[Remake] I don't love you

By 11O4PM

1K 123 15

Dan mengabaikan, terkadang lebih mudah untuk dilakukan ketimbang untuk mengakui bahwa kau sedang mencintainya... More

Chapter 1

Chapter 2

422 56 9
By 11O4PM

Cerita ini adalah hasil remake dari fiksi milik penulis Neriyura_  dengan judul yang sama.

Karakter hanya milik Tuhan, Keluarga, Orang Tua, SMEnt, dan dirinya sendiri.

Mohon maaf apabila ada kejadian atau nama yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.









TW // major character death














"We try so hard to hide everything we're really feeling from those who probably need to know our true feelings the most. People try to bottle up their emotions, as if it's somehow wrong to have natural reactions to life."
― Colleen Hoover, Maybe Someday













"Tuan Lee."

Seorang pria berpakaian polisi menghampirinya ketika ia duduk menunggu Kun yang sedang diberi tindakan oleh dokter dan perawat-perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat. Ia mendongak, menatap pria itu dengan tatapan datarnya.

Polisi itu menghela nafas panjang sebelum ia mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. "Kami menemukan ini di TKP, sepertinya kau lebih berhak untuk menyimpan ini," ujar polisi tersebut seraya menyodorkan kotak berwarna ungu itu ke hadapan Ten.

Ten menatap kotak yang sudah hancur itu sesaat sebelum tangannya menyentuh permukaannya. Hatinya berdenyut nyeri ketika ia membuka kotak itu dan menemukan sebuah syal rajut berwarna merah maroon buatan tangan yang sudah tidak jelas lagi bentuknya dan selembar kertas ucapan selamat tahun baru, yang ia tahu dengan pasti siapa yang menulis kartu ucapan tersebut.

"Kun, maafkan aku," ujarnya lirih sembari menutup mata dan meremat kedua benda itu bersamaan.

"Setelah kami melakukan penyelidikan, diperkirakan bahwa pelaku berjumlah lebih dari dua orang. Kami masih mengumpulkan bukti dari para saksi mata dan CCTV di sekitar taman. Semoga pelakunya bisa segera kami tangkap."

Ah, ya. 

Polisi-polisi itu memang harus segera menemukan para bajingan yang berani melakukan hal menjijikkan itu pada Kun. 

Ya, sebelum Ten menguliti hidup-hidup para manusia berengsek itu.

Kemudian suara pintu ruang IGD yang dibuka membuat Ten segera bangkit dan menghampiri para tenaga medis yang keluar dari sana.

"Bagaimana keadaan Kun ge, Dokter?" tanya Lucas dengan mata yang memerah dan wajah sembab karena menangis sejak tadi.

"Kondisinya tidak terlalu baik. Tapi mari kita berdoa semoga ia bisa bertahan."

Setelah mendengar penuturan tersebut, tanpa pikir panjang Ten langsung masuk ke dalam ruangan itu. Dirinya disambut dengan aroma obat-obatan khas rumah sakit yang langsung menyapa indra penciumannya.

Lalu ia menatap Kun yang masih memejamkan matanya. Wajahnya pucat, bibirnya tak lagi menyunggingkan senyum seperti yang biasa ia lakukan.

"Tanganmu ternyata lembut juga ya? Tapi mengapa begitu dingin?" gumam Ten.  Ia menggenggam tangan Kun dengan lembut sembari menatapnya dengan sendu. Kemudian ia mengambil tempat duduk di samping tempat tidur Kun.

"Hei, bangunlah. Kau mengatakan bahwa kau ingin pergi berkencan denganku. Jika kau seperti ini, kau tidak bisa menepati ucapanmu. Kau tahu dengan baik bahwa aku membenci orang yang mengingkari ucapannya, 'kan?"

Ten menunggu, terus menunggu. Satu detik berganti menjadi satu menit, satu menit berganti sepuluh menit, hingga akhirnya satu jam telah terlewat tanpa ia sadari.

Ten hampir tak dapat menyembunyikan kebahagiaan dari wajahnya saat ia melihat pergerakan dari Kun. Ia mengeratkan genggamannya pada tangan Kun. 

"Ten?"

Meskipun suara Kun begitu lirih, tapi indera pendengarannya masih bisa menangkap dengan jelas suara itu.

"Iya, Kun. Aku di sini. Aku panggilkan dokter ya?"

"Tidak perlu," Kun menggeleng pelan, "Kau datang, Ten."

Ten terdiam sesaat. Ia merasa nafasnya tercekat, matanya memanas, dan akhirnya ia tidak bisa kembali menahan air mata yang sedari tadi ia tahan, "Ah— ya. Aku datang, Kun," jawab Ten dengan suara bergetar.

"Aku tahu kau pasti datang, Ten," Kun kembali tersenyum dan itu malah membuat dada Ten semakin nyeri sampai ia tidak bisa membalas ucapan Kun.

"Ten, mengapa kau menangis?"

Mendengar itu, Ten langsung mengusap air mata itu dengan ujung lengan bajunya, "Aku tidak menangis, Kun. Aku hanya mengantuk, saking mengantuknya, aku menguap hingga mengeluarkan air mata."

Bohong.

"Ah— aku seharusnya sudah tahu bahwa Ten tidak akan menangis," Kun tersenyum tipis di sela-sela ucapannya, "Ten, apa itu syal dariku?"

Ten langsung menggenggam syal yang dipakainya, "Iya, ini syal darimu."

"Ten," suara Kun semakin lirih, "Kau tahu? Kau tidak perlu memaksakan diri untuk mengenakan syal itu."

" ... "

"Ten, maafkan aku. Aku— mencintaimu."

Suara Kun yang semakin lirih itu membuat perasaan aneh menjalari hatinya. Bulu kuduknya meremang. Tubuhnya terkadang terasa dingin menggigil, namun terkadang terasa panas membakar. Ten tak suka perasaan yang membuat jantungnya berdetak begitu cepat dan membuat napasnya terasa tertahan di tenggorokan.

"Maaf jika perasaanku membebanimu selama ini. Maaf—"

"Sudahlah, Kun. Kau tidak perlu mengatakan apa-apa lagi." 

Ten segera memotong apapun yang akan diucapkan Kun. Ia tidak mau lagi mendengar kata maaf karena Kun mencintainya. Ia tidak tahu mengapa dadanya terasa nyeri mendengar hal itu. Padahal ia tidak peduli, 'kan? 

Ya, dia tidak mencintai Kun. Tapi mengapa rasanya begitu sakit?

"Maaf jika selama ini aku selalu mengikutimu, aku hanya ingin dekat dengan orang yang aku cintai meskipun aku tahu kau tak akan pernah membalas cintaku. Tapi aku malah merepotkanmu, ya?"

Kun tetap tidak menurut, seperti biasanya. Dan Ten hanya bisa diam. Ia tidak tahu ingin mengatakan apa, hingga akhirnya hanya keheningan yang menyelimuti mereka.

"Ten, apa sekarang mati lampu ya?"

"Huh?"

Kun kembali bersuara dan membuat Ten kembali mendongak, menatap Kun yang masih terbaring lemas di ranjangnya. 

"Ten, aku mengantuk. Aku ingin tidur"

"Tidak, Kun!" Ten mengeratkan genggaman tangan yang sedari tadi tak kunjung ia lepaskan, "Kau jangan berani-beraninya tidur! Hey Kun!"

Tapi untuk kesekian kalinya, Kun tidak menurut.

Ten tersenyum sendu. Menatap Kun yang kini tak lagi membuka matanya.

Kun, si manusia lemah itu benar. Ten tak akan pernah mencintai Kun.

Maka dari itu, ketika Kun dinyatakan koma, ia selalu berada di samping Kun. Menatap wajah Kun yang sepucat warna sprei tempat tidurnya, dan berharap Kun akan segera bangun dari komanya.

Ia ingin melihat kembali senyuman manis yang selalu Kun lemparkan padanya. Ia ingin mendengar suara lembut Kun yang memanggil namanya. Tapi Kun masih juga tak membuka matanya.

Mungkin besok Kun akan bangun.

Oleh karenanya, hari ini Ten datang kembali ke tempat Kun di rawat. Ia membawa sebuah boneka beruang besar, supaya saat Kun terbangun, ia akan merasa senang karena ia tahu bahwa Ten tahu ia menyukai hewan dengan bulu tebal tersebut. Tapi hari ini Ten masih belum bisa melihat wajah senang itu.

Mungkin besok Kun akan bangun.

Hari ini, Ten mengunjungi Kun untuk yang ke sekian kalinya. Ia menagih ucapan selamat pagi yang selalu Kun berikan padanya. Tapi sekali lagi, Ten tak mendapatkan apa yang ia inginkan.

Mungkin besok Kun akan bangun.

Ia sengaja tidak merapikan bajunya. Ia tidak menyisir rambutnya, dasinya ia biarkan menggantung asal. Karena ia tahu, jika Kun melihat itu, ia pasti akan segera merapikan rambut dan dasinya sambil merutuk, "Astaga, Ten! Kau ini habis berkelahi kah? Ingat, kau sudah hampir dua puluh tujuh tahun, berhentilah bersikap seperti murid SMA seperti itu!"

Tapi hari ini Kun tidak melakukannya.

Mungkin besok Kun akan bangun.

Jadi ia datang lagi hari ini. Hari ini ia menemukan Lucas, sahabat Kun juga sedang ada di sana untuk menjenguk Kun. Lucas tersenyum sendu, lalu dengan pelan ia menepuk bahu Ten.

"Kun ge mencintaimu."

"Ya, aku tahu"

Ten tidak mencintai Kun.

Tapi mengapa saat ia mengunjungi Kun untuk ke tiga ratus kalinya dan ia mendengar orangtua Kun memutuskan untuk melepaskan alat-alat yang menopang hidup Kun, ia menghentikan mereka.

Ia bilang bahwa ia akan membayar semuanya. Ia akan membayar berapapun asalkan Kun masih tetap hidup.

Tapi mereka bilang, harapan untuk Kun masih bisa hidup itu begitu kecil. Cedera berat di kepalanya membuat kemungkinan Kun untuk kembali terbangun menjadi sangat tupis. Jadi mereka memutuskan untuk merelakan Kun dan mengatakan bahwa Ten juga harus merelakan Kun.

Ten dengan keras kepala menolak mendengar itu. Kun masih punya harapan. Ya, Mungkin besok Kun akan bangun, atau mungkin lusa, atau mungkin minggu depan, tahun depan atau kapan pun. Ten yakin suatu hari Kun akan membuka matanya dan kembali mengucapkan "Aku mencintaimu, Ten"

Iya, egois memang.

Tapi ternyata suara beep panjang ketika Ten mengunjungi Kun untuk ke tiga ratus enam puluh lima kalinya mematahkan semua harapan Ten.

Esok hari adalah ulang tahun Kun.

Tapi Ten tidak akan pernah mendengar kalimat itu lagi. Ia tidak akan pernah mendapat ucapan selamat pagi lagi. Ia tidak akan pernah melihat berbagai macam ekspresi yang dibuat oleh Kun lagi. Ia tidak akan pernah melihat Kun lagi.

Ten tidak mencintai Kun.

Maka dari itu, saat ia menyadari bahwa Kun telah pergi, ia menangis sejadi-jadinya. Membiarkan suara tangisnya menggema di lorong rumah sakit.

Ten tidak mencintai Kun.

Maka dari itu, ketika orang-orang satu-persatu meninggalkan pemakaman Kun, Ten masih ada di sana. Memandang sinis gundukan tanah yang mengubur raga manusia bodoh yang telah memberinya cinta, dan membuatnya merasakan emosi yang selama ini begitu ia benci, lalu merenggut hatinya dengan kejam tanpa peringatan dulu sebelumnya.

Seharusnya ia tidak pernah menerima Kun di kehidupannya. Jika begitu, mungkin Kun akan berhenti mencintainya. Ia pun tak akan pernah merasakan emosi ini, Kun pun tak akan menunggunya di taman itu, dan ia tidak akan merasakan rasa sakit ini.

Ya, seharusnya ia tidak pernah bertemu dengan Kun.

Ten tidak mencintai Kun.

Karena Kun tak pernah memberinya kesempatan untuk mengatakan bahwa ia mencintai Kun.

"Kau jahat Kun, aku pikir kau— hatiku akan kau kembalikan."

Continue Reading

You'll Also Like

195K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
35.3K 4.2K 21
[C.O.M.P.L.E.T.E] "๐‘ฒ๐’†๐’”๐’†๐’Ž๐’‘๐’–๐’“๐’๐’‚๐’‚๐’ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’”๐’†๐’”๐’–๐’๐’ˆ๐’ˆ๐’–๐’‰๐’๐’š๐’‚ ๐’‚๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’‰ ๐’ƒ๐’‚๐’ˆ๐’‚๐’Š๐’Ž๐’‚๐’๐’‚ ๐’„๐’‚๐’“๐’‚ ๐’”๐’†๐’”๐’†๐’๐’“๐’‚๐’๐’ˆ ๐’ƒ๐’Š๐’”๐’‚ ๐’”...
94.7K 3.9K 23
Sakit memang bila harus mengagumimu dalam diam. Bukan, bukan. Bukan mulutku, melainkan hatiku yang bicara. -Adelta Mahesa- [COMPLETED]
9.8K 1K 100
Hanya sekumpulan kata-kata yang diambil dari berbagai sumber. Mohon saran dan kritikannya. Kalo suka jangan lupa tinggalin jejak ya. Tenciuuuee๐Ÿ˜˜ G...