Finale

By nadomeda

2.2K 336 43

The journey to get through things that once broke them down, to love and to be loved properly. More

meet the characters
01 - Bitter
02 - Hi Hello
03 - Struggling
04 - A Ride Home
05 - Addicted
06 - Your One Call Away Man
07 - Rejection
08 - Green-eyed
09 - A Glimpse of Her Past
11 - New Step
12 - Serendipity
13 - Bad Bad Dream
14 - Weird Tension
15 - Soto Pagi
16 - Sunrise
17 - Blooming
18 - Take It Easy
19 - Midnight Lullaby
20 - Unfortunate Fortune
21 - She Came Back
22 - The Things You Do
23 - Safe Haven
24 - Story Unlocked

10 - Rumour

65 16 1
By nadomeda

Bianca

Penutupan Welcoming Party menjadi kali pertamaku menonton Juan tampil di atas panggung. Meski aku sudah terbiasa melihatnya gitaran sambil nyanyi-nyanyi sejak SMP (atau bahkan SD?), baru kali ini aku benar-benar melihatnya tampil.

Dan, ya, setelah seharian kemarin para maba dicekoki berbagai macam sesi, games, tidur larut dan dipaksa bangun subuh untuk senam gak berfaedah, lalu games lagi dan sesi ngomel-ngomel oleh divisi security, akhirnya kami sampai di penghujung acara. Lega rasanya. Lega karena ospek sudah selesai dan kini statusku sebagai mahasiswa benar-benar diakui.

SunDay tampil dengan sangat baik, beyond my expectation, to be honest. Sepertinya, mereka juga mulai mendapatkan penggemar dari para maba yang kini tengah jingkrak-jingkrak dan turut bernyanyi. Aku tak urung tersenyum kala mendengar beberapa dari mereka meneriakkan nama Dimas yang tak disangka akan turut tampil malam ini.

"Yang megang bass itu Kak Brian bukan, sih?" kudengar seorang maba di sampingku berbicara.

"Gak tau, gak kenal gue. Emang lo kenal?" sahut temannya, samar-samar terdengar.

"Nggak, sih, tapi ada kating sempet ngomongin dia, gitu."

"Hah? Ngomongin gimana?"

"Katanya dulu tuh dia pernah hamilin cewek terus gak tanggungjawab,"

"Serius lo?"

"Gue dengernya sih gitu, gak tau beneran apa nggak. Terus kating-kating pada bilang ke gue, hati-hati kalo deket-deket sama doi. Nanti tiba-tiba kena aja ..."

"Gila, masa sih? Sayang banget padahal ganteng ..."

Suara mereka teredam oleh penampilan SunDay yang semakin larut semakin menjadi. Atau mungkin, aku yang tidak ingin mendengarkan obrolan mereka lebih lanjut.

Mataku tertuju ke atas panggung, tempat dimana Kak Brian terlihat serius membetot bass, sama sekali tidak menyadari kalau ada dua orang yang baru saja membicarakan hal busuk tentangnya.

"Kenapa? Lo kemakan gosip Jun juga?"

Sekilas memori itu mampir kembali ke otakku. Meski aku gak tau siapa Jun yang dimaksud, tapi ... mungkin aja, kan? Itukah gosip yang dibicarakan Kak Brian tempo hari?

Aku merenung, tidak lagi fokus pada musik yang disajikan di depan mata, tidak peduli lagi meskipun di atas panggung situ ada sepupuku yang kubanggakan. Otakku memutar cepat memori di jembatan penyeberangan, berusaha menggali detail-detail kecil yang terlupakan.

"Gue udah cukup hidup dalam penolakan di kampus, Bi. Gue pikir lo bakal beda dari mereka. Lo selalu baik sama gue, gak kayak orang lain yang ngeliatin gue dengan jijik."

Damn, Bianca. What have you done?

<>

"Bi!"

Aku menoleh pada Juan yang tengah berlari menyusul diriku. "Balik bareng mau? Koko bawa mobil, daripada kamu sempit-sempitan di situ," ujarnya seraya menggestur pada mobil tentara yang kami gunakan sebagai transportasi pulang malam ini.

"Apaan, nih, anak gue mau diculik?" tiba-tiba saja, Kak Wanda selaku fasilitator kelompokku muncul. "Nunggu apa, Bi? Itu mobilnya udah mau berangkat lho."

"Bianca biar balik sama gue aja. Kamu malem ini nginep ndek tempat e Koko, kan? Sekalian a, daripada drop dulu di kampus utama. Biar Koko ndak usah jemput lagi."

Kak Wanda mengernyit mendengar cara bicara Juan yang berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berbicara denganku, "Hah? Lo berdua ...?"

"Sepupu, Kak," jawabku sebelum Kak Wanda sempat berasumsi aneh-aneh, "iya, Ko, aku nginep, kok."

"Ooh, ngomong, dong. Gue kira lo lagi ngegebet maba. Gila aja sampe nginep-nginep," Kak Wanda terkekeh seraya memukul lengan Juan. "Jadi Bianca mau balik sama Juan langsung, nih?"

"Err, emang gak pa-pa, Kak?"

"Gak pa-pa, lah! Daripada kamu dempet-dempetan juga di mobil tentara, mending naik mobil ber-AC. Eh lo pake mobil kan, Ju? Kalo sampe naik motor gak ikhlas, sih gue. Dingin begini."

Juan memutar bola matanya, "Iyalah, lo kira bawa gitar keyboard segala macem pake apaan? Sepeda ontel?"

"Ye, gak usah ngegas dong," cibir Kak Wanda, "yaudah, Bi, kamu balik sama Juan aja. Hati-hati ya kalian!"

Kak Wanda berlalu, turut naik ke dalam mobil tentara bersama-sama dengan anggota kelompokku yang lain. Baik diriku maupun Juan hanya mengangkat satu tangan sebagai ucapan selamat tinggal sebelum akhirnya mobil slash truk itu melaju pergi.

"Di mobil rame-rame gak apa, kan?" tanya Juan seraya mengambil alih tas ransel yang kubawa. Tingkahnya itu membuat beberapa maba di dekatku memekik kegirangan melihat betapa manisnya kami berdua.

Iri aja lo semua.

"Siapa aja, Ko?"

"Sini sekalian—" tangannya terulur, turut mengambil kantung kresek berisi baju kotor dari tanganku, "—cuma kamu, Koko, Brian ... sisane barang sih."

Dadaku berdenyut aneh kala mendengar nama Brian. Entah apa maksudnya.

"Bi?"

"Hm?" aku mendongak, "Nggak apa, kok."

"Yaudah, langsung pulang, yuk, biar kamu langsung istirahat."

<>

Brian

Malam ini, Semesta mempertemukan gue dan Bianca untuk tidur seatap. Semuanya berkat motor gue yang kekunci di parkiran gedung fakultas karena kami pulang terlalu larut dan juga Bianca yang rupanya memang berniat menginap tanpa sepengetahuan gue.

Sementara di sisi lain kasur Juan sudah tertidur dengan pulas, gue masih terjaga. Nggak tau, risih aja, padahal gue sekamar sama Bianca juga nggak. Jarum jam sudah bersemayam di angka dua, langit masih gelap, dan gue masih aja melek tanpa ada rasa kantuk, seolah-olah rasa lelah gue setelah manggung malam ini menguap begitu saja.

Gue beranjak dari kasur, memutuskan untuk membuka jendela dan menatap langit malam hanya untuk mendapati kalau Bianca yang notabene tidur di kamar sebelah sedang melakukan hal serupa. Meskipun terlihat kaget, diluar dugaan, Bianca memilih untuk tetap memandangi langit seolah-olah gue gak ada.

Maka gue pun melakukan hal yang sama.

Samar-samar, gue bisa mendengar alunan lagu dari kamarnya. Nadanya familiar. Cigarettes After Sex? Atau Beach House? Entahlah.

"Sorry,"

Gue menoleh, memastikan kalau suara tadi memang berasal dari Bianca—dan sebaiknya begitu. Gak lucu kalau ada makhluk ketiga di antara kami sekarang.

"Pas lo manggung ada maba di samping gue ngomongin lo," lanjutnya, "katanya lo pernah ... impregnated someone."

"Wow," gue tertawa miris, "gosipnya berevolusi ya ternyata? Terakhir gue denger mereka cuma bilang gue pernah perkosa orang, sekarang udah sampe hamil ternyata. Kayaknya besok bakal ada kabar anak gue udah lahir, deh."

Bianca tidak berkomentar, matanya terfokus pada langit. "Lo percaya, Bi?"

Perempuan itu menoleh dan terdiam selama beberapa detik, "Hmm ... lebih tepatnya gak peduli, sih."

Gue mengernyit. Baru kali ini ada orang yang gak peduli dengan gosip kalau seorang Brian pernah melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wanita.

"Terus lo gak takut sama gue? Lo gak ada pikiran kalo kita deket gue bisa aja ngelecehin lo kapan pun?"

Bukannya tersinggung atau apa, Bianca malah tertawa. Tawanya lembut, beneran ketawa. Bukan ngejek, bukan apa. Padahal gue gak lagi ngelawak.

"Gini, deh. Pertama, gue denger rumor itu dengan embel-embel 'katanya'. Katanya lo pernah, tapi buktinya mana? Kedua, kalau lo emang sebusuk itu, gue penasaran kenapa Juan masih mau temenan sama lo, I'm pretty sure those are nothing but rumour," jelasnya.

"Tapi waktu itu—"

"I know, gue nolak lo, dan sekarang gue mau minta maaf buat itu, but ... that's not the reason. Lagian gue juga baru tau gosipnya sekarang."

"Then?" sebelah alis gue terangkat, menuntut penjelasan.

Bianca menghela napas lalu menegakkan bahunya. "Gue pernah kenal seseorang. He barely knew me, tapi dia selalu memperlakukan gue selayaknya putri raja. Dia kayak ... pelindung yang selalu siap 24/7 buat gue dan gue ngerasa aman di deket dia. Gue pikir hidup gue bakal baik-baik aja selama ada dia, turned out he's the disaster itself."

Penjelasannya singkat, tapi gue cukup paham apa yang Bianca maksud.

"Gue sadar lo cuma bersimpati karena lo tau gue ada masalah, but I can't help it. Dia juga dulu gitu, cuma ngasih perhatian-perhatian kecil yang bahkan nggak gue sadari, tapi ternyata perhatian-perhatian kecil itu yang jadi permulaan dari semuanya."

Bianca menatap gue lamat-lamat dan gue nggak bisa melakukan apapun selain balik menatapnya.

"Maaf ya," jeda, "hidup lo udah cukup berat dan tiba-tiba aja gue dateng cuma buat nambahin beban lo. I really didn't mean to reject you like they did."

Gue nggak bisa menahan senyum. For the first time in forever, someone really said sorry for rejecting me. "Gak pa-pa. Justru gue yang makasih karena lo udah mau cerita, gue jadi tau how to treat you properly."

Perempuan itu menggeleng, entah maksudnya apa, tapi ada senyuman tipis yang mengembang di wajahnya. "Gue pengen mulai buka diri dan hidup selayaknya orang lain," ujarnya lirih, tapi nadanya menggantung banyak harapan, "lo bener, Kak. Kalau pun gue trust issues, bukan berarti gue harus nutup diri dari kebaikan orang lain. Just treat me like a normal human being, will you?"

Gue mengangguk, "But when you say no, then I'll accept it as a no, okay? Gue gak akan memaksakan afeksi apapun pada lo unless you really want it too."

"Thanks."

"So ... we're fine now?"

"We're fine."

<>

A/N

aku lowkey pengen punya abang kayak Juan :(

Continue Reading

You'll Also Like

73.4K 6.9K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
235K 25.5K 17
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...
365K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
99.3K 12K 37
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...