Rheanna (On going)

By Au_thorsecret

163 72 9

Rheanna margretha, perempuan yang yakin sahabatnya akan kembali. Padahal ia mengetahui jika sahabatnya itu su... More

(Nul)
(één)
(Vier)
(Vijf)
(Zes)
(Zeven)
(Acht)
(Negen)

(Twee)

16 9 1
By Au_thorsecret

"Rein"panggil Rheanna.

Yang dipanggil pun menoleh kesamping. Melihat wajah cantik nan lugu gadis yang duduk disampingnya.

"Ada apa?"tanya Rein dengan lembutnya.

"Apakah kau mau menemaniku hari minggu besok kepemakaman tanteku?"tanya Rheanna.

"Hehe, beritahu aku bagaimana cara menolak permintaanmu Rheanna. Aku tidak mungkin tidak menemani adikku yang satu ini"jawab Rein, mencubit pipi Rheanna.

"Ishh sakit, kau ini"ucap Rheanna, mengerucutkan bibirnya.

Rheanna mengusap-usap pipinya yang memerah karena ulah tetangganya itu. Sedangkan Rein hanya tertawa dengan santainya, melihat Rheanna kesakitan.

"Rein"panggil Rheanna lagi.

"Hmm?"balas Rein, menoleh lagi.

Rein memperhatikan Rheanna yang menatap kosong jalanan beraspal. Tatapan Rheanna menyiratkan kedukaan yang sangat dalam.

"Apakah seorang directeur sepertimu tidak malu berteman denganku yang hanya seorang cleaning service?"tanya Rheanna.

Rein menerbitkan senyum diwajahnya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, lalu bersandar disandaran kursi taman sebelum menjawab.

"Berikan aku alasan mengapa aku harus malu berteman denganmu Rheanna"jawab Rein.

"Kau tidak perlu sungkan untuk jujur Rein. Kau lihat sendirikan penampilanku yang kumuh ini. Hehe, jangankan untuk membeli pakaian yang bagus. Untuk makan setiap hari pun sangat sulit bagiku. Sedangkan kau, kau dapat membeli semua yang kau inginkan dengan mudah"jelas Rheanna.

"Kau iri padaku?"tanya Rein, membuat Rheanna menatap Rein.

"Tentu saja Rein, aku iri pada kehidupanmu. Aku selalu dicemohkan oleh orang-orang diluar sana. Jangankan diperhatikan, dipandang pun tidak Rein. Semua orang yang aku sayangi pergi meninggalkanku. Sahabatku Defras, dengan mudahnya ia pergi dan membuatku menunggu kedatangannya lagi. Tanteku, satu-satunya orangtua, sahabat, temanku. Ia juga pergi meninggalkanku selamanya karena penyakit yang dideritanya. Dan sekarang hidupku terasa sangat hampa tanpa mereka Rein"ucap Rheanna.

Rein menegakkan tubuhnya. Ia merangkul dan menyandarkan kepala Rheanna kedada bidangnya.

"Tidak perlu iri padaku Rheanna. Jika kau tahu kehidupanku yang asli pun kau pasti tidak mau berada diposisiku. Aku seperti ini karena aku tidak mau dianggap lemah"ucap Rein.

"Tetapi sesulit apapun hidupmu. Kau masih memiliki orang tua yang mendukungmu dimasa-masa sulitmu itu. Sedangkan aku, kenal saja tidak"ucap Rheanna, sembari memainkan jari-jemari Rein.

"Lebih baik seperti itu Rheanna"ucap Rein.

Rheanna menegakkan posisinya, ia menatap Rein dengan penuh pertanyaan.

"Ya, lebih baik tidak mengenal. Daripada memiliki orang tua tetapi tidak merasakan keberadaannya"ucap Rein, dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajah tampannya.

"Apa maksudmu Rein?"tanya Rheanna tidak mengerti.

"Hehe, kau ini bodoh sekali. Aku terlahir dikeluarga yang memiliki harta melimpah. Kukira hidupku akan bahagia karena itu, tetapi nyatanya tidak sama sekali. Aku dibuang oleh ibuku sendiri, aku dititipkan kepanti asuhan ketika aku baru berusia 9 tahun"jelas Rein dengan tenangnya.

"Tetapi mengapa ibumu tega menitipkanmu dipanti asuhan?"tanya Rheanna penasaran.

"Karena aku anak hasil dari perselingkuhan ibuku dengan orang lain. Suami ibuku marah ketika mengetahui itu. Dia menyuruh ibuku membuangku jika ibuku masih ingin tinggal dirumah dia. Aku memohon kepada ibuku agar dia tidak menitipkan aku dipanti asuhan, tetapi itu sia-sia. Dari situlah aku tidak mau bertemu, bahkan menganggap mereka keluargaku. Hanya kebencian yang ada dihatiku untuk mereka"jelas Rein.

Rheanna menghapus air mata yang mengalir dipipi Rein. Rein tersenyum pada Rheanna.

"Sebenci apapun kau pada keluargamu. Tetapi aku yakin pasti masih ada cinta yang terselip dihatimu meskipun hanya sedikit bahkan hampir menghilang. Aku harap kau dapat memaafkan wanita yang melahirkanmu Rein. Jangan sia-siakan keberadaan orang yang kita sayangi, aku tidak ingin kau sepertiku. Hidup tanpa kasih sayang"ucap Rheanna.

"Dan satu lagi, jangan terlalu sering tersenyum palsu padaku"lanjut Rheanna, membuat Rein mengernyitkan dahinya bingung.

"Tersenyum palsu?"tanya Rein tidak mengerti.

"Benar, kau selalu tersenyum tetapi tidak dengan air matamu yang jatuh ini. Aku tahu dan mengenal dirimu Rein. Kau selalu tersenyum menutupi luka dihatimu kan?. Hehe, kau dapat membohongi orang lain tetapi tidak untukku. Kau mengerti"ucap Rheanna.

"Hehe, aku mengerti Rheanna. Baiklah jangan salahkan aku jika aku menangis setiap hari"ucap Rein terkekeh.

"Apa cengeng itu termasuk sifat barumu?. Aku baru mengetahuinya"ucap Rheanna, berpura-pura tidak tahu.

"Kau ini, haha"ucap Rein, memeluk Rheanna erat dari samping.

"Hahaha...."Rheanna pun tertawa lepas. Mencoba melupakan beban, meski hanya sebentar saja.

'Kau yang sedang menutupi kesedihanmu Rheanna, bukan aku. Dengan melihatmu tertawa lepas seperti ini, membuatku tenang sebentar saja. Tidak untuk selebihnya'bathin Rein.

♣♣♣♣♣

"Rheanna, tolong bersihkan ruangan meeting sekarang. Ruangannya akan dipakai 30 menit lagi untuk pertemuan"suruh salah satu karyawan.

"Ah baiklah"ucap Rheanna menunduk.

Rheanna membawa peralatan kebersihan yang hendak dipakai. Ia cepat-cepat melangkahkan kakinya menuju ruang meeting yang berada dilantai 4.

Sesampainya disana Rheanna langsung meluncurkan aksinya. Dari menyapu, mengepel, dan mengelap debu yang menempel dimeja meeting. Dengan cekatan Rheanna melakukan tugasnya selama 4 tahun belakangan ini.

25 menit sudah Rheanna bekerja. Keringat bercucuran diwajahnya. Rheanna selalu mengembangkan senyumnya setelah menghembuskan nafasnya lelah. Mencoba menutupi rasa letihnya dalam bekerja.

Masih tersisa waktu 5 menit sebelum meeting dimulai. Rheanna harus membersihkan kaca ruangan meeting. Ia pun meraih alat pembersih kaca. Dan hendak membersihkannya jika tangan lembutnya tidak ditahan oleh seseorang.

"Siapa yang menyuruhmu membersihkan ruangan ini?"tanya seseorang dari belakang Rheanna.

Punggung Rheanna menegang, menandakan ia sangat terkejut. Rheanna membalikkan tubuhnya, melihat siapa yang berbicara.

Rheanna membelalakan matanya, ketika mengetahui siapa yang menyentuh tangannya.
"Meneer directeur..."lirih Rheanna terkejut.

"Ya saya. Siapa yang menyuruhmu membersihkan ruangan ini?"tanya Barend, mengulang pertanyaan yang sama dengan sebelumnya.

"Bu..., bu Maria meneer"jawab Rheanna gugup.

"Maria?, manajer bagian HRD itu?"tanya Barend lagi.

Rheanna menundukkan wajahnya lalu mengangguk mengiyakan.
"Iya meneer. Maaf sebelumnya meneer, saya harus melanjutkan pekerjaan saya. Sedikit lagi meeting meneer akan dimulai"ucap Rheanna.

Barend memperhatikan Rheanna yang mengambil alat pembersih kacanya lagi. Tetapi Barend pun mengeluarkan suaranya.

"Rheanna..."gumam Barend sembari mengernyitkan dahinya.

"Meneer kau tak apa?"tanya Rheanna panik.

Rheanna hendak mengangkat tangannya untuk membantu Barend yang memegang kepalanya kesakitan. Namun, ia urungkan karena ia sadar tangannya pasti kotor.

"Akhh....saya tidak apa-apa. Dan kau tidak perlu melanjutkan pekerjaanmu ini. Lebih baik kau istirahat saja. Setelah merasa cukup beristirahat, tolong kau buatkan minum untuk klien-klien saya. Suruh Sanne membantumu membawa minumannya. Ada sekitar 10 klien yang akan datang. Baiklah kau boleh pergi"ucap Barend.

"Baik meneer, saya permisi"ucap Rheanna.

Rheanna pun melenggang pergi tidak lupa membawa alat kebersihannya yang ia gunakan tadi.

"Rheanna"panggil Barend.

Rheanna yang sudah berada diambang pintu pun memberhentikan langkahnya. Ia pun membalikkan tubuhnya.

"Iya pak?"balas Rheanna.

"Ah tidak, pergilah"ucap Barend, membuat Rheanna mengernyitkan dahinya aneh.

"Argghh...Rheana, siapa sebenarnya Rheanna?"pikir Barend frustasi.

♣♣♣♣♣

Tok...tok...

"Permisi meneer, saya Senna. Saya membawakan minum untuk klien meneer"ucap Senna dari balik pintu.

"Masuklah"suruh Barend dari dalam ruangan.

Senna dan Rheanna pun masuk dengan nampan yang berisi beberapa cangkir kopi diatasnya. Senna menaruh kopinya dimeja satu-persatu.

"Akh...Rheanna"teriak Maria, membuat semua orang mengarahkan pandangannya pada Rheanna dan Maria.

"Maaf bu, maafkan saya...saya tidak sengaja. Tadi saya tidak melihat jika ada kaki ibu..."

"Jangan banyak alasan. Lihat pakaian saya, kotor semua dan kopi ini panas kau tahu"bentak Maria.

Rheanna menundukkan wajahnya malu. Ia sangat malu meskipun hanya mengadahkan wajahnya saja.

"Kau tidak tahu atau tidak sadar diri hah?. Kau hanya seorang pesuruh dikantor ini. Siapa yang menyuruhmu membuatkan minuman untuk kami. Kau tahukan pekerjaanmu bersih-bersih, pastinya tanganmu itu kotor dan penuh kuman. Kau hanya cleaning services disini, kau harus bercermin"bentak Maria.

Rheanna pun menangis sejadi-jadinya. Nampan yang dipegangnya pun bergetar karena menahan marah dan malu. Namun, ia sadar orang sepertinya dapat melakukan apa. Ia tidak berdaya. Senna pun hanya terdiam, ia pun sama tidak dapat melawan.

"Cukup Maria"ucap Barend dengan tegasnya.

"Tetapi meneer dia..."

"Kukatakan cukup. Dia juga perempuan sepertimu. Jangan menggunakan kekuasaan untuk membentaknya"ucap Barend, membuat Maria terdiam.

"Oke, meeting kali ini sampai disini saja. Maaf karena kekacauan yang membuat kalian tidak nyaman"ucap Barend.

Semua klien pun melenggang pergi. Tetapi tidak dengan Maria, Rheanna, dan Senna.

"Maria, kau memiliki pakaian lagikan?. Lebih baik kau mengganti pakaianmu, mudahkan. Dan jangan membentak Rheanna lagi"ucap Barend.

Maria menyipitkan matanya tidak suka. Ia terpaksa mengangguk, lalu melenggang pergi keluar. Sedangkan Rheanna dan Senna masi berdiam diri seperti patung.

Barend menghembuskan nafasnya kasar.
"Senna kau boleh pergi"suruh Barend.

Senna pun membungkukkan badannya sebelum pergi. Ia mengambil nampan yang dipegang Rheanna, lalu keluar. Tersisalah Rheanna seorang diri yang masih sesenggukkan.

"Rheanna, angkat wajahmu"ucap Barend.

Barend berdiri dihadapan Rheanna, dan menyandarkan tubuhnya dimeja.

"Kau tidak deng..."

Rheanna pun cepat-cepat mengangkat wajahnya yang memerah dan sembap karena menangis.

"Mengapa tidak melawan?"tanya Barend.

Rheanna mengernyitkan dahinya bingung.
"Me-la-wan?, melawan apa maksudmu meneer?"bukannya menjawab Rheanna malah bertanya balik.

"Mengapa kau tidak melawan Maria?"tanya Barend.

"Sa-saya tidak pantas meneer, untuk menjawab perkataan bu Maria. Saya terlalu rendah meneer"jawab Rheanna, menundukkan wajahnya kembali.

"Huft...kau ini. Seharusnya kau menjawab ketika Maria bertanya siapa yang menyuruhmu membuat minuman. Mengapa kau tidak melakukannya?"tanya Barend lagi.

"Karena saya, saya tidak ingin mempermalukan meneer"jawab Rheanna bergetar.

"Kau memang bodoh Rheanna. Jika kau menjawab perkataan Maria, kau bukan mempermalukan saya tetapi Maria"sarkas Barend.

"O-oh seperti itu ya meneer?. Maaf saya tidak tahu"ucap Rheanna dengan polosnya.

"Sudahlah lupakan saja. Ah iya, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?. Saya merasa namamu tidak asing ditelinga saya?"tanya Barend.

"Tidak meneer"jawab Rheanna.

Barend mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti meskipun sedikit ragu. Barend hendak duduk disofa jika ia tidak merasakan sakit dikepalanya.

"Argghh..."

"Meneer, meneer kenapa?. Meneer sakit?"tanya Rheanna panik.

"Kepala saya sakit, tolong antar saya keruangan saya ya"jawab Barend.

Rheanna membantu Barend yang sedang memegangi kepalanya untuk berjalan dengan mentatihnya. Mereka berdua berjalan menuju ruangan Barend.

Sesampainya disana, Rheanna membantu Barend berbaring disofa.

"Rheanna tolong ambilkan obat saya dilaci nakas"suruh Barend, menunjuk nakas.

"Baik meneer"ucap Rheanna.

Rheanna melakukan apa yang disuruh oleh Bosnya itu. Mengambil obat dilaci nakas. Rheanna memberi obat dan segelas air putih yang ada diatas meja pada Barend. Barend pun meminum obat tersebut.

"Apakah saya boleh keluar meneer?"tanya Rheanna dengan hati-hati.

"Hmm"jawab Barend melemah.

Rheanna memperhatikan Barend yang tampak pucat. Barend terlihat sangat sulit untuk memejamkan matanya. 'Apakah itu efek samping dari obat yang diminumnya'pikir Rheanna.

"Saya permisi meneer"ucap Rheanna yang tidak dihiraukan oleh Barend.

"Tunggu Rheanna"ucap Barend yang masih memejamkan matanya.

"Ada apa meneer?"tanya Rheanna.

"Tolong beritahu pada yang lain. Jangan mengganggu saya untuk beberapa menit ke depan"jawab Barend.

"Baik Meneer"ucap Rheanna.

Rheanna pun melenggang pergi keluar dari ruangan sang direktur itu. Rheanna langsung menuju ke tempat dimana ia beristirahat.

♣♣♣♣♣

"Aku tadi dijahili oleh teman kelasku. Kau kan pahlawanku, tolong bantu aku sahabatku..."

"Kau sahabatku selamanya..."

"Kau tidak akan meninggalkan aku kan?"

"Tidak akan, tidak akan pernah, dan tidak akan mau meninggalkanmu"

"Promise"

"Promise..."

"Hah...hah...mimpi apa itu?. Anak kecil?, mengapa aku jadi seperti ini sih?. Baiklah besok aku akan pergi ke pskiater. Aku bisa gila jika seperti ini terus"pikir Barend.

Barend pun memejamkan matanya kembali.

"Rheanna margretha...tunggu aku"

"Kau jahat, aku tidak mau bersamamu"

"Rheanna aku minta maaf"

"Pergilah"

"Rheanna...."

"Rheanna..."teriak Barend.

To be continued.



Vote⭐+comment+Share
Follow akun author ya:)
Kalau mau kenal author Follow ig ya
@Reka_andraini

09/07/2020.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 97.6K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
2.6M 264K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 17.8K 7
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.3M 97.6K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...