Still You

By decinnamons

5.4M 188K 9.1K

Batalnya pernikahan mereka karena suatu hal dan kesalahpahaman membuat keduanya berpisah. Bagi Aga Treviyan... More

Prolog
Stiil You Part 1
Still You Part 2
Still You Part 3
Still You Part 4
Still You Part 5
Still You Part 6
Still You Part 7
Still You Part 8
Still You Part 9
Still You Part 11
Still You Part 12
Still You Part 13
Still You Part 14
Still You Part 15
Still You Part 16
Still You Part 17
Still You Part 18
Still You Part 19
Still You Part 20
Still You Part 21
Still You Part 22
Still You Part 23
Still You Part 24
Still You Part 25
Still You Part 26
Still You Part 27
Still You Part 28
Still You Part 29
Still You Part 30
Still You Part 31
Still You Part 32
Still You Part 33
HAY... STILL YOU OPEN PO
OPEN PO lagi 😊
Stop Pembajakan oleh Olshop novel/Buku.

Still You Part 10

146K 5.7K 116
By decinnamons

PART 10



Suasana cukup hening di sini. Bahkan sudah sepuluh menit berlalu, Clara masih terdiam duduk di ujung sofa sedangkan pria setengah baya yang membuatnya shock dan terkejut kini duduk sofa yang lain yang berada di depannya.

Sejak tadi ia juga belum berani membuka suara kecuali kalimat sapaan untuk mantan calon mertuanya tersebut.

Pria paruh baya ini berdehem sejenak kemudian tersenyum simpul, ia tahu kalau Clara masih canggung bertemu dengannya walaupun dia juga pernah bertemu saat Ayah dan juga adik perempuan Clara meninggal dunia dulu.

“Ibu sehat kan?” tanya Yuda yang tidak lain adalah Papa dari Aga dan CEO perusahaan tempat Clara bekerja di sini.

Clara tidak tahu kalau Om Yuda—biasa Clara memanggilnya— juga berada di sini. Harusnya dia tahu kalau Aga bekerja di sini, berarti Om Yuda juga ada, kan? Bodoh. Ia masih merutuki dirinya sendiri, karena tidak memikirkan hal ini akan terjadi.

Ia tidak tahu harus berkata apa, ya Tuhan.

“Maaf. Saya benar-benar tidak tahu—“

“Minta maaf untuk?”

Clara juga bingung meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena ia terlalu bodoh? Ia tidak ingin Om Yuda berpikiran kalau ia memanfaatkan hubungan keluarga untuk dapat bekerja di sini dan terlebih untuk.... memikat Aga lagi misalnya.

Itu tidak mungkin.

“Saya benar-benar tidak tahu kalau Om-Em, Bapak juga berada di kantor yang sama. Saya pikir—“

“Astaga, Clara. Kamu seperti baru kenal Om saja. Jangan manggil Bapak, panggil Om saja, ya.” Clara menatap pria di depannya dengan senyum kaku dan ia masih gugup. Pria itu tersenyum hangat melihat reaksi wajah Clara yang masih saja tidak enak karena tidak tahu soal ini semua.

“Tapi saya benar-benar meminta maaf. Saya tidak tahu kalau Om di sini. Kalau tahu, saya pasti akan menemui Om Yuda.” ujar Clara serius.

“Om mengerti. Biar Om tanya Aga nanti. Anak itu, benar-benar! Oh, ya... Bagaimana Ibumu, sehat kan?”

Apa? Tanya Aga? Soal pekerjaan di sini dan pasti Om Yuda akan tahu kalau ia juga... berhutang pada perusahaan ini. Raut mukanya bertambah panik.

“Clara? Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Om Yuda memastikan dan khawatir.

“Tidak.” jawabnya cepat dan jantungnya berdebar keras. “Saya, tidak a-apa-apa. Om, sendiri bagaimana?”

“Kamu itu selain bertambah cantik, ternyata lucu juga. Saya kebetulan baik-baik saja, Ibumu bagaimana? Lama sekali tidak tahu kabar keluargamu.” ucap Om Yuda pelan dan teringat dengan kejadian dulu.

“Ibu baik, Om.”

Semoga om Yuda tidak tahu keadaan keluarganya selama ini. Karena memang ia dan Ibunya sudah lost contact dengan keluarga Mikail sejak acara itu batal walaupun begitu Om Yuda tetap datang saat Ayah dan adiknya meninggal.

Dan sekarang Clara tahu, kenapa Aga memilih menyingkir dari ruangannya sendiri saat ini karena tidak ingin membahas semua basa-basi ini dengan Papanya dan juga dirinya tentunya.

Great!

Setelah perbincang mengenai keluarga Clara dan tidak termasuk hal-hal kecil hanya sewajarnya, Clara juga menanyakan tentang Istri dari Om Yuda yang tidak lain adalah Mamanya Aga.

Beberapa menit kemudian, keadaan hening lagi. Masih di ruangan yang sama, di ruangan Aga dan pemilik sekaligus penghuni ruangan ini bahkan belum muncul sejak tadi.

Mengerti dengan keadaan yang canggung, Yuda benar-benar tidak habis pikir Aga akan seperti ini. Dasar. Yuda menghela nafas panjang dan meraih ponsel di saku jasnya.

“AGA. Balik sekarang, Papa tunggu di ruangan Papa!” tidak menunggu jawaban dari Aga, beliau lantas menutup panggilannya dan menatap Clara dengan tatapan bersalahnya.

“Om tinggal dulu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan bicara pada Om, ya.”

“Ba-baik, Om. Makasih banyak.”

“Selamat bekerja. Kalau Aga macam-macam aduin ke Om. Nggak usah takut.” ucap Om Yuda dengan tenang dan sepertinya raut wajahnya serius walau beliau tampak tersenyum simpul sembari mengusap puncak kepala Clara.

Sepeninggal Om Yuda, Clara langsung menghembuskan nafas panjangnya. Lega...

Tidak berapa lama saat dia akan kembali duduk di kursi kerjanya, suara pintu terbuka dan menampakkan sosok yang membuatnya kembali berdebar.

Aga masuk dengan raut wajah yang sulit ia artikan. Menatapnya kemudian, berdiri di depannya dengan pesonanya yang dingin...

Clara bisa mencium aroma musk dari tubuh Aga membuatnya nyaman. What? Nyaman?

“Jangan harap kamu bisa seenaknya di sini karena ada Papa.” ujarnya tiba-tiba dan terdengar nyaris berbisik.

Clara tidak bisa bernafas mendengar nada ancaman dari mulut Aga ini. Terlalu sulit untuk tidak terpesona walau Aga terlihat mengerikan sekalipun...

Jarak tubuh mereka yang dekat membuat Clara juga sulit berpikir sekalipun kata-kata ancaman Aga terlalu menusuk untuknya.

Clara berusaha menjaga raut wajahnya agar tidak terlihat tegang dan terluka. Ia menghembuskan nafasnya pelan seraya menjawab, “Saya tidak...tidak mengerti maksud—“

“Jangan sok bodoh ya. Kamu tidak tahu kecanggihan alat jaman sekarang.” potongnya sambil mendengus, kesal. Ia terlihat frustasi atau hanya penghilatan Clara saja yang salah.

Oh, CCTV? Jadi Aga tahu pembicarannya dengan Om Yuda karena di ruangan ini memang dilengkapi dengan CCTV. Jadi Aga melihatnya tadi saat ia berbincang dengan Om Yuda?

Ya, Tuhan... Pria ini kenapa sih? Aneh dan sadis disaat yang bersamaan?

Clara akhirnya mengangguk dengan ragu. Ia tahu posisinya kini. Siapa dia dan dia juga tahu dia bukan siapa-siapa lagi dalam keluarga Mikail. Ia juga tidak mau belas kasian dari keluarganya Aga.

Tatapan Aga masih tertuju padanya. Clara mengalihkan tatapannya karena ia tidak ingin terlalu sakit melihat sorot mata Aga yang ditujukan untuknya.

“Saya tahu. Saya memang dan hanya karyawan Bapak. Saya sadar posisi saya.” jawab Clara sembari menahan amarahnya.

Dadanya tiba-tiba terasa sesak.

Tanpa melihat reaksi wajah Aga, Clara mengambil langkah untuk kembali ke meja kerjanya. Mengabaikan pria itu yang masih mematung menatapnya tidak percaya.

Clara berusaha menahan air matanya dengan menyibukkan diri dengan kertas-kertas yang ada di depannya walau pikirannya masih tertuju pada pria yang-mungkin kini sedang memerhatikannya.

Masa bodoh.

Clara mendengar Aga menghembuskan nafasnya kasar dan sepertinya ia mengerang frustasi entah karena apa, lalu suara ponsel berdering, ponsel milik Aga.

“Papa...” suara Aga menyahut dengan nada bosan. Kemudian tidak lama, tanpa menatap Aga yang kini sepertinya sedang menuju pintu keluar, Clara sibuk memikirkan apa yang akan terjadi dengan dua orang tadi, Om Yuda dan Aga?

Yang pasti mereka akan membahas tentang dirimu, Clara. Oh, ya Tuhan... tidak bisakah dia terbebas dari semua ini. Dia sudah cukup melewati masa sulit dan sekarang di tambah Aga yang masih saja membencinya.

Hidupnya sepertinya tidak akan baik-baik saja setelah ini.

**

Hari menjelang petang dan Clara sudah menyelesaikan pekerjaannya sejak sejam yang lalu. Harusnya ia sudah bisa pulang karena jadwal pulangnya memang jam lima sore, itu kata Pak Jaya tapi beliau pernah bilang kalau akan pulang sebaiknya bicara ke Aga dulu, dan sampai sekarang Aga bahkan belum kembali ke ruangannya sejak tadi.

Dia harus bagaimana?

Clara hendak menghubungi Pak Jaya, tapi juga tidak mendapatkan jawaban. Entah, dia harus menanyakan kepada siapa. Sekretaris Aga yang satu baik justru tidak tahu, sedangkan yang satu malah bersikap acuh padanya. Tsk!

Clara memilih untuk keluar, siapa tahu ia akan bisa menemukan jawabannya.

Di saat ia membuka pintu dan akan melewati meja Sekretaris, meja itu tampak kosong? Jadi... dia tinggal sendiri lalu Aga kemana? Apa pria itu tidak menganggapnya ada.

Sialnya dia tidak mempunyai kontak Aga. Bagus kan?

Clara mendengus melihat sekitar kemudian ia berjalan ke arah pantri sebelum ia mendengar suara langkah dari belakangnya dan ia melihat dua pasang orang sedang berjalan beriringan.

Siapa lagi kalau bukan Aga dan wanita itu... tiba-tiba hatinya terasa nyeri melihat pemandangan ini. Jadi Aga menghilang hanya karena bertemu dengan wanita ini? Kenapa terkesan dia sangat jahat sekali atau Aga memang sebenarnya jahat.

Tapi dulu, dia tidak...

Clara memejamkan matanya saat hatinya berusaha berbicara fakta Aga dulu saat ia mengenalnya.

Setelah dua pasangan itu masuk ke ruangan, tidak lama ponselnya berbunyi dan Clara melihat sekilas, hanya nomor yang tertera dan ia tahu siapa yang menelponnya.

“Ya...” jawabnya malas. Tidak menanggapi ocehan Aga yang menanyakan dia dimana sekarang, Clara langsung menutup panggilan Aga secara sepihak.

Ia kesal dan jengkel setengah mati lalu seenak hati Aga BARU menanyakan dia di mana? Hell, apa sejak tadi dia lupa mempunyai pegawai baru yang menunggunya?

Sungguh ini membuatnya muak dan jengah dengan kelakuan Aga.

Clara masuk ke ruangan Aga, saat itulah ia melihat dua pasangan ini duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerjanya.

Baik Aga dan Arinta terlihat terkejut dengan datangnya Clara, raut wajah mereka kemudian berangsur-angsur normal saat Clara sudah berdiri tidak jauh dari tempat mereka duduk.

“Lain kali bisa kan memberitahu kalau keluar dari ruangan.” ucap Aga dingin menatapnya dengan tatapan marah dan....khawatirnya?

Clara memasang wajah datarnya, “Saya pikir anda lupa kalau memiliki pegawai baru.” ucapnya dingin. Ia balas menatap Aga dan tidak peduli tatapan wanita yang duduk di samping Aga yang menilainya apa.

Aga terdiam mendengar kalimat sindiran Clara barusan. Dan Clara semakin percaya diri karena kemarahannya beralasan. “Lain kali, anda juga harusnya memberitahu kalau jam kerja saya sampai kapan. Saya bisa pulang sekarang?”

Aga mengerjapkan matanya, mengalihkan pandangannya dari Clara kini tertuju pada Arinta.

“Kamu pulang duluan.” kata Aga pada Arinta dan tidak menjawab pertanyaan Clara barusan? Pria ini benar-benar!!!

Clara mencoba meredam amarahnya, ia membuang pandangan agar tidak melihat dua pasangan di depannya ini. Entah apa yang dibicarakan Aga dengan wanita itu, Clara mencoba menutup telinganya rapat-rapat.

Namun, dalam hatinya... ia ingin sekali berada di posisi wanita itu. Setan dalam hatinya mulai berbicara yang tidak-tidak.

“Clara, saya balik duluan.” sapa Arinta dengan lembut padanya.

Clara tergagap kemudian mencoba memasang senyum di wajahnya walau agak dipaksakan, ia menjawab dan menganggukkan kepalanya. Apa hari ini dia akan lembur?

Baru bekerja sudah lembur? Aga ini memang senang sekali menyiksanya.

Kini hanya tinggal mereka berdua. Dia dan Aga dalam suasana hening. Clara merasa ia sedang diperhatikan sekarang dan ia mencoba menatap seseorang itu yang kini masih duduk di sofa tanpa beralih seinchi-pun.

Tepat saat ia menatap sosok itu, tatapan Aga juga ternyata masih tertuju padanya. Tapi, bukan tatapan seperti tadi, ini sepertinya begitu dalam dan tidak ada kesan dingin ataupun marah.

Jantung Clara memacu dengan cepat tanpa ia perintahkan. Tubuhnya mengenal sekali perasaanya pada pria di depannya ini.

Tapi, kenapa Aga cepat berubah?

Kenapa dia suka sekali membuatnya bingung dengan sikapnya yang menjengkelkan dan kejam serta tatapannya yang kadang justru terlalu dalam untuk diartikan bahwa pria itu masih menyimpan perasaan yang sama untuknya?

Mencoba bernafas dan mengatur agar dia tidak terpesona, Clara mengalihkan tatapannya dan saat ia akan kembali ke meja kerjanya, tiba-tiba ada suara yang menginterupsinya.

“Bereskan barangmu. Kita pulang sekarang.” ujar Aga sembari bangkit dari duduknya.

Clara cepat menoleh ke arah Aga namun pria itu dengan santai dan tanpa menatap wajahnya terus berjalan menuju meja kerjanya sendiri.

Kita? Tadi Aga mengatakan Kita. Jadi? Kita maksudnya, dia dan Aga? Clara menggelengkan kepalanya karena ia memikirkan Aga yang mengajaknya pulang bersama. Demi, Tuhan Clara, Aga tidak mungkin memberimu tumpangan hanya kata 'kita pulang' saja, tidak lebih.

Belum sempat Clara bergeming, ia mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya.

“Kamu mau pulang atau tetap berada di sini.” ujar Aga membuatnya tersadar.

*

Clara tidak tahu harus bagaimana, nalurinya ia mengikuti berjalan di belakang Aga. Memasuki lift bersama dalam keadaan hening dan canggung. Posisi mereka lumayan jauh karena Clara sengaja memilih berada di belakang, sedang Aga berada tepat di depan pintu lift.

Lift mulai berjalan. Pintu lift terbuka saat baru turun satu lantai, menampakkan beberapa orang pria berjass dan tampak terkejut melihat Aga ada di dalam. Mereka berdua menunduk hormat serta memberi salam kepada Aga, pimpinan mereka.

Beberapa pria ini memenuhi ruang lift yang kosong dan dari beberapa mereka juga ada yang menatapnya penasaran. Membuatnya risih.

Tanpa ia duga, tiba-tiba posisi tubuh Aga bergeser dan kini ada di sampingnya.

Clara dengan jantung yang masih berdebar keras ketika ia merasakan tangan pria ini ada di sekitar pinggangnya. Menarik tubuhnya ke sudut lift paling kiri dengan Aga tepat berada di samping kanannya.

Tuhan. Kenapa harus berdebar di saat yang tidak tepat. Maksudnya, posisi tubuhnya yang sangat dekat dengan Aga sekarang. Ia takut pria ini tahu keadaan tubuhnya kalau sedang berada di dekatnya.

Apalagi aroma tubuh dan sisa parfum Aga menguar dan tercium olehnya, membuatnya sulit berpikir. Tapi, Clara merasa nyaman karena merasa terlindungi dari pria-pria yang ada di dalam lift khusus direksi ini.

Wajahnya memanas dan pasti sekarang memerah. Ia menundukkan wajahnya agar Aga tidak bisa melihat perubahan dirinya.

“Pakai ini.” ucap Aga pelan tepat di samping kepalanya.

Belum sempat Clara mendongak, ia merasakan bahunya tertarik oleh tangan Aga.

Sebuah Jas milik Aga yang hendak pria ini pakaikan untuknya. Clara masih belum mengerti dengan perlakuan Aga ini, tapi ia menuruti apa yang Aga katakan dengan memakai Jas-nya.

Setelah mengenakan Jasnya, Clara melihat ke samping dan mendongak untuk menanatap raut wajah Aga. Tapi, saat ini Aga tidak menatap ke arahnya. Pria ini menatap lurus ke depan dengan posisi tangan ada di kedua saku celananya.

Hidung mancung dan bibirnya yang terlihat sempurna...

Walau raut wajahnya masih terlihat dingin, dari samping ia bisa melihat dengan jelas betapa sempurnanya pria ini.

Begitu tampan dan sangat berbahaya bagi kesehatan jantungnya kalau lama-lama ia menatapnya seperti ini. Saat itu pula ia merasakan kalau pria ini tidak tercipta untuknya.

Clara tersenyum miris. Takdir memang tidak bisa di duga. Dulu ia hampir bisa memiliki pria ini, namun sekarang... tidak akan pernah.

*

“Untuk apa?” tanya Clara menanyakan kenapa Aga memberikan Jas padanya.

Mereka berdua berjalan beriringan setelah keluar dari lift. Bukan mau Clara, karena Aga sengaja menarik tangannya untuk mengikutinya berjalan.

Lalu dengan bodohnya, Clara menurut tangannya dalam genggaman tangan Aga. Walau ia mati-matian menahan agar dia tidak pingsan karena sentuhan tangan Aga di jemarinya.

“Kamu tinggal di mana?”

Aga tidak menjawab pertanyaannya. Berulangkali pria ini suka sekali mengabaikan apa pertanyaannya.

Clara memilih diam dan seketika dia sadar kini dia berada di basement yang kira-kira ini khusus untuk, Aga sendiri.

Ya, Tuhan, sejak tadi dia baru sadar kalau dia dibawa ke tempat ini? Lalu untuk apa? Jangan bilang... Aga memberinya tumpangan?

Mati. Mati! Ini tidak mungkin!

“Apa maksudnya ini?” tanya Clara sambil menatap cepat ke arah Aga.

Ia juga meronta melepaskan pegangan tangan Aga yang sedari tadi membuatnya lupa segalanya. Ini bodoh sekali...

Aga membuang nafas beratnya, “Pulang.” jawabnya singkat tanpa memasang wajah berdosanya sama sekali.

Clara mengernyit bingung. Pulang bersama? Dalam satu mobil? Itu tidak mungkin, kan?

Belum sempat ia mengutarakan kalimat protesnya, sebuah mobil mewah keluaran Jerman berhenti tepat di depannya.

Seorang pria turun dan keluar dari mobil mewah ini. Pria yang ia kenali... sopir Aga yang mengantarnya ke rumah sakit tempo hari. Dan, pria itu tersenyum padanya.

“Masuk.” perintah Aga padanya.

Clara menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hubungan mereka tidak baik dan sekarang Aga menawarinya tumpangan? Apa maksud pria ini sebenarnya.

Bahkan tunangannya dia suruh pulang sendirian?

“Masuk.” perintahnya sekali lagi dan Clara tetap bergeming di tempatnya.

“Saya bisa pulang naik taksi. Permisi.” Clara membalikkan tubuhnya dan ia berjalan dengan cepat.

Menghindar dari Aga dan ia tidak mau terjebak lebih jauh dengan permainan-perasaan Aga kali ini. Walau ia memang suka dan perasaannya menghangat ketika ia tahu kalau Aga menaruh-sedikit perhatian padanya.

Ia tiba-tiba merasakan pergelangan tangannya di tarik dengan kuat. Clara memekik dan meronta saat Aga dengan kuat menariknya menuju Mobilnya.

Sekuat apa ia berusaha melepas genggaman tangan pria ini, semakin kuat pula Aga menariknya.

Dengan memasang wajahnya yang menahan amarahnya, Aga mendorong tubuh Clara masuk ke dalam kursi penumpang. Clara meringis, rasa sakit di pergelangan tangannya lebih terasa saat Aga melepasnya tadi.

Ia mengaduh, merasakan perih di kulit pergelangannya. Dasar, pria bar-bar.

“Kamu kenapa sih. Aku bisa pulang sendiri.” pekik Clara menatap Aga kesal. Ia tidak peduli dengan tatapan sopir Aga padanya kini. Bahkan ia tidak memakai kalimat formal. Ia juga tidak peduli.

Aga terlihat frustasi dan ia mengusap wajahnya kasar, “Dengar!” Aga membalasnya dengan nada memekik juga.

Pria ini sedikit menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan Clara. “Jangan berpikir kalau aku sengaja memberimu tumpangan.” katanya dengan sorot mata terus tertuju padanya.

Apa maksudnya?

“Kalau bukan karena perintah dari Papa, aku tidak akan memberi tumpangan untukmu. Mengerti. Jadi, kamu diam saja kalau tidak mau paksa lebih kasar lagi.”

Bersamaan dengan itu Aga menegakkan tubuhnya dan menutup pintu mobil tanpa menunggu reaksi wajah Clara sekarang. Pucat pasi dan ia... merasakan dentuman keras di dadanya yang terasa menyesakkan.

Harusnya ia tahu kalau Aga tidak mungkin melakukan ini semua. Harusnya ia sadar sejak tadi.

Bibirnya kelu walau hanya untuk menentang kalimat Aga. Clara diam dan saat aga duduk di sampingnya, di kursi kemudi, Clara memilih membuang pandangannya. Matanya memanas dan seketika perlakuan hangat Aga di lift menguap begitu saja.

Selama dalam perjalan, Clara hanya diam, begitu juga Aga. Suasana canggung dan hening membuat Clara tidak bis berpikir apa-apa lagi selain pria di sampingnya ini. Selain ia juga telah berhasil menahan agar tidak terlihat seperti menangis saat menjawab alamat kost-annya.

Aga juga tidak repot-repot menanyakan ia tinggal dengan siapa. Apa kamu berharap, Clara?

Clara menggeleng pelan dan ia berdoa supaya cepat sampai.

“Berhenti di depan.” ucap Clara pelan namun cukup terdengar oleh Aga.

Aga mengernyit heran. Bukannya ia pernah bertemu Clara di mini market yang letaknya masih agak jauh dari sini, walau memang jalannya masih di jalan yang sama. Tapi... untuk apa dia berhenti di sini.

Aga ingin sekali menanyakannya, tapi... sekuat hati ia menahannya. Aga mengumpat dalam hatinya mengingat betapa bodohnya dia.

“Terima kasih banyak untuk tumpangan yang Om Yuda perintahkan. Sampaikan ini padanya.” ujar Clara setelah itu ia menutup pintu mobil dengan keras.

Aga mendengus kesal mendengar nada sakartis dari mulut Clara. Bahkan gadis itu tidak mengucapkan kalimat terima kasih untuknya.

Aga hendak melihat sosok Clara dari spion mobilnya tapi bunyi klakson membuatnya mengenyahkan keinginannya ini.

“Sialan!” pekiknya marah.

Aga memukul strinya dengan keras dan emosinya yang memuncak. Hanya melampiaskan rasa penasarannya terhadap Clara. Ia ingin tahu...

***

Holaaaaaa, malam banget apdetnya >,<

Hanya sedikit dan makasih banyak buat yang sudah komen sama votenya ya, ternyata ada aja yang komen hahaha xD pokoknya makasih banget udah mau baca cerita nggak jelas ini <3

Moga Part depan, bisa lebih cepat yaaa {}

Continue Reading

You'll Also Like

288K 27.6K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
5.4M 451K 63
"Allahuakbar! Cowok siapa itu tadi, Mar?!" "Abang gue itu." "Sumpah demi apa?!" "Demi puja kerang ajaib." "SIALAN KENAPA LO GAK BILANG-BILANG KALO PU...
2M 163K 26
Mati dalam penyesalan mendalam membuat Eva seorang Istri dan juga Ibu yang sudah memiliki 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa mendapatkan kesempa...
5M 273K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...