CERITA AMIR

By Ramdan_Nahdi

217K 27.1K 1K

Kumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa... More

Teror Penunggu Pohon Kersen #1
Teror Penunggu Pohon Kersen #2
Kuntilanak Waria
Numpang Lewat
Terjerat Pinjaman Online
Jangan Kau Menabur Garam di Atas Luka
Salah Jalan - Nyasar ke Kandang Jin
Nasi Goreng Berdarah
Berteman Dengan Genderuwo
Tuyul Kiriman
Aku Yang Terbaring di Bawah Bangku Taman
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #1
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #2
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #3
Anak Kecil di Kuah Soto
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #4
Rambut di Mangkuk Mie Ayam
Jambak Rambut Kuntilanak
Memutus Jerat Pesugihan #1
Memutus Jerat Pesugihan #2
Hantu TikTok
Memutus Jerat Pesugihan #3
Aku Hanya Ingin Sehelai Benang
Memutus Jerat Pesugihan #4
'Boneka Mampang' di Taman Rumah Sakit
Lambaian Tangan Kuntilanak di Depan Warung Makan
Memutus Jerat Pesugihan #5
Memutus Jerat Pesugihan #6
Wanita di Tengah Rel Kereta
Kakek di Gerbang Pemakaman
Memutus Jerat Pesugihan #7
Apa Salah Saya?
Mati Sendirian
Sosok Hitam di Kedai Kopi
Lupa Lepas Susuk #1
Lupa Lepas Susuk #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #1
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #3
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #4
Anak Tumbal Pesugihan #1
Anak Tumbal Pesugihan #2
Anak Tumbal Pesugihan #3
Anak Tumbal Pesugihan #4
Anak Kecil di Pinggir Pantai #1
Anak Kecil di Pinggir Pantai #2
Anak Kecil di Pinggir Pantai #3

Pintu Gerbang

17.3K 1K 72
By Ramdan_Nahdi

Akhir-akhir ini, aku merasa ada yang aneh dengan diriku. Sulit sekali berkonsentrasi ketika malam tiba.

Tepat pukul 11 malam, aku masih keluyuran, mengendarai sepeda motor. Dengan laju yang cukup kencang, aku melalui jalan besar yang lengang. Suasana malam yang sepi ditambah dengan jalan yang lengang seperti menghipnotisku.

Ketika akan mengambil jalan lurus di perempatan. Tiba-tiba ada sebuah truk besar yang melintas dari samping kiri. Kucoba menghindar dengan membanting kemudi dsn mengerem. Namun sudah terlambat. Tabrakan pun tak dapat dihindari lagi.

Duag!

Motorku membentur bagian samping truk cukup kencang. Aku pun terjatuh dan terseret masuk ke dalam kolong truk. Naasnya sopir truk yang panik tidak menghentikan mobilnya. Truk malah berjalan maju perlahan.

Kulihat sebagian badan motorku sudah terlindas roda truk. Hancur. Sedangkanku masih terbaring di kolong truk dengan kaki kanan tersangkut badan motor. Berusaha untuk menarik kaki, tapi tidak bisa.

"Ya Allah, inikah akhir hidupku," kataku dalam hati, seraya memejamkan mata. Pasrah.

Masih dengan mata terpejam, aku merasakan tubuhku bergeser. Saat membuka mata, ternyata sudah berpindah tempat, di dekat trotoar.

Aku celingak-celinguk mencari keberadaan orang yang menolongku. Bermaksud untuk berterimakasih. Namun, jalanan terlihat sepi. Tidak ada siapa-siapa di sekitarku. Hanya terlihat supir yang turun dari mobil dengan tergesa-gesa. Menghampiriku.

"Aduh ... maaf, Dek," ucap Supir itu membantuku berdiri.

"Adek gak apa-apa?" tanyanya.

Aku tidak menjawabnya. Masih syok dengan kejadian barusan yang begitu cepat dan membingungkan.

"Dek?" tanya si Supir lagi.

"Aw ...." Aku pun tersadar dan mulai merasakan perih di kaki kanan. Ternyata ada luka goresan yang cukup dalam dan panjang.

Sang supir pun meminta bantuan ke pengendara motor yang baru saja berdatangan. Meminta untuk mengantarku ke klinik terdekat. Salah seorang pengendara motor pun bersedia mengantarku.

Aku pun dibawanya ke sebuah klinik yang tak jauh dari lokasi kejadian. Disusul sang supir yang menumpang ke pengendara motor lain.

Perawat jaga dengan sigap membersihkan lukaku dengan alkohol. Rasanya sangat perih sekali. Sehabis itu baru diberi obat antiseptik dan diperban. Seluruh biaya pengobatannya ditanggung sang supir.

"Dek, untuk kerusakan motornya, nanti bapak lapor dulu ke perusahaan ya," ucap

"Iya, Pak."

"Boleh bapak minta nomor HPnya?"

"Boleh." Aku memberitahu nomor ponselku.

Aku sampai lupa memberi kabar ke ibu tentang kecelakaan ini. Kuambil ponsel di saku celana. Layarnya sedikit retak di sudut kanan.

[Bu, Amir kecelakaan. Sekarang ada di klinik]

Aku mengirim pesan WhatsApp kepada ibu. Tak lama ibu meneleponku.

"Ada di klinik mana?" tanya ibu dari balik telepon, dengan suara panik.

"Gak usah ke sini bentar lagi juga pulang."

"Tapi gak kenapa-napa kan?"

"Cuman kaki aja yang luka."

"Oh ya udah. Hati-hati." Ibu menutup telepon.

Setibanya di rumah, aku dibopong masuk oleh salah satu temanku. Ibu sudah berdiri di teras, menungguku.

Kakak dan ibu, kemudian membopongku masuk ke dalam kamar. Di sana, aku langsung diberi semacam obat herbal untuk luka dalam. Karena ibu khawatir ada luka dalam akibat benturan. Setelah itu aku disuruh istirahat. Lagi pula memang sudah lewat tengah malam juga.

*

Efek obat membuatku cepat sekali mengantuk dan tertidur. Dalam keadaan setengah sadar aku melihat seorang kakek berbaju putih berdiri di sudut kamar. Menatapku.

Kucoba bangkit, tapi tidak bisa. Tubuhku terasa sangat kaku. Perlahan kakek itu berjalan mendekati tempat tidur. Berdiri di sampingku. Kini aku dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas. Wajah seorang pria keturunan arab.

Kakek Arab itu mengusap-usap rambutku seraya berkata, "Maaf ... kakek mengagetkanmu."

Sentuhannya lembut dan menyejukan. Namun tubuhku tiba-tiba bergetar. Aku berusaha berontak, tapi tidak bisa.

"Jangan panik, tenang." Kakek Arab berusaha menenangkanku.

Entah bagaiamana, aku sudah berdiri di atas tempat tidur. Berdiri di atas tubuhku yang sedang tertidur pulas.

"Sudah saatnya, sini ikut kakek!" Kakek Arab mengulurkan tangan, lalu membawaku pergi ke luar kamar. Mengelilingi rumah. Melihat ibu dan kakak yang sedang tidur.

"Kamu harus berkenalan dengan seseorang." Kakek itu mengajakku ke luar rumah.

Di sana sudah ada sesosok Macan Besar, bermotif loreng. Dengan mata merah menyala. Sontak aku mundur perlahan, bersembunyi di belakang kakek.

"Tidak perlu takut, dia penjaga rumahmu," ucap sang Kakek, diikuti dengan suara tawa menggelegar dari Macan itu.

"Apa dia sudah siap?" tanya Macan itu pada kakek.

"Semoga saja," balas Kakek Arab.

"Pintu sudah terbuka, tinggal dia berani atau tidak menghadapinya," ucap Macan itu sambil menengadah ke atas.

Kakek Arab menggenggam tanganku. Aku merasakan tubuhku melayang. Terbang ke atap rumah. Kulihat sesosok burung besar berwarna emas, sudah menunggu kami. Ada sedikit percakapan antara Burung Emas itu dengan kakek. Bahasanya tidak bisa kumengerti.

"Amir, lihat ke depan!" perintah Kakek Arab.

Di hadapanku sudah ada sebuah pintu besar berwarna hitam.

"Pintu apa itu, Kek?" tanyaku.

"Pintu Gerbang dunia kami. Jika kamu ingin bertemu dengan kami lagi, maka bukalah pintu itu dan masuk ke dalam," jelas Kakek Arab.

"Tapi, perlu diingat. Di dalam sana tidak hanya ada makhluk seperti kami. Banyak makhluk-makhluk lain yang sangat menyeramkan dan jahat," sambungnya.

"Apakah kamu berani? Jika ada rasa ragu dan takut sedikit saja, maka pintu itu tidak akan terbuka," sambungnya lagi.

Aku merasakan ada sebuah dorongan yang kuat untuk membuka pintu itu. Keberanianku seakan-akan meningkat berkali-kali lipat. Kulangkahkan kaki mendekati pintu itu.

Trek!

Pintu terbuka. Sesaat kemudian suasana yang tadinya sepi berubah menjadi sangat berisik. Suara tangis, jerit dan tawa bersahut-sahutan. Banyak suara orang berbicara saling tumpang tindih. Nyaliku menciut. Aku menutup mata dan telinga, lalu mundur perlahan.

Dug!

Pintu tertutup kembali. Kakek Arab hanya tersenyum dan membawaku kembali ke kamar.

"Tidak perlu takut," ucap Kakek Arab.

Aku duduk di sisi tempat tidur. Masih bingung dengan semua ini.

"Apa aku boleh bertanya?"

"Ya, silahkan."

"Kakek ini siapa?" Sebuah pertanyaan yang daritadi ingin sekali kutanyakan.

"Kakek adalah penjaga utama keluarga ayahmu."

"Macan Besar tadi?"

"Itu penjaga ibumu."

"Burung Emas?"

"Itu penjaga kakakmu."

"Dari mana kakek berasal?"

"Sebuah negeri yang jauh dari sini, Yaman."

"Apakah aku bisa bertemu dengan kakek lagi?"

"Bisa, jika kamu mau."

"Mau," sahutku seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiah.

"Lain kali kakek akan ajak kamu jalan-jalan. Tapi kamu harus mengurangi rasa takutmu itu."

"Siap, Kek," balasku mengurai senyum.

"Sekarang sudah saatnya kamu kembali."

Kakek Itu menyentuh pundakku. Membaringkanku di tempat tidur. Seketika itu tubuhku seperti tersetrum dan mata pun terbuka. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku sudah basah dengan keringat dingin.

Apakah tadi hanya mimpi?

Kenapa begitu nyata?

Continue Reading

You'll Also Like

15.6K 3K 30
[COMPLETED] Sowon berharap seorang anak yang baik dan mudah diatur, lalu Sinb dilahirkan sebagai anak yang sering mencari gara-gara.
279K 29.3K 47
Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum me...
14.4K 500 90
Kumpulan "kepingan memori" random yang terkadang gaje Dpt berupa, potongan scene, oneshots, ide cerita, atau hanya sekedar quotes numpang lewat dan t...
349K 3.2K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...