"Eh kalian udah tau belum kalau bakal ada murid baru di kelas kita?"
Aku membuka lebar pendengaranku, sedikit mencuri dengar pembicaraan anak kelas yang sejak awal masuk kelas sudah ribut dengan berita murid baru.
"Udah. Bahkan satu sekolah udah tau kabar itu."
"Denger-denger sih ya, murid baru ini adalah tunangan dari anak pemilik sekolah yang meninggal seminggu lalu."
"Hah? Serius kamu?"
"Iya, aku serius."
Dahiku mengerut, berpikir sejenak akan beberapa fakta yang baru saja kudengar.
Aku tahu kalau sekolah ini adalah milik ayah Mark, dan sudah jelas bukan, anak dari pemilik sekolah yang meninggal seminggu lalu itu hanya Mark. Jadi kemungkinan besar, murid baru yang mereka bicarakan itu adalah tunangan Mark, y/n.
"Astaga! Bisa gila aku." Aku mengeluh sendiri, sudah bisa menebak hidupku ke depannya akan bagaimana. Pasti, y/n akan selalu mengikutiku kemana pun. Ia bahkan rela pindah sekolah hanya untuk bertemu denganku, ahh, ralat, maksudnya adalah untuk bisa berkomunikasi dengan Mark, tunangannya.
"Hai, Ren."
Kepalaku menoleh ke arah Ryujin yang baru datang, anak itu tersenyum lebar, tidak mengetahui aku sedang menahan segala emosi karena y/n.
"Oh, hai Ryu." Senyuman tipis aku hadirkan agar Ryujin tidak merasakan sesuatu aneh dalam diriku.
Ryujin menelisik wajahku secara detail, walau aku berusaha menyembunyikan kekhawatiran tentang kepindahan y/n, Ryujin tetap tahu kalau ada sesuatu yang aku sembunyikan. "Kamu ada masalah Ren? Wajahmu terlihat khawatir."
"Haha. Tidak kok Ryu, aku hanya ..."
"Renjun!" Sapaan riang dari arah pintu membuatku dan Ryujin mengalihkan perhatian. Tepat di depan pintu kelas sudah ada y/n sedang melambaikan tangan. Gadis itu berjalan ke arahku dan Ryujin, senyum tidak lepas dari bibirnya.
Aku melihat anak kelas yang kini menatap tidak suka padaku. Oh! Tamat lah sudah riwayatmu Renjun. Kebencian anak kelas pasti akan bertambah saat tahu aku dan y/n berteman dekat. Padahal kami tidak sedekat itu, aku dan dia hanya sebatas kenal untuk saling membantu satu sama lain, tidak lebih.
"Aku duduk di sampingmu ya?" Y/n buru-buru duduk di sampingku, sedikit menggeser Ryujin agar menyingkir.
"Tapi itu tempat Ryujin."
"Tidak tidak. Ini menjadi tempatku mulai hari ini. Boleh kan Ryujin?"
"Nggak y/n, kamu duduk di tempat lain aja. Ini tempat Ryujin."
"Udah Ren, biarin aja. Aku bisa duduk di tempat lain." Ryujin tersenyum, menepuk bahu y/n. "Ini hari pertamamu kan? Baik-baik ya, tanyakan pelajaran yang tidak paham padaku atau Renjun."
"Makasih Ryujin."
Aku menghela napas pasrah setelah kepergian Ryujin. Sepertinya dia sudah tahu kalau hari ini y/n pindah ke sekolah kami.
"Nah, Renjun. Aku ingin tanya sesuatu padamu." Y/n mendekat ke arahku, membisikan sesuatu di telingaku.
Aku refleks menjauh, memundurkan kepala agar tidak terlalu dekat dengan y/n. "Tanya apa?"
"Apa kamu dan Ryujin berpacaran?"
"Hah? Tidak! Pacaran dari mana. Kamu jangan mengada-ada."
"Woah! Berarti bagus dong. Hehe." Y/n tertawa, mengambil seluruh atensi satu kelas agar terus tertuju padanya. "Aku takut Ryujin nanti cemburu kalau aku dekat denganmu, padahal kamu hanya ingin membantuku berkomunikasi dengan Mark oppa."
Ya karena itu lah y/n. Aku hanya membantumu berkomunikasi dengan Mark hyung, tapi kamu malah melakukan semua ini dan terus mengikutiku sampai pindah sekolah.
Haishh, kalau saja aku bisa menyuarakan semua kekesalan itu, aku akan meluapkannya di depan y/n. Namun sayangnya aku tidak bisa, y/n adalah perempuan, dan aku sudah belajar untuk selalu menghargai perempuan, semenyebalkan apapun mereka.
Kring. Kring.
Bel masuk berbunyi nyaring. Beberapa siswa berhamburan masuk ke dalam kelas, duduk di tempatnya masing-masing.
Hari ini pelajaran pertama adalah biologi, guru yang mengajar kebetulan wali kelasku, jadi ketika guru masuk, y/n disuruh memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai.
"Perkanalkan semuanya, namaku Kim y/n, kalian bisa memanggilku y/n. Semoga kita bisa berteman baik." Y/n mendapat sambutan baik dari anak kelas, mungkin karena dia adalah tunangan anak pemilik sekolah, walaupun Mark sudah tidak ada di dunia ini lagi, tapi aku yakin, semua siswa siswi di sekolah ini akan menghormati y/n dan berteman baik dengannya.
Berbeda denganku yang akan tambah dibenci karena y/n selalu menunjukan kedekatanku dengannya, membuat pemikiran siswa siswi lain menjadi semakin buruk terhadapku.
Tapi yasudahlah, toh sejak awal aku memang dipandang buruk oleh mereka, jadi tidak apa jika prasangka jelek untukku tambah banyak.
.
.
.
Istirahat, aku berjalan sendirian menyusuri lorong sekolah. Kali ini aku ingin menghindari y/n, jadi saat bel istirahat akan berbunyi lima menit selanjutnya, aku sudah izin keluar kelas untuk pergi ke kamar mandi. Padahal sebenarnya aku hanya berbohong demi menghindari
y/n.
DUK.
Langkah kakiku terhenti ketika mendengar suara keras berasal dari salah satu ruangan di dekat tempatku berdiri.
Di koridor yang aku lewati ini memang banyak ruangan, tapi semua ruangan itu digunakan untuk esktrakurikuler saja. Mulai dari UKS untuk mereka yang ikut eskul kesehatan, ruang komputer untuk eskul bahasa pemrograman, lalu ada juga ruang pramuka, ruang musik, ruang seni, dan lainnya.
Suara keras yang aku dengar tadi kebetulan berasal dari ruang seni, tempat dimana siswa siswi kreatif berkumpul.
Aku sebenarnya ingin sekali masuk eskul ini kalau saja mereka bisa menerimaku dengan baik, tapi ya sudah lah. Toh aku masih bisa menggambar sendiri di buku pelajaran.
TAK.
Terdengar lagi suara dari arah ruang seni, membuatku penasaran dengan apa yang terjadi di dalam sana, dan daripada tambah penasaran, aku melangkah ke depan pintu ruang seni yang sedikit terbuka, mengintip ke dalam.
Semoga saja bukan hantu, pikirku.
Aku bukannya takut menghadapi hantu, hanya saja aku cukup lelah berkomunikasi dengan mereka, terlebih banyak sekali masalah yang akhir-akhir ini aku hadapi saat membantu Mark.
Posisi tubuhku sudah siap di depan pintu, melongokan sedikit kepalaku ke celah pintu, aku mulai melihat dan mendengar apa yang terjadi di dalam ruang seni.
"Aku kan sudah bilang padamu jangan masuk sekolah ini!"
Brak.
"Kamu ingin mengambil semuanya dariku hah? Tidak cukup kah apa yang sudah Appa berikan untukmu? Kamu masih ingin mengambil kehidupan bahagiaku di sini? Jawab!"
Duak.
Jantungku berdetak tidak karuan setelah melihat apa yang terjadi di dalam ruang musik. Astaga! Ini gila! Aku, aku tidak tahu apa yang aku saksikan saat ini adalah kenyataan atau hanya akting seperti di dalam drama.
Aku tidak mengerti.
Srak.
"Ughh, lepas. Jinsung, kumohon lepas."
Duk.
"Shhh."
"Sekarang beritahu aku. Apa alasanmu pindah ke sini? Jawab aku!"
Astaga! Aku tidak sanggup menyaksikan pertengkaran itu lagi. Aku ingin sekali mengintrupsi mereka agar tidak terus bertengkar.
"Jinsung, aku hanya ingin bersekolah di sini. Apa itu salah?"
"Salah! Sangat salah. Buat apa kamu sekolah di sini saat orang bodoh yang kamu sayangi saja sudah mati!"
"Jinsung! Hentikan! Kamu tidak mengerti. Aku menyayanginya walaupun dia sudah tidak ada di dekatku lagi. Dan kamu, jangan pernah menghina dia di depanku. Aku tidak suka ada yang berbicara buruk tentangnya."
"Cih. Kamu memang benar-benar keras kepala. Kita lihat saja nanti, aku pasti akan melakukan sesuatu padamu juga. Akan kubuat kamu menyusul dia ke alam baka."
Aku segera menyembunyikan tubuh di balik tiang koridor saat salah satu dari siswi yang bertengkar di ruang seni melangkah keluar. Untung saja dia pergi tanpa menyadari kehadiranku, jadi aku bisa langsung masuk ke dalam dan menghampiri siswi yang masih terduduk di lantai dengan keadaan kacau.
"Y/n," panggilku, berjongkok tepat di hadapannya.
Kedua mata hitam y/n menatapku sarat akan kesedihan. Keadaannya kini kacau sekali. Seragam berantakan, rambut tidak karuan, dan ada sedikit luka memar di sikunya.
Aku meraih tangan y/n, melihat sikunya yang membiru. "Sakit?"
Y/n menggigit bibir, bukannya menjawab, ia malah menangis, membuatku tidak tahu harus berbuat apa.
Aku hanya bisa menunggu y/n berhenti menangis sambil terus menatapnya iba. Aku tidak menyangka saja dia bisa mendapat perlakukan tak baik dari adik tirinya sendiri.
"Y/n, sudah ya. Jangan menangis lagi," kataku ketika isakan y/n mulai berhenti.
Kedua tanganku menangkup wajahnya, menghapus jejak air mata di pipi gadis itu. Setelah selesai membersihkan air mata y/n, aku bergeser sedikit ke belakang y/n, meraih ikat rambut y/n yang masih menggantung di rambutnya.
Perlahan, aku merapikan rambut y/n, lalu mengikatnya dengan baik agar tidak terlepas.
Selesai mengikat rambut y/n aku balik lagi ke hadapan
y/n, memegang kedua bahu gadis itu. Aku membantunya berdiri.
"Rapihkan seragammu ya? Setelah itu kita ke UKS. Aku tidak ingin orang lain melihatmu sekacau ini. Aku akan menunggu di luar."
Y/n mengangguk pelan.
Aku tersenyum, berbalik pergi untuk menunggu y/n di depan ruang seni. Tubuhku bersandar pada dinding koridor, memandangi semua objek yang ada di sekitar.
Sejujurnya, aku sedikit terkejut dengan apa yang aku lakukan tadi. Itu bukan seorang Huang Renjun sama sekali.
Renjun yang aku tahu tidak akan melakukan hal-hal kecil hanya untuk membuat perempuan berhenti menangis, meskipun aku paling tidak bisa melihat perempuan menangis, setidaknya, aku bukan lah orang yang terlalu peduli sampai harus mendiamkannya.
Huft.
Apa ada yang salah denganku? Jelas-jelas aku sedang menghindari y/n kali ini, tapi aku sendiri yang malah menghampiri y/n di ruang seni tadi.
Ugh. Gila! Huang Renjun gila!
Tbc.
Baper kan aku sama Renjun:v