Toruka: Pulling Back [COMPLET...

By Zet_12096

3.3K 478 134

Tur dunia One Ok Rock harus terganggu ketika seorang penguntit menguntit Taka. Hal itu semakin lama semakin p... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10 [END]

Chapter 6

253 44 7
By Zet_12096


Bunyi rantai yang bergemerincing menggema. Takahiro baru saja membalikkan tubuhnya dengan kasar, kini wajahnya tenggelam di bantalnya.

Semakin lama dirinya tersekap di sini, semakin banyak hal baru yang ia tahu. Pertama, jam yang ada di ruangan itu semuanya mati, baik jam dinding maupun koleksi jam tangan yang sama dengan miliknya, semuanya pun menunjukkan pukul satu, ia jadi tidak tahu menahu sudah berapa lama ia di sini.

Kedua, tidak ada sama sekali jalan keluar. Pintu di samping kanan itu selalu terkunci rapat, tetap bergeming ketika ia mencoba membukanya dengan paksa. Jendela-jendela yang ada dibuat seolah-olah menghadap ke luar dengan ditempeli stiker foto, tentu foto pemandangan yang sama dengan yang seperti ia lihat dari jendela kamar di rumahnya. Dan terakhir, pintu sebelah kiri yang terhubung dengan kamar mandi. Ada CCTV di dalamnya, membuat Taka hanya akan ke kamar mandi bila benar-benar dibutuhkan.

Ketiga, semua detail benar-benar diperhatikan, goresan di mejanya yang ia buat saat tidak sengaja membenturkan gitar Toru terpatri di sana—Toru saja bahkan tidak tahu gitarnya terbentur di sana. Niat sekali. Tempat biasa ia meletakkan ponselnya pun sama. Ada ponselnya di situ. Ia yakin itu bukan tiruan karena baterainya dilepas, mencegahnya menggunakannya dan hanya berfungsi sebagai pajangan.

Taka kembali menbalikkan badannya. Suara rantai kembali terdengar. Pupilnya sedikit mengecil kala ia menatap lampu. Pikirannya berusaha keras mencari petunjuk sekecil apapun yang bisa membuatnya terhubung ke dunia luar, namun ia benar-benar terisolasi di sana.

Ketika pikirannya masih penuh, pintu di sebelah kanan itu tiba-tiba terbuka. Air ludah yang terkumpul di dalam rongga mulutnya itu ditelan paksa, rasanya tidak seperti menelan air berisi enzim ptialin, melainkan sekarung pasir berikut kerikilnya. Ia mendecih pelan sementara bulu halusnya meremang, bahkan buyi deritan pintunya pun terdengar sama, bahkan untuknya yang memiliki telinga sensitif.

Lelaki yang sama masuk kembali dengan membawa nampan dengan sesuatu yang ditutupi oleh sebuah penutup saji. Lelaki itu terus berjalan menghampiri meja dengan mangkuk tertutup berisi bubur yang tidak tersentuh.

"You have to eat," lelaki itu berkata sambil meletakkan bawaannya dan mengambil nampan dan mangkuk itu, "or else you'll get sick."

Taka mendengus dan menganggap lelaki itu sebagai angin lalu. Ia bisa mendengar lelaki itu mendesah sedikit dan terdengar bunyi nampan yang diletakkan di atas meja.

"Taka, look at me," kata si pelaku sok memerintah. Suara itu begitu dingin, membuat Taka mengeluh dalam hati dan terpaksa mengikuti perintah si penculik. Setelah ia memastikan mata kelam Taka mengarah padanya, lelaki itu membuka kubah makanan berwarna keperakan itu. Di dalamnya berisi mangkuk penuh nasi yang mengepul, tamagoyaki dan tuna rebus yang berada di atas satu piring, serta mangkuk berisi sup miso. "They're not poisoned."

Lelaki itu, lalu, tanpa diduga mengambil sendok yang berbaring di dekat mangkuk nasi, lalu mengaduk-aduk nasi di dalamnya, dan memakan nasi itu sesuap penuh. Dari posisi berbaringnya, Taka hanya menontonnya yang beranjak mengambil secuil tamagoyaki dan ikan tuna, lalu menyesap sup miso setelah mengaduknya dengan sumpit pula.

Badan Taka sedikit menegang saat lelaki itu berjalan ke arahnya. Vokalis itu segera bangkit dan bersingut menuju ujung sisi kasur sebelah kanannya, mengambil jarak sejauh mungkin dari lelaki itu.

"You haven't eaten even a bite."

Dengan mata yang memandang dengan nyalang, Taka hanya diam, berlawanan dengan lelaki yang memandangnya dengan alis bertaut dan wajah khawatir, meski kesan dingin dan menakutkan masih terpatri jelas.

"I'll leave and fetch them later so you can eat at ease."

Setelah berkata, lelaki itu berjalan ke luar dan menutup pintu dengan pelan. Bunyi kunci diputar menyusul, bersamaan dengan Taka yang mulai melemaskan badannya. Ia menyentuh perutnya yang kosong melompong. Rasanya ia makan sedikit sekali sejak kejadian di rumah Toru. Makanan yang sedikit sekali itu pun sudah ia muntahkan. Bohong bila ia berkata tidak lapar.

Mata kelamnya melirik makanan yang terhidang dengan masing-masing sesuap telah hilang. Pikirannya kini penuh dengan perdebatan apakah ia akan makan atau tidak. Pada akhirnya, dia memilih untuk tidak makan dan membaringkan tubuhnya di kasur, membiarkan bunyi perutnya menjadi musik tersendiri untuknya. Tak lama, ia pun jatuh tertidur.

***

Taka terbangun ketika derit pintu kembali terdengar. Terlintas di kepalanya bayangan Toru yang membuka pintu karena yang membuka kamarnya tanpa izin hanyalah orang itu. Namun, ia langsung tersadar dengan kenyataan yang dialaminya dan segera bangkit waspada. Lelaki yang sama kembali masuk, dengan sesuatu yang ganjil pada diri orang itu.

Fisiknya tetap sama, tinggi tegap dan berwajah kaukasia. Tetapi ekspresinya berbeda. Ekspresinya seperti memiliki aura keibuan, dengan senyum lembut dan mata biru yang teduh. Jika boleh diaku, Taka tidak akan menganggap orang berwajah keibuan ini adalah orang yang menculiknya. Bahkan, aura dingin dan menyeramkan orang itu sepenuhnya menghilang dari lelaki yang ada di depannya kini.

"Taka, my dear..."

Lelaki itu membuka suara, dan Taka tersentak. Nada suara yang dipakai pun jauh berbeda dari yang sebelumnya. Kini jauh lebih feminin.

"Sweetheart, Albert told me that you don't even touch your meals," Lelaki itu duduk di ujung kanan kasur. Ia mengamati tubuh Taka yang tegang dan memandangnya sedih. "You don't need to be afraid, sweetie." Ia menggeser tubuhnya mendekati Taka, mengangkat tangannya, dan menyentuh pipi Taka dengan lembut.

Sentuhan itu membuat Taka yang bergeming langsung tersadar. Ia segera mengenyahkan tangan itu dari pipinya dan bersingut menjauh dan memberanikan diri untuk bertanya, meski dengan suara bergetar."Who are you? And who is Albert?"

"I'm Jessie. Albert is the one who brought the foods."

"Are you..." Taka mengambil jeda. Ia kini yakin, orang yang menculiknya memiliki lebih dari satu kepribadian.

"Before we talk, can you please eat your meal first? I will tell you whatever you want to know as the reward, as far as I know the answer of course."

Taka menimbang-nimbang dalam hati. Makanan itu sebenarnya sudah terbukti tidak beracun, namun ia ingin menunjukkan pada Albert, atau Jessie, atau kepribadian lainnya yang menculiknya bahwa ia tidak akan mengikuti keinginan mereka. Namun, pada saat yang bersamaan, ia tidak ingin Albert kembali muncul karena ia tidak memakan makanannya. Akhirnya, ia mengangguk. Jessie dengan wajah gembira bangkit dan mengambil nampan itu. Kamar Taka kembali dilingkupi keheningan. Taka makan tanpa suara, sementara Jessie mengamatinya lekat-lekat.

Setengah piring kini telah bersih, Taka pun jengah dipandangi seperti ia adalah hewan langka. Ia meletakkan sumpitnya dan bertanya, "Is there something wrong on my face?"

Jessie menggeleng pasti. "No, nothing," jawab Jessie ringan, "it's just... Sam told me that he adores you, he described you as someone strong and cool, but weirdly adorable at the same time. I'm just surprised you really are like that."

Pada dasarnya, Taka hanya mengangguk mengenai informasi itu, namun nama Sam sudah melekat di pikirannya. Jika Jessie benar-benar bisa dipercaya, ia mungkin akan bisa mendapat celah kabur dari tempat ini. Ia harus memanfaatkan ini dengan sangat baik.

Ketika makanannya telah habis, Jessie membawa nampan yang kini kosong itu kembali ke atas meja dan duduk di kursi meja itu. "Then, you should have so many to ask."

Taka mengangguk gugup. "Where am I?"

Jessie tersenyum maklum dan mengangguk takzim."I don't know where this is, which city or country this is, but this is your room replica. Albert built it."

Taka mengeraskan rahangnya. Replika katanya."How did he know the settings of my room? This room is just... perfect, it's exactly the same."

"Even I don't know, dear."

"Why don't you know?"

Jessie sedikit bereaksi terhadap pertanyaannya. Anehnya, reaksi itu merupakan reaksi sedih. "There are three of us, but we don't get connected. We are different people, we share our memory through talking inside our mind. What I see, what I say and listen are not automatically shared to the rest people. I told them what I want to tell them. Al didn't tell it, means he didn't want to."

Tangan Taka terkepal erat dengan gembira yang tidak ditunjukkan. Informasi yang berharga tentu dengan mengetahui bahwa pelaku penculikan ini tidak mendengarkan percakapan mereka. Dari informasi yang Jessie berikan, ia kini mencurigai Albert-lah yang memukulnya dari belakang dan membawanya ke sini.

"Then... how did you get switched with the others?"

"By asking. Al told me you didn't want to eat, so I volunteered."

"Then, you will know when you will... go?"

"Yes. Did you want me to tell you when the others are to replace me?"

Taka dengan segera mengangguk. "Please."

"No problem, sweetie. Do you have something to ask? Tonight is Sam's."

"Then... what date is today? What time is it?"

"It's Tuesday, December 12. And, 10 pm. You should go to sleep," Jessie bangkit dan sekali lagi mengelus pipi Taka lembut. "Have a good sleep."

Dengan ucapan selamat malamnya, Jessie tersenyum lagi untuk yang terakhir kalinya, lalu meninggalkan Taka yang termenung sendirian, menyadari belum genap sehari ia berada di sini, namun rasanya sudah dua hari penuh.

TBC

Hello! I'm back and yes, I'm alive 😂

I'm really sorry for disappearing for so long time. Hope you enjoy it 🤣

Continue Reading

You'll Also Like

61.3K 4.7K 16
Kehidupan pernikahan harus disiasati dengan strategi brilian dan bijaksana agar kau tidak mati di tengah-tengah perjuanganmu. Apalagi kalau istrimu a...
6.5K 704 22
(1) Aji, Dyo, dan Lintang adalah tiga orang kakak beradik yang memiliki keposesifan berlebihan terhadap Lingga, anak semata wayang dari ajudan terper...
416K 30.7K 40
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
8.1K 819 29
Namjoon hanya mencoba menjadi kepala rumah tangga yang dikagumi oleh anak dan istrinya..