GOOD ENDING

Par halulogy

796 85 30

[π—’π—‘π—˜π—¦π—›π—’π—§ - π—–π—’π— π—£π—Ÿπ—˜π—§π—˜π——] Reuni menjadi kesempatan yang Jaemin pakai untuk kembali berjumpa denga... Plus

𝗦𝗒𝗒𝗑

π†πŽπŽπƒ π„ππƒπˆππ†

421 50 28
Par halulogy

Pepohonan dan langit cerah terlihat lebih menarik hari ini. Katakan saja ia berlebihan, tapi ia kini memang sedang antusias dalam perjalanannya. Dari dalam bus antar kota yang kini membawanya pulang ke kampung halaman. Tempat dimana masa kecil dan masa remaja ia lalui.

Na Jaemin, setelah tujuh tahun pindah ke ibukota. Kini ia kembali lagi ke tempat kelahirannya di Jeonju.

Kepalanya ia sandarkan pada kursi bus, senyuman cerah masih begitu betah menempel di wajahnya. Dalam waktu beberapa jam, ia akan menghirup kembali aroma angin khas Jeonju. Aroma yang akan selalu membangkitkan memory masa lalu.

"Jaemin, kau masih ingat rumah ku kan? Apa perlu aku jemput nanti di terminal?"

Pesan singkat itu Jaemin terima dari sahabat lamanya di Jeonju. Karena memang keluarga Jaemin semuanya sudah ikut pindah ke Seoul, makanya pada perjalanan kali ini, Jaemin akan menginap di rumah sahabatnya tersebut.

"Aku masih ingat, jangan khawatir," Jaemin mengetikan balasannya.

Ia kembali memandangi langit dan pemandangan dari balik kaca jendela. Pikiran Jaemin melayang lagi ke masa itu. Masa-masa yang bagi Jaemin begitu indah sampai perasaan dalam hatinya belum juga memudar hingga hari ini.

–⏳–

Jaemin ingat kali pertama ia secara tak sengaja bertemu tatap dengan gadis tersebut. Anak baru di tahun terakhir sekolahnya. Sebuah berita yang cukup dihebohkan para temannya saat itu karena rasanya janggal saja, ada penerimaan siswi baru di tahun ajaran terakhir. Apa tidak tanggung?

Itu juga yang membuat si anak baru bernama Nakamura Hina itu cukup menjadi pembicaraan. Selain karena ia pendatang baru, ternyata ia juga berkebangsaan Jepang. Fakta yang lagi-lagi cukup menimbulkan tanda tanya di benak mereka semua. Mengapa bisa ada orang Jepang pindah ke kota kecil mereka?

Tapi Jaemin tidak memusingkan itu semua. Di kali pertama kehadiran gadis tersebut, Jaemin hanya ingin mengenalnya lebih dalam.

"Hey, Seungmin. Bagaimana caranya mengajak anak gadis berkenalan?" tanya Jaemin pada sahabatnya sedari kecil, Seungmin.

"Sapa saja," sahutan sekenanya dari lelaki yang fokus membaca buku pelajarannya.

"Tsk, tidak membantu," keluh Jaemin.

"Memangnya siapa gadis yang tidak kau kenal di sekolah ini?" tanya Seungmin sembari melirik ke arah Jaemin sekilas di balik tebal buku pelajarannya.

"Itu, si anak baru. Aku belum sempat mengobrol dengannya, hehehe."

–⏳–

"Hoi, sudah lama tak bertemu Seungmin-ah! Putra kebanggan bibi Kim sudah semakin tampan saja," Jaemin memeluk Seungmin yang ternyata menjemputnya di terminal.

"Sudih juga akhirnya kau untuk kembali ke kota kecil kita," sahut Seungmin.

"Jangan berbicara seperti itu. Aku sibuk tau," balas Jaemin.

"Hahaha, kalau bukan karena ada reuni angkatan, mungkin kau tidak akan kembali kemari," sahut Seungmin. Kini, kedua pemuda itu berjalan menuju lokasi dimana mobil Seungmin diparkir.

"Untung Chani, ketua kelas kita itu cukup rajin mengumpulkan kita semua untuk berkumpul kembali kesini," lanjut Seungmin sudah mulai menstarter mobilnya.

"Oh iya, bagaimana kabar ibumu?" Jaemin bertanya. Dan pembicaraan dua sahabat yang sudah lama tak berjumpa terjadi selama perjalanan singkat tersebut. Keduanya bernostalgia akan masa-masa yang mereka lalui bersama.

–⏳–

"Kau suka buku berbahasa Inggris seperti itu?" tanya Jaemin setelah berusaha meyakinkan dirinya untuk berani membuka pembicaraan dengan gadis yang sudah seminggu lebih menjadi teman sekelasnya.

Gadis bernama Hina itu mengangguk. Ia kemudian bergeser dikit, secara tak langsung mempersilahkan Jaemin untuk mengambil posisi duduk di sebelahnya. Kini keduanya sedang berada di taman sekolah, duduk di bawah pohon rindang yang cukup jauh dari keramaian.

"Terima kasih, aku harap aku tak menganggu waktumu disini," ucap Jaemin mencoba untuk tidak kikuk. Sedari dulu, ia sibuk bermain game console bersama Seungmin. Baru kali ini ia merasakan pengalaman menyukai gadis sepantaran selayaknya para teman-teman sebayanya yang lain.

"Tidak sama sekali, nikmati waktumu," jawaban gadis bernama Hina itu terdengar begitu menyejukan pendengaran Jaemin. Jangan lupakan juga senyuman tipis yang Jaemin terima barusan.

"O-oh iya, kita belum berkenalan. Aku Jaemin, Na Jaemin," ucap Jaemin menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Sebenarnya tanpa berkenalan juga Jaemin sudah tahu nama gadis di hadapannya. Tapi Jaemin yakin kalau si gadis yang belum tahu nama Jaemin.

"Hina, Nakamura Hina. Senang berkenalan denganmu Jaemin," itu kali pertama nama Jaemin terlontar dari bibir tipis gadis itu.

–⏳–

Jaemin kini tengah menyeruput Kimchi Jjigae buatan ibu Seungmin. Karena sudah bersahabat sejak lama, ibu Seungmin juga sudah menganggap Jaemin seperti anaknya sendiri. Sehingga seporsi Kimchi Jiggae menjadi sambutannya untuk kedatangan Jaemin.

"Apa kau masih berhubungan dengan teman-teman kita dulu?" tanya Jaemin di tengah seruputannya.

"Beberapa masih. Sisanya ya cukup sekedar tahu saja. Chani dan Saeron rencananya tahun depan menikah. Minju setauku menjadi model, bukan? Lalu Yeji dan Lia sedang merintis usaha mereka. Han dan aku kini bekerja di kantor walikota," tutur Seungmin menjabar kabar-kabar terbaru teman lama mereka yang ia ketahui.

"Wah, informasimu banyak juga," komentar Jaemin.

"Memangnya kau sama sekali tak mengetahui kabar teman-teman seangkatan kita?" Seungmin bertanya balik.

"Hehe, sejauh ini aku hanya bertukar kabar denganmu dan Chani saja. Sisanya aku tidak terlalu ingat," sahut Jaemin.

"Ya wajar saja menurutku. Katanya, semakin kita dewasa, kita akan mulai kehilangan teman-teman kita. Mengingat setiap kita sudah punya tanggung jawab dan hidup masing-masing," respon Seungmin.

"Hahaha, kita sudah bukan beranjak dewasa lagi. Kita sudah mulai menua tau!"

–⏳–

"Cerita Hamlet yang kau rekomendasikan kemarin sungguh tak terduga. Aku pikir, cerita Hamlet hanya akan menjadi romansa selayaknya cerita Shakespeare yang lain," ucap Jaemin membuka pembicaraan dengan Hina pagi itu di kelas yang masih sepi.

"Tsk, cerita Shakespeare yang kau tahu kan hanya cerita Romeo & Juliet saja. Sebenarnya, banyak cerita karyanya yang juga sangat tidak biasa menurutku," balas Hina. Ia senang, akhirnya ada yang mau menemaninya membicarakan buku-buku karya penulis Shakespeare.

"Hehehe, coba rekomendasikan lagi kira-kira buku apa lagi yangsl seru," balas Jaemin.

Jaemin tidak terlalu suka membaca buku, terutama buku novel bergenre romansa. Tapi, demi bisa berbicara dengan Hina dan mengenal gadis itu lebih dalam. Jaemin rela meluangkan waktunya untuk mendalami apa yang menjadi kegemaran dari sang gadis. Dan Jaemin tak menyesali itu.

Hina membuka pikiran Jaemin. Membawanya ke dunia yang tak pernah Jaemin tahu. Dan sejak itu, Jaemin bukan hanya semakin jatuh cinta pada sosok Hina namun juga jatuh cinta dengan buku.

"Kenapa Shakespeare?" tanya Jaemin pada suatu hari, dimana ia dan Hina akan menghabiskan waktunya hanya berdua.

"Ceritanya kebanyakan selalu berakhir dengan tragis. Padahal sebagai pembaca, bukankah kita berharap semua akan berakhir baik?" tambah Jaemin.

Hina terkekeh kecil, "akhir yang indah tidak selalu akan menjadi akhir yang baik. Kadang, sesuatu yang baik tidak harus terlihat indah."

–⏳–

Baik Jaemin maupun Seungmin, keduanya sudah nampak rapi. Siap berangkat menuju restoran dimana reuni mereka diadakan.

"Kau terlihat antusias sekali," komentar Seungmin.

"Hahaha, sudah lama tidak bertemu teman-teman. Rasanya penasaran saja suda seperti apa mereka semua."

"Hah, jujur padaku. Siapa sebenarnya yang paling ingin kau temui dan membuatmu sesemangat ini untuk menghadiri reuni?" Seungmin benar-benar sahabat yang peka. Ia tau ada sesuatu di balik senyuman Jaemin seharian ini.

"Aku tertangkap basah ya? Hahaha," balas Jaemin dengan tawa renyahnya.

"Minju? Lia? Siapa? Nanti aku bisa bantu supaya kau bisa duduk sebelahan," tawar Seungmin sebagai sahabat yang baik.

"Tentu saja Hina, sudah lama aku mencari keberadaannya, makanya aku berharap bisa bertemu dengannya nanti. Dia akan datang juga kan?" tanya Jaemin.

Namun bukan jawaban yang ia terima, malah kernyitan dahi terheran-heran yang Seungmin berikan.

"Hina? Siapa dia?"

"Hina, Nakamura Hina. Kau tidak lupa kan?" Jaemin tak habis pikir dengan Seungmin. Masalahnya nama Nakamura Hina bukanlah nama yang umum dan cukup unik. Tidak mungkin segampang itu terlupakan.

"Memang ada temab di angkatan kita yang bernama Hina? Mungkin maksudmu Mina? atau Rena?" Seungmin memutar otaknya. Sebagai mantan sekretaris kelas, Seungmin mencoba mengingat nama-nama di absensi kelas.

"Bukan, Hina. Namanya Hina, pindahan di tahun terakhir kita sekolah. Pindahan dari Jepang," terang Jaemin dengan gemas karena Seungmin tak kunjung ingat.

"Kau mengarang? Sekolah kita mana pernah menerima pindahan murid dari Jepang?" respon bingung Seungmin ikut membuat Jaemin bingung.

"Yah, dia itu gadis yang selalu aku ceritakan. Teman sekelas kita yang hobby membaca buku di pojokan kelas dan bawah pohon," Jaemin menerangkan segala yang ia ingat tentang Hina secara detail.

"Aku benar-benar tak ingat. Mungkin nanti saat bertemu dengan orangnya baru aku akan ingat," sahut Seungmin mengalah. Tapi ia sungguh masih bingung sekaligus penasaran dengan sosok yang Jaemin terangkan barusan.

Siapa itu Nakamura Hina?

–⏳–

"Seungmin-ah, Jaemin-ah! Kalian datang ternyata," pekikan sambutan itu berasal dari Chani. Pemuda tinggi itu langsung mengambil dua gelas minuman di meja untuk ia berikan pada dua teman lamanya yang baru saja tiba.

"Sudah cukup ramai ya ternyata," komentar Jaemin melihat sekeliling mereka.

"Hoi hoi, sepasang sahabat yang dari dulu selalu berduaan. Sudah lama tak melihat kalian," kali ini, suara tersebut berasal dari Sanha. Teman lama mereka yang lain.

"Ayo duduk dulu, kita lanjutkan obrolan kita disana. Makanan sedang dihidangkan dan acara akan dimulai beberapa menit lagi," ajak Chani lalu mengiring Seungmin dan Jaemin ke salah satu meja makan disana.

Di meja makan dimana kini Jaemin dan Seungmin berada,  selain Chani, ada juga Saeron, Lia, Minju, dan Han. Jaemin cukup senang kembali melihat wajah-wajah teman lamanya di masa SMA. Mereka yang berbagi masa remaja bersamanya di Jeonju.

Semua sudah nampak berbeda. Penampilan mereka jelas sudah lebih terlihat dewasa dan matang. Yeji si tomboy yang biasa selalu menguncir rambutnya rendah terlihat cantik. Lia yang dulu selalu nampak ceria dengan celoteh riangnya kini sudah menjadi perempuan anggun. Saeron dan Chani yang dulu hanya sahabat dan selalu mengelak jika diledek sebagai sepasang kekasih, sekarang nyatanya benar-benar akan menikah tak lama lagi. Kemudian, Han si pembuat keseruan di kelas juga terlihat lebih serius.

Waktu mengubah segalanya.

"Jaemin, kau dari tadi melihat kesana kemari. Siapa yang kau cari?" Chani bertanya pada Jaemin yang sedari tadi ia perhatikan terus menoleh kesana kemari seperti mencari keberadaan seseorang.

"Chani, Hina tidak datangkah?"

"Hah? Mina? Mina di meja nomer 5, di sebelah sana
Hey, sejak kapan kau tertarik pada Mina? Dulu aku bahkan tak pernah melih–"

"Bukan, bukan Mina. Hina, Nakamura Hina," Jaemin memperjelas kekeliruan Chani.

"Ya, Nakamura Hina. Kata Jaemin ia anak baru di tahun terakhir kita dan merupakan pindahan dari Jepang. Aku tak ingat, apa kalian ingat?" tanya Seungmin.

Teman-teman Jaemin yang duduk bersamanya di meja itu nampak berpikir keras. Tapi semua hanya memasang wajah bingung dan menggelengkan kepala mereka.

"Kita tidak punya teman bernama Hina. Apa kau salah ingat? Atau mungkin salah orang?" Yeji bersuara.

"Seperti apa ciri-cirinya?" kini Lia yang bertanya.

"Rambutnya sebahu. Biasa, menghabiskan waktu di pojok kelas untuk membaca buku Shakespeare. Hey, kau dan Yeji biasa makan di kantin bersamanya. Aku ingat itu," Jaemin kembali menjelaskan apa yang ia ingat tentang sosok Hina.

"Ah, itu bukan Hina. Itu Song Yemi, kau salah ingat berarti," sahut Lia disetujui oleh Yeji di sebelahnya.

"Yah, aku tau siapa Song Yemi tapi bukan ia yang aku maksud. Hina, Nakamura Hina. Masa tidak ada satupun dari kalian yang ingat dengan Hina?" Jaemin sedikit frustasi. Tapi ia tentu tidak bisa menuangkan kekesalannya. Karena teman-temannya disini tidak salah apapun.

"Jaemin, tenangkan dirimu. Nanti kita coba lihat di foto-foto masa sekolah kita yang nanti akan ditampilkan. Siapa tau kita bisa lihat foto dari gadis yang kau sebutkan itu dan mengingatnya nanti," kini Saeron menenangkan.

Jaemin hanya mampu mengerjap-ngerjapkan matanya. Sekarang ia sungguh bingung.

–⏳–

"Hina, setelah lulus dari sekolah ini, apa kau akan kembali ke Jepang?" Jaemin bertanya sembari memandangi Hina di sebelahnya yang sednag berbaring bersamanya di rerumputan taman sekolah. Menikmati pemandangan awan biru. Lebih tepatnya, Hina memandangi langit dan Jaemin memandangi Hina. Kedua manusia itu sama-sama tenggelam dalam objek indah yang disuguhkan oleh sang Maha Pencipta.

"Entah, belum aku pikirkan. Bagaimana denganmu?" Hina bertanya balik. Kini ikut menatap Jaemin, membuat pandangan mereka bertemu.

"Aku dan keluargaku akan pindah ke Seoul," jawab Jaemin dengan nada rendah. Jelas ada rasa sedih di balik jawabannya barusan.

"Bagus, semoga betah dan beruntung disana," Hina tersenyum tulus saat mengucapkannya.

"Kenapa kau baru pindah kesini di tahun terakhir sekolah?" Jaemin melontarkan pertanyaan yang cukup janggal.

Saking janggalnya, Hina memasang ekspresi bingung menggemaskannya.

"Aku belum cukup menghabiskan waktu bersamamu. Rasanya terlalu cepat. Masa sekolah akan berlalu dan setelah lulus nanti, kau dan aku akan berpisah," jelas Jaemin menghela nafasnya. Rasanya berat bagi Jaemin. Tapi mungkin Hina tak merasakan hal yang sama dengannya.

"Kalau tidak mau masa sekolahmu berlalu, cukup kerjakan soal ujian nanti dengan seadanya saja supaya tidak lulus," gurau Hina.

"Yah, tidak seperti itu juga maksudnya," desis Jaemin gemas dengan gurauan yang Hina lontarkan.

"Jaemin," panggil Hina lagi setelah keheningan menguasai mereka selama beberapa menit.

"Apa?"

"Semua hal akan berlalu. Kau dan aku juga akan berlalu dan berpisah. Kita akan menjalani hidup kita masing-masing kelak," ucap Hina entah maksudnya apa.

"Kalau aku mau melanjutkan dan menghabiskan masa depanku bersamamu, apa bisa?" Jaemin ingin sekali menanyakan hal tersebut. Tapi keberanian itu tak timbul sehingga semuanya hanya ia pendam dalam hatinya.

"Akhir yang baik tidak selalu terasa indah. Perpisahan itu mungkin awalnya menyakitkan tapi bisa jadi itu hal yang terbaik yang seharusnya terjadi."

Dan Jaemin di hari itu masih belum paham apa maksud perkataan Hina.

–⏳–

Gelak tawa memenuhi ruangan dimana reuni akbar tersebut diadakan. Foto-foto konyol di masa sekolah satu-persatu dipertontonkan di layar proyektor yang tersedia disana. Wajah-wajah polos dengan tingkah absurd di potret tersebut seakan membangkitkan kenangan yang mereka bagi bersama semasa sekolah.

Tapi tidak dengan Jaemin. Matanya masih menatap serius potret demi potret tersebut. Fokus mencari keberadaan sosok di antara foto-foto itu. Tapi hingg saat ini, hasilnya masih nihil. Tidak ada sama sekali foto dimana di dalamnya ada Hina.

Tidak ada satupun foto dokumentasi yang menangkap potret gadis yang Jaemin cari.

"Hey, apa sudah menemukan gadis Hina itu di antara foto-foto barusan?" Seungmin bertanya.

Jaemin menggeleng, kekecewaan dan keheranan sarat di wajah tampannya. Antusiasme Jaemin yang Seungmin lihat seharian ini seakan menguap tak berjejak.

"Ya, foto buku tahunan kita juga akan dipamerkan? Astaga, memalukan sekali," pekikan dari salah seorang di ruangan itu mengalihkan atensi Jaemin. Suara tawa semakin mendominasi di saat foto-foto wajah mereka secara closed up dengan pose dan ekspresi yang absurd dipertunjukan.

Kesempatan ini sekali lagi Jaemin manfaatkan untuk mencari keberadaan sosok Hina. Ia ingat menenemani Hina di hari pemotretan bersama. Ia tahu, ia yakin, seharusnya ada foto Hina juga di antara foto-foto closed up tersebut.

"HAHAHA, model rambutku aneh sekali!"

"Belahan rambut Han itu membuatnya terlihat konyol, HAHAHAHA."

Jaemin diam tak bergeming. Sekali lagi, foto Hina yang ia tunggu-tunggu kemunculannya tetap tidak ada disana. Sampai akhirnya, foto bersama seangkatan terpampang besar di proyektor.

Kesempatan ini Jaemin manfaatkan lagi untuk mencari Hina.

Ia bisa melihat teman-temannya yang lain di foto tersebut. Jaemin ingat, ia berduri di sebelah Chani waktu itu sedangkan Seungmin sebaris di bawahnya. Jaemin juga melihat ada Saeron serta teman-teman perempuan yang lain. Tapi Hina? Keberadaan Hina lagi-lagi tak Jaemin temukan.

Kenapa Nakamura Hina seakan tidak pernah ada?

Lalu, yang selalu Jaemin ingat dan pikirkan selama ini siapa?

–⏳–

"Seungmin, terima kasih sudah mau membantuku," ucap Jaemin pada sahabatnya yang sudih menemani Jaemin di gudang arsip sekolah hari ini.

Reuni sudah berlalu tapi Jaemin pulang dalam keheranan yang amat besar. Ia masih bingung dan akalnya seakan belum menerima semuanya.

Frusatasinya Jaemin tidak lepas dari pengamatan Seungmin. Dengan baik, sahabat sedari kecil Jaemin itu menawarkan Jaemin untuk mencari tahu ke sekolah lama mereka besok. Lalu, karena Seungmin cukup akrab dengan staff di sekolah, makanya akses menuju gudang arsip murid bisa mereka dapatkan. Dan disinilah keduanya berada sekarang.

Meski debu tebal dan aroma usang yang kentara mendominasi ruangan ini, Jaemin nampak tak terusik sama sekali. Rasa penasaran dalam diri Jaemin masih menuntut untuk dipuaskan.

"Jaemin, ini arsip data murid dari angkatan kita," ucap Seungmin memberitahukan apa yang baru ia dapatkan.

Tanpa basa-basi, Jaemin segera mengecek dokumen tersebut. Ia menemukan semua arsip mengenai dirinya dan teman-temannya tapi arsip informasi tentang Hina tak ia temukan.

"Bagaimana?" Seungmin bertanya dengan sedikit ragu. Raut wajah Jaemin tak begitu meyakinkan.

"Aku tak menemukan apa-apa tentang Hina," gumam Jaemin.

"Hey, m-mungkin kau salah ing–"

"TIDAK MUNGKIN. Seungmin-ah, aku ingat jelas. Banyak kenangan dan hal yang aku lalui dengannya. Tidak mungkin aku salah ingat," cercah Jaemin di puncak kebingungan dan rasa frustasinya.

"Tapi tidak ada yang tahu siapa Hina. Bahkan keberadaannya tak kau temukan di arsip maupun foto angkatan kita," Seungmin cukup bisa mengendalikan diri untuk tak terpancing situasi emosional Jaemin.

"A-aku akan bertemu dengan kepala sekolah. Aku harus bertanya langsung padanya," ucap Jaemin lalu pergi begitu saja meninggalkan Seungmin.

Seungmin hanya mampu menghela nafasnya berat. Jaemin kalau sudah keras kepala memang sulit ditangani.

–⏳–

Di sebuah ruangan yang tertata rapi, seorang pria paruh baya nampak sedang fokus dengan dokumen yang sedang ia baca. Tapi waktu damainya terusik mendengar ketukan pada pintu ruang kerjanya.

"Masuk," ujar si pria yang adalah kepala sekolah dari SMA Jeonju.

"Selamat siang, bisa saya bicara dengan anda, Pak Song?" sang tamu tidak lain adalah Na Jaemin. Salah seorang alumni dari sekolahnya.

"Silahkan duduk, Nak. Sebentar, apa aku mengenalmu, Nak?" tanyanya.

"Pak Song, aku Na Jaemin. Aku dulu bersekolah disini, ingat murid yang tak sengaja memecahkan kaca jendela kantormu dulu?" Jaemin memperkenalkan dirinya.

"Ah, aku ingat. Pantas wajahmu tak asing, Nak. Ada perlu apa kemari?" pria tua itu merespon dengan ramah. Ikut terbawa nostalgia saat Jaemin memperkenalkan dirinya tadi.

"Ada yang ingin saya tanyakan. Mengenai kepindahan seorang murid perempuan dari Jepang bernama Nakamura Hina tujuh tahun yang lalu," Jaemin tidak mau berbasa-basi.

Pak Song diam, wajahnya nampak terkejut dengan apa yang Jaemin ucapkan.

"T-tunggu, kenapa kau masih bisa mengingat gadis bernama Hina itu?" respon tak terduga dari sang kepala sekolah memberi titik terang sekaligus menambah kebingungan Jaemin.

–⏳–





















































































































FEW MONTHS LATER

Jaemin menyeruput kopi hitam favoritenya. Kini ia duduk di bangku taman sembari memerhatikan para pejalan yang juga menikmati semilir angin sejuk musim gugur sama sepert dirinya sekarang.

Helaan nafas berat terdengar.

Reuni beberapa bulan yang lalu, kunjungan di sekolah serta penjelasan kepala sekolah yang ia terima masih terasa tak begitu nyata. Terlebih setelah mendengar penjelasan Pak Song, si kepala sekolah. Kini, Jaemin jadi meragukan dengan segala yang ia lihat di depan matanya.

Ternyata, dunia ini sungguh menyimpan banyak misteri.

"Nakamura Hina, ia bukan murid pindahan biasa. Ia salah satu objek dari project ReLife milik pemerintah yang dititipkan di sekolah ini."

Penjelasan amat tak masuk akal itu menjadi jawaban dari segala ketidak masuk akalan yang Jaemin alami saat ia terus mencari keberadaan Hina saat itu.

"Project ReLife yang ku maksudkan adalah project dimana mereka yang kehidupan dewasanya gagal, diberikan kesempatan untuk kembali menjadi anak SMA dan memperbaiki segala kegagalan mereka di masa remaja. Mulai dari hal akademis hingga hubungan social mereka. Project rahasia ini dibuat dengan harapan dapat mengurangi angka pengangguran dan keputus asaan dari mereka yang merasa telah menjadi orang dewasa yang gagal. Dan Hina adalah salah satu di antaranya."

Jaemin ingat betapa tidak masuk akalnya semua penjelasan waktu itu. Project rahasia? Hal seperti itu memangnya benar-benar ada? Jaemin tidak yakin sekarang siapa yang menggila. Dirinya apa dunia tempat ia hidup ini. Jaemin kira semua itu hanya terjadi dalam film saja.

"Objek ReLife akan kembali ke masa SMA mereka, melakukan dan memperbaiki apa yang tak sempat mereka lakukan di masa SMA mereka. Ia akan berinteraksi dengan sekitarnya seperti murid biasa pada umumnya. Tapi setelah masa itu berakhir, ingatan orang-orang dan semua jejak dari objek tersebut akan dilenyapkan," penjelasan kali ini menjadi jawaban atas 'hilang' nya Nakamura Hina dari semua ingatan teman-teman Jaemin.

"Tsk, Seungmin pasti berpikir aku sudah gila waktu itu," dengus Jaemin menertawai dirinya sendiri.

Pikiran Jaemin kembali melayang ke hari itu.

"Di memory teman-temanmu dan seisi sekolah, Hina itu tidak pernah ada. Seharusnya kau juga melupakannya, tapi kurasa ada sedikit kesalahan yang membuatmu masih mengingat Hina hingga saat ini. Aku minta maaf, tapi aku harap kau merahasiakannya. Nakamura Hina sudah melalui kesempatan keduanya dan kini menjalani kehidupan nyatanya," ucap Pak Song mengakhiri penjelasannya.

Jaemin hanya diam waktu itu, mencoba mencerna segalanya.

"B-bagaimana dengan Hina? A-apa ia juga melupakan kami semua? Melupakanku?" pertanyaan tersebut Jaemin lontarkan dengan suara bergetar.

"Maaf, tapi memang seperti itu protokolnya. Memory dan kenangan yang Hina bagi disini juga akan dilenyapkan dari ingatannya. Hanya skill dan ilmu saja yang disisakan. Ini untuk mencegah kebocoran rahasia project ini," jawaban sang kepala sekolah sukses menceloskan hati Jaemin.

Kini Jaemin mengerti semua perkataan Hina mengenai perpisahan yang selalu ia terangkan pada Jaemin.

"Paman, boleh tolong ambilkan balonku?" suara menggemaskan itu menyentak Jaemin dari lamunannya. Ia mendapati seorang anak kecil laki-laki berumur sekitar empat tahun tengah meminta tolong padanya dengan raut wajah menggemaskan. Entah mengapa, wajah anak itu terlihat familiar bagi Jaemin.

"Sebentar ya," ucap Jaemin memberi senyuman ramahnya pada sang anak. Ia lalu berdiri di atas kursi taman yang tadi ia duduki untuk meraih balon milik anak tersebut yang menyangkut di ranting.

"Ini, dipegang erat-erat ya supaya tak lepas lagi," nasehat Jaemin mengembalikan balon tersebut kepada pemiliknya.

"Kaito-kun! Ibu mencarimu," teriakan seorang wanita membuat atensi Jaemin dan anak lelaki tadi beralih.

"Hina..." gumam Jaemin amat kecil melihat wanita dewasa yang berjalan menghampiri anak kecil tadi.

Hina terlihat dewasa. Aura keibuan jelas terpancar dari sosoknya. Walau jelas berbeda dengan apa yang Jaemin ingat terakhir kali, tapi Jaemin yakin ia tidak salah orang.

Wanita yang adalah ibu dari anak yang barusan ia tolong adalah Nakamura Hina yang ia cari. Nakamura Hina dalam sosok wanita dewasa. Bukan si gadis remaja yang selalu menemani hari-hari Jaemin kala itu.

"Tuan, maaf jika anak saya sudah merepotkan anda. Terima kasih mau menolong Kaito-kun mengambil balonnya," wanita yang Jaemin yakini adalah Hina itu membungkuk, berterima kasih atas bantuan Jaemin.

"S-sama-sama," hanya itu yang mampu Jaemin ucapkan selagi masih terpaku sekaligus terpesona dengan sosok di hadapannya.

Pandangan keduanya kemudian bertemu. Jaemin semakin yakin kalau wanita tersebut adalah Hina. Mata yang menghipnotis Jaemin masih terlihat sama indahnya.

"Hina-chan, apa kau sudah menemukan Kaito?" suata lelaki itu menyentak kedua manusia yang diam terpaku dalam adu tatap tak beralasan barusan.

Dan panggilan yang lelaki tadi serukan sudah menjadu bukti bahwa asumsi Jaemin benar.

"Ah, saya dan Kaito sedang buru-buru. Kami pamit dulu, selamat tinggal," pamit Hina lalu menggendong Kaito. Punggung milik sosok yang Jaemin cari berlalu dari hadapan Jaemin. Bisa Jaemin lihat, sosok pria yang memanggil Hina tadi yang Jaemin asumsikan sebagai suami Hina kini tengah merangkul sang istri dengan mesrah. Mereka nampak bahagia. Dan Jaemin hanya dapat memandangi dari jauh kebersamaan keluarga kecil tersebut yang kian menjauh hingga akhirnya benar-benar pergi tanpa bisa Jaemin tahan.

Hati Jaemin sesak melepas cinta pertamanya.

Tapi Hina nampak bahagia. Kesempatan kedua dari project ReLife yang Hina lalui di SMA Jeonju nampak benar-benar memberikan dampak yang baik di kehidupan Hina yang sekarang.

Meski Jaemin berakhir menjadi bagian dari ampas kenangan yang terlupakan, Jaemin rasa mungkin memang ini yang terbaik.

"Seperti katamu, akhir yang baik memang tidak selalu indah," gumam Jaemin mengulangi apa yang Hina ucapkan di hari itu.

–⏳–

Jaemin dan teman-temannya nampak girang luar biasa mendapati berita kelulusan mereka yang baru saja diumumkan. Suasana bahagia nan haru biru memenuhi seisi kelas. Semua berpelukan, mereka sudah melalui tahun terakhir sekolah mereka dengan baik.

Kini semua melakukan selebrasi.

Para gadis menangis bersama, para lelaki melampiaskan haru mereka dengan bernyanyi heboh di kelas.

Jaemin salah satu di antaranya. Tapi sebuah sentuhan pada lengannya membuat Jaemin menoleh pada sang pelaku.

"Hina? Selamat! Kau dan aku akhirnya lulus!" ucap Jaemin bersemangat menarik Hina dalam pelukan.

"Hahahah, selamat untuk kita semua," ucap Hina balas memeluk Jaemin. Menepuk punggung pemuda dalam pelukannya itu dengan lembut.

Selang beberapa detik, keduanya kemudian menguraikan pelukan mereka.

"Hey, aku mau berterimakasih padamu," ucap Hina menatap tulus Jaemin.

"Untuk?"

"Untuk semuanya. Untuk setahun ini yang sudah kita lalui bersama. Untuk pertemanan dan hal-hal menyenangkan lainnya yang kau bagi denganku," jelas Hina masih memasang senyum tulusnya. Ia menatap Jaemin dengan serius, ingin menunjukan bahwa ucapan terima kasih yang ia berikan adalah tulus dari hati terdalamnya.

"Sama-sama Hina," balas Jaemin.

"A-aku juga mau berkata ju–"

"Jaemin," belum Jaemin selesai berucap, Hina sudah menyelanya lebih dulu.

"I-iya?" padahal Jaemin tadi sudah mendapat keberanian untuk menyatakan perasaan yang selama ini ia pendam.

"Setelah ini, kita akan hidup masing-masing. Kau mungkin akan melupakanku dan aku juga mungkin melupakanmu."

"Hey, aku tidak akan melupakanmu," celetuk Jaemin membantah.

"Kalau lupa juga tak apa. Kedewasaan akan mengikis segala kenangan ini. Tapi aku percaya, semua yang sudah kita lalui tidak akan hilang. Akan tersimpan rapi di satu tempat. Dan meski seluruh dunia bahkan kalau kau dan aku melupakannya, Hina dan Jaemin tetaplah sepasang sahabat pernah selalu ada untuk satu sama lain," lanjut Hina menyunggingkan senyuman yang entah mengapa kini terlihat senduh di mata Jaemin.

"Sekali lagi, terima kasih untuk semuanya Na Jaemin."

-FIN-

Cerita kali ini terinspirasi dari series anime berjudul 'ReLife'

Please kindly leave a trace by dropping your thoughts about this story, thank you & enjoy!

❤️

Oneshot ini dipublish hari ini teruntuk memperingati ulang tahun dari kesayangan kita semua, Na Jaemin.
Semoga bahagia, terimakasih sudah menjadi orang yang selalu positif buat kita semua disini.
You're so precious 💗

Ah, and I also want to tag my dear friend mooinjun23

[SOON - NEXT ONESHOT]

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
533K 87.6K 30
βœ’ λ…Έλ―Ό [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...
935K 45.1K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...