SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

1.9M 313K 47.8K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

6 - PAST

37.6K 5.5K 56
By an11ra

Pernahkan kau merasa begitu excited saat akan bertemu seseorang, itu pula yang aku rasakan sekarang ini. Setelah menyiapkan makanan yang sebelumnya diambil dari dapur istana dan menatanya di atas meja. Aku dan Sawitri berdiri bersisian di belakang meja, menunggu Gusti Pangeran Anusapati keluar dari kamar pribadinya.

Melirik wajah Sawitri dari samping membuatku agak lega, mengingat beberapa waktu lalu wajahnya nyaris pias tak berwarna. Mungkin efek ngomel sepajang jalan menuju pendopo sang pangeran membuat darah kembali mengalir lancar bahkan terlalu lancar hingga mukanya tampak memerah. Memang salahku sih karena terlalu ceroboh, tetapi bukan salahku sepenuhnya jika orang itu tiba – tiba ada di dekat kami macam jelangkung.

Namun syukurlah bahwa keberuntungan masih berpihak kepadaku. Bayangan kejadian beberapa saat lalu muncul lagi di pikiranku.

"Eheeeem ... Tidak ada ular" Bukan Sawitri yang menjawab pertanyaanku, karena tidak mungkin suaranya berubah parau dan dalam layaknya suara seorang pria. Apalagi jelas suara itu berasal dari arah belakang tubuhku

Menelan saliva kasar aku berbalik dan berhadapan dengan pria ini lagi dan lagi. sejujurya sebelum berbalikpun aku tahu siapa pemilik suara ini. Tetapi bukan karena rasa tertarik apalagi jatuh hati pada sosoknya, namun mungkin karena belum berinterkasi dengan banyak orang, otakku otomatis menyimpan memori tentang orang yang familier.

Tampan ... kata pertama yang muncul di otakku sesaat setelah berbalik badan dan langsung berhadapan dengan sosok tinggi kekar itu. Memandangnya dari jarak kurang dari satu meter membuatku menyadari bahwa sosok Raden Panji adalah karakter yang akan menarik perhatian banyak orang. Walau tidak berdarah biru, namun perkerjaan dan yang terpenting wajahnya tidak dapat dipandang sebelah mata.

Menggelengkan kepalaku guna menghilangkan keterpukauanku pada sosoknya, karena sekarang bukan saat yang tepat untuk mengagumi nikmat Tuhan dalam bentuk pria tampan yang berdiri menjulang dengan berlatar belakang sinar matahari pagi.

Menaikan sebelah alisnya saat memandangku entah mengapa membuatku panas dingin. Apakah sebagai prajurit dia berhak menghukum pelayan istana ? Jika iya, berarti tamat riwayatku. Parahnya dia jelas bukan prajurit biasa.

Mengikuti pandangan matanya ke arah kakiku yang terbuka hingga lutut, membuatku tersadar dan melepaskan cekalan pada kain samping sehingga kain itu kembali jatuh dan menutupi kakiku sepenuhnya.

Hampir semua orang setuju bahwa menunggu adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan, karena entah kenapa waktu berjalan amat sangat lambat. Seperti saat ini, tak sepatah kata yang dikeluarkannya. Apakah dia sedang memilih hukuman yang cocok untuk diberikan padaku.

Dicambuk ?

Dipukul rotan ?

Hanya kemungkinan itu yang terpikir dalam benakku. Tak mungkinkan jika aku akan dihukum penjara atau dipenggal, itu terlalu berlebihan. Tetapi tetap saja pasti sakit dan perih entah dicambuk atau dipukul rotan. Membayangkannya saja sudah membuatku meringis.

Apa ini karma ? Tapi aku tidak pernah memukul murid –muridku senakal apapun mereka, walau hanya menggunakan satu jari saja. Bukan karena takut diberi sanksi atau dilaporkan ke polisi. Namun pendidikan dan kekerasan menurutku sebaiknya dipisahkan. Kekerasan bukan cara mendidik dan pendidikan hasil kekerasan tidak akan menciptakan pribadi yang baik tetapi pribadi yang keras pula.

"Streeeet ... "

Badanku terhuyun ke belakang saat secara tiba – tiba Sawitri menarik tanganku dan membuatku terduduk di tanah tepat sebelahnya. Memandangnya yang sedang menundukan kepala sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Tersadar, lalu aku mengikuti apa yang dilakukannya sambil menutup mata berdoa dalam hati memohon keberuntungan lain.

"Ampuni kami Raden, ampuni sikap kami, di__di__dia pelayan baru Raden, ehm ... jadi belum mengerti tata tertib istana ... mo Mo__mohon ampun Raden" Ucap Sawitri terbata

Ucapan Sawitri berhasil membuatku membuka mata dan memandang ke arahnya. Apa aku berbuat kesalahan fatal ? Tetapi untuk berkata, entah kenapa bibirku rasanya kelu.

Mendengus sesaat, lalu kulihat Raden Panji berjalan melewati kami begitu saja. Sedikit kesal melihat kelakuannya. Memang apa yang bisa diharapkan seorang pelayan. Paling tidak aku bebas dari hukuman saja sudah patut disyukuri. Bayangkan harus berjalan dengan kaki habis dicambuk. kasihan ... kasihan

Helaan napas Sawitri menandakan dia juga bersyukur aku tak dapat hukuman. Tersenyum canggung ke arahnya sambil sama – sama berdiri. Kami harus melanjutkan pekerjaan kami yang tertunda karena kecerobohanku. Berjalan pelan ke arah berlawanan dengan arah yang diambil Raden Panji membuatku bernapas lega.

"HEI ...!!!" Suara bariton itu berhasil membuat kami terpaku ditempat sesaat bersamaa, lalu buru – buru berbalik menghadap Raden Panji. Sialan, apa dia berubah pikiran ?

"Sampaikan pada pangeran, aku menunggu di tempat latihan !!!" Ucap Raden Panji lalu berjalan tanpa menunggu balasan.

Aku berhasil lolos dari hukuman jika menyimpulkan dari omelan panjang Sawitri di sisa perjalanan kami menuju dapur istana lalu kembali lagi ke pendopo pangeran. Sepertinya berteriak di istana adalah hal terlarang untuk dilakukan.

Lamunanku terhenti mana kala tampak pemuda berusia sekitar dua puluh tahunan keluar dari kamar menuju meja tempat jamuan makan yang telah disiapkan. Apakah ini Pangeran Anusapati ? Mungkin wajahnya tidak setampan para artis yang rajin perawatan atau anggota boyband Korea. Namun dilahirkan oleh seorang ibu yang katanya berwajah amat cantik membuat dia memiliki ketampanannya sendiri.

Walau demikian, aku yang bukan pembaca aura saja, bisa merasakan aura seorang anggota kerajaan yang tidak dapat diabaikan. Oh ... aura calon raja tepatnya. Dia sudah besar, artinya waktunya sudah semakin dekat.

Mendesah pelan tanpa sadar membuat perhatian Pangeran Anusapati beralih menatapku. Jangan bayangkan tatapan memuja atau saling adu tatap yang diiringi semilir angin, seperti yang biasa ada dalam adegan film atau sinetron.

Sebaliknya, dia menatapku tajam dan sarat aura permusuhan. Memang apa salahku ? Bertemu saja baru pertama kalinya saat ini. Jujur, aku makin bingung apa sebenarnya peranku di sini ? Yang pasti bukan peran utama karena jika iya, mungkin kini aku berada di dalam tubuh Ken Dedes alih – alih ditubuhku sebagai pelayan.

"Dia pelayan baru Gusti Pangeran ! Pelayan penganti Padmini, Gusti " Ucap Nyi Ratri mengambil alih situasi

Mendengus sesaat sambil membuang pandang lalu duduk dan bersiap makan. "Jangan pernah lagi sebut nama pelayan sialan itu hadapanku !" Suaranya dingin tanpa perasaan itu terdengar membuat suasana tambah tidak nyaman

"Maafkan hamba, Gusti Pangeran, tidak akan hamba ulangi." Jawab Nyi Ratri lalu beralih memandangku "Perkenalkan dirimu pada Gusti Pangeran."

"Nama hamba Regganis, Gusti Pangeran " Jawabku sambil menangkupkan kedua tangan dan menunduk

Tidak ada jawaban, bahkan aku merasa dia tidak peduli sama sekali. Mungkin makanan yang tersaji lebih menarik dariku, namun ternyata di juga hanya makan sedikit dan lebih banyak memakan buah – buahan.

Sebenarnya apa yang telah dilakukan pelayan bernama Padmini itu pada Pangeran Anusapati. Mengapa dia begitu marah ? Berbagai skenario berseliweran di kepalaku. Apa ada cinta terlarang di sini ? Seperti yang aku sering baca dalam novel romance, bahwa tokoh pria akan tampak dingin setelah merasa terkhianati hatinya. Ingin tersenyum rasanya, namun sepertinya bukan waktu yang tepat.

"Maaf Gusti Pangeran, Raden Panji Kenengkung akan menunggu Gusti langsung di tempat latihan. " Ucap Sawitri berhasil membuatku menghentikan pikiran konyolku dan menengok ke arahnya

Oh namanya Panji Kenengkung ternyata. Berarti benar dia adalah saudara angkat Ken Arok. Tepatnya Ken Arok yang diangkat anak oleh Bango Samparan yang adalah ayah dari Panji Kenengkung. Pantas saja Panji - Panji ini gualaknya poooooll, karena bagaimanapun dia masih ada hubungan dekat dengan sang raja dan menjadi orang kepercayaan raja pastinya.

Sikutan di pinggangku membuatku sadar bahwa Pangeran telah berdiri dan berjalan meningalkan pendopo diikuti oleh pandangan Nyi Ratri kearah punggung kokoh yang berjalan tegap itu.

"Bereskan semuanya !" Perintah Nyi Ratri sebelum dia juga meninggalkan pendopo

Sawitri mulai membereskan semua makanan dan akupun bergerak membantunya. "Eeemm ... Sawitri, kita tidak mengikuti pangeran ? Katanya kita harus melayaninya dari pagi sampai malam ? " Tanyaku

"Iya, tapi kita tidak boleh mengikuti Pangeran saat sedang berlatih kanuragan. Itu tugas Wasa dan Marda. Lagipula ada Raden Sadawira di sana. " Mengalihkan pandangannya padaku, Sawitri melanjutkan " Mereka adalah pengawal pangeran yang ada di depan pendopo tadi. Raden Sadawira itu prajurit khusus Gusti Pangeran yang bertugas menjaga keselamatan Pangeran. Beliau juga masih sepupu jauh Pangeran" Mengambil napas perlahan "Lagi pula wanita terlarang melihat para pria berlatih kanuragan, Rengganis ... saru .. tidak sopan."

Ah ... pikiran aneh macam apa itu. Bukankan tadi malam Sawitri berkata kita juga harus menyiapkan keperluan mandi Pangeran dan menunggu sampai selesai. Dibanding melihat pria berkelahi bukankah melihat pria mandi lebih tidak sopan.

"Sawitri, Siapa itu Padmini ? Apa kesalahannya hingga Gusti Pangeran begitu marah ?" Tanyaku penasaran

"Itu .... Eemmm ... Lebih baik kita buru – buru membereskan ini semua. Belum lagi kita harus kembali ke dapur istana mengambil makan siang." Jawab Sawitri salah tingkah

Mendesah pasrah, sepertinya saat nanti bisa kembali ke masa depan aku bisa menjadi atlet berjalan cepat atau berjalan maraton jika ada, karena aku akan sering berlatih di sini.

Bisa dipastikan betisku akan mengembang sebesar talas Bogor karena kebanyakan berjalan. Padahal telapak kakiku rasanya sudah mati rasa karena berjalan tanpa alas kaki. Ternyata Dilan salah, masih ada yang lebih berat dari pada "Rindu".

---------------Bersambung----------------

26 Juni 2020

Continue Reading

You'll Also Like

9.7K 1.3K 35
Follow sebelum baca, sebagian di privat. Karya asli diri saya sendiri, NO PLAGIAT!! [Hiro-san & Sekar] Cerita ini berlatar belakang WAR II. Di saat J...
513K 54K 31
Dewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agr...
964K 64.3K 72
" hamba benci... pada ayah hamba yang mengirim hamba ke istana, Jeonha.. kau begitu penuh dengan kebencian, hamba... hanya melindungi apa yang hamba...
814K 17.6K 11
PART TIDAK LENGKAP, DIHAPUS SEBAGIAN UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN Untuk pembelian bisa ke shopee Lunar Books ya :) === Tak tega melihat seorang lelak...