Miss Possesive

By dianjesika

46.6K 4.8K 379

Jika ditanya apakah Larissa menyukai Ben, dia pasti selalu menyangkalnya. Tapi gadis itu tak pernah senang ji... More

Part 1
Part 2
Pdf
Part 3
Part 4

Prolog

15.3K 1.3K 94
By dianjesika

Kalau tidak melihatnya langsung, aku takkan percaya ada gadis kecil seperti dia. Boneka saja tidak seperti dia. Namanya Larissa Gahanu.

---Ben


Cast Ben.



Masih dengan pakain lusuhku, aku dibawa masuk ke rumah besar itu. Rumah paling besar yang pernah kumasuki. Di dalamnya aku bisa mengajak semua teman-temanku bermain bola. Aku seperti seonggok daging kotor di tengah lantai dan dinding yang mengkilap. Kuyakin mereka benar-benar kaya.

Interior yang ada juga terlihat mahal. Aku harus mengingatkan diriku untuk hati-hati agar tidak merusak salah satunya. Karena sudah pasti aku takkan mampu menggantinya.

"Sekarang kamu akan tinggal di rumah ini," sebuah tangan diletakkan di bahuku. Pria itu berbadan tinggi, aku harus mendengak agar dapat melihat wajahnya. Dia adalah pria yang tadi kucopet dan lantas membawaku ke rumahnya. Aku tidak tahu kenapa pria itu malah membawaku ke rumahnya dan bukan ke kantor polisi. Apakah semua orang kaya aneh seperti dia? "Aku hanya punya anak perempuan. Istriku divonis nggak bisa hamil lagi, karena itulah aku membawamu ke sini. Kuharap kamu dapat menjaga kelakuanmu."

Aku masih sepuluh tahun, aku belun bisa mencerna kata-katanya dengan baik. Apakah dia bermaksud mengadopsiku? "Anda nggak salah membuat keputusan seperti itu?" Tentu saja aku bingung, dan agak tidak percaya. Apa yang dilihatnya dariku? Aku anak jalanan bertubuh kotor yang tidak punya apa-apa.

"Keberaniamu," katanya sambil tangannya mengacak-acak rambutku, seolah dapat membaca isi hatiku. "Aku menghargainya dan buktikan padaku bahwa keputusanku merawatmu tidak salah. Kamu akan mendapat pendidikan yang layak."

Aku mengerjap, tercengang. Untuk anak terlantar sepertiku, sekolah adalah sebuah kemewahan. Jadi tak salah aku langsung menyeringai lebar. "Terimakasih, Tuan."

"Panggil saya Om, jangan Tuan."

"Iya, Om."

"Bagus." Lagi-lagi dia mengacak rambutku yang sudah satu minggu tidak kucuci.

Pria ini dan istrinya pastilah orang baik. Jika tidak, mana mungkin mau menampung anak sepertiku. Kalau menginginkan anak laki-laki, banyak panti asuhan yang memiliki kandidat lebih baik dariku. Tapi apapun itu, aku harus bersyukur pada Tuhan untuk nasib baik yang terjadi padaku hari ini. Mungkin ini adalah jawaban atas doa-doaku setiap malam. Aku meminta pada Tuhan agar diberikan keluarga. Dan akhirnya aku mendapatkannya.

"Sebelum kamu mencuci tubuhmu, biar kukenalkan kamu pada istriku." Om Hanun menghampiri perempuan berparas cantik yang baru saja turun dari tangga. "Dia anak yang kuceritakan tadi, sayang."

Wanita tersebut tersenyum sangat manis padaku. "Siapa namamu, Nak?"

"Ben, Tante." Aku enggan mengulurkan tangan kotorku, tapi terpaksa menyalamnya karena wanita itu lebih dulu memberi tangannya.

"Becca. Selamat datang di rumah kami," ujarnya lembut. Di jalanan aku belum pernah mendengar kalimat diucapkan selembut itu. "Jangan sengan! Anggap saja rumah sendiri."

Astaga! Rumah sebesar ini kuanggap rumah sendiri? Aku tidak ingat pernah melakukan kebaikan besar hingga layak mendapatkannya. Tapi jika itu adalah perintah, aku akan melakukannya sepenuh hati.

"Iya, Tante."

"Daddy." Sebuah suara cempreng datang dari arah belakangku, lebih tepatnya dari pintu utama. Aku membalik badan demi melihat si empunya suara. Satu lagi makhluk kaya yang berpenampilan sempurna.

Aku menduga usianya tiga atau empat tahun. Dia bertubuh mungil seperti boneka. Kulitnya putih dan bersih. Rambutnya ikal dan sedikit merah. Matanya yang cantik membulat saat memandangku.

"Uuuuu," ia merengek serta bergerak mundur, ia memegang kaki perempuan berseragam merah muda yang kutebak adalah pengasuhnya. "Kenapa orang gila ada di rumah kita, Dad?"

Harusnya aku kesal, tapi aku malah tersenyum. Dia begitu lucu, apalagi pipinya yang gemuk. Apakah dia putri Om Hanun dan Tante Becca?

"Larissa!" Tante Becca menegurnya. "Itu nggak sopan, Sayang. Kenalkan, kakak ini namanya Ben."

Namanya Larissa, sangat cocok untuk dirinya yang manis. Gadis kecil itu menggelengkan kepala hingga rambut ikalnya bergoyang. "Issa nggak mau! Kakak itu malas mandi, jorok."

"Sekarang Ben jadi kakak kamu." Kata Om Hanun. "Jadi kamu harus sopan, sayang. Kamu bilang mau punya kakak, kan?"

Larissa mengangguk. "Tapi kak Ben harus mandi dulu."

"Iya, nanti kak Ben mandi."


*****


Aku diberikan kamar yang sangat besar. Bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan potongan koran yang selama ini kugunanakan sebagai alas tidur. Ada lemari besar, tv, kamar mandinya juga di dalam kamar. Aku tidak lagi mengantri hampir sejam di kamar mandi umum hanya demi membasuh tubuh. Ya, Tuhan. Aku tidak menduga hal seperti ini akan terjadi padaku.

Padaku diberikan pakaian bersih. Aku tidak tahu darimana mereka mengambilnya. Ada beberapa pasang lagi di dalam lemari. Tante Becca bilang nanti dia akan membelikan lagi, beserta perlengkapan sekolahku.

Aku baru saja selesai mandi. Aku sengaja lama membersihkan tubuhku. Kupakai banyak-banyak sabunnya, agar nanti, saat Larissa melihatku, dia tidak menganggapku orang gila lagi. Bibirku tersenyum mengingat balita itu. Dengan wajah boneka seperti itu, kuyakin tak ada yang tega marah padanya.

Pintu kamarku berderit. Mengeringkan rambut, aku melirik ke arah pintu. Si kecil berambut ikal sedang tersenyum ke arahku. Dia masuk lebih dalam. "Kakak udah mandi?"  Suaranya tidak secempreng tadi.

"Udah."

"Kalau udah mandi udah boleh main?"

"Main?"

Larissa mengangguk. "Main boneka barbie lho, kak."

"Hhhmm." Demi apa aku bermain boneka? "Larissa main sendiri aja, ya."

Bibirnya bergetar. "Kak Ben nggak mau temanin Issa main?"

"Bukan nggak mau," aduh! Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Tapi kak Ben nggak suka main barbie."

Tatapannya penuh tanya. "Terus kak Ben sukanya main apa?"

Main kejar-kejaran sama orang, main copet-copetan. "Nonton tv."

"Yah," Larissa menggerak-gerakkan badannya. "Nonton tv nggak enak, kak."

"Enak kalau nontonya sama kakak. Issa mau coba?"

Mungkin dia tidak punya pilihan, kepalanya mengangguk. "Nonton barbie, ya."

Astaga. "Nontok tembak-tembakan aja."

"Yaudah deh." Larissa naik ke tempat tidurku. Walau tubuhnya pendek, dia dengan mudah memanjat. "Hidupin tv nya, kak." Kakinya di panjangkan ke depan, ia melipat tangan.

Ck, masih kecil dia sudah terbiasa mengatur. Aku mengambil remot lalu menyalakan tv. Aku mengganti-ganti chanel, bingung memilih yang mana. Setiap aku berhenti di satu acara Larissa selalu menggeleng.

"Nggak ada barbie?" Ia menatapku dengan mata bulatnya. Ingin kucubit pipi gemuk itu.

Aku mana tahu film barbie ada di chanel apa. Aku sudah memencet semuanya, satupun tidak ada yang dia suka.

"Kayanya nggak ada, Sa." Handuk yang tadi kupakai kugantungkan kemudian ikut naik ke tempat tidur. "Bagaimana kalau kakak bacain dongeng aja?"

"Boleh." Larissa membalikkan tubuh mungilnya lantas tiduran.

"Lho, kok tidur?''

"Kak Ben bilang mau bacain dongeng. Issa harus tiduran kalau mau dengarin cerita."

Baiklah, dia gadis kecil yang banyak menuntut. Kubaringkan tubuhku di sampingnya, mulai bercerita.

"Zaman dahulu---"

"---jangan zaman dulu dong, kak! Kata miss zaman dulu nggak ada mobil yang ada cuma kuda. Issa nggak suka naik kuda. Takut jatuh."

Aku dengan patuh menurutinya. "Pada suatu waktu, adalah seorang gadis kecil bernama Monica---"

"---ganti jadi Issa aja, kak. Monica nama temanku, dia cengeng."

Aku menahan helaan napas. "Adalah seorang gadis kecip bernama Issa. Di sedang bernyanyi---"

"---Issa nggak suka nyanyi, kak Ben. Suara Issa jelek. Issa suka menari."

Aku menarik kata-kataku saat kubilang Larissa lucu. Dia sangat menyebalkan. "Ya udah kita main barbie aja." Aku menyerah.

Larissa langsung duduk, ia menarik tanganku. "Ada di kamar Issa, kak. Ayo, kak."

Bolehkah aku berpikir kalau Larissa memang sengaja menolak semua siaran di tv, memotong setiap ceritaku, supaya bisa bermain barbie??

Tapi demi Tuhan, dia masih kecil.



Bersambung....


_______________________



Yeayyy!!! Hola-hola💃💃💃

Berhubung With love udah selesai dan sedang dalam masa revisi, aku datang dengan cerita baru. Biar kalian nggak menye-menye karena babang Putra harus kegantung macam kolor di jemuran..🤣🤣🤣

Judulnya Miss Possesive! Kalau moodku lancar, bakal aku apdet tiap hari🥰🥰

Jangan lupa vot dan komen ya, syg.

Salam cinta😘





Continue Reading

You'll Also Like

514K 48.3K 112
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
403K 37.9K 53
[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendap...
398K 23.3K 28
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
139K 7.5K 50
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...