The Boss and I

By lemonkuning

378K 19K 563

Bagas Aditama, pria dewasa yang sudah menginjak usia lebih dari Tiga puluh tahun. Diumurnya yang sudah kelewa... More

Bagian 1 ; Pagi Yang Buruk
Bagian 2 ; Hari Yang Buruk
Bagian 3 ; Sebuah Kejutan Tak Terduga
Bagian 4 ; Malam Yang Mendebarkan
Bagian 5 ; Kamera Ponsel
Bagian 6 ; Penyesalan Selalu Datang Terlambat
Bagian 7 ; Hal Yang Bodoh
Bagian 8 ; Bukan Liburan
Bagian 9 ; Kenyataan Yang Pahit
Bagian 10 ; Pernyataan Yang Tak Terduga
Bagian 11 ; Terngiang Dikepala
Bagian 12 ; Minta Tolong
Bagian 13 ; Lesung Pipi
Bagian 14 ; Akhirnya Liburan!
Bagian 15 ; Sebuah Tugas
Bagian 16 ; Numpang Makan
Bagian 17 ; Bercanda Atau Serius?
Bagian 18 ; Mencoba Menarik Hati
Bagian 19 ; Tidak Boleh Jatuh Cinta
Bagian 20 ; Pergi Begitu Saja
Bagian 21 ; Bunga Ungu
Bagian 22 ; Suasana Macam Apa Ini?!
Bagian 23 ; Apartemen?
Bagian 24 ; Gelap
Bagian 25 ; Terjadi Begitu Saja
Bagian 26 ; Gara-gara Film
Bagian 27 ; Sebuah Kabar I
Bagian 29 ; Sama Siapa, Sih?
Bagian 30 ; Ke Suatu Tempat
Bagian 31 ; Sebentar, Kasih Waktu
Bagian 32 ; Perasaan 'Jatuh Cinta'
Bagian 33 ; Ayo Menginap!
Bagas 's Story I
Bagas's Story II

Bagian 28 ; Sebuah Kabaar II

2.5K 130 6
By lemonkuning

Setelah membayar taksi, aku segera berlari masuk ke area lobi rumah sakit. Menuju ke meja resepsionis dengan terburu-buru. Mengatur napasku yang tersengal-sengal, aku mencoba menanyakan di mana Pak Bagas berada ke perawat perempuan yang berdiri di balik meja.

Aku segera menuju ke lift setelah perawat memberitahuku. Dengan rasa khawatir yang menyelimuti. Aku seraya berdoa kalau Pak Bagas tidak apa-apa. Bahwa Pak Bagas baik-baik aja.

Aku menghentikan langkahku saat melihat Pak Bagas terbaring di sana. Dengan mata yang berkaca-kaca aku menghampiri Pak Bagas.

Aku spontan memeluk tubuh Pak Bagas. "Pak, bangun pak! Buka matanya, Pak. Bapak masih hidup, kan? Bangun dong, Pak," kata ku dengan terisak.

"Ren, saya masih hidup, kok," lirih Pak Bagas membuat ku refleks menjauh membuat jarak dengan Pak Bagas. Melihat wajah Pak Bagas dengan sangat dekat.

"Kamu ganggu saya lagi istirahat tahu! aduh kepala saya pusing," ucap Pak Bagas dengan lemah. "Mau sampe kapan kamu peluk saya begini?"

Pertanyaan Pak Bagas membuat ku langsung berdiri tegak, menjauh dari tubuh Pak Bagas.

Hening.

"Tangan Bapak nggak apa-apa?" tanyaku. Bodoh. Sudah jelas tangan Pak Bagas sampai diperban begitu.

"Bisa liat, kan? Tangan saya patah." Pak Bagas tetap menjawab pertanyaanku dengan raut wajah kesal.

"Kalo Bapak butuh bantuan bilang saya aja, Pak."

"Sudah pasti. Tangan saya diperban begini pasti susah mau aktifitas."

Pikiranku sudah menjelajah, membayangkan gimana Pak Bagas akan menyusahkanku. Dengan segala perintah-perintah yang terlontar dari mulut Pak Bagas. Hadeh.

"Kenapa? Kamu mau protes?" pertanyaan pak bagas membuyarkan bayangan suram yang terpikir olehku. Kemudian aku hanya menggelengkan kepala.

***

Aku menaruh semangkuk bubur yang baru saja matang ke atas meja. Sudah dua hari aku pagi-pagi sekali sudah harus ke apartemen Pak Bagas. Kemudian berjalan ke arah kamar, membuka perlahan pintu tersebut dan mendekat ke arah Pak Bagas yang masih tertidur lelap.

Aku memandang wajah tampan Pak Bagas sejenak. Setelahnya langsung menggelengkan kepala cepat. Baru sadar apa yang aku pikirkan beberapa derik yang lalu.

"Pak." Aku memanggil Pak Bagas sambil menyentuh lenganya pelan.

Aku terkejut kemudian menempelkan punggung tanganku ke dahi nya Pak Bagas. "Yaampun Pak, badan Bapak panas banget!"

Renata dengan cepat kembali ke dapur dan membawa baskom kecil serta handuk kecil untuk mengompres Pak Bagas.

Semoga saja dengan cara seperti ini demam Pak Bagas menurun.

***

Aku menaruh handuk kecil di atas dahinya Pak Bagas, terus seperti itu berulang-ulang. Memerhatikan wajah Pak Bagas yang pucat dan tertidur. Terlihat lemah, apalagi tangannya juga masih dalam balutan perban.

Aku berniat untuk ke dapur, untuk menyegarkan tenggorokan ku yang terasa haus. Namun, belum juga bangun, tanganku sudah digenggam oleh Pak Bagas. aku baru ingin ngucap sesuatu, tapi Pak Bagas malah menarikku ke dalam pelukannya. Aku terkejut untuk beberapa detik, kemudian mencoba untuk lepas.

"Sebentar," lirih Pak Bagas. dan aku biarkan saja seperti ini.

Deg deg deg

Aku bisa merasakan degup jantung Pak Bagas, dan juga suhu panas tubuhnya.

Badanku mulai terasa pegal, ini sudah hampir sepuluh menit tapi belum juga muncul tanda-tanda Pak Bagas akan melepaskanku.

"Pak," panggilku pelan. Aku mencoba menarik pelan tubuhku.

"Loh Renata! Kenapa kamu peluk peluk saya?!" teriak Pak Bagas seraya mendorong tubuhku. Raut wajah pak Bagas terlihat panik dan terkejut.

Aku menghela napas, mengerlingkan mataku jengah. "Bapak yang meluk saya."

"Kamu cari kesempatan ya Renata," ucap Pak Bagas terlihat kekeuh.

"Bapak sudah bisa marah marah berarti sudah sehatan ya, Pak. Kalo gitu saya mau pulang dulu, Pak. Permisi."

Aku menghentakkan kaki kemudian mengambil tasku dengan kasar. Sudah datang pagi-pagi malah kena omel. Dapat ucapan terimakasih saja tidak.

Sabar Renata.

Continue Reading

You'll Also Like

189K 8.6K 29
{ BELUM DIREVISI } Pernikahan ini hanya sebuah kebohongan. Aku tahu itu, tapi dengan brengseknya kenapa hatiku menempatkan dirinya di tempat yang sal...
575K 31K 47
Cerita lika-liku tentang Olivia Clark yang berada di negri orang. Di New York Oliv merasakan patah hati juga bahagia secara bersamaan. Ia juga bert...
Backstreet By hyeo

Short Story

78.8K 7.7K 5
[SHORT FF!] End 1-Hidup menjadi idola tidaklah mudah bukan? Terutama jika itu mengenai hubungan mereka, yang tersembunyi. Iya, mereka yang tak bisa b...
340K 24.9K 117
"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan...