Titik Koordinat Takdir [COMPL...

By b_na28

17.7K 5.1K 4.7K

Kesialan hidupnya di Sekolah dan tingkat emosinya meninggi, berawal dari laporan praktikum Biologi. *** Kalau... More

0 || Not prologue
1|| Awalan yang salah
2 || Sial beranak pinak
3|| Maaf berbentuk coklat
4|| Tanggung Jawab
5 || Stroberi-in pacar?
6 || Wisata Masa Lalu
7 || Tak menyangka
8 || Incident tire and cake
9 || Rangkaian kejadian
10 || Kenyataan nya tak seburuk itu
11 || Perspektif
12 || Buku yang hilang
13 || Rasa ketertarikan?
14 || Penyesalan?
15 || Rumah Tak Bernyawa
16 || this is life
17 || Class Meeting
18 || into you
19 || Modus
20 || ROAD TO RINJANI
21 || Road To Rinjani 2
22 || Road to Rinjani 3
23 || Road to Rinjani 4
24 || Road to rinjani 5
25 || Road To Rinjani 6
27 || Jawaban dari kerisauan
28 || Twins birthday's
29 || Terselimuti kesedihan
30 || Jangan menyerah untuk sore ini
31 || Jadi temanmu
32 || Tolong mengerti
33 || Confession
34 || Jiela birthday's
35 || My favorite person - End

26 || Selamat tinggal Rinjani

246 42 153
By b_na28



Di sebelah kirinya, ada Ziva dan Andrianna yang sudah tertidur pulas dengan tenang. Sedangkan di sebelah kirinya, ada Kia dengan suara dengkuran halusnya. Berbanding terbalik dengan kedua temannya yang kalem jika tertidur.

Jiela susah tidur. Sejak tadi kerjaannya menutup mata, lalu membuka mata kembali melihat langit-langit tenda, bergerak ke kiri dan ke kanan mencari posisi ternyamannya. Mau membuka hp, tidak guna karena tak ada sinyal di sini. Jiela hanya bisa berharap kantuknya cepat datang, supaya dapat menyusul teman-temannya ke alam mimpi.

Satu menit, dua menit, bahkan hingga lima belas menit kemudian pun kantuknya tak kunjung datang. Jiela risau, jika dirinya tidak tidur lebih awal, stamina tubuhnya tidak akan vit.

Coklat hangat. Minuman itu sepertinya cocok untuk dirinya yang kesulitan tidur. Tapi ide cemerlang itu Jiela kubur dalam-dalam, ketika mengingat minuman itu berada di tas Ehsan, artinya Jiela harus keluar tenda sendirian, malam-malam di gunung Rinjani dengan segala hal-hal mistisnya. Tidak, Jiela tak mau membayangkannya. Itu terlalu horor.

Tapi matanya ini sulit tertidur. Jiela hampir menyerah, kenapa juga susah tidurnya ini harus datang di kondisi yang tidak tepat.

Nekat, Jiela membuka resleting tenda. Walaupun tenda ujung masih ada orang yang berkumpul tetap saja menyeramkan baginya. Langkahnya mulai berjalan menuju tenda sebelah, tetapi netranya menangkap objek seseorang, sedang berdiam diri di tepi danau.

"Duh kayanya bukan orang deh," batinnya meringis. Takut jika apa yang dibayangkannya menjadi kenyataan.

Jiela berjalan sepelan mungkin supaya tak menimbulkan suara. Bodohnya Jiela tidak membawa senter, akibatnya kakinya tersandung. Jiela tak dapat jelas melihat benda apa yang menjadi penyebabnya. Sungguh, terlalu gelap.

"Ish, apa yang tadi gue injek, ya?" Jiela berdiri, tak memperdulikan luka yang berada dibawah lututnya. Yang penting coklat hangat.

Gawat. Jiela iseng melihat sekilas orang yang dilihatnya tadi. Dan sekarang sedang melirik ke arahnya. Mungkin karena tadi dirinya sempat berbicara.

"Lo ngapain disitu?"

Jiela termenung, suara itu...

Sialan! Ia kira itu makhluk tak kasat mata yang sedang nongkrong di tepi danau dengan wujud manusia. Terkejut dan dapat bernafas lega di waktu yang bersamaan.

Jiela menggerutu, tetapi langkahnya menghampiri cowok itu dan duduk di sampingnya. Tangannya memukul bahu cowok disampingnya yang sedang kebingungan, "Lo bikin gue takut! Nyalain dong senternya!"

"Hemat baterai. Lagian ada bulan tuh terang." Reyyen menunjuk sang bulan terang benderang, tetapi setelah itu langsung menyalakan senternya.

"Nah kan terang." Jiela bertepuk tangan, seperti baru menang lotre.

Reyyen masih kebingungan, "Kenapa harus tepuk tangan?"

"Emang gak boleh, ya?" Wajahnya berubah menjadi ketakutan, Jiela takut jika ada larangan di Gunung Rinjani yang tidak boleh bertepuk tangan malam hari. Kan serem.

"Siapa yang larang? Boleh kok, gue heran aja lo tepuk tangan tiba-tiba kaya bocah." Reyyen tertawa pelan.

Ia pun tak tau kenapa tiba-tiba tepuk tangan, hanya gerakan refleks sepertinya. "Ih ... Gue udah jantungan tau, takut berhubungan sama mitos. Lo tuh! Kalau bicara dipikir dulu dong, gue kan takut."

Reyyen yang sedang menyampirkan jaket di bahunya, hanya terkekeh pelan menanggapi ucapan Jiela. "Sorry, jangan terlalu parno. Santai aja. Jadi, lo mau ngapain keluar tenda?" tanyanya dengan alis kiri terangkat menunggu jawaban.

"Susah tidur," keluh Jiela. "Mau ambil susu coklat sachet di tas nya Ehsan. Tapi tadi malah jatuh, gatau kesandung apa gak keliatan."

"Luka, gak?" Reyyen memiringkan duduknya supaya dapat menatap Jiela. "Dimana lukanya?" desak Reyyen.

Jiela memperlihatkan lukanya sekilas, lalu menutupnya kembali. Ia malu, tak mau meringis kesakitan di depan cowok ini, sudah cukup kemarin ia menampakkan sisi lemahnya. Tetapi tangan Reyyen menahannya, tangannya mengambil sedikit air dari danau lalu diusapkan pada luka yang berada di bawah lutut Jiela.

Rasanya dingin, segar, tetapi setelahnya perih, sehingga tak tahan lagi untuk menahan ringisannya. "Jangan di kasih air, sakit!" pintanya.

Tak menanggapi ucapan Jiela, Reyyen meniup luka itu beberapa kali. "Lo kesandung apa sih sampai luka begini?"

"Kan gue udah bilang enggak tau," jawab Jiela, kini gilirannya untuk meniup lukanya. Omong-omong, tadi Jiela cukup terkejut mendapatkan perlakuan yang menurutnya manis dari Reyyen.

"Hati-hati kalau jalan, ya." Jiela menjawab dengan gumaman, tak tau lagi mau menjawab apa.

Keduanya terdiam, menikmati gelapnya malam Rinjani ditemani cahaya senter remang-remang di bawah bulan benderang. Di depannya terdapat pemandangan yang memesona, anak gunung Rinjani, yaitu gunung Barujari.

Hembusan angin Rinjani yang menusuk permukaan kulit, membuat Jiela harus merapatkan jaketnya.

Reyyen yang tak sengaja melihat Jiela yang menggigil langsung berkata, "Dingin ya? Ke tenda gih! Tidur sana, udah malem."

"Belum ngantuk. Lo ngapain di sini sendirian, Rey?" Jiela mengalihkan topik pembicaraan.

"Gak sendirian. Gue ditemenin sama lo."

Jiela geram. "Tadi Rey!"

"Oh. Tadi. Bilang dong." Reyyen terkekeh. "Gue lagi menikmati malamnya di Segara Anak tuh kaya gimana. Lagian 'kan gue belum tentu bakal kesini lagi. Gue punya banyak list gunung yang harus gue daki."

"Keren. Ajakin gue lagi dong," ucapnya antusias.

Reyyen menyunggingkan senyumnya, senang melihat raut antusias cewek di depannya. "Gak, ntar lo nyusahin."

"Dih. Sombong."

"Bercanda." Reyyen menarik pipi Jiela, sehingga membuat Jiela meringis kesal.

Keduanya kembali terdiam. Reyyen yang menikmati suasana, sementara Jiela larut dengan perasaan risau tidak jelasnya yang tiba-tiba menyerangnya. Serius, perasaan ini sama seperti kemarin saat dadanya nyeri.

"Kangen Papa," celetuk Jiela tiba-tiba tanpa adanya arahan, keluar begitu saja dari mulutnya. "Sama Mama," lanjutnya.

Reyyen mengerutkan dahinya mendengar celetukan Jiela yang terasa tiba-tiba, jadi Reyyen hanya menanggapi sewajarnya karena Reyyen juga sama kangen keluarganya jika pergi mendaki.

"Besok juga pulang, bentar lagi ketemu."

"Memangnya mereka mau pulang?" lirihnya.

Reyyen tambah kebingungan, karena cewek ini malah menatapnya, meminta jawaban darinya seolah Reyyen tahu kapan orang tuanya akan pulang.

"Mereka pasti pulang." Tapi gak tahu kapan, ini gue asal bicara aja, batin Reyyen.

Jiela menganggukan kepalanya. "He'em semoga. Kangen Papa banget."

"Rasanya pengen peluk yang kenceng, terus bilang minta maaf."

"Minta maaf? Lo punya salah?" Reyyen makin dibuat kebingungan, serius deh Reyyen tidak tahu arah pembicaraan Jiela ini menjurus kemana.

Jiela tertawa pelan, memandang kosong ke bawah, tepatnya air danau yang tenang. "Banyak."

"Mama bilang, dia sama Papa sibuk kerja, tulang banting, capek sampai jarang pulang ke Indonesia buat nemuin gue itu karena demi gue. Kadang suka mikir, apa gue ini beban banget, ya? Sampai mereka gak sempet luangkan waktunya ketemu anaknya ini satu jam aja. Kalau misalkan gue gak ada, mereka masih sibuk kerja, gak, ya? Atau gak sempet juga buat taburi bunga di makam gue?"

Reyyen tak kuat menahan diri untuk tidak memeluk cewek di depannya ini. Reyyen membawa Jiela ke pelukannya, mengusap rambutnya pelan. Berharap memberi sedikit kekuatan. Ia tak bisa mendengar lebih banyak cerita pilu yang dirasakan cewek ini.

"Lo tahu gak? Lo udah berhasil narik perhatian gue, karena lo terlalu mencolok," ucapnya dengan suara pelan.

Di sela-sela tangisannya, Jiela terkekeh. "Kaya warna aja. By the way, gue gak berharap cari perhatian sama lo."

"Tindakan lo. Tanpa lo sadari." Ucapan Reyyen membuat Jiela tertegun dan berpikir ulang.

"Udah jangan di pikirin!" Reyyen menyentil cuping hidung Jiela, lalu terkekeh karena lagi-lagi dirinya berhasil membuat Jiela emosi.

"Ayo tidur, udah malem nih gak baik. Kalau lo mau begadang di rumah lo sih gak apa-apa. Tapi ini lo begadang di Gunung, besok kita harus jalan lagi."

Reyyen berdiri, memegang pergelangan Jiela dan membantunya berdiri.

"Iya," jawabnya singkat.

"Jadi, minum coklat hangat? Nanti gue temenin dulu." Reyyen menawari tetapi Jiela menggeleng.

"Enggak usah udah ngantuk." Jiela mengucek matanya yang berair karena sudah menguap berkali-kali.

Reyyen manggut-manggut, mengusap punggung tangan Jiela yang masih saling bertautan dengan tangannya. Ditatapnya mata Jiela, tak lupa mengucap, "Jangan lupa sebelum tidur baca doa dulu."

"Iya ih!" Jiela melepas paksa tautan tangannya dengan Reyyen.

"Good night, Jie."

Jiela tersenyum, mengangkat jempolnya. "Too. Mimpi indah, ya."

Reyyen tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Sungguh, cewek di depannya ini bisa cepat merubah suasana hatinya yang kacau menjadi hangat.

Tadi saat Jiela bercerita isi hatinya, dan ia malah menghentikannya. Sebenarnya bukannya Reyyen tak mau menjadi pendengar yang baik. Tetapi sepertinya bercerita di tengah malam gunung Rinjani bukan solusi yang tepat. Karena jika Reyyen membiarkan Jiela terus melanjutkan kesedihannya, ia khawatir menganggu pikiran Jiela sehingga tubuhnya tidak vit saat melanjutkan perjalanan pulang.

***

Pagi hari begini, mereka sudah selesai sarapan. Dan rajin membereskan tenda, barang-barang, memastikan semuanya sudah masuk ke dalam carrier.

"Sampahnya jangan di tinggalin woi!!" peringat Kevin.

Andrianna menentang kresek berukuran besar. "Sini sampahnya masukin."

"Cintai Alam, maka alam akan mencintaimu," ucap Ehsan.

"Emang iya, San?" Kia bertanya sambil memungut sampah di sekitarnya.

Ehsan berdecak. "Lho, malah gak percaya! Ya iyalah! Kalau buang sampah sembarangan 'kan alam jadi ngambek."

"Ehsan makin pinter, ya. Bangga Papa, nak." Andrian menepuk bahu Ehsan beberapa kali.

"Njirt! Lo mau bikin bahu gue encok, ya? Keras banget sialan!"

"Biar lo kuat, San! Ah elah lu mah!"

Setelah siap semua, mereka mulai berjalan, melewati kembali beberapa rintangan yang tentunya cukup sulit. Capek memang, tetapi jika bersama dengan teman apalagi diiringi celetukan candaan renyah bisa menambah semangat.








Say to good bye for Gunung Rinjani yang sudah menemani Reyyen dkk.

OK GUYS GIMANA NIH? MAU MUNCAK RINJANI, GAK?

KALIAN PENGEN MUNCAK GAK SIH? DI BOLEHIN GAK SAMA ORTU KALIAN?

YANG UDAH PERNAH MUNCAK BOLEH AYO CERITAIN KEJADIAN LUCU ATAU HOROR KALIAN.

SEE U

TO BE CONTINUED

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.3M 71.5K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.6K 607 44
Zhafira Freya pikir hubungannya yang berjalan terlalu mulus dengan Arya Alvaro adalah sebuah kabar baik. Nyatanya, hubungan jarak jauh adalah jatuh y...
18.5K 3.1K 37
[COMPLETED] For you : Neody Astrea Seleen From me : Mr. Sticky Notes "Awal yang berarti Kemukakan rasa di hati Untukmu, sang gadis di kereta api" •••...