DELUSIONS

By tanindamey

5.4K 1.5K 1.5K

Bagaimana rasanya memiliki suatu cela dalam hidup? Diasingkan, diacuhkan, ditindas, serbuan kalimat pedas. Ta... More

Prolog
Chapter 1- Pembendung
Chapter 2- Lilin lebah mencekam
Chapter 3 - Diluar terkaan
Chapter 5 - Bunga tidur
Chapter 6 - Teror malam
Chapter 7- Goresan Luka
Chapter 8 - Kepelikan seseorang
Chapter 9-Tuturan Menyayat Hati
Chapter 10-Tumpahan Air Mata
Chapter 11 - Terjebak dalam Gulita
Chapter 12 - Ancaman
Chapter 13 - Gamang
Chapter 14 - Dekapan
Chapter 15 - Sebuah Amaran
Chapter 16 - Tak Kuasa
Chapter 17 - Terungkap
Chapter 18 - Cela
Chapter 19 - Kelam
Chapter 20 - Sukar
Chapter 21 - Langka
Chapter 22 - Terjaga
Chapter 23 - Berbeda
Chapter 24 - Cendala
Chapter 25 - Berdebar
Chapter 26 - Jengah
Chapter 27 - Terlambat
Chapter 28 - Mulai Meragu
Chapter 29 - Terbelenggu
Chapter 30 - Bertekad
Chapter 31 - Pasrah
Chapter 32 - Kegetiran
Chapter 33 - Pengakuan
Chapter 34 - Jawaban
Chapter 35 - Telah Padu
Chapter 36 - Meradang
Chapter 37 - Kembali Melukai
Chapter 38 - Memerangi
Chapter 39 - Terdesak
Chapter 40 - Suatu Cela
Chapter 41 - Telah Renggang
Chapter 42 - Delusi
Chapter 43 - Kilah
Chapter 44 - Kalut
Chapter 45 - Berlaga [Ending]
Epilog

Chapter 4 - Menikam dipenghujung

158 69 71
By tanindamey

Menikam di penghujung

"Gue paling nggak suka kalo ada seseorang yang ikut campur hidup gue." - Satya

Ruangan yang tidak begitu besar, di tengahnya terdapat meja makan. Stevlanka dan Satriya tengah duduk, menyantap makanan mereka masing-masing. Tidak ada suara kecuali gesekan piring dan sendok. Stevlanka yang hanya diam menundukkan kepala seraya melahap makanannya. Satriya tidak asing lagi dengan tingkah laku putrinya. Sejak kejadian sepuluh tahun yang lalu, hubungannya dengan Stevlanka sangat jauh berbeda.

Satriya menghela napas panjang, meletakkan sendok-garpunya. Kemudian tangannya menyambar segelas air putih. Pria itu memandang Stevlanka yang masih menundukkan kepalanya. Seolah tak menganggap ia makan dengan Ayahnya.

"Kamu marah sama Ayah, karena Ayah nggak mengantar kamu sekolah tadi pagi?" tanya Satriya tidak tahan. Stevlanka hanya diam, melirik sebentar pria di depannya. Sungguh, makanannya lebih menarik dari pada menganggapi obrolan Ayahnya. "Vla Ayah ngomong sama kamu," lanjut Satriya dengan kesal.

Stevlanka menghela napas, "Vla nggak punya alasan untuk marah sama Ayah," kata Stevlanka yang masih menunduk menatap makanannya. "Toh juga semua yang Ayah lakukan itu yang terbaik untuk Vla, kan?" gadis itu mengucapkan dengan tenang. Namun seperti sebuah sindiran untuk Ayahnya.

"Vla jangan mulai," sahut Satriya tegas. Hening sejenak.

"Gimana sekolah baru kamu?" Satriya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Lancar," kata Stevlanka. "Awal yang baik di hari pertama untuk murid berbahaya kaya Vla."

"Kamu nggak usah khawatir tentang insiden di sekolah yang lama. Insiden waktu itu nggak bakal ada yang tahu. Ayah minta sama pihak Sekolah menutupi bahwa kamu memiliki-" Satriya tidak melanjutkan ucapannya, ketika Stevlanka mendogakkan kepala menatapnya dengan mata tegasnya. Pria itu berdeham pelan. "Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Nggak akan ada yang tau."

Stevlanka mengangguk pelan. Sekarang Stevlanka memilih untuk menjadi Stevlanka yang lain. Menjalani hari-harinya dengan kebohongan. Berpura-pura seperti tidak pernah terjadi apa pun. Sementara yang sebenarnya sungguh mengerikan. Ia membayangkan jika rahasia itu terungkap. Mungkin akan begitu menyedihkan. Bagaimanapun juga, kebohongan pasti terungkap. Untuk saat ini, biarkan saja ia menikmati sebelum waktu itu tiba. Ia merasa senang dengan teman barunya. Tidak akan membiarkan hal itu berlalu begitu saja.

*****

Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa di kelas XII IPA B. Bu Betty sebagai pengajar Matematika. Mulai menerangkan dengan penuh ketelitian. Semua murid menatapnya dengan cermat. Karena jika lengah sedikit pun mereka yakin, mereka tidak akan pernah mengerti apa yang di jelaskan oleh Bu Betty. Karena Bu Betty tidak akan pernah mengulang apa yang ia sampaikan. Hanya satu kali jika tertinggal itu bukan urusannya lagi. Jadi mau tidak mau semua murid akan memperhatikannya.

Setelah selesai menerangkan, Bu Betty memberikan latihan soal untuk dikerjakan. Semua murid terangkan tertunduk membedah soal yang cukup tinggi levelnya. Semua contoh soal yang diterangkan memang mudah. Namun setelah latihan mengerjakan, levelnya sangat beberda jauh. lebih sulit dari sekedar sulit.

Stevlanka, gadis itu tersenyum penuh kemenangan setelah ia menyelesaikan soal latihannya. Mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Ternyata masih sibuk dengan soal yang diberikan. Tak sengaja ia menatap Ardanu yang kini tengah meringis memperlihatkan deretan giginya. Stevlanka tidak membalas senyuman Ardanu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kenapa tiba-tiba ia ingin buang air kecil. Stevlanka menoleh ke arah Cantika.

"Can, lo udah selesai belum?" tanya Stevlanka setengah berbisik.

"Duh, Vla susah banget nih. Belum selesai gue," jawab Cantika seperti orang yang tengah frustasi. "Kenapa emang?"

"Enggak papa," kata Stevlanka menggeleng. "Lanjutin gih, gue ke toilet dulu, ya."

"Emang lo udah selesai?" tanya Cantika membulatkan matanya. Stevlanka tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dari duduknya, untuk meminta izin pada Bu Betty. Cantika hanya menggeleng tidak percaya. Bisa-bisanya mengerjakan soal dengan level tinggi dengan begitu cepatnya.

Stevlanka keluar dari kelas, menuju ke kamar mandi. Stevlanka melihat dengan matanya, ada seorang laki-laki sedang berjongkok. Stevlanka mendekat memiringkan kepalany mencari tahu apa yang sedang dilakukannya. Dan ternyata sedang merekam murid perempuan yang sedang berganti baju. Stevlanka membulatkan matanya.

"Lo ...," kata Stevlanka. "Lo ngevideo-in mereka ganti baju?"

Laki-laki itu tampak gelagapan, dengan cepat ia berdiri. Sudah jelas ia telah tertangkap basah. Tak lama perempuan yang ada di dalam kamar mandi itu keluar. Menatap laki-laki itu dan Stevlanka bingung.

"Kenapa?" tanya perempuan itu. "Kok bisa ada kakak di sini?" tanya perempuan itu lagi pada laki-laki di hadapannya.

"Nggak ada papa, tadi di lapangan kayanya udah mulai deh olahraganya," kata Stevlanka. Ia hanya tak ingin memperpanjang masalah.

"Hah?" sahut gadis it, "tapi kan masih lama pergantian jamnya?"

"Lihat aja di lapangan." Balas Stvlanka. Dengan cepat gadis itu berlari keluar dari kamar mandi.

Saat ini hanya ada Stevlanka dan laki-laki itu. Kondisi kamar mandi ini sangat sepi. Laki-laki itu menatap tajam Stevlanka. Namun tak kalah tajam dengan Stevlanka. Ia melihat name tag yang ada di seragam laki-laki itu. Tertera nama 'Satya Chudori'

"Beruntung lo karena gue nggak bilang ke cewek tadi," kata Stevlanka. "Tapi gue mohon hapus videonya, atau kalo enggak-"

"Kalo enggak apa?" potong Satya seraya mendekat ke arah Stevlanka. Tatapan laki-laki itu sungguh tajam.

Stevlanka memundurkan langkah kakinya. "Gue bakal aduin lo ke guru BK," jawab Stevlanka dengan suara sedikit ketakutan.

Laki-laki tersenyum miring. "Lo pikir lo siapa berani ngelakuin itu? Lo nggak tahu siapa gue?"

"Siapapun lo, tindakan lo itu nggak bener!" tukas Stevlanka dengan nada tinggi. "Hapus videonya!"

"Kalo gue nggak mau?" Satya mengangkat dagunya sombong. Stevlanka menggenggam kuat tangannya. Bisa-bisanya ada laki-laki seperti Satya. Dengan cepat Stevlanka berusaha merebut ponsel yang ada di tangan laki-laki itu. Namun tindakannya kalah cepat dengan Satya. Ia mondorong Stevlanka hingga membuat punggung gadis itu menabrak dinding.

"Berani lo sama gue?" umpat Satya marah. "Siapa, sih, lo sebenernya?" Satya menatap name tag di seragam Stevlanka. "Stevlanka Annesca," ucapnya mengeja. Nada suara Satya sungguh memuakkan.

"Oh, lo murid baru itu, ya? Sok pahlawan banget." Satya tertawa. Ia melihat Stevlanka dari atas hingga ujung kaki. "Cantik, sih."

"Gue paling nggak suka kalo ada seseorang yang ikut campur hidup gue," kata Satya tajam.

Stevlanka merasakan sesuatu yang buruk di sini. Stevlanka ingin marah memberi pelajaran Satya-mungkin hanya mencekiknya-tapi itu tidak mungkin. Stevlanka tidak mungkin melakukan hal gila. Jika ia lepas kendali, maka kejadian di sekolah lamanya akan kembali terulang.

"Lo mau gue hapus video ini, kan?" tanya Satya mengangkat ponselnya. Kemudian ia tersenyum licik. "Gimana kalo gue ganti objeknya jadi lo. Mumpung di sini lagi sepi. Boleh, nggak?"

Stevlanka membulatkan matanya. "Gila lo, ya?"

Baru saja beberapa menit yang lalu ia menebak, dan ternyata benar. Laki-laki ini sangat berbahaya. Ia menyesal mengapa tadi ia tidak langsung pergi saja. Sampai kapan pun ia akan selalu kalah. Ia akan selalu ditindas seperti ini. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa. Stevlanka kembali memikirkan keputusannya untuk tidak mencekik Satya. laki-laki ini lebih parah dari Karisma. Matanya sudah memerah. Ia tidak akan menangis. Tidak akan.

"Jangan nangis dong, kan belum diapa-apain," kata Satya dengan suara yang dibuat-buat. Stevlanka semakin ketakutan. Ditambah Satya yang semakin mendekatinya. Saat laki-laki itu tepat di depannya, Stevlanka mendorong tubuh Satya. Ia berusaha lari, namun lagi-lagi Satya menggagalkan langkah kakinya. Satya mendorong tubuh Stevlanka, hingga tak sengaja tangan Stevlanka terkena tepi pintu yang mana itu adalah Alumunium.

Stevlanka meringis kesakitan. Darahnya mengalir cukup banyak. Tepat setelah itu tangannya bergetar hebat. Mulut Stevlanka ternganga. Gawat, sebentar lagi pasti ada yang akan celaka. Ia mengepalkan tangannya.

"Ouchh, berdarah, ya? Nggak sengaja gue," kata Satya yang sungguh mengerikan.

"Pergii dari sini!" perintah Stevlanka.

"Kenapa, takut?" Satya tersenyum penuh kemenangan. "Nggak usah takut gue baik kok." Berjalan mendekati Stevlanka.

Deru napas Stevlanka tidak beraturan. Ia masih mengepalkan tangannya, darah segar itu mengalir di sela-sela ruas jari tangannya. Stevlanka memejamkan matanya, tak lama ia membuka mata. Menatap sebuah pembersih cermin di sudut. Pembersih itu tampak rusak, hanya ada pegangannya saja dan berkarat. Dengan cepat Stevlanka meraih benda itu. Dan saat Satya mendekat, Stevlanka menikam perut laki-laki itu.

Kejadiannya sungguh secepat kilat, saat tersadar Stevlanka melihat seragam laki-laki itu berwarna merah karena darah yang keluar. Stevlanka melepaskan benda yang ada di tangannya. Satya yang kini sudah luruh di atas lantai.

"Huuhh." Ardanu terbangun dari tidurnya. Dadanya naik turun. Ia mengedarkan pandangannya. Ternyata ia ada di kamarnya sendiri. Laki-laki itu menghela napasnya lega, ternyata hanya mimpi. Ia menenangkan dirinya sendiri. Ia bertanya-tanya, mengapa Stevlanka ada di mimpinya.

Apakah mimpi ini akan menjadi nyata seperti mimpi-mimpi sebelumnya. Kali ini mimpinya sungguh mengerikan. Tidak biasanya ia akan bermimpi dengan masalah yang sungguh serius seperti ini. Ia juga mengingat bagaimana Stevlaka menikam Satya. Sungguh tidak seperti dirinya sendiri. Ardanu kembali membaringkan tubuhnya. Memejamkan mata, ia tidak percaya ini.

Ia memang selalu bermimpi di masa depan, apa yang akan terjadi. Ardanu berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Sejak kecil ia memiliki kelebihan ini. Yang ia berpikir ini adalah kekuatan supernya. Tetapi jika seperti ini kasusnya sungguh mengerikan. Mimpi-mimpi sebelumnya hanya sebatas masalah ringan, seperti ia akan mengetahui tugas yang akan diberikan oleh guru. Teman sekelasnya yang akan dihukum karena terlambat. Dan banyak masalah kecil yang lainnya. Sudah lama ia tidak memimpikan hal buruk. Dan kali ini ia kembali memimpikan sesuatu yang mengerikan.

*****

Banyak pasang mata berbinar memasuki kelasnya masing-masing. Karena mungkin masih pagi. Pagi ini sangat cerah. Tak ada sedikit pun awan yang menutupi teriknya panas matahari. Ardanu berjalan gontai menyusuri koridor sekolahnya. Jarang-jarang ia berangkat jauh dari bel masuk berbunyi. Biasanya saja ia sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi atau bahkan telat. Pikirannya kembali pada mimpinya kemarin malam. Ia meyakinkan dirinya jika ia akan menghalangi hal itu terjadi. Bagaimanapun caranya.

Saat kakinya melangkah memasuki kelas, ternyata sudah banyak temannya yang datang. Matanya memandang gadis yang telah bercanda dengan Cantika. Gadis itu Stevlanka. Gadis itu hanya tertawa mendengarkan cerita Cantika. Terlihat sekali jika ia adalah sosok pendiam.

Ardanu melangkahkan kakinya menuju tempat duduk. Ia berhenti di samping tempat duduk Stevlanka. Gadis itu mendongak menatapnya sejenak.

"Mimpi apa lo nggak telat?" ledek Cantika.

"Rese banget lo jadi orang," sahut Ardanu kesal. Kemudian ia menatap Stevlanka, mengubah raut wajahnya menjadi tersenyum. "Hai, cewek langka," sapanya.

Stevlanka mengerutkan dahinya, ia mengalihkan pandangannya. Sementara Cantika tertawa mengejek. Melihat Ardanu yang diabaikan oleh Stevlanka. Laki-laki itu menatap Cantika dengan raut wajah jengkel.

"Emang enak dicuekin." Cantika tertawa puas. Laki-laki yang duduk di depan tempat duduk Cantika dan Stevlanka, yaitu Bara. Ia membalikkan tubuhnya ikut menimbrung dalam obrolan Cantika dan Ardanu.

"Tenang aja, Dan, lo nggak bakal gue cuekin, kok," sahutnya juga ikut tertawa.

"Anjir lo," umpat Ardanu. Ia kembali menatap Stevlanka. "Cewek langka gue mau ngomong sama lo."

Setvlanka mendongakkan kepala menatap Ardanu. "Ngomong di sini aja," jawabnya singkat.

"Nggak bisa di sini," kata Ardanu.

"Kalo nggak mau ngomong di sini ya udah, enggak usah." Ia kembali menundukkan kepalanya. Sementara Bara dan Cantika saling bertukar pandang.

Tanpa diduga Ardanu menarik tangan Stevlanka ke luar. Gadis itu terkejut. Beranjak dari duduknya seraya memandang Cantika dan Bara. Ia mengikuti langkah Ardanu karena masih menariknya.

"Dan, anak orang mau lo apain?" teriak Bara. Namun tak ada sahutan dari Ardanu. Ia sudah keluar dari kelas bersama Stevlanka.

"Gila kali ya tuh Ardanu. Main tarik-tarik aja," kata Cantika.

Sementara Ardanu membawa Stevlanka di rooftop-tempat Ardanu tidur saat bolos kelas. Karena kelas mereka ada di lantai atas, mudah saja untuk pergi ke rooftop. Stevlanka menepis kasar genggaman Ardanu.

"Nggak sopan banget jadi cowok," kata Stevlanka menajamkan ucapannya.

"Ya maaf." Ardanu terseyum. "Jangan marah-marah dong, jutek banget sama gue. Nggak inget apa lo juga pernah meluk gue?"

Stevlanka menajamkan tatapannya. Ia menghela napas kasar. "Dasar cowok gila." Membalikkan badannya. Berniat meninggalkan Ardanu. Namun laki-laki itu menghalangi jalannya Stevlanka.

"Vla, dengerin gue." Ardanu mencengkram kedua pundak Stevlanka. Gadis itu tersentak kaget, melihat tangan Ardanu yang ada di pundaknya.

"Pagi ini, jangan ke toilet," kata Ardanu serius. Stevlanka mengerutkan dahinya. "Tunggu sampai pergantian pelajaran aja, minta antar Cantika, okay? Yang jelas jangan ke toilet sendirian. Kalo lo nekat, lo bakal nyelakain seseorang. Dan lo juga bakal dikeluarin dari sekolah ini."

Hening sejenak.

Stevlanka melihat keseriusan di mata Ardanu. Namun, yang dikatakan itu sungguh tidak masuk akal. Ia menepis tangan Ardanu yang ada di pundaknya.

"Sekarang gue makin percaya kalo lo gila," kata Stevlanka tenang tapi begitu dingin.

"Iya gue emang gila. Tapi gue mohon kali ini percaya sama gue."

"Gue harus percaya sama lo?" tanya Stevlanka. Ardanu mengangguk sebagai jawaban. "Emang lo siapa?" tanya Stevlanka lagi. Ardanu hanya diam tidak membalas perkataan gadis itu. Ia membiarkan Stevlanka pergi.

Memang benar, siapa yang akan mempercayainya? Sungguh tidak masuk akal. Dan anehnya, Ardanu merasa memiliki tanggung jawab untuk gadis itu. Seolah bunga tidur itu muncul supaya ia bisa mencegah hal buruk pada Stevlanka. Ia merasa tidak tenang. Ia berjalan kembali ke kelas. Karena bel sudah berbunyi.

Setibanya di kelas, ia melihat Stevlanka. Gadis itu juga menatapnya. Namun tidak lama gadis itu mengalihkan tatapannya. Kemudian Ardanu duduk seraya masih menatap Stevlanka di sampinya.

Cantika melihat gerak-gerik Ardanu. Bermunculan banyak pertanyaan di benaknya. Ia menyenggol lengan Stevlanka dan bertanya, "Tadi lo ngomong apa sama Ardanu?"

"Enggak penting," jawab Stevlanka tersenyum. Cantika menganggukkan kepalanya. Hal itu wajar, memang Ardanu sedikit gila. Stevlanka kembali teringat ucapan Ardanu. Apa mungkin semuanya itu benar?

'Semua omongannya jadi kenyataan, kaya dia itu tau semua yang bakal terjadi gitu. Jangan sampe lo di sumpahin.'

Tiba-tiba kata-kata Cantika waktu itu terngiang di telinganya. Ia menoleh ke arah Cantika. Apa semua yang dikatakan Ardanu itu benar? Stevlanka menoleh Ardanu di sampingnya. Namun tidak mungkin, selama ini yang ia tahu Ardanu adalah laki-laki yang tidak pernah serius. Stevlanka menghilangkan jauh-jauh hal tidak masuk akal itu. Ardanu merasa Stevlanka menatapnya, ia menoleh dan ternyata memang benar. Namun tak lama, gadis itu kembali menundukkan kepalanya. Ardanu tersenyum singkat.

Kelas menjadi hening seketika kekita Bu Betty memasuki kelas. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa di kelas XII IPA B. Bu Betty sebagai pengajar Matematika. Mulai menerangkan dengan penuh ketelitin. Semua murid menatapnya dengan cermat. Namun, Ardanu tidak bisa fokus. Pikirannya terus tertuju pada mimpinya. Jika diamati, bagaimana cara Bu Betty menjelaskan sungguh seperti mimpinya. Bahkan di setiap kalimatnya sama. Ardanu menunggu di mana Bu Betty akan memberikan latihan soal.

Setelah selesai menerangkan, Bu Betty memberikan latihan soal untuk dikerjakan. Semua murid tertunduk membedah soal. Ardanu membulatkan matanya. Sungguh menjadi nyata. Sekali lagi ia menunggu Stevlanka bertanya pada Cantika. Laki-laki saat ini sedang mengamati gerak-geriknya.

Stevlanka, gadis itu tersenyum penuh kemenangan setelah ia menyelesaikan soal latihannya. Mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Ternyata masih sibuk dengan soal yang di berikan. Tak sengaja ia menatap Ardanu yang kini tengah menatapnya sangat lekat.

Namun tak lama, Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ardanu semakin gugup. Tidak salah lagi, ini semua benar-benar terjadi. Stevlanka menghela napasnya. Kenapa tiba-tiba ia ingin buang air kecil. Stevlanka menoleh ke arah Cantika.

"Can, lo udah selesai belum?" tanya Stevlanka setengah berbisik.

"Duh, Vla susah banget nih. Belum selesai gue," jawab Cantika seperti orang yang tengah frustasi. "Kenapa emang?"

"Enggak papa," kata Stevlanka menggeleng. "Lanjutin gih, gue ke toilet dulu, ya."

"Emang lo udah selesai?" tanya Cantika membulatkan matanya. Stevlanka tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Ia bangkit dari duduknya, untuk meminta izin pada Bu Betty. Cantika hanya menggeleng tidak percaya.

Ardanu masih terdiam mematung. Ia menggeleng tidak percaya. Ia juga bertanya-tanya, mengapa juga ia harus sepanik ini?

Stevlanka menuju ke kamar mandi. Saat tiba di kamar mandi, Stevlanka melihat dengan matanya, ada seorang laki-laki sedang merekam murid perempuan yang sedang berganti baju. Stevlanka membulatkan matanya.

"Lo ...," kata Stevlanka. "Lo ngevideo-in mereka ganti baju?"

Laki-laki itu tampak gelagapan, dengan cepat ia berdiri. Sudah jelas ia telah tertangkap basah. Tak lama perempuan yang ada di dalam kamar mandi itu keluar. Menatap laki-laki itu dan Stevlanka bingung.

"Kenapa?" tanya perempuan itu. "Kok bisa ada kakak di sini?" tanya perempuan itu lagi pada laki-laki di hadapannya.

"Nggak ada papa, tadi di lapangan kayanya udah mulai deh olahraganya," kata Stevlanka. Ia hanya tak ingin memperpanjang masalah.

"Hah?" sahut gadis it, "tapi kan masih lama pergantian jamnya?"

"Lihat aja di lapangan." Balas Stvlanka. Dengan cepat gadis itu berlari keluar dari kamar mandi.

Saat ini hanya ada Stevlanka dan laki-laki itu. Kondisi kamar mandi ini sangat sepi. Laki-laki itu menatap tajam Stevlanka. Namun tak kalah tajam dengan Stevlanka. Ia melihat name tag yang ada di seragam laki-laki itu. Tertera nama 'Satya Chudori'

"Beruntung lo karena gue nggak bilang ke cewek tadi," kata Stevlanka. "Tapi gue mohon hapus videonya, atau kalo enggak-"

"Kalo enggak apa?" potong Satya seraya mendekat ke arah Stevlanka. Tatapan laki-laki itu sungguh tajam.

*****

Thanks for reading!

Mimpi buruk itu sudah datang. Tusuk,Vla,tusuk.
Jangan lo vote, komen, share, oke?

I'll do my best!

Tanindamey
Rabu, 24 juni 2020
Revisi: Jum'at, 13 Agustus 2021

Continue Reading

You'll Also Like

120K 3.8K 55
Bagaimana rasanya menikah dengan iblis? Kenyataan itu benar benar gila DEVIL Denial Villen adalah nama siluman yang menjadi pengantar dongeng anak-an...
136K 15.2K 47
Seorang pria yang bertransmigrasi di dalam novel yang terakhir ia baca. Dunia dimana sihir adalah hal normal di sana. Terlahir kembali menjadi orang...
93.6K 6.7K 22
Sebagai pembunuh selama 10 tahun Helen mencapai titik jengahnya. Tidak ada hal baru yang membuatnya memiliki nafsu untuk hidup. Pelariannya saat ini...
1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022