SILENTKILLER (Naja Mahatma)

By sabrina1928

6.2M 369K 331K

(Sudah di terbitkan oleh penerbit Loveable.redaksi) FOLLOW DULU SEBELUM BACA || TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU... More

Prolog
Cast SK
•Silentkiller 01•
•Silentkiller 02•
•Silentkiller 03•
•Silentkiller 04•
•Silentkiller 05•
•Silentkiller 06•
•Silentkiller 07•
•Silentkiller 08•
•Silentkiller 09•
•Silentkiller 10•
•Silentkiller 11•
•Silentkiller 12•
•Silentkiller 13•
•Silentkiller 14•
•Silentkiller 15•
•Silentkiller 16•
•Silentkiller 17•
•Silentkiller 18•
•Silentkiller 19•
•Silentkiller 21•
•Silentkiller 22•
•Silentkiller 23•

•Silentkiller 20•

89.2K 13.4K 4.4K
By sabrina1928

Aku tidak lama kan guys?
Masih pengen baca  SK terus kan?
Jangan lupa comment sama votenya yahh❤️

Kalo ada typo tandai yaa❤️
•••

Saat Naya sudah masuk ke dalam mobil Naja untuk di antar pulang, tiba-tiba saja ponselnya berdering dan menampilkan nama Stella, dengan cepat Naya mengangkatnya.

"Halo—"

"Astaga, lo kenapa? Satu sekolah heboh anjir? Lo sakit? Sekarang lo di mana?" Rentetan pertanyaan dari Stella berusaha di telan oleh otak Naya yang lambat.

"Hm, Naya gapapa kok, Naya cuma kecapekan aja kayaknya, terus Naya juga udah mau pulang sekarang," balas Naya setelah lama mikir, sedangkan Naja sibuk mengemudikan mobilnya.

"Ya udah pulang sekolah gue sama Adam ke rumah ya?"

"Gausahlah, rumah Naya kan jauh."

"Oh iya, hm gue aja maksudnya, Adam terserah dia mau ikut atau enggak. Eh udah dulu ya, ada guru nih."

"Naya izinin lho ya!"

Dan sambungan terputus, Naya menghela napasnya pelan lalu menyenderkan kepalanya pada kursi seraya menatap langit yang terlihat begitu cerah. Naja menoleh singkat ke Naya setelah Naya berhenti bicara pada temannya lewat telpon.

Naya menatap ke arah langit dan berusaha untuk merasakan ketenangan dalam hatinya, tiba-tiba saja music di nyalakan oleh Naja, tepat sekali dengan apa yang sedang Naya rasakan saat ini.

Sesuatu yang sudah terkubur lalu di buka kembali luka lamanya akan terasa lebih menyakitkan lagi, terlebih hal tersebut sebagai ancaman.

Tidak lama air mata Naya kembali keluar, jujur saja, dadanya sakit dengan apa yang terjadi dulu, dengan seenaknya Madona melontarkan kalimat tersebut sebagai senjata ancaman untuk memisahkan kebahagiaan Naya bersama Naja.

Naja tahu Naya sedang menangis, tetapi dia memilih untuk pura-pura tidak tahu, bisa di bilang Naja memang sedang memberi Naya waktu itu melepas rasa sakit yang sedang di alami gadis di sampingnya.

Sesampainya di rumah Naya, Naya langsung mengusap bekas air matanya. Naja menghela napasnya pelan lalu menoleh ke Naya.

"Gamau berbagi cerita?" Tanya Naja.

"Emangnya kak Naja mau dengerin?" Pertanyaan balik Naya membuat Naja memutuskan untuk menoleh ke jendela.

"Enggak." Naya memanyunkan bibirnya.

"Hmmm."

"Kak Naja? Kak Naja sibuk ya sekarang?" Tanya Naya.

"Enggak."

"Nanti malem bisa telponan nggak?" Naja mengernyit tidak mengerti lalu menoleh untuk menatap wajah Naya.

"Mau ngapain?"

"Kan orang pacaran biasanya telponan sampe malem, Kak." Naja menghela napasnya.

"Gue gabisa."

"Kenapa? Kan Kakak nggak sibuk." Naja berusaha untuk menarik napasnya dalam-dalam.

"Karna urusan gue bukan soal lo doang, walaupun nanti malem gue free, gue tetep nggak mau buang-buang waktu gue cuma buat telponan sama lo." Dan cukup jelas, Naya langsung menunduk lalu mengangguk.

"Ya udah deh, maafin Naya ya kak Naja, dadah." Naya membuka pintu mobil saat kakinya berpijak ke aspal dengan keras, ia meringis, Naya lupa kalau kakinya masih sakit terlebih sang lutut tercintanya.

Naja menghela napasnya pelan lalu segera membuka seatbeltnya dan langsung keluar mobil untuk segera menggendong Naya, padahal sebenarnya dengan cara di pegangin saja tangannya sudah membantu Naya, tapi Naja tetap mengambil cara romantis yang membuat jantung Naya dag-dig-dug.

Refleks tangan Naya melingkar di leher Naja, Naja izin pada Bibi untuk mengantar Naya sampai kamar saja, Bibi memperbolehkan dan Naja terus menggendong Naya sampai lantai atas. Naya menatap wajah Naja dari samping, demi apapun nikmat mana lagi yang kau dustakan saat melihat pahatan wajah yang Tuhan ciptakan untuk seorang Naja Mahatma.

Sampai akhirnya di kamar Naya, Naya pikir Naja akan meletakkan Naya seperti ratu dengan perlahan dan hati-hati, nyatanya Naja langsung melempar Naya ke kasur.

"Ish, sakit tau kak Naja!"

"Udah puas kan ngeliatinnya?" Naya tersenyum malu-malu.

"Masih belum sebenernya, Kak."

"Bodo amat," balas Naja lalu dia menghela napasnya pelan.

"Gue izin balik." Saat Naja hendak membalikkan tubuhnya, tiba-tiba saja ia kembali membalikkan tubuhnya.

"Btw, kalo ada masalah jangan di pendem, cerita aja." Lalu Naja melangkahkan kakinya.

Belum sempat keluar kamar, langkah Naja terhenti karna ucapan Naya.

"Katanya kak Naja gamau dengerin Naya," ucap Naya pelan.

Naja terdiam, dia menarik napasnya pelan lalu membuangnya.

"Gue bercanda," ujarnya lalu melangkahkan kakinya keluar kamar Naya. Tak lama senyum Naya mengembang lalu memeluk bonekanya, meski bayangannya tentang Naja yang akan meletakkannya dengan hati-hati dikasur dan berakhir di lempar, Naya tetap sayang pada Naja.

Karna mau bagaimana pun, di saat Naya membutuhkannya, Naja selalu ada di mana pun dan kapan pun meski Naya tidak memanggilnya.

***

"Bunda lagi sibuk, mohon pengertiannya yah, Nak?" Laras, Bunda Naya berkata demikian saat Naya hendak bercerita, Naya menunduk.

"Maaf, Bun."

"Later, Bunda yang samperin kamu nanti."

"Hm Bunda kenapa pas Naya sekolah jadi sibuk banget yaa?" Tanya Naya, Laras menatap Naya.

"Karna Bunda udah lama ninggalin pekerjaan Bunda di kantor sama saudara Bunda, nyatanya keteteran semua," ucap Laras, Naya menelan salivanya.

"Gara-gara Naya ya, Bun?"

"Enggak, Sayang. Nanti kita berbincang lagi ya." Naya mengangguk lalu memilih untuk pergi dari ruangan Laras.

Ya, Naya paham situasi sekarang, di saat Naya sudah bisa bersekolah, Bunda dan Ayahnya sibuk dengan pekerjaannya, dan Naya tahu kenapa Laras saat itu meninggalkan pekerjaannya hanya untuk dirinya dulu.

Naya mengusap air matanya lalu segera melangkahkan kakinya menuju dapur, Bibi refleks menghampiri Naya.

"Non? Bisa jalan? Kenapa nggak minta tolong Bibi ambilkan saja?"

"Naya tadi mau kasih tau Bunda kalau Kaki Naya lagi sakit, Bi, tapi Bunda sibuk." Bibi menatap mata Naya yang merah menahan air matanya.

"Ya udah, nggak apa-apa, Non. Non yang sabar yah," ucap Bibi mengerti perasaan Naya saat ini, Naya tersenyum lalu segera melangkahkan kakinya menuju lantai atas dengan susah payah.

Sebenarnya kehidupan yang sedang di rasakannya saat ini sudah sangat enak, tetapi tetap saja di mana bayangan masa lalu yang mengerikan itu datang padanya, terlalu menyakiti batin dan hatinya.

Dunia adil, meski dulu yang selalu merasakannya adalah kakaknya, tetapi Naya yang sekarang pun hampir merasakan apa yang kakaknya rasakan dulu.

Kak, apa kabar?

***

Naja mencoba memainkan gamenya dengan serius nyatanya ia tetap tidak bisa untuk saat ini, Naja langsung mengeluarkan gamenya dengan segera.

"Ih ngapa keluar lu," tanya Alan.

"Ih tolol, Naja Mahatma."

"Tumben jir bocah."

Dan banyak lagi, Naja mematikan suara mereka, dan mencoba untuk fokus dengan apa yang mengganggunya sedari tadi. Naya terus memutar di otaknya, gadis itu membuat konsentrasinya menghilang.

"Lagi ngapain tuh bocah ya?" Gumam Naja tanpa sadar, lalu ia tersadar saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Naja?" Panggil Riana, ibu Naja. Refleks Naja menoleh.

"Kenapa, Ma?" Jawab Naja.

"Istirahat, Sayang, jangan main komputer terus, kalau ketahuan Papamu nanti di buang lagi lho komputernya,"

"Iya, Ma. Lagi mau tidur," alibinya, nyatanya Naja tidak ada niatan untuk tidur sore. Tidak lama suasana kembali sepi, Naja menghela napasnya lega lalu dengan cepat ia mengecek ponselnya, Naja teringat permintaan Naya.

Entahlah, Naja ini teringat ucapan dokter juga membuat hati keras Naya terketuk perlahan, tanpa memikirkan hal lain lagi Naja langsung menghubungi Naya.

Lama tidak di angkat akhirnya gadis itu mengangkat telponnya.

"Ha-halo?"

"Lagi apa?"

Naja pastikan jantung Naya sedang berdetak cepat, seperti yang bisa gadis itu alami.

"Hiks, kak Naja nelpon Naya?"

"Oh gamau?"

"Bu-bukan, Naya mau banget, cuma Naya lagi terharu, Kak."

Naja menghela napasnya pelan lalu membuka komputernya.

"Naya lagi bengong aja, kalo kak Naja lagi apa?"

"Mau main game," balas Naja sibuk login kembali.

"Naya mau ikutan boleh nggak?"

Sudut bibir Naja tertarik.

"Punya akun lo?"

"Punya dong! Namanya Nilith, ayo undang, Naya pake laptop yaa," ucap Naya bersemangat lalu membuka laptopnya dan segera login, Naja tertarik dengan situasi saat ini.

Naja berdeham pelan.

"Nilith? Kayak nggak asing." Kalimat Naja barusan membuat jantung Naya berdetak tidak karuan, jujur ia tersentak, Naya yang bodoh memang suka sekali melakukan hal ceroboh.

"Ekhm, Nilith si pro player itu kan yah kalo nggak salah?" Ledek Naja membuat Naya mengerucutkan bibirnya tanpa Naja tahu.

"Kak, Naya tiba-tiba aja males main—"

"Lo harus menyelesaikan apa yang lo mulai, Nilith. Gue matiin nih telponnya," Naya panik lalu tidak jadi menutup laptopnya.

"Kak Naja, maafin Naya ya waktu itu nantang Silentkiller main, Naya nekad," ucapnya menyesal.

"Hm."

"Naya cuma mau tau gimana silentkiller dalam game tuh."

"Iya, gapapa." Naja langsung mengundang Naya untuk masuk ke dalam arena permainan, dan Naja mengajak Naya untuk terus ikut bersama lelaki itu.

Seusai permainan barulah Naja menarik napasnya lega.

"Kelar juga." Pasalnya, Naja tidak kuat terus menerus melindungi Naya yang sepanjang permainan hanya menyusahkan saja, untung saja Naya, kalau saja orang itu Steven, Alan, Erick atau si Opan, sudah Naja habisi pasti

"Seru ih mainnya, besok main lagi yah?"

"Gak."

"Ih kak Naja mah."

"Udah malem, tidur, lo cewek kan."

"Tapi Naya masih kangen kak Naja."

"Udah malem, Naya. Besok masih sekolah, ntar lo ngantuk."

"Ya udah dehh. Hiks, Naya bobo dulu yah, dadah kak Naja!" Dan sambungan terputus, Naja tertawa kecil tanpa di sadarinya dengan cepat ia langsung mengubah rautnya.

Udah gila lo Naja, batin Naja.

Lain dengan Naya yang mencak-mencak sangking girangnya, awalnya sebelum Naja menelponnya, ia merasa sedih karna Bundanya, tetapi tiba-tiba saja Naja menelponnya, astaga sangat romantis.

Naya membuka grup kelasnya tiba-tiba saja ia terkejut dengan pesan banyak dari orang.

- Naya? Akun lo Nilith kan? Kok bisa main sama Silentkiller anjir gimana ceritanya?

- Naya katanya nama akun lo Nilith ya? Kok satu tim anjir gimana bisa?!

- Woy nilith aktif looooo

- ANJIR SI LO SATU TIM SAMA SILENTKILLER, ngajak nya gimanaaaaaaaaa?

Naya menepuk jidatnya, astaga pasti jika Silentkiller main game, banyak sekali yang bisa melihat, astaga harus jawab apa dia pada teman-temannya?

TBC!!!



Haiii, komennya yang banyak dong biar semangat nihh🙂

Ayoooo guys, semangatin aku dengan cara spam komen dan share cerita ini ketemen, ke FB, twitter, ig, serah deh wkwk🥰🥰🥰

Semoga selalu suka yaaa

Apasi yang buat kamu mau cerita ini dilanjut?

Konflik adam-stella apa yaa

Naya itu sebenarnya kenapa yaaa dlunyaaa?

Semuanya bakal segera di ungkap, ikutin terus ceritanyaaaa❤️❤️❤️

Follow ig :
Naja.mahatma
Kanayaa.cl
Sab_febriann
Silentkiller.ofc

Thank u!!

Spam komen yuuu

Continue Reading

You'll Also Like

99K 15.5K 18
(17+) Al kalah karena perempuan yang dicintainya lebih mencintai perempuan lain. "Al, kalau kamu cari temen hidup, aku mundur. Tapi, kalau kamu cari...
533 150 21
[BELUM REVISI] Bagi Zee, Irham itu nggak lebih dari sekedar ketua Osis bucin nan melankolis yang suka sok sangar waktu razia. Cowok aneh yang terus-t...
1.4M 182K 21
[available on bookstores; gramedia, etc.] "Aku harap yang berpaling akan kembali lagi." O S C I L L A T E 2 2018 by Raden Chedid
410K 14.8K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...