Kalista Academy

Oleh UtamiDewi305

131 22 3

Setelah kehancuran kerajaan Kalista, pemerintahan Ladiromia berganti kekuasaan. Yang awalnya di kuasai oleh E... Lebih Banyak

Prolog
KA 1. Masuk Akademi
KA 2. Hari Terakhir
KA 3. Berangkat
KA 4. Tes
KA 5. Kalista Academy
KA 6. Hari Pertama
KA 7. Altarin Dan Altara

KA 8. Tentang Lia

17 2 0
Oleh UtamiDewi305

   "Lucas. Kau tak membawa pedang api milikmu?" tanya Tara padaku yang kubalas dengan gelengan.

   "untuk apa aku membawanya? Pedang api hanya kupakai saat bertarung serius. Jika hanya latihan seperti ini, aku cukup menggunakan pedang biasa saja." jawabku.

   Saat ini, kami sedang berada di gedung arena. Kelas khusus berpedang akan dilakukan disini.

   "hei. Liat ke pintu! Bukankah dia si non-element? Sedang apa dia disini?" ucap Rio sambil menunjuk ke arah pintu masuk gedung arena.

   Terlihat seorang gadis berambut merah ruby berdiri didepan pintu sambil membawa sebuah pedang di tangan kirinya.

   "kalau dia kesini, trus bawa pedang, bukankah ia akan ikut kelas khusus?" tanya Tara.

   Aku juga tak tahu. Selama ini, tak ada perempuan yang mengikuti kelas khusus berpedang. Sebuah pemandangan baru ada seorang gadis memasuki gedung arena saat kelas khusus.

   "samperin, yok." ajak Rio.

   "ayo lah. Aku juga ingin bicara dengannya. Dia kan teman sekamar barunya Arin." ucap Tara.

   Ya sudah. Aku juga ingin tahu mengapa dia kesini. Bisa saja hanya mampir atau salah masuk gedung, kan?

   Akhirnya, kami bertiga mendekati cewek itu. Terlihat dia menghampiri Ones dan Nori.

   "aku tak menyangka akan ada seorang perempuan yang ikut kelas khusus berpedang." ucap Rio menyapa cewek itu.

   "oh! Hai, Rio. Ya, aku juga tak menyangka jika ternyata hanya akulah yang perempuan disini." balas cewek tadi.

   Dia serius ikut kelas khusus berpedang? Aku jadi penasaran dengan kemampuan berpedangnya.

   "kau temannya Arin, kan?" tanya Tara.

   Sepertinya dia benar-benar merindukan adiknya. Aku dan Rio sudah tahu dari lama, jika hubungannya dengan adiknya tidak bagus.

   Cewek tadi mengangguk menjawab pertanyaan dari Tara.

   "setelah kupikir-pikir, selama ini, aku tidak tahu namamu. Setiap kita saling sapa, selalu kau yang menyebut namaku." ucap Rio.

   Jadi dia tak tahu nama ni cewek?! Apa-apaan. Katanya kenal.

   "namanya Azalia, Ri. Kau panggil saja dia Lia." jawab Ones.

   "hei. Lia yang ditanya. Bukan kamu." ucap Nori sambil memukul bahu Ones.

   "hehe. Lia kan tak masalah." balas Ones.

    Cewek yang bernama Lia itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

   Bersamaan dengan itu, mr. Karo telah datang dan mengumpulkan kami semua. Mr. Karo membuka kelas khusus hari ini.

  "baiklah. Selamat datang untuk murid yang baru masuk kelas ini. Mr. harap, kalian bisa semangat dalam mengikuti kelas khusus berpedang yang sudah kalian pilih. Nah, hari ini, kita akan berduel. Satu lawan satu." ucap mr. Karo membuka kelas.

   "mr. lawannya mr. yang tentukan, atau kita pilih sendiri?" tanya Ones yang terlihat melirik Lia.

   Kenapa dia melihat Lia? Apa aku salah lihat tadi?

   "kalian bisa pilih sendiri. Ayo segera mencari pasangan duel kalian." jawab mr. Karo.

   Ones, Nori, dan beberapa anak yang lainnya secara serempak berteriak.

   "YES!"

   "Kenapa kalian senang sekali?" tanya seorang anak laki-laki yang bernama Zico.

   "kau tidak tahu, Zi. Kalau mr. Karo yang menentukan pasangan duel, ada kemungkinan kita akan mendapat pasangan Lia. Kalau pilih sendiri kan bisa menghindari Lia." jawab Nori.

   "hei. Jadi kalian tak mau berduel denganku? Kau Geri. Bukankah kita belum pernah berduel jika dikelas berpedang? Kau tak ingin berduel denganku?" ucap Lia sedikit kesal.

   Memangnya kenapa jika berduel dengan Lia? Mereka semua terlihat takut.

   "kau sudah tahu jawabannya, Lia. Aku selalu bersyukur ketika pelajaran berpedang, aku tak pernah dipasangkan mrs. Ana denganmu." jawab Geri.

   "memangnya kenapa kalau berpasangan dengan Lia?" tanya Rio.

   "selama ini, dikelas tak ada yang pernah menang jika berduel dengannya. Lia itu selalu mengerikan jika sudah bermain pedang. Walau hanya latihan, ia akan serius mengarahkan pedangnya pada kami." jawab Ones.

   "ya, dia itu selalu menyerang bagian leher. Kalau kita tak bisa menangkis pedangnya, leherlah yang menjadi korban." sambung Nori.

   "hei. Aku tak pernah mengenai leher kalian. Kenapa ucapan kalian seperti mengatakan jika berduel denganku, maka aku akan memenggal kepala kalian." ucap Lia.

   Apa segitu hebatnya dia dalam menggunakan pedang?

   "Itulah yang mengerikan, Lia. Kau mengincar leher. Kalau kau tidak memberhentikan pedangmu tepat sebelum memenggal leher kami, entah sudah berapa banyak murid yang kau bunuh." balas Nori.

   "jadi kalian tak ada yang ingin berduel denganku?" tanya Lia.

   Mereka kompak menggelengkan kepala, tanda tak mau. Apa sampai segitunya? Seahli itu?

   "kalau kau, ingin berduel denganku?" tanya Tara tiba-tiba.

   "sekalian ada yang ingin kubicarakan denganmu." ucapnya.

   "oh syukurlah. Kupikir aku hanya akan menonton nanti." balas Lia.

   "hei, Tara! Padahal aku ingin berduel dengan Lia." ucap Rio.

   "kau berduel dengan Lucas saja hari ini. Aku harus bicara dengan Lia." jawab Tara sambil menunjukku.

   "ah~. Aku sudah pasti kalah kalau melawan Lucas." keluh Rio.

   "wah, Rio. Tak biasanya kau menyerah begitu. Bukankah waktu itu kau pernah bilang padaku kau bisa mengalahkan Lucas?" ucap Lia.

   Benarkah itu? Oho~ kau menantangku, Rio. Akan kuterima.

   "oh, kau bisa mengalahkanku? Kalau begitu kita harus berduel." ucapku sambil menyeringai.

   "akh, Lia! Kenapa kau bilang." keluh Rio.

   Hahaha. Dia tak akan menang jika melawanku. Aku ini Lucas, pangeran kerajaan Sokka.

  "baiklah. Semua sudah dapat pasangan masing-masing, kan? Kalau begitu langsung saja." ucap mr. Karo.

   Aku pun menarik pedang dari sarungnya yang ku letakkan dipinggang sebelah kiriku.

   "ugh. Memang ya, Lia itu. Kenapa aku harus melawanmu, sih?" ucap Rio mengeluh.

   "berhenti mengeluh. Lebih baik kau menyerangku sekarang." ucapku mulai jengkel.

   Aku dan Rio mulai saling beradu pedang. Cukup lama kami mengayunkan pedang satu sama lain. Hingga terdengar sebuah suara keras yang menghentikan pertarungan kami.

Krak, Krak! PRANG!

   Suara pedang Tara yang hancur terdengar keras, membuat diriku, juga semua orang menoleh kearah sumber suara. Terlihat Lia mengarahkan ujung pedangnya yang runcing ke depan leher Tara.

   Tara langsung mendongakkan kepalanya untuk sedikit menjauhi ujung lancip pedang milik Lia. Semua orang yang ada didalam arena segera menatap kearah mereka berdua.

   "aku ingin tahu. Apa kau pernah bertanya sekali saja pada Arin, seperti apa sosok seorang kakak yang baik baginya? Apa kau pernah berpikir setidaknya sekali saja, apa yang dirasakan oleh Arin? Apa kau pernah berpikir bagaimana perlakuanmu kepadanya dari sisi Arin?" tanya Lia bertubi-tubi.

   Tara tampak mematung. Sepertinya ini masalah hubungan Tara dan adiknya, Arin. Apa dia bercerita kepada Lia?

   Lia menurunkan pedangnya dari leher Tara. Tara tampak masih terdiam. Lia menancapkan pedang miliknya ketanah disebelah kaki kanannya.

JLEB!

   "jawabannya, tidak. Kau tidak pernah memikirkan itu semua. Kau tidak pernah bertanya pada Arin seperti apa seorang kakak baginya. Kau tak pernah berpikir seperti apa yang dirasakan oleh Arin selama ini." ucap Lia.

   Lia membuang muka kearah kiri. Semua orang melongo seketika, begitu melihat kejadian itu.

   "ternyata begitu. Terima kasih, Lia. Sangat tepat aku bicara denganmu hari ini." ucap Tara saat sudah sadar dari lamunannya.

   "ngomong-ngomong, sepertinya apa yang dikatakan Ones dan Geri tadi benar. Kau sangat hebat dalam berpedang, Lia. Pedangku bahkan sampai patah." lanjutnya sambil mengangkat pedang patahnya sedada.

   "biasanya aku tidak mematahkan pedang. Tapi aku sedang kesal karena dirimu, jadi kulampaiaskan kepedang. Cukup melegakan, kau tahu?" balas Lia sambil memasang senyum lega.

   "wah! Aku bersyukur tidak jadi berduel denganmu, Lia. Pedang kesayanganku ini bisa saja patah." komen Rio.

   "yang kami bilang benarkan, Tara? Lehermu menjadi incarannya. Tenggorokanmu bisa terbelah tadi." ucap Ones.

   "hei! Jangan berlebihan. Kalaupun lehernya memang kena, masih bisa disembuhkan lagi, tahu!" ucap Lia membela diri.

   "kau bahkan lebih mengerikan daripada Lucas, Lia. Kalian berdua memang orang dengan kemampuan berpedang yang mengerikan. Aku tak akan pernah membuat kalian marah." cerocos Rio.

Pletak!

   "kau sudah membuatku marah, tahu." ucapku setelah menyentil dahinya.

   Apa yang barusan ia katakan? Dia baru saja mengejekku. Sialan!

   "Lucas! Sakit tahu!" protes Rio sambil mengelus-elus keningnya yang mulai memerah sekarang.

   Setelah itu, kelas khusus terus berlanjut. Hingga akhirnya, waktu untuk kelas khusus telah selesai. Aku keluar dari arena bersama dengan Tara, Rio, dan Lia. Sepertinya Tara ingin berbicara dengan adiknya.

   Saat kami keluar gedung, kami melihat Arin dan Lisa berdiri di teras gedung arena. Sepertinya mereka menunggu Lia.

   Kami bereempat mendekati mereka berdua. Terlihat, wajah Arin berubah datar.

   "emm, A-Arin. Ka-kakak mau ngomong. se-bentar." ucap Tara yang dapat terlihat jika dia sedang gugup.

   Arin membuang muka kearah lain. Kurasa dia tak ingin berbicara dengan Tara.

   Tara terlihat murung karena hal itu. Lia mendekat kearah Arin, lalu membisikkan sesuatu.

   Wajah Arin terlihat sedikit kesal. Ia melirik Tara yang terus memandangnya dengan tatapan sedih. Lalu kembali menatap Lia.

   Lia menganggukan kepalanya yang tak kutahu apa maksudnya. Arin menghela napas panjang. Lalu Lia tiba-tiba tersenyum senang.

   "kita akan ke asrama duluan. Kalian bicaralah baik-baik. Ayo semua. Kita tinggalkan mereka." ucap Lia sambil menarik tangan Lisa dengan tangan kiri, lalu melambaikan tangan kanannya kearahku dan juga Rio, mengajak pergi.

   Kami bereempat pergi meninggalkan Tara dan Arin yang sepertinya akan berbicara serius.

   "Lia. Ada apa tadi? Kenapa kau membiarkan Arin dan Tara berdua saja?" tanya Lisa.

   Kami berhenti di depan asrama laki-laki kelas X, bermaksud menunggu Arin dan Tara.

   "biarkan mereka, Lisa. Tara ingin bicara baik-baik dengan Arin." jawab Lia.

   "kau bilang apa ke Tara, Lia? Dia terlihat berbeda setelah berduel denganmu. Apa dia sedih karena kalah berduel denganmu-a au!" ucapan Rio terhenti karena cubitan yang kuberikan.

   "Lucas! Kenapa kau mencubitku? Kayak cewek aja. Main cubit-cubit." protes Rio saat tanganku sudah terlepas dari kulit nya.

   "untuk apa Tara sedih karena kalah? Dia tak pernah merasa sedih jika kalah." ucap ku.

   Ucapannya itu ngawur sekali.

   "Tara kalah?! Emang lawan siapa?" tanya Lisa terkejut.

   "lawan Lia." jawab Rio sambil menunjuk Lia.

   Ah, benar. Aku masih tak menyangka hal itu. Hei, Lia yang merupakan seorang rakyat biasa, pengguna sihir non-element, berhasil mematahkan pedang milik Tara yang merupakan pangeran kerajaan terkuat kedua.

   "oohhh. Ku pikir lawan siapa." balas Lisa selanjutnya.

   Aku mengangkat sebelah alisku, terkejut. Dia biasa saja? Apa dia tahu kalau Lia memang bisa mengalahkan Tara? Aku jadi ingin berduel dengan gadis berambut merah ruby yang bernama Lia ini. Seperti apa jika ia bermain pedang?

   Sesaat kemudian, Arin dan Tara akhirnya datang. Sepertinya mereka sudah berbaikan. Terlihat dari wajah Tara yang senang.

   "sudah?" tanya Lia.

   Arin mengangguk.

   "sekali lagi terima kasih, Lia." ucap Tara.

   "bukan masalah besar. Kalau begitu kami akan ke asrama sekarang. Sampai jumpa." balas Lia.

   Arin terlihat berbicara singkat dengan Tara. Lalu, mereka pun berjalan menuju asrama.

   "kalian membicarakan apa? Kau kelihatan senang, Tara." ucap Rio.

   "ada. Balik ke kamar sekarang?" tanya Tara.

   Aku dan Rio mengangguk berbarengan. Kami pun berjalan memasuki gedung asrama laki-laki kelas X, menuju ke kamar kami yang ada dilantai dua.

   "oh ya, Tara. Kenapa kau berterima kasih pada Lia? Memangnya dia ngapain?" tanya Rio.

   "oh, dia yang bantuin aku sama Arin baikan lagi. Dia baik, ya." jawab Tara.

   "Lia memang baik. Aku sudah berkali-kali bertemu dengannya. Dia orang yang berpengetahuan luas. Gitu si kata anak-anak yang sekelas dengannya." balas Rio.

   Berpengetahuan luas. Kalau ingatanku tidak salah, aku pernah berpapasan dengannya sekali di perpustakaan pusat kota Akalis. Ya, aku ingat karena rambutnya yang cukup mencolok.

   Tapi, rambut itu mengingatkanku... Dengan kerajaan Kalista. Merah ruby itu warna khas kerajaan Kalista. Aku sempat berpikir jika dia adalah putri Kalista yang hi-ah, tidak. Itu tak mungkin.

   Kalau dia putri Kalista, pasti bisa menggunakan sihir element. Selain itu, warna matanya seharusnya juga merah ruby. Ya, dia bukan putri Kalista.

   "aku jadi penasaran bagaimana dia bisa masuk ke akademi." ucap Rio sambil membuka pintu kamar.

   Kami sudah sampai di kamar asrama kami. Aku, Rio, dan Tara berada di kamar yang sama. Dan hanya kami bertiga yang ada di kamar ini.

   "kau tak tahu, Rio? Bukankah kau dekat dengannya?" tanya Tara.

   "kami memang akrab. Tapi tak seakrab itu juga. Kami hanya sering bertemu dan ngobrol. Aku bahkan baru tahu namanya hari ini." jawab Rio.

   "Lucas apa kau tahu bagaimana dia bisa diterima ke akademi?" lanjutnya sambil menoleh ke arahku.

   Aku berjalan mendekati kulkas didapur kamar. Mengambil sebotol air minum. Membuka tutupnya, lalu meminum isinya.

   "aku tak tahu." jawabku setelah menutup botol air minum dan meletakkannya kembali ke dalam kulkas.

   "Lucas saja tak tahu. Apa kalian tak penasaran?" tanya Rio.

   Ah, dia mulai lagi. Aku heran, sikap kepo nya itu semakin lama, semakin bertambah buruk.

   "untuk apa? Dia hanya gadis biasa yang menjadi murid di akademi. Tak ada yang menarik darinya." ucapku seraya duduk di sofa ruang tamu, disamping Rio.

   "haha. Lucas tetaplah Lucas. Dia tak akan pernah tertarik dengan yang namanya perempuan." ucap Tara sambil duduk di sofa lain.

   "benar. Untunglah yang mulia raja membuat acara pemilihan calon istri Lucas. Kalau tidak, dia tak akan pernah bersama dengan seorang cewek. Hahahahahhahahaha." ucap Rio kemudian tertawa terbahak-bahak.

   Argh. Sebenarnya aku sangat membenci keputusan ayah tentang acara yang dikatakan Rio tadi. Walaupun nanti aku yang akan memilih sendiri, tapi aku akan memilih siapa? Tak ada yang sesuai dengan tipeku. Aku benar-benar tak suka ide ini.

   Aku mengacak sembarangan rambut merahku. Memikirkan hal itu membuatku frustrasi.

   "kau lihat, Tara. Dia sedang kesal. Hahaha." ucap Rio mengejekku.

   "dia tak akan bisa memilih perempuan-perempuan yang ada disini, Rio. Tak ada yang sesuai dengan tipe idamannya. Hahahaha." sambung Tara yang juga mengejek.

   "oh! Lucas. Kau memilih Lia saja nanti. Dia kan bukan perempuan bangsawan." ucap Rio terus mengejekku.

   "diam, kalian!" Ucapku setengah berteriak karena kesal.

  " HAHAHAHAHAHAHAHA!" mereka berdua secara kompak tertawa.

   Argh. Kalau sudah membicarakan ini, mereka akan terus-terusan mengejekku. Daripada telingaku panas mendengar tawa mereka, aku pergi dalam kamar mandi, bersiap untuk pergi makan malam.

°°°

   "hei Arin bisa kau ceritakan pada kami, apa yang kalian bicarakan tadi?" tanya Lisa.

   Lia, Lisa, dan Arin, saat ini mereka sudah berada didalam kamar. Bentuk kamar di asrama Kalista academy itu, hanya sebuah ruang berbentuk persegi panjang. Satu kamar sudah terdapat kasur, sofa diruang tamu, dapur, lemari, dan satu kamar mandi.

   "tak banyak. Tara hanya bilang padaku jika dia merasa bersalah. Dia mengerti, tak seharusnya dia bersikap seperti itu selama ini. Dia mengatakan jika ia ingin kita kayak dulu lagi." ucap Arin sambil duduk disalah satu sofa.

   "kau sudah memaafkannya, kan?" tanya Lia yang duduk di atas kasur.

   "iya, sebenarnya aku juga ingin kami seperti dulu lagi. Aku hanya masih jengkel saja." jawab Arin.

   "syukurlah. Aku sudah tahu kau pasti akan memaafkannya. Aku minta maaf ya, Rin. Sebenarnya saat kelas khusus tadi, aku berduel dengan Tara. Dia ingin menanyakan kondisimu selama ini. Lalu, aku memintanya untuk bercerita mengapa kalian bisa bertengkar. Maaf, ya. Aku hanya ingin kalian kembali lagi." ucap Lia.

   "untuk apa kau meminta maaf? Aku justru berterima kasih padamu, Lia. Kalau kau tidak meminta Tara bercerita kepadamu, dan tidak memintanya untuk bicara denganku, kami tak akan berbaikan seperti sekarang." jelas Arin.

   "ya, kau itu membantu Arin, Lia. Sepertinya kau sering sekali meminta maaf pada kami berdua." sambung Lisa.

   "yah, mau bagaimanapun, aku kan orang baru bagi kalian. Aku bukan seorang bangsawan. Aku seorang non-element. Bukankah orang sepertiku tak pantas jika berperilaku sembarangan pada kalian?" ucap Lia.

   "astaga, Lia. Kau sendiri yang bilang saat itu. Kita semua yang ada di akademi sama. Tak ada yang berbeda disini. Dan lagi, kami tak masalah kau seorang bangsawan atau tidak. Lia tetaplah Lia." ucap Arin sambil berjalan mendekati kasur Lia.

   Lisa juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua duduk di atas kasur Lia, disebelah Lia.

   "benar. Kami senang berteman denganmu, Lia. Walaupun kamu itu seperti yang kau katakan tadi, tapi kamu tetaplah Lia. Lia berambut ruby, ahli pedang, berpengetahuan luas, dan cerdas. Itulah Lia." sambung Lisa sambil menggenggam tangan Lia.

   Lia tersenyum menatap dua orang yang sudah dia anggap sahabatnya itu.

   "terima kasih Arin, Lisa. Aku bersyukur aku bertemu dengan kalian." ucap Lia.

   "sudah. Sekarang kita siap-siap untuk pergi makan malam. Sebentar lagi makan malam bersama. Kita tak boleh terlambat lagi." ucap Arin sambil turun dari kasur Lia.

   "akh, hukuman dari mr. Wil itu benar-benar mengerikan. Sekali saja dapat, aku sudah kapok." ucap Lisa juga turun dari kasur Lia.

   "Lia kau yang mandi duluan. Kita bisa terlambat jika Lisa yang mandi duluan." ucap Arin sambil berjalan menuju lemarinya.

   "hei, enak saja. Kenapa kau menyalahkanku?" protes Lisa.

   Lia dan Arin tertawa seketika karena hal itu. Lalu Lia melangkah menuju lemari miliknya, mengambil seragam, lalu berjalan menuju kamar mandi.

°°°

  
   "aaa, aku selalu iri melihat seragam mu, Lia. Walau berwarna putih, tapi terlihat indah sekali. Apalagi kamu itu orangnya sangat anggun. Lengkap sudah." komen Lisa.

   Kami bertiga sekarang sedang berjalan menuju ruang makan. Seperti kata Lisa, seragam milik Lia itu memang sangat indah. Cocok dipakai oleh seorang Lia.

   "Lisa benar. Seragam itu sangat cocok denganmu, Lia." ucapku ikutan berkomentar.

   "kalian berdua itu berlebihan. Akukan hanya memakai baju yang sudah ada dilemari. Baju kalian itu juga bagus. Cocok dipakai oleh kalian." ucap Lia.

   "seperti kau, Lisa. Rambut pirangmu cocok dengan warna orange. Kau jadi terlihat ceria. Sedangkan Arin, rambut biru tua mu dipadukan dengan biru laut itu sangat cocok." komennya.

   Yah, yang dia katakan tak sepenuhnya salah. Aku cukup menyukai seragam milikku. Biru laut itu warna favoritku.

   Setelah beberapa saat, kami akhirnya sampai di ruang makan. Langsung saja kami mengambil tempat duduk.

   "Arin. Itu Tara." ucap Lisa tiba-tiba sambil menunjuk ke arah kursi didepan kami.

   Tak disangka, Tara dan dua sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Rio dan Lucas, duduk diseberang kami. Tepat di seberang.

   Terlihat, mereka juga menatap ke arah kami bertiga. Tara tersenyum ke arahku, aku juga balas tersenyum.

   Lalu, dia tiba-tiba mengangkat tangannya, dan menggerakkan tangannya seperti mengisyaratkan 'setelah makan, kita ngobrol sebentar'.

   Karena mengerti aku menganggukkan kepala. Kenapa dia menggerakkan tangan, itu karena jarak kami yang cukup jauh, membuat suara tak terdengar jika berbicara. Ditambah dengan suasana ruang makan yang ramai.

   Lalu, ia kembali menggerakkan tangannya. Kali ini mengisyaratkan 'ajak dua temanmu juga'. Aku kembali menganggukkan kepala tanda mengerti. Bersamaan dengan mr. Wil yang memulai makan malam.

   "Lia, Lisa. Setelah makan malam, Tara mengajak kita mengobrol sebentar. Tak apakan?" ucapku pada Lia dan Lisa sambil memotong daging yang ada di piring.

   "tentu tak masalah. Aku bisa melihat cogan sebelum tidur. Hihi." jawab Lisa sambil cengengesan.

   Dia itu memang, ya. Yang dipikirannya hanya cowok. Aku tak percaya bisa berteman dengannya.

   "Lia?" tanya Lisa.

   "aku si tak masalah. Kalau kalian mau, aku ikut saja." jawab Lia setelah menelan kunyahannya.

   "yes!" ucap Lisa.

   Aku dan Lia hanya menggelengkan kepala heran. Mimpi apa aku sebelum kesini, sehingga berteman dengan anak seperti Lisa.

   Akhirnya, kami meneruskan makan malam hingga habis tak bersisa. Setelah selesai makan, kami pergi keluar ruang makan, lalu berjalan ke taman yang ada disebelah ruang makan.

   Saat kami sudah sampai, disana sudah ada Tara, Rio, dan Lucas. Tara datang ke arahku lalu bertanya.

   "sudah kenyang?"

   "jangan bertanya seperti itu. Aku bukan anak kecil lagi." jawabku.

   "hahaha. Iya iya nggak lagi." ucapnya.

   "hei, Lia. Aku baru memperhatikan seragammu. Warnanya sangat putih. Bagus banget." ucap Rio.

   "bagus, kan. Aku dan Arin juga berpikir begitu. Cocok sekali dipakai oleh Lia." sambung Lisa.

   "sudah kubilang, kalian berlebihan. Aku hanya memakai pakaian yang ada didalam lemari." balas Lia.

   Tepat saat itu, ada yang datang mendekat kearah kami. Aku tak tahu itu siapa karena penerangan yang minim.

   "bibi? Kenapa?" tanya Lia tiba-tiba.

   "mrs. Ana?" tanya Lisa.

   Sepertinya Lisa juga tak begitu melihatnya. Lia memang hebat.

   "iya. Ini aku. Lia bisa ikut bibi sebentar? Kamu dipanggil mrs. Glasya." ucap orang tersebut yang ternyata memang mrs. Ana.

   "oke. Aku pergi dulu, ya. Kalau kalian mau ke asrama, duluan saja." ucap Lia lalu pergi mengikuti mrs. Ana.

   "itu mrs. Ana yang guru baru itu, kan? Kenapa Lia memanggilnya bibi?" tanya Rio.

   "oh, kalian tidak tahu, ya. Lia masuk akademi untuk belajar agar bisa menggantikan posisi mrs. Ana nantinya." jawab Lisa.

   "menggantikan?" tanya Tara.

   "selama ini, Lia tinggal dengan mrs. Ana. Dia anak didik yang diajarkan berbagai hal oleh mrs. Ana. Lucas kau seharusnya tahu pekerjaan mrs. Ana di kerajaan, kan." ucapku.

   "mrs. Ana bekerja membantu tabib kerajaan. Tapi kadang juga melatih para ksatria di istana." ucap Lucas.

   "oh, jadi itu alasan Lia bisa diterima di akademi." ucap Rio.

   "Lia memang masuk akademi karena mrs. Ana. Tapi, dia diterima karena lulus tes masuk akademi." ucap Lisa lagi.

   "apa dia sepintar itu?" tanya Rio.

   "Lia itu berpengetahuan luas. Walaupun dia bukan bangsawan, tapi pengetahuannya melebihi aku dan Lisa." ucapku.

   "iya. Bahkan selama ini, kami tak pernah memperkenalkan banyak hal karena Lia sendiri sudah tahu." sambung Lisa.

   "Lia memang sahebat itu. Bahkan, dia sangat ahli menggunakan sihirnya tanpa mantra. Dia juga sangat ahli dalam berpedang. Selama ini, dikelas tak ada yang pernah menang jika berduel dengannya. Entah perempuan, maupun laki-laki." lanjutnya.

   "Lia sahebat itu?! Aku jadi penasaran bagaimana dia tahu semua hal." ucap Rio.

   Bugh!

   "kau ini bertanya terus daritadi. Itu masalah orang lain. Jangan terlalu kepo seperti itu." ucap Lucas setelah memukul lengan atas Rio.

   "kan hanya penasaran. Kenapa kau selalu memukulku sih, Lucas." balas Rio.

   "Lia bilang dia sering ke perpustakaan pusat kota Akalis. Bahkan setiap hari. Dia juga pernah berpapasan denganmu, Lucas." ucapku.

   "ya, aku juga ingat pernah bertemu dengannya sekali." ucap Lucas.

   "setelah mendengar semua yang kalian katakan, aku jadi semakin penasaran. Untuk apa Lia mempelajari itu semua? Tak mungkin hanya untuk menggantikan posisi mrs. Ana." ucap Rio.

   "sudahlah. Kalian jangan membicarakan orang lain. Lia pasti punya alasannya sendiri." ucap Tara.

   Setelah itu kami mengobrol hal lain sambil menunggu Lia. Namun, karena cukup lama dia tak kembali, akhirnya aku dan Lisa kembali kekamar duluan.




















__________________________________

Halo readers!
Gimana chapter kali ini?

Ini cerita pertamaku, jadi mohon dimaklumi jika banyak kekurangannya.

Jangan lupa vote🌟
Dan comen ya! ^^

Thank's

3486 kata.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

3.3M 322K 90
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
750K 57.9K 31
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
188K 16.7K 18
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
627K 32K 44
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...