The Gado-Gado's

By nanoniken

126 16 7

"Nggak baik meremehkan mimpi orang lain, Ga. Kamu nggak tahu gimana rasanya menjadi mereka yang hanya mewujud... More

Phytag Nggak Pitak

Welcome to The Gado-Gado's

53 7 1
By nanoniken

Welcome to The Gado-Gado's


Pukul sepuluh, Ega keluar dari kamar karena mendengar ribut-ribut di luar. Suara ribut itu dihasilkan dari seorang cewek dan beberapa cowok. Begitu dia membuka pintu, dia melihat Phytag berdiri dengan berkacak pinggang sementara cowok-cowok duduk di sofa dan karpet. Ega menghampiri mereka.

"Awas ya kalau kalian menyabotase HP aku lagi. Kalian pikir aku nggak bisa bales?" Phytag merasakan langkah seseorang mendekat. Dia menoleh lalu mengesah. "Aku berangkat sekarang deh!" Phytag melambaikan tangan dan disambut dengan 'ya' dari anak-anak cowok.

Ketika berjalan melewati Ega, Phytag langsung melengos, nggak menyapa Ega. Nggak mau ambil pusing dengan sikap Phytag, Ega memilih untuk berkenalan dengan penghuni kos lainnya.

"Kalian kenapa? Baru ketemu beberapa menit kok udah panas aja hawanya," celetuk Divta.

"Tadi Phytag malah bilang kalau kamu songong. Ada apa?" tanya Tio.

Ega mengangkat kedua bahunya. "Ke mana dia?" tanya Ega setelah dia mendengar suara motor Phytag yang menjauh.

"Kerja," jawab salah satu penghuni kos bernama Tio.

"Kerja? Memangnya dia umur berapa?"

Jika dilihat dari postur tubuh dan wajah imut-imutnya, Phytag masih terlihat seperti anak SMA jadi Ega nggak menyangka kalau Phytag sudah bekerja.

"Dia masih kelas 2 SMA, kok. Kan kerjanya cuma part time aja jaga toko. Kalau hari Minggu gini, dia bisa datang kapan aja. Kalau sekolah paling sorean gitu." Tio tiba-tiba berubah menjadi seorang pembawa berita untuk Ega.

Ega mengangguk-angguk. Jadi Phytag satu tahun di bawahnya.

Detik selanjutnya tiga orang cowok itu sudah merancang sebuah rencana untuk menjahili Totong yang saat ini masih betah molor di kamarnya. Nama aslinya Anto tapi karena ukuran badannya menyerupai gentong, makanya dia dipanggil Totong. Ide jahil itu dicetuskan oleh Tio—si Raja Jahil, begitu anak-anak menyebutnya. Dia menyuruh Divta meminjam wig milik Mita. Cewek itu memang hobi mengoleksi bermacam-macam rambut palsu.

"Yang panjang, Div. Sekalian dasternya!"

Setelah Divta berhasil meminjam wig, dimulailah proses perubahan Tio. Divta memakaikan daster dan rambut palsu pada Tio. Dan tara... seketika Tio menjadi seorang cewek. Seakan mengerti tindakan anak-anak itu, Ega mengambil bantal sofa lalu menyodorkannya pada Tio.

Tio menaikkan kedua alisnya serta menatap Ega dengan mata yang seolah mengatakan-aku-nggak-mungkin-sengaja-tidur-pakai-pakaian-cewek-trus-maksudnya-apa-nyodorin-bantal.

"Acting jadi cewek yang lagi bunting, Yo. Kayaknya lebih menantang." Ega menjelaskan sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah di depan mukanya. Peace, man!

Raut tegang di muka Tio perlahan menghilang. Dia berpikir lalu mengangguk mantap. "Encer juga otak kamu! Good idea!"

Seketika banyak terdengar helaan napas. Hawa panas yang awalnya menguar kini berubah jadi adem. Mereka serasa habis diguyur hujan es batu dalam kos. Bahkan Divta merasa lega, selega baru ngeluarin pup yang sudah setelah tiga hari nggak keluar juga. Edan tuh anak.

"Wah, gokil juga kamu. Resmi diterima di sini! Masuk! Welcome to The Gado-Gado's!" Divta menepuk bahu Ega dengan bangga. Dia merentangkan sebelah tangannya sementara sebelahnya lagi merangkul pundak Ega, mengajak Ega berputar-putar di tempat. Ega mengikuti dengan tampang cengo.

"Emang tadi belum diterima jadi anak kos sini?"

"Yah, tau sendiri kan? Anak kos sini tuh gila semua. Tampang emang plus tapi kelakuan minus. Tampangmu tadi tuh kayak masih jaga-jaga image gitu. Kita ngira kamu nggak bakal betah di sini trus cepet-cepet keluar. Kalo udah gitu, kita yang bakal kena marah Tante Ida dan konsekuensinya kita harus bayar tunggakan kos. Duit kita lagi cekak, man!" jawab Ivan yang sedang memasukkan bantal ke balik dasternya Tio—eh, bukan. Ini daster milik Mita, deng.

Bintang lalu mengikat bantal itu agar tidak lepas dari perut Tio. Karena iseng, dia mengeratkan ikatannya yang berujung mendapat hadiah sebuah keplakan keras di kepalanya.

"Kamu tuh emang paling nggak sopan sama orang yang lebih tua!" gerutu Bintang.

Tio nggak menghiraukan protes Bintang. Dia fokus pada rencana jahilnya. "Udah kan? So... it's show time!" Tio masuk ke kamar Totong yang ada di sebelah kamarnya. Dia sudah hapal dengan kebiasaan Totong yang nggak pernah mengunci pintu kamarnya. Baru saja Tio mengulurkan tangan untuk membuka pintu, Divta menghentikannya.

"Wait, bro. Kayaknya ada yang kurang nih." Divta lalu mengeluarkan lipstik dari celana training-nya. "Biar lebih hot!"

Lipstik berwarna merah menyala hasil pinjaman dari Mita itu dioleskan ke bibir Tio. Tapi karena nggak ahli, jadinya malah cemong-cemong.

"Buset, sampe ke pipi segala," protes Tio. Tapi dia membiarkan Divta. Setelah selesai, tanpa membuang waktu Tio masuk ke kamar Totong. Dilihatnya Totong masih menempel di kasurnya seperti paus terdampar. Segera Tio membuka selimut dan tiduran di samping Totong. Dia mencabut bulu-bulu kemoceng dan menggelitiki telinga Totong. Saat Totong mulai menggeliat karena risih, Tio pura-pura tidur membelakangi Totong.

Totong membuka matanya lalu membalikkan badan. Dia melihat sesosok cewek berambut panjang yang mengenakan daster tengah tidur di sebelahnya. Belum selesai keterkejutannya, cewek itu membalikkan badan dan tersenyum nakal padanya. Lidahnya terjulur untuk menggoda.

"Mas, udah bangun?" Tio dengan penampilan cewek, memanggil Totong dengan suara yang mendesah.

Wajah Totong langsung shock begitu melihat perut buncit milik cewek di depannya.

"Waaa! Ada cewek bunting di kamarku!" teriak Totong. Tapi Tio malah mendekat dan mencubit lengan Totong.

"Gimana sih, Mas? Ini kan anak kita!" Tio langsung mencium pipi Tio sehingga menimbulkan sebuah kiss mark di pipi gempal Totong. Wajah Totong langsung pucat. Dia bangun dari kasurnyaa dan berlari keluar kamar.

Totong berteriak dengan keras. "Cewek bunting! Tolong, aku nggak hamilin anak orang! Aku masih setia sama Linda! Lindaaa!"

Di kamar Totong, Tio sibuk cekakakan sambil memegangi perutnya ketika mendengar Totong memanggil nama pacarnya di desa. Anak-anak lain yang menonton pun sama seperti Tio. Memegangi perut yang kram karena tertawa.

Tiba-tiba pintu samping di lantai bawah terbuka. "Siapa yang teriak tadi? Kalian rame-rame ngapain? GANGGU TIDUR TANTE AJA!" Suara Tante Ida langsung menggelegar, mengalahkan suara tawa anak-anak kos.

Tio segera melepas semua perabot milik Mita yang dia kenakan. Dia lalu pura-pura tidur telungkup di sofa. Anak-anak lain hanya terdiam, membeku seakan pasrah menanti Tante Ida menaiki tangga dan menyambut dengan aura mencekam. Totong hanya menatap Tio yang sudah terbujur di sofa. Dia menghela napas. Aku yang kena omel, deh.

Tante Ida tentu sudah hapal pemilik suara yang berteriak histeris tadi. Tante Ida langsung menghukum Totong. Dia menyuruh Totong memijat kakinya dan mengangkat jemuran di lantai atas rumah Tante Ida. Setelah memberi hukuman tersebut, Tante Ida turun lagi. Totong terkapar di lantai. Dia meringkuk di lantai. Teman-teman kos seakan melihat bakpau berukuran jumbo. Bukannya simpati, anak-anak malah tertawa makin parah begitu melihat pipi kanan Totong. Di situ terukir bekas maha karya Tio, hasil cipokannya.

Ivan menghampiri Tio yang masih telungkup di sofa. "Say, aku juga mau dicipok dong, Say." Ivan menggoyang-goyangkan badan Tio tapi tidak ada respon berarti. Dia mendekatkan telinganya dan mendengar dengkuran halus. "Yaelah! Bisa-bisanya molor nih anak!"

Perlahan Totong berdiri. Dia berjalan menuju tangga yang terhubung dengan lantai dasar dengan lunglai. Tinggal beberapa tangga lagi, Totong salah langkah. Dia terjatuh dan menimbulkan suara yang keras. Bayangkan saja bagaimana jika badan besar Totong beradu dengan lantai. Bahkan Randy yang sedang membawa secangkir kopi, kaget hingga limbung ke kanan. Walhasil cangkir yang dibawanya jatuh lalu pecah.

Cowok-cowok yang melihat kejadian itu hanya melongo. Tio pun jadi terbangun dari tidurnya. Reas yang saat itu ikut melihat kejadian tersebut, tertawa terbahak-bahak dari lantai 3.

"Tong... Tong. Kamu jalan biasa aja udah gempa. Apalagi jatuh coba? Bumi gonjang-ganjing. Hati-hati dong, Tong!" teriaknya dengan cuek

Totong menatap ke atas. Dia nggak bisa marah dengan semua kejahilan teman-teman kosnya. Dia tahu ini adalah bentuk kasih sayang dan kebersamaan mereka. Totong hanya bisa nyengir lebar. "Kaget ya, Re?" tanyanya pada cewek tomboy yang masih memandanginya dari lantai 3.

"Pake tanya lagi!"

"Sorry, Re." Lalu Totong tergopoh-gopoh ke pintu samping.

"Tong! Lantai bisa retak, tau!" bentak Randy.

Dari lantai dua, Ega menonton aksi teman-teman kosnya. Dia juga ikut terlibat dalam keusilan mereka. Semula dia pikir dengan memilih tinggal di kos, dia akan sendirian. Seperti yang dia inginkan pada awalnya. Akan tetapi jika melihat teman-teman barunya, mustahil dia merasa sendiri dan kesepian.

Yah, sepertinya dia harus terbiasa dengan keramaian di kos barunya. Sungguh berbeda dengan bayangannya. Dan menjadi gila seperti anak-anak kos lain tampaknya bukan hal buruk bagi Ega.

Well, selamat datang di The Gado-Gado's. Begitulah nama kos milik Tante Ida. Warna-warni dan rasanya beragam seperti gado-gado.

**

Kos The Gado-Gado's. Nama unik itulah yang membuat Ega tertarik untuk tinggal di kos milik Tante Ida. Selain karena kos ini adalah kos pilihan tantenya yang tinggal di Solo. Dulu, tantenya adalah teman SMA Tante Ida. Menurut cerita tantenya, sebelum membuka kos-kosan, Tante Ida berjualan gado-gado. Itulah asal mula pemilihan nama kos The Gado-Gado's. Ega sedang menikmati elusan angin sepoi-sepoi di teras sembari menatap plakat nama kosnya ketika dua tangan kecil menepuk pundaknya. Membuatnya hampir terjatuh dari kursi saking kaget.

"Hayo! Sore-sore gini ngelamun jorok!"

Kemudian si pemilik tangan itu duduk di kursi sebelahnya. Ega menoleh dan mendapati Phytag tengah tersenyum manis kepadanya. Matanya berkilat jenaka. Kening Ega langsung berlipat-lipat karena heran dengan sikap Phytag yang berbeda jauh dengan saat cewek itu berangkat kerja tadi. Ega jadi curiga. Jangan-jangan cewek di depannya ini mengidap bipolar.

"Siapa juga yang ngelamun jorok. Aku lagi cari angin."

"Ngapain nyari angin? Angin nggak nyari kamu kok," sambar Phytag. Dia melipat kedua kakinya ke atas kursi, mengambil posisi bersila lalu menaruh tas ranselnya di atas paha. "Aku diceritain Divta, pagi tadi kalian ngejailin Totong eh malah dia dihukum Tante Ida, ya?"

Ega melirik pada posisi duduk Phytag. Hanya bisa menggeleng-geleng tapi nggak berkomentar. "Idenya Tio. Aku ikut-ikutan aja."

"Aku sebenernya masih sebel sama sikap songongmu pagi tadi. Satu, kamu panggil aku adik manis. Aku nggak suka panggilan itu. Kedua, kamu suruh aku bangun dari tidur. Tanpa kamu suruh, aku udah bisa bangun dari mimpiku sendiri!" Phytag mengucapkan setiap kalimatnya tanpa jeda.

Ega diam saja. Lebih karena dia takjub dengan Phytag yang bisa mengungkapkan isi pikirannya secara langsung.

"Tapi karena ada cerita Divta, mood-ku jadi baik lagi," lanjut Phytag.

Ega masih diam saja.

Phytag melirik pada Ega yang tampak nggak menggubris omongannya. Phytag memutar kedua bola matanya. Mungkin Ega memang belagu dari lahir. Begitu pikir Phytag. Jadi dia memutuskan untuk nggak ambil hati dengan sikap Ega. Phytag pun memilih mengakhiri obrolan mengenai pembicaraan singkat yang nggak mengenakkan pagi tadi.

"Kurang-kurangin deh, Ga."

"Apanya yang dikurangin?"

"Kurangin-kurangin gaul sama mereka. Kelakuan mereka tuh bejat semua, yang ada kamu cuma nambah dosa kalo imannya nggak kuat." Phytag memberi saran pada Ega.

Saat itulah Tio muncul dari dalam. Dia mendengar semua perkataan Phytag. "Eh, Dek Pitak mulutnya ya, Mas nggak suka. Yang bejat-bejat tadi itu ngomongin diri sendiri kan, Tak?" cibir Tio. Dia ikut duduk di samping Phytag.

Mata Phytag langsung memicing pada Tio. "Udah kubilang jangan panggil 'Tak'! Aku nggak botak!" Phytag berdiri dari duduknya lalu menoyor kepala Tio, pelan.

"Siapa yang bilang kamu botak sih? Sini, bilang sama Mas, biar aku jitak dia. Berani-beraninya fitnah. Kamu kan pitak!"

Phytag berdiri dari duduknya. "Kamu tuh yang botak dan pitak!" ejeknya.

Sebelum Tio sempat membalas, dia mengambil langkah seribu menuju tangga di teras yang terhubung ke lantai 3. Namun refleks Tio memang hebat. Cowok berambut cepak itu mengambil sandalnya dan melempar Phytag dengan keras. Jangan remehkan keahlian mantan pemain bola voli itu.

Buk!

"Aduh!"

Kena tepat di pantat tepos milik Phytag. Tio dan Ega membalas ringis kesakitan Phytag dengan tawa bahagia.

"Yo, gila kamu, Yo! Sungguh tega! Teganya... teganya... teganya! Aset penting ini!" Phytag mengelus-elus pantatnya.

"Bagian mana yang aset? Tepos gitu."

"Yang penting punya!" Phytag menjulurkan lidahnya lalu menggoyang-goyangkan kemudian menepuk pantatnya.

"Cewek sinting!" Tio mengambil sebelah sandalnya yang masih menempel di kaki kanan. Melihat gerakan itu, Phytag terbirit-birit menaiki tangga.

Tio geleng-geleng. Dia mendengar kekehan pelan dari sampingnya. "Maklumin aja, ya. Kelakuan itu cewek emang ajaib," ujarnya pada Ega.

Tanpa diberitahu Tio pun, sedari tadi Ega sudah memaklumi. "Phytag itu ajaib. Siang tadi dia melengos pas ketemu aku, sore ini dia udah bisa ketawa-tawa ngomong sama aku. Cewek... hal yang paling sulit dibaca."

"Dia paling nggak bisa marahan lama-lama sama orang lain. Emang tadi kalian kenapa sih?" tanya Tio. Dia masih penasaran.

Lagi, Ega menjawab dengan kerdikan bahu.

"Kampret!" umpat Tio. Namun dia tidak memaksa Ega untuk menjawab pertanyaannya.

**

Continue Reading

You'll Also Like

686K 20K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
229K 27.5K 24
⚠️ BL Gimana sih rasanya pacaran tapi harus sembunyi-sembunyi? Tanya aja sama Ega Effendito yang harus pacaran sama kebanggaan sekolah, yang prestas...
2.1M 98.7K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
935K 2.8K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...