Bad Boy Cafe: Milly 「END」

By andhyrama

628K 46.5K 72.4K

[15+] Apa jadinya jika bad boy bisa dipesan lewat aplikasi? Aku Erza Miller Pambudi yang luar biasa menawan d... More

ERZA || MILLY
CHARACTERS
PROLOG
01 || SUPERMAN
02 || I'M SEXY
03|| BIG BOSS
04 || BAD PUZZLE
05 || STRANGE MAN
06 || ALTER EGO
07 || CUSTOMER 01 (a)
08 || COSTUMER 01 (b)
09 || FIRST REVIEW
10 || LECTURER
GAZA |01| GEMI
11 || DYLAN WANG
12 || DUA MILIAR
13 || PELAKOR
14 || PUTUSKAN
15 || PELUKAN
16 || PENGIN MATI
17 || PERJANJIAN
18 || PACARAN
19 || PAGI NAMI
20 || PERTAHANAN
GAZA |02| GEMI
21 || KENANGAN
22 || KESALAHAN
23 || KESEPAKATAN
24 || KEHANGATAN
25 || KONSPIRASI
26 || KEMAMPUAN
27 || KEBOHONGAN
28 || KEMENANGAN
30 || KEHILANGAN
EPILOG

29 || KECELAKAAN

7.2K 670 1.2K
By andhyrama

BAD BOY CAFE: MILLY
29 || KECELAKAAN
a novel by Andhyrama

IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama// Shopee: Andhyrama [an Online Bookshop]

Instagram Erza: @erza_milly

Tragedi bisa menimpa siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Tidak ada yang tahu. Jadi, berhentilah menertawai penderitaan orang lain jika kau tidak mau ditertawakan saat nantinya menderita.

(◍_◍)

Pre-Question

Benda apa yang ada di samping kalian?

Kalian lagi sendirian atau sama orang lain?

Yang sendirian sebenarnya nggak sendirian lho.

Absen Tim Kalian!

#NaMilly

#MilLynda

#Benjilly

#AndhyNayeon

Just random questions before you read the story!

1. Kalian pernah mengalami kecelakaan nggak sih? Kecelakaan apa tuh?

Apakah kalian sampai trauma, atau hanya perlu lebih hati-hati aja?

2. Kalian kalau lihat temen jatuh diketawain dulu baru bantuin apa bantuin dulu baru ngetawain?

Ada yang pernah jatuh terus diketawain?

3. Pendapat kalian tentang orang yang nggak mau pakai masker saat keluar-keluar di masa pandemi ini?

4. Pendapat kalian tentang orang yang nyinyirin gaya berpakaian orang lain?

5. Menurut kalian orang bebas berekspresi dengan penampilan mereka atau harus memikirkan orang lain yang ngelihat juga? 

6. Kalian udah nonton film pendek "Tilik"? Kalau udah nonton,  menurut kalian gimana?

7. Pendapat kalian tentang larangan penyebutan kata anjaf(x) gimana?

8. Tersesat di hutan atau terperangkap di rumah kosong?

9. Jatuh ke selokan atau kepala kepentok tembok?

10. Menurut kalian, gambar-gambar visual di sini ngaruh banget nggak sih?

Kalau dihapus ngefek banget nggak?

Dari awal nulis ini, aku suka sama konsep Bad Boy Cafe. Kayak sesuatu yang menantang aja membuat konsep host dan pelanggannya juga aplikasi. Cuma, aku rasa konsep ini masih bisa digali dan di cerita ini kurasa masih belum sepenuhnya tergali. 

Selain konsep Bad Boy Cafe-nya, cerita soal Erza juga sebenarnya bisa lebih padat dan kuat. Dan aku bakal lebih fokus ke masalah syndrome yang dialami Erza.

Jadi, aku memutuskan kalau nanti aku bakal revisi cerita ini. Entah nantinya dibukukan atau hanya ada versi digitalnya itu urusan nanti sih. Yang jelas, aku mau mencoba memperbaiki dan memperkuat cerita ini lagi.

Mohon doanya ya semua!  

Happy reading, don't forget to vote, comment, and share!

(◍_◍)

Gue seksi, kan?

(◍_◍)

 "Bang, lo kenapa?" tanya Gaza yang setelah menggunakan teropong di balkonku.

"Nggak apa-apa," jawabku.

Dia sadar kalau aku bengong karena memperhatikan kamar Nami di seberang.

"Lo lagi dekat sama siapa Bang?" tanya Gaza yang tumben penasaran.

Aku menunjukkan foto Lynda di ponselku. "Cantik banget, kan?"

"Cantik sih, tapi kalau jadi pelarian ya sama aja bohong."

"Maksud lo?"

"Gue bakal terus perjuangin Gemi walau dia nolak gue seribu kali."

"Bucin."

"Ya, walau gue kadang jenuh. Gue kan banyak yang suka, tapi kenapa gue terus jomblo? Gue pengin deketin cewek lain. Banyak yang katanya lebih cantik dari Gemi di sekolah gue. Tapi yang gue pikirin cuma Gemi. Gue nggak mau nyakitin cewek lain karena anggap dia cuma pelampiasan perasaan gue."

"Lo pikir gue mau jadiin cewek ini pelarian?"

Gaza menaikkan dua bahunya.

"Gue mudeng kok apa yang lo omongin. Karena semua orang di sekitar gue juga penginnya juga jadian sama Nami. Tapi, dia udah punya pacar," jelasku.

Gaza diam sejenak. "Ehm ... jadi dia juga bikin pacarnya itu pelarian."

"Lo nggak mudeng."

"Justru lo yang ribet sendiri. Jelas-jelas Kak Nami suka sama lo dari kecil, lo pacaran sama lusinan cewek dan nggak perhatiin yang paling deket sama lo."

"Lo mulai ngaco deh. Sana tidur!"

"Gue cuma nggak mau lo nyesel, Bang."

"Oke, thank you ya."

(◍_◍)

"Apa maksud lo nggak berangkat kemarin? Lo udah anggap pekerjaan ini main-main? Gue nggak terlalu peduli sama reputasi lo turun, tapi reputasi kafe ini! Pelanggan yang lo telantarin kemarin marah-marah di public chat, lo dianggap nggak kompeten, kafe ini dianggap nggak kompeten.

"Satu kesalahan lo ngerusak imej kafe ini bertahun-tahun. Ada ratusan orang berhenti berlangganan hari ini. Oke gue maklum lo kesel karena foto lo kesebar, lo nggak misterius lagi, atau apalah mau lo. Gue toleransi kalau lo telat berkali-kali, nggak ikut rapat, nggak mau balas chat penting dari gue. Tapi nggak masuk dan nelantarin pelanggan yang udah udah bayar mahal buat lihat muka lo doang, itu udah keterlaluan!"

Benji sama sekali tidak menjawab saat Bang Henry memarahinya langsung di markas kami ini. Aku gemetaran saat mendengar kemarahan Bang Henry ke Benji. Dia tidak pernah semarah itu, sekecewa itu kepada kami. Karena kebohonganku, Benji tidak masuk. Karena kebohonganku, Benji mendapatkan marah sebesar itu dari Bang Henry.

"Ini yang terakhir, gue bisa ganti lo sama orang lain kapan aja kalau lo terus berbuat seenak lo di sini!" Bang Henry langsung keluar, karena marah dia menutup pintu dengan keras.

Aku mendekati Benji yang memasang ekspresi datar.

"Benji ...."

Benji menoleh ke arahku. Namun, dia tidak merespons dan memilih keluar.

Dia pasti sangat marah kepadaku.

"Anak itu memang selalu buat masalah," kata Bang Ronald.

"Gue nggak heran," sahut Bang Martin.

Aku menoleh ke arah Bang Ronald dan Bang Martin yang sedang duduk di ranjang masing-masing.

"Apa jangan-jangan dia ngelakuin itu buat Milly?" Bang Ronald melirikku.

Bang Martin melirikku dengan tatapan dingin, dan kembali menghadap Bang Ronald.

"Milly hampir aja disalip sama dia setelah fotonya nyebar, tapi dia mutusin buat nggak masuk biar picks dia drop," ungkap Bang Ronald.

"Nggak mungkin," kata Bang Martin.

"Kalau begitu ya cuma satu alasannya, dia emang menyepelekan pekerjaan ini," Bang Ronald menyimpulkan.

"Nggak," aku menyela.

Bang Martin dan Bang Ronald menoleh ke arahku. "Gue yang bohong ke Benji kemarin ...." Lalu, kujelaskan semuanya.

"Gue udah nggak ada respek sama lo," kata Bang Martin.

"Martin, apa maksud lo?" tanya Bang Ronald. "Milly terpaksa lakuin itu karena ka--"

"Dia udah buat gue malu di depan abang gue sendiri, dia bikin Benji dimarahin abis-abisan buat kepentingannya sendiri. Dari awal, harusnya gue nggak pernah percaya anak baru ini."

Apa yang sudah aku lakukan? Dengan segera, aku mendekati Bang Martin, berlurut di depannya. "Bang, gue nggak ada maksud buat lo malu. Gue cuma pengin temuin kalian berdua biar kalian bisa baikan. Itu semua salah paham."

"Kami udah lama nggak ketemu, mungkin lo cuma pengin gue ketemu dia dan kemudian ngobrol kayak adik dan kakak pada umumnya. Tapi lo nggak ngerti, kehidupannya hancur karena gue. Gue nggak bisa tiba-tiba muncul di hadapannya dan berharap dia nerima gue jadi adiknya."

"Tapi dia yang mau ketemu, dia udah sadar kalau lo bukan orang yang harusnya dia salahin."

"Walau emang dia pengin ketemu, dia tetap akan anggap gue penyebab semuanya." Bang Martin berdiri, lalu ingin pergi.

"Tapi apa lo nggak ngerasa hidup lo jadi kayak gini juga karena perasaan bersalah lo, Bang?" tanyaku sebelum dia keluar kamar.

Bang Martin menoleh ke arahku. "Gue nggak butuh nasihat dari orang yang bohongin orang lain buat kepentingannya sendiri."

Kemudian, Bang Martin pergi. Perasaanku benar-benar tidak karuan.

"Ada apa?" tanya Bang Nolan yang baru masuk.

Aku duduk di ranjang sembari menunduk saat Bang Ronald menjelaskan pada Bang Nolan apa yang sedang terjadi.

"Lo nggak bermaksud buruk, Benji sama Martin pasti bakal maafin lo kok," kata Bang Nolan yang duduk di sampingku.

"Kami sebagai abang-abang kalian ngerti kok, emosi kalian masih labil. Ini semua cuma salah paham, pasti bisa diselesaikan baik-baik," kata Bang Ronald.

"Tenang, gue bakal bantu bikin kalian baikan lagi. Jangan salahin diri lo terus ya," ujar Bang Nolan yang kemudian merangkulku. "It's okay to not be okay. Karena lo udah tahu apa kesalahan yang lo perbuat, lo bisa perbaiki itu."

Aku mengangguk, menoleh ke Bang Nolan. "Makasih Bang."

"Ke gue nggak?" tanya Bang Ronald yang mencoba mencairkan suasana.

"Makasih juga Bang."

Aku pun tersenyum ke arah mereka berdua.

(◍_◍)

Lamar versi lokal

Lamar versi glow up!

Ternyata, Bang Lamar punya sebuah bengkel yang cukup keren. Bukan bengkel kecil yang kotor, di sini cukup besar dan bersih. Lalu, ada motor-motor hasil modifikasi yang kelihatan cool. Aku ke sini saat istirahat sekolah karena ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Tentu saja, kucing oranye milik ayahnya Naga yang memberitahuku tempat ini.

"Bang Lamar!"

Dia yang sedang sibuk dengan kerangka sepeda motor itu menoleh ke arahku. "Hai Bro! Kenapa lo ada di sini?" Bang Lamar menghampiriku.

"Mampir Bang," jawabku. "Tempat ini keren. Itu grafiti lo yang buat?"

Dia mengangguk.

"Gue ke sini cuma mau bilang sesuatu."

"Apa itu?"

"Maafin gue, sebenarnya gue suka Lynda."

Dia diam sejenak.

"Dia pelanggan istimewa gue, Bang. Setiap ketemu, dia lukis gue, dan gue jatuh hati sama paras dan sikapnya. She is special to me."

Bang Lamar tertawa kecil, tetapi ada getir kecewa di matanya. Lalu, dia menaruh tangannya ke pundakku. "Perjuangin kalau lo emang serius."

Aku mengangguk. "Oke Bang."

(◍_◍)

"Dia ada di taman, Paduka," kata Jendral. Aku menyuruhnya mencari Lynda di kampusnya.

"Ayo tunjukin gue," suruhku yang diangguki oleh kucing oranye itu. Dia pun berjalan di depanku.

"Kalau jalan bokongnya biasa aja bisa? Kenapa harus geal-geol?" sindirku.

"Mengikuti Nicki Minaj," jawabnya.

"Kucing nggak ada akhlak!"

Di taman, dia kemudian berhenti dan menunjuk bangku taman yang sudah diduduki oleh cewek berambut panjang. Aku menghela napas dan kemudian berjalan ke arah Lynda.

"Lynda?"

Dia menoleh ke arahku. "Milly?"

"Aku baru lihat-lihat kampus ini, tiba-tiba ketemu kau di taman."

Dia tersenyum menepuk sisi sebelah bangkunya. "Duduk."

Aku mengangguk, lalu duduk di sampingnya.

"Apa itu kucingmu?"

"Kucing temanku."

"Sini, sini!" kata Lynda yang kemudian diangguki Jendral. Lynda mengangkat Jendral dan kemudian dia taruh ke pahanya. Lynda mengelus Jendral pelan-pelan. Kucing itu menang banyak.

"Meyaung," meongannya itu seperti mengejekku.

"Kenapa kau sendiri?"

"Kalau kau sudah jadi mahasiswa, kau akan butuh waktu sendiri. Tugas sangat banyak, waktu merenung sangat berkurang," jawab Lynda dengan nada bercanda.

"Masih ada setahun lebih lulusnya."

"Kau masih sangat muda."

"Tapi, menurutmu umur masalah bukan?" tanyaku. "Maksudnya, kalau kau punya pasangan yang lebih muda, bagaimana?"

Dia tampak berpikir. "Kadang hal yang menjadi masalah bukan datang dari pemikiran kita, tetapi dari pemikiran orang lain."

"Maksudnya?"

"Ya, kita nggak akan punya pure thinking karena apa yang kita pikirkan juga hasil dari pemikiran orang lain. Kita mungkin tak masalah dengan pasangan beda umur, tapi ...."

Dia seperti tak ingin melanjutkan.

"Aku paham. Banyak hal yang sedang mempengaruhimu. Aku bisa merasakan itu."

Dia mengangguk tanpa menoleh kepadaku. Wajahnya tampak sedih.

"Apa kau merasa kesepian?"

"Ya." Lynda menoleh kepadaku.

Aku menatapnya erat. "Boleh aku menghilangkan kesepianmu?"

Dia menggeleng.

"Kenapa?"

"Tidak ada harapan jika kita bersama."

Dadaku terasa sesak, aku mengalihkan pandangan darinya. Meremas tangan yang berkeringat. Kupikir, aku bisa bersamanya, bisa menjadi bagian dari hidupnya. Ternyata, aku tak lebih dari objek untuk dia lukis.

Aku kecewa, tetapi aku teringat wajah Bang Lamar yang juga kecewa karena pengakuanku yang menyukai Lynda.

"Jika bukan aku, mungkin kau bisa memberi harapan ke orang yang selalu menantimu. Dia pekerja keras dan tulus terhadapmu."

Mungkin Lynda tahu, aku tidak sepenuhnya tulus. Aku hanya berusaha menyingkirkan Nami dari pikiranku dengan bersamanya. Aku sadar, Lynda bukan alat. Dia butuh seseorang yang tulus untuknya. Orang yang bisa menjaganya perasaannya.

"Oh ya, ada yang ingin aku tanyakan," ujar Lynda.

Aku mengangguk. "Apa?"

Lynda membuka ponselnya dan menunjukkanku foto seorang pemuda. Aku terdiam, aku tidak tahu kenapa aku sangat terkejut melihat foto ini. Bagaimana mereka berdua bisa kenal? Kenapa Lynda memasang ekrpresi seakan bahagia melihat foto ini? Inikah orang yang disukai Lynda?

Ada hubungan apa antara Lynda dan Bang Agum?

(◍_◍)

"Lo kenapa Za?" tanya Petro saat kami selesai latihan. "Kenapa sih kalian pada berubah. Naga jadi keren sih cuma dia kayak bukan temen gue lagi, terus lo juga murung terus di kelas. Biasanya kan bawel."

Aku tidak menggubris perkataan Petro, memilih memperhatikan Bima yang tidak mau istirahat. Dia tetap berlatih walau kemampuannya sudah jadi yang terbaik. Lalu, aku berpikir. Benar, menjadi yang terbaik saja tidak cukup.

Aku sudah melakukan berbagai hal untuk orang lain, untuk menjadi yang terbaik, untuk diakui, untuk dianggap berguna. Lalu, apa yang kudapat dan kuhasilkan? Aku mengacaukan banyak hal.

"Pet."

"Ya?"

"Menurut lo, gue kacau nggak sih? Gue ngerasa apa yang gue lakukan untuk memperbaiki sesuatu justru malah merusaknya."

"Menurut gue, lo cuma terlalu gegabah mengambil keputusan. Lo pikir, lo bisa bantu orang lain, tapi lo kadang nggak mikir apa orang lain itu butuh bantuan lo atau setuju dengan cara lo bantu dia?"

"Apa gue salah?"

"Lo nggak salah. Lo orang baik kok Za. Dan lo nggak perlu pura-pura lagi."

"Pura-pura?"

"Lo orang yang pertama tahu kalau anak itu bukan Naga, ya kan?"

"Jadi lo tahu?"

Petro tersenyum. "Kalau mau bantu teman dalam tim, jangan sendirian."

Aku merangkul Petro. "Jadi sayang lo Pet."

(◍_◍)

Kami makan bersama di salah satu ruangan kafe ini. Bang Henry, Bang Nolan, Bang Ronald, Bang Martin, dan Benji juga ada di sini. Kami duduk melingkar bersama dengan makanan yang sudah ada di meja. Bang Nolan yang merencanakan makan malam ini.

"Bulan ini benar-benar luar biasa, kalian sudah bekerja keras. Kedatangan Milly membawa keberuntungan ya. Jumlah pelanggan naik, pemasukan untuk kafe naik, gaji kalian juga semua naik, kan?" ungkap Bang Henry.

Aku diam sejenak, memperhatikan ekspresi Bang Martin dan Benji yang tak berubah karena omongan Bang Henry. Sebelum makan malam ini, Bang Nolan bilang kalau aku harus jujur di depan semuanya. Ini semua agar urusan menjadi jelas.

"Bang Henry, gue ngerasa bukan orang yang bawa keruntungan," ungkapku yang membuat mereka semua menoleh--kecuali Bang Martin.

"Benji, maafin gue. Gue bohong ke lo sebelumnya. Gue juga minta maaf ke Bang Henry karena bawa nama Abang buat bohong. Apa pun alasan gue, itu tetep salah. Gue udah egois, bukannya bermain secara fair, gue malah melakukan kecurangan."

"Apa maksud lo?" Benji seperti bingung.

"Gue kan bohongin lo biar nggak masuk."

"Ehm ... kirain lo lagi bercanda."

"Bercanda?"

"Ya, lo bilang jangan dateng kirain artinya biar gue dateng. Hari itu, emang gue lagi nggak mau dateng. Nggak ada urusannya sama telepon dari lo."

"Apa yang terjadi?" Bang Henry malah bingung.

Kemudian Bang Nolan yang ada di sebelahnya menjelaskan dengan singkat.

Benji kemudian tertawa. "Jadi lo ngerasa bersalah?"

"Tapi gue tetep minta maaf."

"Iya, gue maafin," Benji dengan mengesalkan mencubit bibiku dengan keras.

"Benjingan!"

Dia menertawaiku lagi.

Kami pun kembali makan. Namun, aku tidak fokus makan dan terus-terusan memperhatikan Bang Martin.

"Bang Martin."

Semuanya berhenti.

"Gue cuma pengin berterima kasih karena udah nerima gue ada di sini, mungkin cara gue berterima kasih berlebihan. Gue minta maaf udah bersikap kayak gitu. Harusnya gue kasih tahu dulu, minta persetujuan lo. Gue sadar kalau nggak seharusnya gue menyimpulkan dan mengambil keputusan kayak gitu sendiri."

Bang Ronald menepuk pelan pundak Bang Martin.

"Sama-sama. Gue juga minta maaf soal itu, harusnya gue lebih hargain niat baik lo," kata Bang Martin yang akhirnya mau tersenyum lagi kepadaku.

"Ayo semuanya makan lagi!" teriak Bang Ronald.

"Gue harap kalian semua selalu kompak ya," kata Bang Henry.

Setelah makan malam, aku berdua dengan Bang Henry berunding di ruangannya.

"Besok, uang itu udah bisa gue kasih lo," kata Bang Henry.

"Makasih Bang."

"Setelahnya, gue nggak nuntut lo buat tetap jadi most pick. Lo udah melakukan yang terbaik satu bulan ini," ungkapnya.

"Kalau gue tetap bisa jadi most pick kenapa harus enggak?" tanyaku.

"Ternyata masih Milly yang gue kenal, ngeselin," kata dia yang kemudian tertawa.

Tiba-tiba, ponselku berbunyi.

Walau nomor ini tidak aku save, aku tahu ini dari Om Ari. Aku memilih reject.

"Kenapa nggak diangkat?"

"Males."

Berbunyi lagi.

"Angkat aja, siapa tahu penting," kata Bang Henry.

Dengan malas, aku mengangkatnya.

"Erza! Kamu di mana? Adik-adikmu kecelakaan!"

Aku diam, jantungku seperti berhenti berdetak. Tidak mungkin. Aku menggeleng pelan. Ini semua tidak mungkin!

(◍_◍)

Tekan tombol kalau kamu suka part ini!

Jangan lupa jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, ya!

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Mana bagian yang paling kalian suka?

3. Pendapat kalian tentang masalah di Bad Boy Cafe dari awal sampai part ini?

4. Pendapat kalian percakapan Erza dan Lynda yang terakhir kali itu?

Kalau di masa depan, aku buat cerita dengan tokoh Lynda dan Agum yang sudah dewasa kalian mau baca, nggak? 

5. Pendapat kalian tentang momen terakhir Milly di Bad Boy Cafe?

Ya, setelah bab ini sudah tidak ada momen Milly di cafe itu.

6. Menurut kalian apa yang menarik saat Milly ada di Bad Boy Cafe?

6. Pendapat kalian tentang kemunculan Jendral untuk terakhir kalinya di cerita ini?

8. Apa yang terjadi dengan adik-adiknya Erza nih?

Mari berdoa untuk Gaza dan Zara. Berdoa dimulai!

9. Sebenarnya kenapa Erza selalu mencoba bantuin orang lain?

Apakah ada koneksi dengan syndrome yang pernah aku singgung?

10. DI BAB 30, BAKAL JADI BAB YANG CUKUP MENGUJI MENTAL ERZA, APAKAH KALIAN SIAP?!

Yang pengin baca bab 30, komen: Erza, tetap kuat ya!

Sampai jumpa, malam Minggu depan di part terakhir!

Tenang, setelah part terakhir ada Epilog.

(◍_◍)

Jangan lupa untuk follow:

Wattpad:

andhyrama

gamaverse

Instagram:

@andhyrama

@andhyrama.shop

The Mascot of #Gamaverse: @jendraltherapper

Roleplayers:

@erza_milly || @petrovincenthardian || @gaza_kangkopi || @nami.robi || @lynda_fiara || @nolan.sparrow || @ferlan_erlangga || @martin_hades || @ronald_midas || @math_lemniscate || || @bayu_kangsopir || @lamar_kangparkir || @karlaolivianasution

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || @agumtenggara

Fan page:

@team_nagabima

(◍_◍)

GRUP CHAT!

Oh, ya kalau mau masuk grup chat #TeamNagaBima, langsung DM @team_nagabima aja, ya! Bilang mau join!

di Instagram!

(◍_◍)

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 159K 35
Dijuluki Cupu dan kuper, maniak drama Korea dan Fans berat Super Junior, selalu membayangkan bisa menikah dengan Yesung, itulah sosok yang menggambar...
2.4M 196K 22
Keluarga harmonis, teman-teman selalu ada di sampingnya, paras cantik, bahkan otak yang terbilang cerdas. Semua dimiliki oleh Judy. Apa pun yang kam...
53.1K 6.4K 54
Jadi selingkuhan orang itu ... menantang!
12.1M 749K 56
Sejak orang tuanya meninggal, Asya hanya tinggal berdua bersama Alga, kakak tirinya. Asya selalu di manja sejak kecil, Asya harus mendapat pelukan se...