nikmat, Kanda"

"Kau yang duduk, aku saja yang mengambilkan." Jawab Pangeran Anusapati keras kepala

"Kalian berdua sebenarnya kenapa ?" Tanya Raden Sadawira heran karena kedua pangeran itu biasanya sangat malas untuk melakukan sesuatu, tetapi kali ini justru mereka malah berdebat dan menawarkan diri dengan sukarela.

Menghela napas pelan, lalu menutup kitab bacaannya, kemudian menatap kedua kakaknya. Pangeran Mahisa berucap "Yang satu ingin melihat rupa pelayan baru tadi lebih jelas, sedangkan yang satu lagi ingin melindungi pelayan barunya. Mengerti Raden Sadawira ?"

Raden Sadawira terlihat menahan tawanya saat mendengar jawaban Pangeran Mahisa. Ditambah melihat raut wajah Pangeran Anusapati yang memerah entah karena menahan marah atau malah menahan malu "Ah ... tentu saja Pangeran Mahisa"

-----------------Bersambung--------------

24 Juli 2020

Continue Reading

You'll Also Like

689K 32.2K 44
"Anjing sekali everybody, yakali gue tidur langsung beda dunia" Bagaimana jadinya seorang Queena Selvi Dealova Kenward jiwa masa depan bertransmigras...
882 214 25
Ketika usia Odira sudah menginjak tujuhbelas tahun, berbagai mimpi datang ketika dia tidur. Rangkaian mimpi menyeramkan tetapi tidak bisa dia ingat k...
12.6K 2.5K 35
Penulis bahkan tidak tau mengapa memberikan judul demikian, silakan dibaca. Semoga suka, jika tidak suka juga tidak apa-apa. Terimakasih banyak sudah...
515K 54.2K 31
Dewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agr...