DELUSIONS

By tanindamey

5.4K 1.5K 1.5K

Bagaimana rasanya memiliki suatu cela dalam hidup? Diasingkan, diacuhkan, ditindas, serbuan kalimat pedas. Ta... More

Prolog
Chapter 1- Pembendung
Chapter 3 - Diluar terkaan
Chapter 4 - Menikam dipenghujung
Chapter 5 - Bunga tidur
Chapter 6 - Teror malam
Chapter 7- Goresan Luka
Chapter 8 - Kepelikan seseorang
Chapter 9-Tuturan Menyayat Hati
Chapter 10-Tumpahan Air Mata
Chapter 11 - Terjebak dalam Gulita
Chapter 12 - Ancaman
Chapter 13 - Gamang
Chapter 14 - Dekapan
Chapter 15 - Sebuah Amaran
Chapter 16 - Tak Kuasa
Chapter 17 - Terungkap
Chapter 18 - Cela
Chapter 19 - Kelam
Chapter 20 - Sukar
Chapter 21 - Langka
Chapter 22 - Terjaga
Chapter 23 - Berbeda
Chapter 24 - Cendala
Chapter 25 - Berdebar
Chapter 26 - Jengah
Chapter 27 - Terlambat
Chapter 28 - Mulai Meragu
Chapter 29 - Terbelenggu
Chapter 30 - Bertekad
Chapter 31 - Pasrah
Chapter 32 - Kegetiran
Chapter 33 - Pengakuan
Chapter 34 - Jawaban
Chapter 35 - Telah Padu
Chapter 36 - Meradang
Chapter 37 - Kembali Melukai
Chapter 38 - Memerangi
Chapter 39 - Terdesak
Chapter 40 - Suatu Cela
Chapter 41 - Telah Renggang
Chapter 42 - Delusi
Chapter 43 - Kilah
Chapter 44 - Kalut
Chapter 45 - Berlaga [Ending]
Epilog

Chapter 2- Lilin lebah mencekam

265 92 88
By tanindamey

Lilin lebah mencekam

"Vla nggak peduli Ayah perhatian atau enggak. Tapi Vla nggak pernah bohong."- Stevlanka

Dengan tatapan menunduk, Stevlanka berjalan melewati gerbang sekolah. Jika siswa yang lainnya saling bergurau satu sama lain, tidak dengan Stevlanka. Bahkan teman-temannya pun tidak pernah menganggap Stevlanka itu ada. Selalu diacuhkan, diasingkan, dan dianggap siswa paling menyeramkan. Bahkan terlintas pada benaknya, bagaimana rasanya memiliki teman sejati. Namun, itu hanya sekedar angan belaka.

Mata pelajaran pada jam pertama hari ini adalah Kimia, semua siswa kelas XII IPA A, yaitu kelas Stevlanka menuju ke Laboraturium Kimia. Para murid bersama kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya, menuju meja yang di depannya sudah terdapat peralatan uji coba. Stevlanka berkelompok dengan gadis yang paling berkuasa di sekolah ini, yaitu Karisma, Tiana, dan Raya. Hari yang buruk bagi Stevlanka jika harus berurusan dengan ketiga orang itu.

"Woy!" sentak Karisma tertuju pada Stevlanka. "Gue minta lo yang bener buat larutannya. Awas aja kalau sampai gagal dan nilai gue jelek. Gue bakal kasih lo perhitungan." Dengan sangat ketus lontaran kalimatnya.

"Bener yang dibilang Karisma, awas aja kalo lo bikin kesalahan," sahut Tiana.

Guru kimia menjelaskan materi yang akan digunakan untuk melakukan uji coba. Semua mata tertuju pada guru itu, kecuali Karisma, Tiana, dan Raya. Ingin sekali Stevlanka berteriak menyuruh mereka diam. Namun, ia tidak memiliki keberanian untuk itu. Berkali-kali Stevlanka memejamkan matanya dan menghela napas panjang berusaha untuk sabar. Guru Kimia telah mempersilahkan para murid mencoba uji coba mereka.

Dengan sangat yakin gadis berambut panjang itu mencampurkan satu persatu larutan yang ada. Tidak butuh waktu lama kelompoknya-lah yang menyelesaikan tugas itu dan tentunya dengan nilai yang tinggi. Dengan senaknya Karisma bilang pada Guru Kimia jika ialah yang menyelesaikan uji coba itu. Padahal yang sebenarnya adalah Stevlanka. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Semua pujian diberikan untuk Karisma.

Pelajaran Kimia telah usai, semua murid kembali ke kelas mereka. Karena hari ini adalah piket harian kelompok Stevlanka, maka mereka berempat tinggal di Laboraturium Kimia.

"Kalian bersihkan tempat ini, ya, dan hati-hati," kata Guru Kimia. Empat gadis itu mengangguk. Saat Guru itu keluar kelas, barulah Karisma memulaikan perannya.

"Vla, beresin, ya? Ini, kan, tugas lo." Karisma tersenyum miring.

"Kar, kan, kita piketnya bareng, nggak mungkin aja gue yang beresin ini semua," kata Stevlanka tidak terima.

"Diam dan kerjakan. Biasanya juga lo!" Tiana mendorong tubuh pundak Stevlanka, hingga Stevlanka sedikit tersungkur ke belakang.

"Lo itu ditakdirin untuk ditindas. Jadi jangan macam-macam sama kita!" sahut Raya. Mereka bertiga berdiri tepat di hadapan Stevlanka. Stevlanka memandang ketiga gadis itu dengan was-was.

Karisma tersenyum miring. "Enaknya kita kasih hadiah apa, ya, buat cewek ini?" Stevlanka membulatkan matanya. Inilah jadinya jika ia sedikit saja membalas perkataan Karisma. Dan kini ia menyesal telah membantah. Lebih baik ia diam saja tadi.

"Gimana kalo kita siram wajahnya itu pake larutan yang ia bikin tadi. Itung-itung buat hadiah hasil kerjanya. Ya, nggak?" Tiana tersenyum licik. Raya melebarkan matanya memandang Tiana, sepertinya ia kurang setuju dengan ide gila itu.

Stevlanka menggelengkan kepalanya dengan mata yeng memerah. Karisma membalikkan badannya mengambil larutan itu. Jantung Stevlanka semakin berdetak tidak karuan. Karisma kembali berjalan mendekati Stevlanka yang ketakutan.

"Kar, jangan gila." Raya mencoba menghentikan.

"Kar, jangan. Gue yang bakal bersihin semuanya." Stevlanka memohon.

"Gue nggak bakal aneh-aneh, kok. Gue cume pengen netesin ini di tangan lo. Bukan nyiram, kan?" Karisma mengangkat satu alisnya. "Mana tangan lo, sini!"

Stevlanaka menggelengkan kepalanya.

"Bawa sini!" bentak Karisma.

Karisma semakin berjalan mendekat. Matanya mengisyaratkan jika gadis itu sangat marah. Kedua temannya hanya melihat saja, tidak berani menegur. Entah keberanian dari mana Stevlanka mendorong tubuh Karisma hingga gadis itu tersungkur di atas lantai. Larutan yang ia bawa tercecer, tabung reaksinya pun pecah. Stevlanka membulatkan matanya terkejut. Tangannya mulai bergetar hebat. Raya dan Tiana membantu Karisma berdiri. Terlihat sangat jelas jika gadis itu sangat marah. Melihat keadaan tangannya, Stevlanka menyembunyikan di balik tubuhnya.

"Lo dorong gue, Vla?" Karisma bertanya dengan nada yang mengerikan.

"Gue mohon, kalian bertiga keluar dari ruangan ini. Sebelum gue melukai kalian bertiga," kata Stevlanka dengan suara yang bergetar. Ketiga gadis itu saling pandang kemudian tertawa lepas. Mereka tidak sadar dengan Stevlanka yang berusaha mati-matian menyembunyikan kedaan tangannya. Ia mengepal kuat. Berusaha menguasai pikirannya.

"Lo mau bikin ulah apa lagi? Melukai gue kayak korban-korban lo yang lain? Ah, atau lo mau bunuh gue di sini?" tanya Karisma berjalan sedikit mendekat. "Lakukan aja, biar lo dikeluarin dari sekolah. Lagian sekolah ini paling udah bosen sama tingkah lo."

"Gue bilang keluar! Kalian ngerti nggak, sih?" teriak Stevlanka.

Karisma dan kedua temannya terkejut bukan main. Teriakan Stevlanka itu seperti menjatuhkan harga diri Karisma. Tangannya terangkat di udara ingin menampar gadis pendiam itu. Namun, Stevlanka memberikan satu tamparan lebih dulu. Karena terlalu keras tamparan yang diberikan hingga membuat Karisma terjatuh, dan tangannya terkena pecahan tabung reaksi yang tercecer di atas lantai. Kejadiannya sangat cepat. Raya dan Tiana menangkup mulutnya sendiri. Sementara Karisma menjerit. Menggema pada rungan ini. Stevlanka memandang apa yang ada di depan matanya. Seperti orang bingung yang bahkan seperti orang yang baru saja melihat adegan ini. Dadanya naik turun, air matanya menetes. Ia memundurkan langkah kakinya. Menggeleng tidak percaya.

"Vla, lo ...?" Raya kehilangan kata-kata. Lalu, mendekati Karisma.

"Gu-gue ...." Stevlanka menggelengkan ketakutan.

"Gila, ya, lo!" Tiana ikut menyalahkan.

"Sakit!" Karisma berteriak. Bukan hanya terkena pecahan kaca, ditambah lagi dengan larutan yang menambah luka itu seperti terbakar. Detik berikutnya, para guru dan siswa yang lain berhamburan memasuki Laboraturium. Tubuh Stevlanka semakain bergetar ketakutan.

"Dia!" Karisma menunjuk ke arah Stevlanka. "Dia yang bikin saya seperti ini." Stevlanka semakin ketakutan. Semua tatapan mata mengarah padanya. Entah apa yang terjadi setelah ini. Guru yang datang membawa Karisma ke UKS untuk ditangani lukanya yang cukup parah. Para murid diminta untuk kembali ke ruang kelas masing-masing. Pak jaya sebagai guru Bimbingan Konseling di sekolah itu mendekati Stevlanka.

"Kamu ikut saya ke ruang BK!" kata Pak Jaya tegas.

"Pak, saya-"

"Sekarang!" potong Pak Jaya. "Saya juga akan menghubungi orang tua kamu." Jika sudah seperti ini apa yang biasa diperbuat. Air mata Stevlanka sudah menetes.

Tubuhnya luruh di atas lantai. Bayangkan saja, terpojokkan masalah yang bukan sepenuhnya salahnya. Seharusnya ada teman yang ada di sampingnya, walau hanya mengatakan; 'Gue percaya sama lo, lo pasti kuat,' itu saja sudah cukup berarti bagi Stevlanka. Apa yang ia miliki di dunia ini? Tidak ada. Gadis itu memeluk lututnya yang tertekuk. Menenggelamkan kepala di antaranya. Menangis tanpa suara adalah keahliannya.

Perlahan gadis itu mendongakkan kepalanya. Mengangkat kedua tangannya ke udara. Membolak-balikkan tangannya itu. Air matanya kembali melintas di pipinya, bahkan lebih deras.

Harus kuat, hadapi jangan lari. Stevlanka bangkit dari duduknya berjalan keluar Laboraturium Kimia menuju ruang BK. Mungkin sudah banyak yang menunggunya di sana. Ayahnya pasti juga sudah datang. Berjalan melewati koridor, banyak murid yang mengintip dari balik jendela. Banyak cibiran yang biasa terdengar dari pendengaran Stevlanka.

Stevlanka dapat korban lagi.

Sekarang Karisma yang jadi korban. Mulai sekarang jangan dekati Stevlanka.

Berapa kali, sih, Stevlanka melukai temen sekelasnya?

Mendingan keluarin aja dari sekolah.

Keterlaluan banget ya, kasar.

Stevlanka menutup rapat-rapat telinganya. Namun, apa yang mereka ucapkan memang benar. Ia adalah orang yang berbahaya. Selama di sekolah ia selalu melukai teman-temannya. Saat ini ia telah berada di ruang BK. Duduk berhadapan dengan banyak guru.

"Pak, Bu, saya benar-benar tidak tahu gimana itu bisa terjadi. Saya nggak berniat buat melukai Karisma. Di dalam tadi saya hanya mencoba membela diri. Karisma yang hampir saja melukai saya, saya sempet dorong dia. Dia marah dan setelah itu-" Stevlanka menghentikan ucapannya.

"Jawaban kamu selalu saja seperti itu," kata Pak Jaya. "Kamu dalam keadaan sadar. Dan Karisma terjatuh hingga terkena pecahan kaca tabung reaksi. Bagaimana kamu tidak tahu apa yang terjadi? Jelas-jelas kamu yang mendorong bahkan menampar."

"Tapi saya tidak tahu apa yang terjadi."

"Vla, apa maksud kamu? Nggak mungkin, kan, tangan kamu bergerak sendiri?" Guru yang lainnya ikut menyambung. Tampak kesal di wajahnya. Stevlanka tidak membantah. Gadis itu meremas ujung roknya. Menggigiti bibir bawahnya. Tidak ada kilah yang bisa dilontarkan. Tenggorokannya seolah terkunci rapat. Semuanya memang benar. Stevlanka memang melukai semua teman yang mengganggunya. Hanya saja Stevlanka tidak percaya dengan dirinya yang melakukan itu. Sudah terlalu sering hal itu terjadi. Wajar saja membuat para guru kecil hati. Mereka yang menghakimi tidak akan pernah mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Stevlanka.

"Kami sudah membuat keputusan, Vla. Kamu harus dikeluarkan dari sekolah ini. Mengingat ini bukan hal yang pertama, bahkan kamu terlalu banyak melukai teman sekelas kamu. Ini permintaan dari orang tua Karisma." Pak Jaya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

Stevlanka membulatkan matanya. Apa yang ia takutkan kini terjadi. Orang tua Karisma memang sering membantu sekolah ini. Dan pastinya akan menuruti apa pun permintaannya. Stevlanka menatap guru satu per satu dengan matanya yang berair.

"Kami tidak bisa berbuat apa pun, Vla, kami takut dengan masalah psikis kamu. Jadi kami sepakat mengeluarkanmu. Ini semua juga demi kebaikanmu juga."

Stevlanka menunduk. Meremas jemarinya. Mereka takut?

"Bapak tidak perlu mengeluarkan putri saya, saya sendiri yang akan memindahkan Stevlanka." Suara Satriya dengan tegas memasuki ruang BK. Stevlanka menoleh ke arah Ayahnya. Semua pandangan guru teralihkan pada seorang pria yang mengenakan pakaian rapi itu. "Saya akan segera mengurus berkas-berkas untuk kepindahan Stevlanka."

Pria paruh baya itu menarik tangan putrinya. "Saya akan kembali lagi, permisi." Setelah mengatakan itu mereka keluar dari ruangan Bimbingan Konseling. Semua guru terdiam dengan apa yang terjadi.

Stevlanka menepis genggaman sang Ayah ketika mereka sudah berada di samping mobil milik Ayahnya.

"Kamu nggak usah khawatir Ayah akan mencarikan kamu sekolah yang baru, di mana sekolah yang masih bisa menerima bagaimana bahayanya kamu. Sekali lagi Kamu membuat ulah, maka Ayah akan menerapkan home scholing untukmu."

*****

Gadis berambut panjang itu duduk bersandar di atas tempat tidurnya. Membaca buku pelajaran kimia, buku yang begitu tebal. Sungguh menggemaskan jika melihat dengan jumlah halaman yang lebih dari dua ratus lembar. Ada rasa ingin mengahabiskan jumlah lembaran itu. Jadi, tak heran jika Stevlanka sungguh menguasai setiap pelajaran. Sebuah bantal dipangkuannya yang menjadi alas. Matanya mengikuti arah barisan setiap kata yang ada di buku itu.

Sungguh hening, hanya ada suara decakan jarum jam yang berputar. Menunjukkan pukul delapan malam. Kamar stevlanka begitu terang, dengan warna dominan putih. Karena memang gadis itu tidak suka dengan warna gelap. Mulai dari cat tembok putih, lemari, meja belajar, bahkan seprai tempat tidurnya. Semua memang disengaja warna putih. Warna putih akan membuatnya tenang.

Tiba tiba Stevlanka mendengarkan suara seretan sebuah langkah kaki. Wajah sendunya terlihat mulai resah. Telapak tangannya pun mulai berkeringat. Memejamkan mata sejenak, menggelengkan kepalanya. Berusaha menepis apa yang ia rasakan. Ia kembali melanjutkan aktivitas membacanya. Tangan Stevlanka bergerak menyelipkan anak rambut di balik telinganya yang menutupi wajahnya.

Namun, suara seretan langkah kaki itu semakin terdengar jelas, bahkan ada suara lain-seperti kuku atau entah apa-yang digesekkan pada dinding. Gorden jendelanya bertebaran karena angin yang berhembus secara tiba-tiba. Stevlanka mencengkram kuat buku yang ada di pangkuannya. Jantungnya mendadak tidak beraturan. Beberapa kali meneguk salivanya dengan susah payah. Sungguh ia merasa sesuatu akan terjadi. Memindahkan buku yang ada dipangkuannya menjadi di sampingnya. Tepat setelah itu lampu kamarnya padam.

"Ayah!" pekik Stevlanka.

Dadanya sesak, ia mengambil napas dengan tersenggal-senggal. Sementara angin masih berhembus dengan sangat kuat. Tangan Stevlanka gemetar mencari ponselnya. Dan akhirnya ia mendapatkannya, sedikit dapat bernapas kekita layar ponselnya mengeluarkan cahaya. Kaki Stevlanka gemetar menuruni tempat tidurnya. Gadis itu sangat takut. Keringat dingin membanjiri pelipisnya.

"Ayah! Apa mati lampu?" Stevlanka kembali berteriak dengan suara gemetar.

Berjalan dengan sangat hati-hati. Tangannya terulur menekan sakelar. Untuk mengetahui menyalakan lampu. Karena dari jendelanya dapat ia lihat lampu menyala di luar sana. Dan ya, lampunya kembali menyala. Sedikit rasa tenang dalam dirinya. Stevlanka membalikkan tubuhnya. Melangkah menuju tempat tidurnya, namun hanya beberapa langkah saja lampu kamarnya kembali padam. Sontak Stevlanka memegangi dadanya. Tangannya yang lain berusaha menyalakan senter di ponselnya. Tidak sengaja senter di ponselnya mengarah pada sudut kamarnya. Mulut Stevlanka ternganga. Dadanya semakin sesak. Dengan angin yang masih kuat berhembus. Sosok berdiri dengan menundukkan kepalanya. Rambut yang menutupi wajahnya. Baju merah maroon yang dikenakan.

Bibir Stevlanka bergetar, ingin berteriak namun tidak mampu. Dadanya naik turun, matanya sudah berair. Cahanya yang berasal dari ponselnya bergerak tak beraturan karena tangannya bergetar hebat. Membalikkan tubuhnya berlari kearah pintu. Ia berusaha membuka knop pintu, namun hasilnya nihil. Pintu itu terkunci.

"Ayah! Buka pintunya, Yah!" Stevlanka berteriak gusar. Tangannya memukul-mukul pintu itu. Tidak ada sahutan sama sekali dari Ayahnya. Stevlanka menghentikan tangannya, suara seretan kaki yang mendekat. Perlahan menoleh ke belakang.

Tepat di belakangnya, gadis mengenakan baju merah maroon itu berjalan mendekatinya. Dengan cepat Stevlanka memukul pintu itu kembali dengan sangat keras. Mungkin tangannya sudah memerah. Sosok menyeramkan itu semakin mendekat. Seolah tak mampu bergerak, kaki Stevlanka mendadak mati rasa. Ia terkulai lemah di atas lantai. Ponselnya juga terjatuh. Ia menenggelamkan kepalanya di sela-sela lutut dan tangannya. Memeluk lututnya sendiri.

"Pergi! Gue mohon!" Stevlanka memejamkan matanya dengan sangat erat. Berteriak sekeras mungkin. Berharap ada yang menolongnya saat ini. Dadanya semakin sesak.

"Vla," seorang menyentuh pundaknya.

Stevlanka semakin histeris. "Pergi!"

"Ini Ayah." Satriya mengguncang pundak putrinya. Stevlanka membuka kedua matanya mendengar jika orang itu adalah Ayahnya. Mendongakkan kepala, dan benar itu Ayahnya. Gadis itu langsung memeluk Satriya dengan sangat erat. Wajahnya pucat pasi, bibirnya yang masih gemetar. Gadis itu sangat ketakutan.

Satriya mengelus pundak putrinya.

"Yah, Vla liat sosok itu lagi. Vla takut, Yah."

Satriya mengela napas berat, melepaskan pelukan putrinya. Stevlanka mentap Ayahnya. "Kamu lihat kamar kamu terang kaya gini, nggak mungkin ada aneh-aneh."

Stevlanka mengedarkan pandangannya, ia mulai sadar ternyata lampunya menyala. Tidak mungkin salah, ia masih waras. Cukup jelas jika tadi lampunya padam dan ia melihat sosok menyeramkan itu.

"Tapi tadi lampunya mati, Yah. Vla bisa lihat sosok itu."

"Vla, tadi Ayah masuk kamarmu juga seperti ini keadaannya. Lampumu menyala. Sudahlah jangan mengada-ngada. Tidurlah, besok kamu sudah mulai sekolah." Satriya bangkit dari duduknya. Vla menatap Ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bahkan Ayahanya saja tidak mempercayainya. Lalu, di mana Stevlanka akan mencari rasa aman?

"Bangunlah," ujar Satriya yang terdengar dingin. Melangkahkan kaki untuk keluar dari kamar Stevlanka.

"Yah, Vla nggak tahu kenapa Ayah segitu nggak pedulinya sama Vla. Apa karena sepuluh tahun yang lalu?" tanya Stevlanka yang menghentikan langkah Satriya di ambang pintu. Gadis itu mendongak menatap punggung ayahnya. "Vla nggak mengada-ngada yah. Vla nggak bohong. Kenapa Ayah nggak pernah percaya sama Vla?"

Satriya membalikkan tubuhnya menatap Stevlanka yang masih duduk di atas lantai. Raut muka yang sangat terluka. Air mata yang berlinang deras.

"Apa Ayah berpikir jika Vla mengarang cerita ini untuk menarik perhatian Ayah?" Stevlanka kembali berkata-kata. "Vla nggak peduli ayah perhatian atau enggak. Tapi Vla nggak pernah bohong."

Entah mengapa seperti tersayat mendengar ucapan Stevlanka. Begitu menderitanya putrinya itu. Pria itu berjalan mendekati Stevlanka. Berjongkok di depan Stevlanka. "Ayo, bangun!" kata Satriya. Suaranya tidak sedingin tadi.

Stevlanka menatap mata Ayahnya sekilas. Menghapus air matanya dan kemudian bangkit. Menerima uluran tangan Satriya. Pria itu menuntun purinya menuju tempat tidur. Stevlanka duduk di tepi ranjang, mendongak menatap Ayahanya.

"Apa Ayah mau menemani Vla di sini sampai Vla tidur?"

Hening sejenak, kemudian Satriya mengangguk pelan. Senyuman terukir di bibir Stevlanka. Ia membaringka tubuhnya, menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Gadis itu tersenyum sejenak pada Ayahnya.

Satriya duduk di samping Stevlanka. Menatap wajah putrinya yang terpejam tenang. Dengan ragu tangannya terulur mengusap puncak rambut Stevlanka. Melihat wajah tenang gadis itu mengingatkan pada seseorang yang amat ia cintai. Sungguh tak sanggup menatapnya lebih lama lagi. Satriya mengela napasnya. Memejamkan mata. Semua kejadian sepuluh tahun yang lalu kembali terlintas di benaknya. Ia bangkit segera meninggalkan Stevlanka.

Matanya tertuju pada ponsel Stevlanka yang tergeletak di lantai. Menundukkan tubuhnya mengambil ponsel itu. Satriya mengerutkan dahinya, lampu senter ponsel itu menyala. Untuk apa menyalakan lampu senter jika lampu manyala seterang ini. Ia menatap Stevlanka yang telah tertidur pulas.

*****

Thanks for reading!

jangan lupa tinggalkan jejak kalian, supaya lebih semangat lagi nulisnya. Vote, komen, Share ke temen-temen kalian.

Yuk kerja samanya. I'll do my best!

Tanindamey
Senin, 15 juni 2020
R

evisi: Jum'at, 13 Agustus 2021


Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022
193K 21.4K 24
NOT BXB!! NOH UDAH PAKE CAPSLOCK, BIAR KELIATAN. Ardi si CEO, Yudha si remaja narsis, dan Ozan si pencuri, tiga orang yang mengalami kejadian di luar...
2.6M 146K 73
❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Peringkat Mengesankan: #1 in mafia [18 Agustus 2024] #1 in fantasi [21 Agustus...
1.1M 75K 47
Daddyyyyyy😡 "el mau daddy🥺"