Devandra

By delajahenulis

720 188 19

[ON GOING] Karena sosok sepertimu, memang pantas untuk ku perjuangkan. More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nb
20

19

18 5 0
By delajahenulis

Ini pertama kalinya bagiku, di buatkan sebuah puisi secara langsung, dan melisankannya di hadapanku. Deva benar benar berbeda. Dia selalu punya cara tersendiri untuk membuatku semakin jatuh dibuatnya. Cara cara yang dilakukannya sederhana sekali. Dan, aku suka itu.

"Gimana? Suka?" Tanya Deva yang masih menatapku sambil tersenyum manis. Rasanya, aku baru sadar, saat melihat Deva dari jarak sedekat ini, dia terlihat benar benar tampan. Apalagi sangat romantis seperti tadi. Hal ini menepis keheranan ku mengapa banyak gadis yang ngebet pengen pacaran sama Deva.

"Lumayan." Jawabku spontan sambil mengangkat bahu.

"Tapi suka kan?"

"Banget." Jawabku lagi sambil menyentuh hidungnya.

"Pengen tau siapa inspirasinya?" Tanyanya mendadak.

"Hah? Siapa emang?"

"Namanya Zahra."

"Oh, cewek lo?"

"Maunya sih gitu. Otw lah."

Aku diam. Seharusnya aku tidak pernah mengharapkan apapun pada Deva.

"Mau tau nggak, nama lengkapnya siapa?" Tanya Deva lagi.

"Hah? Nggak, gak usah."

"Rugi loh, kalo gak tau."

"Gak usah. Gak penting juga buat gue."

"Dih, kok lo marah gitu sih? Ngambek? Cemburu?"

"Nggak lah, lo pikir gue gila?"

"Zahra tuh ceweknya cantik, baik, tapi kadang suka galak. Nama lengkapnya... Acha Azzahra." Pernyataan yang membuatku melirik kearahnya. Tunggu tunggu, ini maksudnya aku? Zahra adalah nama dari nama belakangku? Acha Azzahra???

"Ihhh, kampret lo!"

"Hahaha... Gue yakin lo pasti udah ngebayangin gue ada cewek lain."

"Yaiyalah. Orang guenya gak tau kalo Zahra itu gue."

"Cha..."

"Hm?"

"Ntar siang, ada waktu gak? Sepulang sekolah?"

"Erm, emang mau kemana?"

"Ada deh. Bisa nggak?"

"Bisa sih. Tapi gak bisa lama lama juga. Palingan ya cuma sampe jam lima sore." Ujarku menjelaskan namun masih tidak tau akan kemana bersama Deva.

"Ah, itu mah udah cukup lama kok. Yaudah nanti ya, sepulang sekolah."

Aku mengangguk. "Kemana tapi?"

"Ke Seoul. Korsel. Lo kan suka tuh."

"Dih, lo pikir jarak Jakarta ke Seoul, sama kayak jarak sekolah ke rumah gue???? Ngaco."

"Yaudah, nanti lo juga tau sendiri."

"Ah, selalu deh. Lo bikin gue penasaran mulu."

"Hahaha... Yaudah gih, sana masuk kelas."

"Orang belum bel juga. Ohh, lo mau nge-playboy? Makanya lo nyuruh gue masuk kelas?"

"Dih, nge-playboy apaan? Anjir lo. Hahaha."

Kringgg!!! Bel masuk kelas berbunyi.

"Nah kan, udah masuk. Sana sana buruan!!!" Ucap Deva masih sambil tersenyum.

"Iya iya. Lo juga! Sana!"

***

Aku membuntuti Deva menuju parkiran. Cuacanya benar benar panas.

"Kok di belakang gue sih?" Deva berbalik badan.

"Hah?"

Deva berdecak heran sambil geleng geleng kepala. Aku yang masih bingung dengan kelakuannya, hanya bisa diam penuh tanda tanya.

"Gimana sih lo? Jangan dibelakang gue dong. Sini." Ujarnya dan langsung menarik tanganku lebih mendekatkan tubuhku dengannya.

"Nah gini aja." Sambung Deva.

"Eh, apasih?! Jangan gini ah, malu tau Dev."

"Lo malu jalan sama gue?"

"Yaa nggak gitu..bukan gitu maksud gue. Cuma kan gak enak aja di liatin..."

"Ya udah kalo gitu. Yuk." Deva menarik tanganku. Menggenggamnya sekaligus menggandengnya. Aku bisa merasakan sebagian anak yang berada di parkiran, menatap kami heran. Ah, yang benar saja.

"Gak usah tegang juga kali." Ucap Deva sesaat sampai di dekat motornya.

"Nggak tuh. Ge-er. Ngapain juga harus tegang. Dih."

"Yaudah kalo nggak tegang. Sini tetep gue genggem tangannya." Sontak saja membuatku terdiam, karena tiba tiba saja Deva menggenggam tanganku lagi. Kali ini lebih erat dan langsung menyuruhku naik ke atas motornya.

"Ribet tau Dev. Ini tangan gue ngapain masih di pegang segala? Kan susah gue naik ke motornya. Gimana sih?" Omelku.

"Iya juga sih." Ujarnya sambil nyengir kuda.

***

"Ini mau kemana sih?" Tanyaku yang sedikit berteriak di atas motor karena suara suara angin dan kendaraan lain.

"Nanti juga lo tau." Ujarnya yang membuatku cemberut karena tidak cepat cepat memberitahu.

Motor berhenti tepat di depan rumah bercat putih. Tergolong rumah yang mewah menurutku karena dua lantai. Tidak seperti rumahku yang hanya satu lantai. Pagar rumah ini pun lumayan besar meski dengan ukuran tanggung. Di dalam kelihatan sangat sepi.

"Ngapain berhenti disini?" Tanyaku.

"Yuk." Ajak Deva yang membuatku semakin bertanya tanya.

"Hah? Maksudnya? Lo lagi mau beli rumah? Atau...mau nyamperin saudara lo di dalem?" Tanyaku bertubi tubi. Namun dibalas Deva dengan mengacak acak rambutku. Orang yang satu ini benar benar pro untuk membuatku kesal. Hebat.

Deva menarikku memasuki pagar. Mataku tak henti hentinya menelusuri setiap objek yang ada. Ada seekor kucing berwarna abu abu di campur putih. Sedang tiduran diatas rerumputan yang ada di depan rumah tersebut.

"Namanya Ogy." Ucap Deva saat aku tengah memandangi kucing tersebut.

"Ogy? Ohh."

"Iya Ogy. Maunya siapa? Acha?"

"Ih, rese."

"Assalamualaikum." Ucap Deva yang tengah berdiri tepat di depan pintu bersama denganku. Sosok wanita yang sepertinya terlihat tidak asing, berjalan dari dalam rumah menuju pintu. Apa? Mataku melotot, pikiranku tak karuan. Sosok wanita yang bertemu denganku di sebuah restoran. Dia...Airin??? Aku baru ingat, Deva pernah cerita jika Airin adalah sepupunya. Dan ternyata benar.

Airin membuka pintu. Menatapku heran. Memberi kode kepada Deva dengan bertanya aku siapa.

"Kenalin, ini Acha. Cha, kenalin ini Airin. Gue udah cerita kan sama lo?" Ujar Deva memperkenalkan kami berdua satu sama lain.

Aku mengangguk sekaligus langsung mengulurkan tangan kepada Airin. "Acha."

"Airin." Balasnya ramah sambil tersenyum.

"Ayok masuk." Sambung Airin mengajak masuk ke dalam.

Di dalam rumah itu benar benar bagus. Indah. Cantik. Menawan. Semua kata itu tak cukup untuk mendeskripsikan keseluruhan suasana rumah yang ada. Lukisan dinding ukuran kecil kecil menghiasi dinding bagian samping. Ada juga sebuah foto berukuran besar. Ada seorang laki laki, seorang wanita menggendong seorang bayi, dan seorang anak laki laki di depannya. Anak laki laki yang ku duga adalah Deva, sosok laki laki dewasa yang ku duga adalah ayahnya, seorang bayi yang ku duga adalah adiknya, yang bernama Nayla, dan seorang wanita yang kuduga adalah almarhum ibunya.

"Cha, duduk Cha." Ujar Deva yang membuyarkan lamunanku.

"Hm? Oh, iya iya." Aku lantas duduk di sofa

"Gue tinggal dulu ya, mau ganti baju. Kalian ngobrol aja dulu. Oh iya, Rin, ini cewek yang pernah cemburu ke elo. Hahaha." Ucapan yang membuatku memelototkan mataku pada Deva.

"Kalian...satu kelas?" Tanya Airin saat Deva baru saja naik ke lantai atas.

"Nggak kok. Kita beda jurusan. Gue mipa, Deva ips."

"Oh iya, kok tadi Deva bilang kalo lo cemburu ke gue sih?"

"Hah? Ng-nggak kok. Deva ngaco tuh." Elakku.

"Ooh, jadi kalian udah jadian nih? Gini ya Cha, gue itu gak bakalan pacaran sama Deva. Yakali. Tapi nih ya, meskipun gue bukan sepupunya, kalo misalnya gue temennya, gue juga gak mau tuh, pacaran sama si Deva. Dih. Ogah guenya." Obrolan bersama Airin berlangsung sedikit lama. Dia orangnya benar benar asyik.

.
.
.
.
Next skuyyyy:3

Continue Reading

You'll Also Like

470K 50.8K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
1.1M 42.9K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
3.1M 157K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...