[Selesai] Perfectly Imperfect

By twelveblossom

173K 17.6K 6.4K

Sempurna. Bagaimana jika Nayyara Judistia Putri Hartadi menjadi perempuan yang paling sempurna bagi Javas? Ja... More

0. Tokoh Yang Ada
1. Titik Awal
2. Bertemu Pilihan Lain
3. Soal Cemburu
4. Bersamamu itu Segalanya
5. Melewati Batas
6. Alasan Yang Keliru
7. Jalan Pintas
8. Dia Yang Kelabu
9. Kamu dan Buku yang Tertutup
10. Meragukan dan Diragukan
11. Tentang Rindu
[GIVEAWAY] HI DECEMBER!
12. Terikat Asa
13. Dua Peran
14. Sebuah Permainan
15.1. Menjadi Kita
15.2 Menjadi Kita
16. The Heaven
17. Yang Diperbaiki, Tidak Ada
18. Kenangan Untuk Yang Pergi
19. Untuk Melepaskan
20. Bicara Soal Pernikahan
21. Bagian Terbaik Dalam Hidupku
22. He Brings The Heaven To Her
23. Terluka dan Kembali Sembuh
24. Rumah Kita
25. Perasaan Yang Terombang-Ambing
26. Lebih Dari Ego
27. Hiruk Pikuk
28. Katanya, Cinta Itu Mengusahakan Segalanya
29. Membakar dan Terbakar
30. Ketenangan Yang Sebentar
31. Kita Akan Bicara Besok
33. Sebelum Kelahiran Bintang Yang Ditunggu
34. Comfort Zone (Final)
35. Bagaimana Kalau Berlanjut? (S2 Perfectly Imperfect)
36. Mereka Pun Mulai Bahagia

32. Yang Ditunggu Datang Juga

3.6K 367 95
By twelveblossom

Halo semuanya, sengaja aku bagi dua biar tidak terlalu panjang wkwkwk. Ini part-part terakhir Perfectly Imperfect untuk season ini sebab aku ingin bikin Javas waktu punya anak.

Oke, jangan lupa untuk follow akun Wattpad ini yah. Biar kamu bisa baca part 32B dan 33.

Nayyara tidak dapat menghapus senyumnya ketika melihat Javas tengah menggendong bayi mungil anak dari Wira dan Aria. Nara dan Javas menjenguk Keluarga kecil Adyasta tiga hari setelah kelahiran bayi tersebut. Aria melahirkan bayinya dengan selamat. Bayi rupawan ini diberi nama Cason Hengkara Adyasta. Menurut Nara, Cason mirip sekali dengan Wira. Walaupun Aria selalu mengelak jika bayinya adalah anak dari Wira. Pasti tanpa berdebat pun bayi itu akan terbukti anak siapa karena wajah Cason yang serupa Wira, pasti menjelaskan segalanya.

"Aku juga ingin menggendong Baby Cas," Nara merengek kepada Javas karena suaminya tidak bersedia berbagi kelucuan Baby Cas yang sedang tidur siang. "Gantian dong Chatu. Kamu sudah menggendongnya lama," imbuh Nara.

"Tunggu, Darling. Aku baru menggendong Baby Cas selama lima menit." Javas masih menimang bayi imut itu tanpa ada keinginan mengangsurkan kepada istrinya

"Chatu kamu jahat. Tidak ingin berbagi denganku," Nara cemberut.

Ariadna yang duduk di ranjang tersenyum mengamati perselisihan Javas dan Nara. Well, Baby Cas memang sangat menggemaskan. Bahkan Wira mengamati anaknya seharian penuh, tapi Wira masih takut menggendong Baby Cas. Sementara Javas memang sudah ahli dalam menggendong bayi karena Javas mengambil kursus mengurus anak setelah tahu Nara hamil.

"Kalian akan memiliki bayi sendiri setelah ini. Jangan berebut begitu," ujar Aria.

"Hm, Baby Bala-bala akan lebih sayang ke papinya," goda Javas kepada Nara.

"No, Baby Bala-bala sayangnya ke Mami lah," Nara memberengut yang justru membuat Javas tertawa gemas.

Baby Cas menggeliat dalam tidurnya saat Nara hendak menimpali Javas. Seharusnya mereka tidak berisik. Mengganggu tidur bayi saja.

"Aku rasa Baby Cas ingin ibunya."

Nara mengangguk setuju, "Baby Cas akan menangis cepat berikan kepada Aira, Chatu."

Javas mengangsurkan Baby Cas ke dalam gedongan Aria. Aria dengan meraih anaknya yang tidak jadi menangis. Hangatnya kasih sayang ibu memang membuat nyaman bayi. Jujur Nara jadi sangat iri, ia berharap dapat segera memeluk anaknya.

"Di mana Wira?" Tanya Javas.

"Dia aku suruh pulang dan mandi," jawab Aria yang kini lebih suka menggunakan aku-kamu daripada lo-gue setelah kelahiran anaknya. Aria ingin menjadi pribadi berbeda. "Wira sudah dua hari tidak mandi dan berganti celana dalam. Kalian tahu betapa joroknya si Adyasta itu."

Nara tertawa. "Kami tahu benar sikap Wira."

"Wira baru bersedia pulang setelah aku mengatakan kalian akan mengunjungiku. Dia percaya Javas dan Nara akan menjagaku dengan benar."

Javas menampakkan ekspresi paham, sementara Nara memikirkan hal lain. Nari sedari tadi mengamati Aria yang tidak bisa banyak bergerak, apalagi Aria meringis sakit sewaktu menggendong Baby Cas.

"Apa rasanya sangat sakit?" Tanya Nara lalu duduk di kursi dekat Ariadna.

Nara akhir-akhir ini mengalami insomnia karena khawatir soal proses melahirkan. Apalagi, kandungannya sudah sangat besar. Javas berkali-kali meyakinkan Nara apabila semuanya akan baik-baik saja. Nara tahu jika suaminya berusaha sabar menghadapi sikap Nara. Stok kesabaran Javas bertambah lima kali lipat. Nara bersyukur akan itu.

"Aku sudah lupa sakitnya," jawab Aria. Dia tersenyum sembari menatap Baby Cas. "Saat aku melihat anakku untuk pertama kalinya, semua sakit yang ada jadi terlupakan begitu saja. Jadi kamu tidak perlu takut," imbuh Ariadna.

Nara menggigit bibir. Dia mencuri pandang kepada Javas yang tengah melihatnya. Javas tersenyum meyakinkan Nara. Bibir Javas berkata, "Everything will be okay, My Darling."

Nara menghela nafas. Dia membalas senyuman Javas, berusaha lebih ceria. Mereka lanjut bicara soal beberapa hal yang jauh dari perihal melahirkan.

Wira datang ke ruang rawat Aria dan Baby Cas. Wira terlihat sangat bahagia, dia terus menunjukkan giginya. Nara berharap keluarga kecilnya juga akan begitu. Setidaknya Javas sudah belajar menjadi ayah yang baik, dia menyiapkan banyak hal untuk bayi mereka.

"Terima kasih sudah menjaga Aria dan Cason, Nayyara," kata Wira dengan wajah berbunga-bunga. Jujur saja, Wira masih mengagumi Nara sama besarnya seperti dulu. Meskipun rasa cinta yang ada beralih menjadi sayang antara saudara.

"Nara aja yang lo ucapin terima kasih, Nyet?" Javas protes.

Wira menyeringai. "Yaiyalah masa ya iyadong uda tahu gak dianggap, eh malah gak permisi dong." Wira lantas memeluk Javas sebelum lawannya menimpali dengan sengit. "Thank you, brother. I love you pull. Puas?"

Javas memberikan gerakan seolah akan muntah. "Sorry I'm not gay."

"You aren't guy, you are kadal." Wira masih menyahut, dia membuka tas plastik yang berisi minuman. Wira melempar kaleng Cola untuk Javas yang langsung tanggap ditangkap, lalu menyerahkan susu kotak cokelat untuk kesayangannya-Nayyara. "Jagain Nayyara baik-baik, perutnya sudah besar," ungkap Wira sebelum membelai Baby Cas. Yang berada di gedongan Aria.

"Tanpa lo suruh sudah gue lakukan," timpal Javas.

"Jangan kayak gue bego ninggalin Aria sendirian."

"Maaf ya Wira, Aria perginya karena aku." Nara menyahut, dia merasa sangat bersalah.

Suara dengusan Aria terdengar. "Kalau bukan Wira yang lebay banget jagain aku, aku gak bakal kabur dari dia. Toh, aku sampai rumah sakit dengan tepat waktu juga karena orang-orang Javas bantuin."

"Gue masih gak biasa dengar lo pakai aku-kamu," komentar Javas.

"Serius mau berdebat soal itu, Jav? Ngaca dulu gimana ganjilnya seorang Javas waktu pakai aku-kamu." Aria menjawab dengan meremehkan.

"Paling tidak aku lebih imut. Iyakan, Sayang?" Javas meminta pendapat Nara.

Nara yang sibuk mengamati Baby Cas bersama Wira hanya melejitkan bahu. Dia tidak ingin ikut campur dalam perdebatan konyol antar sepupu. Jujur saja, Aria dan Javas tidak memiliki sisi imut sama sekali, aura mereka sangat mengintimidasi, mungkin semua Mavendra seperti itu. Nara hanya berharap anaknya nanti tidak memiliki aura papinya. Tidak lucu kan kalau dia terintimidasi sama anaknya sendiri.

Aria memutar bola mata.

"Kalian sama-sama garang jadi jangan bermimpi untuk memiliki sisi cute alami seperti Nara dan Baby Cas," komentar Wira yang langsung mendapatkan toyoran dari Aria dan Javas.

-

"Nayyara, apa kamu tidak ingin sesuatu?" Javas bertanya begitu ketika mereka sudah berada di rumah besar Keluarga Mavendra.

Rumah Keluarga Mavendra ini memang sepi dan lenggang, sebenarnya ada asisten rumah tangga yang berjaga―mereka baru muncul saat Javas atau Nara membutuhkan sesuatu saja. Keluarga inti yang tinggal hanya Nara dan Javas, orang tua Javas sibuk honeymoon dan kakak perempuan Javas mengurus bisnis di Amerika. Javas sengaja meminjam tempat ini selama proses mereka mencari rumah baru atau membangun hunian setelah pertengkaran terakhirnya dengan Nara.

Nara yang berniat untuk mandi pun menghentikan kegiatannya melepaskan pakaian, dia melihat Javas dari pantulan cermin. Javas langsung masuk begitu saja ke kamar mandi. Nara memang tidak mengunci pintu jika dia sedang melakukan aktivitas di kamar mandi sejak kehamilannya menginjak enam bulan. Hal itu karena apabila terjadi sesuatu, seperti terpeleset atau pingsan―Javas bisa segera membantu.

"Tidak, memangnya kenapa?" ujar Nara. Dia tersenyum saat Javas mendekatinya, lalu memeluknya dari belakang.

"Baby Bala-Bala bergerak lagi, Sayang."

"Hmm," Nara bergumam. Nara juga merasakan pergerakan di perut.

Baby Bala-Bala memang aktif jika papinya berada di dekat Nara. Baby Bala-Bala seolah ingin berkata, 'Im here, Papi. I love you'.

"I love you so much, Baby Bala-bala. Papi here to protect you, little one." Javas bergumam. Dia mencium pipi Nara. "To protect Mommy too," bisiknya kepada istrinya.

Nara tertawa kecil. Ini sungguh menyenangkan. Javas memang bisa merayu semanis madu, tapi kelakuannya juga dapat menjadi racun.

"Jadi, Sayang. Apa kamu tidak ingin sesuatu?" Ulang Javas.

"Misalnya?" Nara ganti memberikan nada tanya.

Javas tersenyum miring. "Mandi bersama," timpal Javas.

Nara mencubit tangan Javas. "Jangan nakal."

"Hehehe coba-coba berhadiah. Siapa tahu mau?"

"Chatu ...."

"Oke aku menyarankan hal lain seperti ... apa kamu tidak ingin mandi bola?" Javas memberikan contoh.

Nara tersenyum. Dia jadi ingat kelakuannya dua hari lalu saat meminta Javas meniup kolam plastik untuk mandi bola. Nara tiba-tiba ingin sekali mandi bola sampai hampir menangis karena Javas tidak berniat mengabulkan. Memang sih saat itu masih tengah malam. Javas pun segera mengabulkan permintaan Nara kala itu sebab istrinya tidak berhenti tergugu. Tentu saja Javas merepotkan banyak orang untuk menemukan penjual kolam plastik yang kemungkinan besar sudah tutup. Untung saja, salah satu teman Ariadna Arkadewi pemilik dari perusahaan yang memproduksi mainan anak. Jadi lah, Javas harus menggedor pabrik pembuatan kolam buatan itu.

"Atau ... menyulam benang di Kuala Lumpur?" tawar Javas. Beberapa minggu lalu mereka sempat pergi ke Kuala Lumpur karena Nara ingin menyulam di sana. Padahal Javas sedang ada rapat penting di Bandung. Alhasil Javas mesti buru-buru mengurus keberangkatan Nara dan dirinya sebab sang istri mengancam mogok makan! Dua jam Nara menyulam dia langsung minta pulang dari Kuala Lumpur. Javas pontang-panting mencari tiket pesawat, tapi tidak ada jam yang berdekatan. Alhasil, Javas meminjam jet pribadi salah satu temannya, pengusaha Malaysia―Fizi.

"Ah, melihat bunga sakura?" Javas mengimbuhkan.

Hm, kalau perihal permintaan Nara yang melihat bunga sakura, Javas lah yang harus direpotkan bolak-balik ke Jepang untuk mendapatkan sakura. Setelah Javas jauh-jauh ke sana, Nara malah minta Javas pergi ke Jogja untuk membelikannya bolu kukus dan ukiran kayu Candi Prambanan. Tak berselang lama, Javas diminta untuk ke Medan agar membeli Bika Ambon. Sungguh melelahkan menjadi Javas. Dia jarang sekali berkunjung ke satu kota ke kota lain sebab jadwalnya terlalu sibuk. Nah, ini Baby Bala-Bala membuat Javas mengunjungi banyak kota yang selama ini memang dirinya ingin datangi.

"Aku pasti nyebelin banget ya bikin kamu repot," kicau Nara setelah pikirannya mengenang kembali permintaan apa saja yang sudah diajukan kepada sang suami.

"Justru aku senang kalau kamu begitu. Selama ini istriku tersayang tidak menuntut banyak hal, uangku yang banyak jadi sia-sia."

Nara mendengus. "Kamu ini tetap saja congkak ya Chatu." Nara berbalik, dia mengamati wajah suaminya yang rupawan. "Oke, aku akan memikirkan sesuatu sebagai permintaanku hari ini," lanjutnya.

"Aku menunggu."

Nara mendorong pelan. "Tunggu di luar, aku harus mandi."

"Sungguhan tidak ingin mandi bersama?"

Nara berkacak pinggang. "Javas."

"Hehehe."

"Malah ketawa," Nara pura-pura marah tapi tangannya bergerak meraih tengkuk Javas lalu mengecupnya.

Nara memang paling murah kalau sudah mendapati Javas yang tertawa sampai netra prianya membentuk bulan sabit. Javas jadi begitu lugu dan tulus. Nara menyukai sisi Javas yang baginya mirip malaikat. Deskripsi yang berlebihan? Hah, tidak juga. Tunggu, sampai kamu melihat Javas begitu dekat. Tidak ada yang berlebihan untuk Javas Chatura Mavendra.

"Apa ini seperti undangan?" tanya Javas di sela kecupan mereka yang awalnya lembut berubah menjadi panas karena Javas mengimpit Nara.

Nara yang sedikit linglung, menyandarkan diri ke dinding. "Menurut kamu?" Jari-jari Nara bergerak membuka satu-persatu kancing kemeja Javas.

Javas mengangkat sepasang sudut bibirnya. "Di kamar mandi terlalu berbahaya. Aku lebih senang bermain di ranjang," oceh Javas.

Nara menghentikan gerakannya di kancing terakhir Javas. Perempuan itu berjinjit untuk berbisik, "Tapi Chatu, dokter bilang kita tidak boleh bermain sebelum Baby Bala-bala lahir." Nara menepuk pipi suaminya. "So, get out, Husband."

Javas mengerang. "Ah, aku tidak bisa berkutik jika menyangkut keselamatan kalian."

Javas mengangkat tangannya kemudian mundur ke arah pintu keluar. Mata Nara masih menatap suaminya tajam. Nara tahu apabila Javas dengan sangat berat hati hanya dapat melihatnya dari jauh―eh dari dekat boleh asal tidak menyentuhnya.

Nara tertawa meremehkan sembari melepaskan ritsleting dress selutut itu. Menggoda Javas dengan cara begini membuat Nara puas dan merasa percaya diri. Walaupun, dia gendut karena hamil―Javas tetap menginginkannya.

-

"Aku bisa menunda rapatnya," Javas merengek kepada Nara pagi ini.

Tingkah kekanakan Javas disebabkan oleh rapat tahunan direksi yang harus diselenggarakan satu bulan lebih cepat karena jadwal Jesse Mavendra yang berubah super sibuk sejak pertemuannya dengan calon suami. Jadi Jesse memercepat semua pekerjaan agar bisa melangsungkan pernikahan sesegera mungkin. Javas yang menjadi wakil dari ayahnya selama sang ayah honeymoon pun harus kalang kabut mengejar deadline laporan.

Nara hanya mengelus kepala Javas seolah dia kucing yang sedang sakit hati. "Kamu bisa kena smack down Kak Jesse kalau berani menunda. Lagi pula sama saja kan Chatu―"

"―Tidak sama, Sayang," Javas menyela, dia duduk di ruang tamu dengan cemberut. "Satu bulan itu waktu yang lama. Bulan depan aku tidak bertugas menjadi pengganti jabatan Dad. Bulan depan juga bukan HPL dari bayi kita. Bulan depan aku cuti sehingga tidak harus mengurusi laporan sialan ini."

Nara terkikik. Dia meletakkan secangkir susu vanila di meja. "Aku sudah lama tidak mendengarmu menggerutu seperti ini." Nara mencubit pipi Javas yang mengembung. "Terakhir kali kamu bertingkah seperti bocah kayaknya tahun lalu deh, Chatu."

"Bukan waktunya flashback."

"Kok jadi galak suamiku." Nara menghibur Javas. "Rapatnya tidak lama, Chatu. Bersabarlah," imbuh Nara lembut.

Tangan Nara merapikan dasi Javas yang tadi disimpul semerawut. Javas kelihatan kesal sepanjang pagi ini sebelum dia berangkat ke Singapura untuk rapat tahunan. Javas jelas tidak ingin meninggalkan Nara sendirian.

"Tiga hari itu waktu yang lama."

Nara menggeleng. "Apa yang bisa terjadi hanya dalam waktu tiga hari, Chatu? Semuanya akan baik-baik saja."

"Banyak hal yang bisa terjari. Contohnya, kamu melahirkan."

Benar juga. Hm, tapi Nara tidak ingin menjadi istri manja yang menghalangi karier suaminya.

"It's okay. Banyak orang yang akan membantuku. Kamu tidak perlu khawatir."

Javas langsung menatap Nara. "Apa kamu tidak ingin ditemani aku saat melahirkan nanti?"

"Tidak," jawab Nara cepat dan yakin tanpa berpikir.

Raut Javas jadi berkabut. Dia kelihatan sedih. Dalam pikiran Javas mulai bicara, 'apa Nara tidak membutuhkan aku lagi?'

"Aku selalu membutuhkan kamu," kata Nara lagi karena Javas terlihat sibuk berpikir. Nara seolah dapat membaca perdebatan di dalam kepala suaminya. Pertengkaran mereka sebelum-sebelumnya membuat Nara semakin cakap dalam menilai ekspresi Javas. "Tapi sekarang Mavendra Group lebih membutuhkan kamu, Sayang," imbuh Nara sembari tersenyum.

Seperti biasa Javas langsung saja mengangguk. Nara adalah kelemahannya dan wanita itu tahu cara terbaik membuatnya bertekuk lutut.

"Aku akan bekerja dengan cepat," gumam Javas ketika memeluk Nara singkat. Dia menunduk untuk bicara dengan perut Nara. "Baby Bala-bala, Papi pasti merindukan kamu. Jadi, tunggu dengan sabar ya. Jangan lahir sewaktu Papi tidak ada di samping Mami."

Tapi, Javas salah langkah jika meminta bayinya bersikap sesabar dirinya dalam menunggu. Baby Bala-bala tidak suka menunggu, dia justru tidak sabar menyapa dunia. Jadi, apa yang terjadi?

Benar, Baby Bala-bala lahir ketika sang Papi pergi jauh dari mami. Tepatnya, saat Mami sedang ....

Ah, kita lanjutkan nanti.

-oOo-

"Astaga Adyasta kamu beneran bawa piano kamu ke rumah sakit?!" Ariadna Arkadewi sungguhan terkejut saat beberapa orang memasukkan piano putih itu ke ruang inapnya.

Aria sudah curiga karena Wira memesan kamar inap berukuran besar. Wira bahkan minta dibangungkan bangsal khusus di lantai paling atas beberapa bulan lalu. Ternyata, ini rencananya.

"Bayi akan jadi pintar kalau mendengarkan musik klasik," itu ucapan Wira.

"Iya, tapikan aku bisa memainkan musik lewat handphone."

"Nah nah, untuk apa  handphone kalau aku bisa live music di sini. Aku juga akan mengundang―"

*―No Adyasta!" Cegah Aria. Dia berkacak pinggang. "Bayi kita bisa menangis kalau terlalu berisik."

Lantaran mengindahkan peringatan Aria, Wira justru mulai memainkan lagu nina bobo untuk Baby Cas. Wira memang keras kepala dan Aria hanya dapat bersiap-siap mengumpulkan tenaga agar dapat segera menenangkan tangisan Baby Cas.

Namun ... Baby Cas tidak menangis. Bayi kecil iti justru tidur dengan sangat nyenyak.

"Sudah aku bilang kan, Aria. Aku tahu apa yang dibutuhkan Baby Cas karena aku Daddynya," ujar Wira sembari tersenyum lebar.

-oOo-

Aku menunggu komentar kalian untuk melanjutkan part selanjutnya. Hehehe. Terima kasih sudah mrmbaca .

Continue Reading

You'll Also Like

99.6K 7.2K 49
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
361K 37.9K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
177K 19.5K 40
Xiao Zhan kabur dari kejaran orang-orang yg ingin melecehkannya dan tidak sengaja memasuki sebuah ruangan, ruangan dimana terdapat seorang pria yg se...
71.3K 3.9K 21
seorang gadis bernama Gleen yang berusia 20 tahun, membaca novel adalah hobinya, namun bagaimana jika diusia yang masih muda jiwa nya bertransmigrasi...