Finale

Da nadomeda

2.2K 336 43

The journey to get through things that once broke them down, to love and to be loved properly. Altro

meet the characters
01 - Bitter
02 - Hi Hello
03 - Struggling
04 - A Ride Home
05 - Addicted
06 - Your One Call Away Man
07 - Rejection
08 - Green-eyed
09 - A Glimpse of Her Past
10 - Rumour
11 - New Step
12 - Serendipity
13 - Bad Bad Dream
14 - Weird Tension
15 - Soto Pagi
16 - Sunrise
17 - Blooming
19 - Midnight Lullaby
20 - Unfortunate Fortune
21 - She Came Back
22 - The Things You Do
23 - Safe Haven
24 - Story Unlocked

18 - Take It Easy

54 8 0
Da nadomeda

Brian

Di bawah terik hangat mentari sore, gue terduduk di atas pembatas beton dekat gedung perpustakaan. Bersembunyi di bawah pohon rindang sambil memetik gitar Juan yang gue pinjam sejak dua jam yang lalu. Tangan gue dengan fasih memainkan kord secara acak, sementara penglihatan gue menerawang ke sekitar kampus.

Kampus tidak ramai, tapi kalau dibilang sepi juga nggak. Sesekali ada dosen yang melintas, atau sekumpulan mahasiswa yang seru membicarakan tugas, atau petugas kebersihan yang dengan sepenuh hati menyapu daun-daun kering.

Jari-jari gue berhenti bergerak kala di tengah keramaian itu, gue lihat sesosok familiar bergerak. Belum sempat gue menyapa, pandangan kami sudah lebih dulu bertemu, dan ia langsung mengganti arah untuk berjalan mendekati gue.

"Hai," sapanya lembut. Gue tersenyum.

"Sendiri aja? Abis dari mana?"

"Perpus," jawab Bianca dengan santai. Ia turut menaruh bokongnya di atas pembatas beton, hanya beberapa senti dari tempat gue duduk. "Lagi nunggu SunDay, Kak?"

"Hm? Nggak, kok. Emang lagi mau di sini aja. Sendirian."

Gue menaruh pandang pada Bianca, seraya kembali memetik gitar dengan pelan. Bianca balas menatap gue selama sesaat, sebelum akhirnya ia lebih memilih untuk mengedarkan pandangan ke pemandangan di depan.

"Ngapain?" ia bertanya, akhirnya.

"Lagi ... cari inspirasi."

"Gue lagi bikin lagu. SunDay's first ever original song," gue menambahkan dengan bangga, "tapi baru jadi liriknya doang. Gue belum kepikiran aransemennya mau gimana."

Mata kami kembali bertemu, kali ini ditemani sudut bibir Bianca yang ditarik tinggi-tinggi menjadi sebuah senyuman lebar.

"Keren banget ..." pujinya, tulus.

"Lo emang tipe orang yang nyari inspirasi di tengah keramaian ya, Kak?" ia bertanya setelahnya. "Kalo gue gak bisa tuh, mesti di tempat sepi baru otaknya bisa jalan."

Entah kenapa, gue tergelak pelan. "Nggak juga, kok."

"Terus?"

"Karena sesuai sama tema lagunya." Gue menaruh gitar ke atas pangkuan, lalu menangkat tangan di depan dada dengan hanya ibu jari dan telunjuk yang terangkat. Gue menerawang ke balik 'frame' film yang gue buat seadanya itu.

"Gue ngebayangin kalau di tengah-tengah sana, ada orang yang lagi marah-marah. Tapi dia bukan marah karena ngerasa marah, lebih ke ... tipikal rasa sedih yang dilampiasin dengan cara marah-marah."

Frame itu hancur kala gue akhirnya menurunkan tangan. "Dia teriak-teriak, di tengah keramaian, tapi nggak ada yang peduli."

"Karena?"

"Ya karena mereka gak peduli? Kan urusannya si orang yang teriak-teriak ini bukan sama mereka."

Bianca mencebik. "Nggak paham."

Gemas. Gue gak bisa gak tertawa pelan melihatnya. "Dia mau ngutarain perasaannya sama seseorang, Bi. Tapi gak bisa, jadi dia lampiasin itu dengan marah-marah di depan publik. Percuma juga sebenernya, karena toh publik sama nggak pedulinya."

Muncul kerutan tipis pada dahi Bianca, seolah menandakan kalau ia tengah berusaha memroses skenario yang gue paparkan tadi.

"Kenapa dia gak bisa ngomong langsung ke orangnya?"

Gue menarik senyum. Tipis. "Soalnya orangnya udah bahagia sama yang lain dan gak akan balik lagi."

"Congratulations, judulnya. Ditulis dari sudut pandang orang yang diselingkuhin," gue menambahkan.

"Thanks, that's a lot easier to understand," Bianca terkekeh.

Gue mendengus geli. "Kan lo tadi nanyanya kenapa gue nyari inspirasi di tengah keramaian, Bi. Ya ini. Rasanya lebih gampang ngebayanginnya kalau ngeliat kerumunan orang secara langsung daripada ngebayangin sendiri. Gue tinggal berimajinasi kalau di tengah-tengah sana, ada orang gila yang lagi jerit-jerit."

"But if I were you, I'd imagine something else."

Gue mengernyit. "Gimana, tuh?"

"Gue ... bakal lebih milih buat ngebayangin si korban perselingkuhan ini lagi marah-marah di kereta."

"Why, though?"

"Keretanya jadi perumpamaan waktu. Waktu bakal terus berjalan, gak peduli mau dia masih sedih atau udah move on. Dan dengan marah-marah di kereta, it's like he's stuck in a grief for a long time without knowing when will he stop feeling all those sadness shits."

"Wow ... ?" gue mengangkat tangan ke udara. Bertepuk tangan pelan. "Keren. Keren banget. I mean it."

"Ide lo juga keren kok," elaknya. "Beda fokus aja."

"Kayak ... ide gue lebih fokus ke kesendiriannya si korban, sedangkan lo lebih fokus ke fakta kalau si korban ini sedih berlarut-larut?"

Bianca menjentikkan jari. "Bingo."

"By the way, boleh kepo gak?"

Gue mengangguk. "Apa tuh?"

"Kenapa lo milih tema ini buat jadi ... umm, lagu orisinil pertama lo?"

"Ngelanjutin kerjaan gue yang dulu aja, sih," gue berdeham pelan. "Liriknya gue tulis waktu SMA, semacam ... memosisikan diri gue sebagai bokap waktu tau nyokap selingkuh. Juga gara-gara emang lagi gak ada ide aja sih kalo mau bikin from scratch, jadi gue ngubek-ngubek kerjaan gue waktu dulu."

Bianca tidak menjawab apa-apa selain mengangguk dan mengerucutkan bibir. Gue pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda; mengalihkan pandangan dan membiarkan mata gue menerawang ke sekitar kampus, yang entah kenapa makin sore justru makin ramai.

"Sore-sore gini enaknya denger lagu apa, Bi?" gue menceletuk asal, mengakibatkan Bianca untuk menoleh dengan alis yang menyatu.

"Apa ya ... Photograph-nya Ed Sheeran mungkin?" Bianca tergelak sendiri setelahnya. "Gak tau, deh. Yang pertama kepikiran cuma itu."

Dan selayaknya seorang prajurit yang patuh pada permintaan sang tuan putri, tangan gue langsung tergerak untuk kembali meraih gitar dan mulai memetik senarnya dengan hanya bermodalkan ingatan.

"So you can keep me ... inside the pocket of your ripped jeans, holding me closer 'til our eyes meet ... you won't ever be alone ... and if you hurt me ... well that's okay baby only words bleed ... inside these pages you just hold me ... and I won't ever let you go ...wait for me to come home."

Nyanyian singkat gue akhiri dengan menaikkan wajah, menghadap kepada Bianca, hanya untuk menemukannya sedang balik menatapi gue. Underline the word, gue. Bukan tangan gue, bukan gitar di pangkuan gue, tapi gue. Oh, dan jangan lupakan segaris senyum tipis di wajahnya yang, sayangnya, langsung luntur ketika tatapan kami bertemu.

"Kenapa berhenti?" gue mengerang (agak) kecewa.

"Apanya?"

"Lo. Kenapa berhenti senyum?"

"Emang kenapa?" Bianca malah balik bertanya.

Gue mendengus pelan. "Padahal cantik."

Bianca terkesiap sesaat, kemudian menutup bibirnya rapat-rapat sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. Gue turut terdiam sejenak, tanpa ada penyesalan sama sekali karena sudah mau terus terang kayak tadi.

Emang cantik, kok.

"Kak," panggilnya tiba-tiba.

"Ya?"

"Waktu di jembatan itu ... ada satu pertanyaan gue yang belum terjawab."

"Apa tuh?"

"Kenapa lo milih gue buat diajak ke sana? I mean, why me? Above anyone else. Lo punya SunDay, Dimas ... kenapa gue?"

"Mau jawaban yang paling jujur?"

Bianca tidak menjawab. Pun gue tidak bisa menebak apa yang kira-kira ia rasakan, karena satu-satunya yang bisa gue lihat dari bagian kepalanya hanyalah rambut belakang gadis itu. Gue akhirnya berdeham.

"Alesannya ... karena kebetulan waktu itu lo yang chat gue."

Siapa sangka, jawaban gue ternyata berhasil membuat dia menoleh dengan kecepatan kilat. Ekspresinya campur aduk, seperti ada lega, kaget, dan perasaan tidak terima yang dicampur jadi satu ekspresi incoherent.

"Ya kebetulan," gue menekankan lagi. "Gue lagi pengen aja bawa temen, pas banget lo ngeDM minta follback. Ya udah gue ajak."

"Alesannya secetek itu?"

"Iya."

Jujur aja, gue pingin ketawa liatnya. Bianca benar-benar nggak bisa menutupi perasaannya sekarang. Bibir yang terkatup rapat dan dahi yang mengkerut sudah lebih dari cukup untuk terang-terangan bilang pada gue bahwa anak satu ini kaget. Entah kaget dalam makna positif atau negatif.

"Isn't it supposed to make you happy?" gue bertanya, melonggarkan katupan bibirnya dan meredakan kerutan pada dahi Bianca. "Bukannya harusnya lo seneng? Fakta bahwa gue memperlakukan lo tanpa ada maksud spesial sama sekali."

"I think so ..." bisiknya. Begitu pelan, but still audible enough for me to hear. "I mean ... yeah you're right. I am supposed to feel safe this way, kan? Dengan--"

"Udahhh," buru-buru gue potong ucapannya, sekaligus beranjak dari posisi duduk dan memasukan gitar ke dalam tasnya. "Gak usah banyak mikir, nanti cepet tua lho."

Setelahnya gue mengulurkan tangan, menawarkan gadis itu bantuan untuk turun dari pembatas beton tempatnya duduk yang memang lumayan tinggi itu.

"Udah sore. Pulang. Istirahat. Yuk."

Bianca tampak ragu sesaat, tapi kemudian dengan sukarela membalas uluran tangan gue dan turun dengan selamat. Bianca menepuk-nepuk bokong celananya dan gue menunggu dengan kalem sebelum akhirnya kami berjalan beriringan menuju tempat parkir.

"Bi."

"Ya?"

"Take it easy."

Untuk kesekian kalinya sore itu, tatapan kami bertemu. Kali ini gue membumbuinya dengan lengkungan senyum yang, gue harap, bisa cukup meyakinkan untuk Bianca supaya gadis itu serius menanggapi omongan gue setelahnya.

"Take it easy. Jangan kebanyakan dipikirin, yang ada nanti lo cuma bakal tenggelam dalam isi kepala lo. Lo cuma perlu ngejalanin aja, pelan-pelan, sambil napas teratur. You will get there, and you have me, and everyone else."

<>

A/N

KAGET GAK FINALE AKHIRNYA UPDATE

Huhuhu mau nangis banget asli, setelah setahun hiatus (yep you read it right. Time does flies so fast, huh) akhirnya Finale bisa lanjut ya, Tuhan aku mau sujud syukur.

The past one year wasn't easy for me, but to be honest seeing this story being added to someone's reading list and getting votes from a new reader is what keep this story going. Makanya MAKASIH MAKASIH MAKASIH banyak banyakkkk buat kalian yang turut andil dalam berprosesnya Finale, y'all have no idea how grateful I am for you guys!!

Aku gak tau masih ada yang nungguin apa nggak tapi buat up part baru setelah setahun itu bener-bener jadi loncatan besar buatku.

Oh iya, ada beberapa part yang aku hapus dan ditulis ulang karena aku mau merubah sedikit dari plotnya supaya nggak terlalu kusut (karena percayalah, original plot-nya tuh complicated banget). Semoga kalian bisa tetep menikmati ceritanya yaa ;) I hope I can finally make things better for you guys and I will fight for it walaupun itu artinya aku harus nyelesain Finale for years (this is a promise for myself also).

Dah gitu aja. Selamat datang kembali dan selamat menikmati!

xoxo

Continua a leggere

Ti piacerà anche

36.8K 5.4K 34
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
71K 14.6K 161
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
367K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...