[M] OUT OF BREATH | ON HOLD

By blackswanodile

20.1K 2.1K 1.5K

[Crime/Mystery] They know I'm different, but they don't know what make me different. ©2020 More

Intro : Obituary
Act 00
Act 01
Act 03
Act 04
Act 05
Act 06

Act 02

2.1K 291 272
By blackswanodile

⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️

00:21
May 24, 2020

Kendati memiliki gangguan neurologis, Hwang Seokjin jelas tidaklah tuli untuk dapat mendengar sesuatu.

Selagi dia berjalan, samar-samar pembicaraan itu terdengar di sekitar koridor ruangan autopsi dan jenazah. Membicarakan tentang sialnya mereka harus menetap di dalam corps tiga yang dipimpin langsung oleh Seokjin dalam membantu para penyidik mengungkap salah satu kasus hari ini. Semua orang mengeluh, semua orang tak terima, tetapi Seokjin tetap tidak peduli.

Sejak awal tujuannya hanya bekerja, tak ada yang lain, jadi ia harus mengabaikan pembicaraan buruk yang terus mengarah pada dirinya. Semakin dia diperlakukan seperti itu, semakin pula Seokjin membenteng dirinya sendiri.

Laporan yang seharusnya diberikan pada penyidik satu jam yang lalu bahkan Seokjin tahan, dia meminta pada Yoongi untuk menunggunya sampai pagi karena mengatakan tak menemukan sidik jari apa pun. Pria itu akan menemui rekannya yang masih berada di TKP. Tentu Seokjin tak mengatakan bahwa hal yang di maksud menemui itu, adalah perihal adiknya yang mendadak bisa menghubunginya setelah sebelas tahun. Pun mungkin tentang perihal sidik jari yang sebenarnya ada. Dan beruntungnya Seokjin, karena Yoongi percaya padanya. Pria itu akan menunggu Seokjin sampai pukul lima pagi, tepat tiga jam sebelum rapat besar dimulai.

Lalu saat ini yang Seokjin lakukan, tentu saja mencari kejelasan yang terjadi. Seokjin berniat pergi ke TKP tengah malam seorang diri. Mencetak semua bukti yang dikirim pada email miliknya, kemudian menghapus jejak itu di dalam komputer. Sehingga kini laporan bukti sidik jari sebelumnya, hanya ada di dalam tasnya—yang kini berada di kursi penumpang mobil Seokjin selagi melaju untuk datang ke TKP.

Tak sampai waktu lama bagi Seokjin sampai ke TKP, pria itu tiba setelah berkendara selama lima belas menit. Keadaan TKP kurang lebih masih sama, kendati orang-orang di sana tak sebanyak beberapa jam yang lalu. Kini hanya ada satu petugas kepolisian yang menjaga di depan garis kuning yang masih menutup akses masuk ke danau, pria itu sempat membungkuk saat Seokjin melewatinya, lalu ada satu tenda khusus bagi tim yang menangani digital forensik, yang rupanya juga masih berdiri kokoh di sana.

Karena tidak mau membuang-buang waktu, Seokjin yang baru saja sampai dengan menenteng tas hitam di tangan kiri, lantas masuk ke dalam tenda tersebut cukup tergesa. Di sana hanya ada satu orang yang masih berkutat dengan beberapa barang bukti, dan Seokjin tak ingat—atau malah tak pernah sekali pun Seokjin mencoba mengingat nama rekan satu timnya itu. Laptop yang disediakan masih menyala dengan satu meja panjang yang sudah membungkus beberapa benda dari TKP. Mungkin sudah dilakukan pemeriksaan.

"Aku akan memeriksa sesuatu," ujar si Hwang ini tak ragu. Lalu mengerjap beberapa kali, melangkah dengan tungkai tergesa dan wajah sedikit berkeringat, dia mendekati pria yang tak Seokjin ingat namanya, untuk kemudian menekankan kalimatnya lagi, "Ke-keluar."

Pria yang masih dibalut jas putih tersebut keluar begitu saja, setelah melempar satu ekspresi bingung tetapi tak ingin memperpanjang keadaan tak ramah dari Seokjin. Membuat pria Hwang itu dengan cepat meletakan tas hitamnya, lalu membuka jaket hitam dan topi yang sedari tadi ia gunakan. Mengganti dengan jas putih yang ia bawa dari lab, juga sarung tangan karet.

Satu persatu, Seokjin membuka bungkusan-bungkusan barang bukti di atau meja panjang, kemudian mencocokkannya kembali pada foto, juga data yang ada di dalam laptop. Bahkan Seokjin melakukan kembali menggunakan kedua tangannya. Mengambil ulang beberapa foto dan menempel kembali nomor bukti.

Tak banyak barang bukti ternyata. Hanya ada rantai kecil, kursi kayu, tali, dan juga berbagai barang kecil lainnya.

Karena memang tak semua sidik jari mudah dilihat, Seokjin menetapkan bahwa dalam kasus ini, ia melihat dari beberapa barang bukti yang tak biasa. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai pengambilan sidik jari laten: yang biasanya menempel pada lempengan alumunium, kertas, atau permukaan kayu.

Seokjin berdiri di sisi meja panjang dengan lampu sorot yang menyorotinya. Dia memberikan zat kimia (Ninhydrin) yang akan bereaksi dengan keringat dan minyak pada sidik jari untuk menghasilkan gambar berwarna ungu pada permukaan kayu dan plester di kursi kayu itu. Seokjin mengerjakan sesuatu yang sebenarnya bukan kewajibannya dengan wajah yang serius, juga dahi yang terlihat merengut gelisah. Dan setelah mendapatkannya, pria tersebut langsung saja mencocokkannya kembali pada data base di dalam laptop.

Menunggu beberapa detik dengan napas tersenggal juga kedua bola mata yang tak bisa diam sampai sampel tersebut mendapatkan kecocokan. Foto, data file dan juga gambar sidik jari terlihat muncul dari layar laptop.

Kim Taehyung.

Seokjin sempat membeku, napasnya baru saja direnggut begitu melihat foto adiknya yang kini sudah terlihat lebih dewasa dengan garis wajah yang tegas, muncul di dalam sana. Tangannya bergetar dan kemudian membuka data file tersebut. Di sana terlihat beberapa data yang memperlihatkan bahwa si Hwang bungsu tersebut pernah beberapa kali mendapat pelanggaran dan berakhir keluar masuk kantor polisi dengan kasus yang beputar pada Driving While Intoxicated / Gairet*), juga mabuk dan membuat kerusuhan di dalam bar.

*) mengemudi sambil mabuk dengan kosekuensi yang buruk.

Mengatur napas yang mendadak sesak seolah paru-paru kini menempel dan bergesek langsung dengan jantungnya, Seokjin menutup data tersebut dan kemudian memilih untuk mengecek kembali barang bukti yang lainnya. Dengan sedikit terburu dan tergesa sehingga beberapa peralatan di sana terlihat berjatuhan. Seokjin bahkan mengulang mengecek menggunakan uap yodium untuk kain yang digunakan untuk menutup kedua mata Arin. Kendati hasilnya masih sama, semua barang bukti menunjukkan bahwa sidik jari Taehyunglah yang tersebar di mana-mana.

Tangan kiri Seokjin bergetar lagi mendapat foto dan data adiknya muncul kembali di layar laptop. Kemudian dengan napas yang keluar dengan berat, tangan kanannya bergerak meremas tangan yang lainnya. Kepala seolah berputar memikirkan seperti apa hidup Taehyung selama ini. Seokjin pikir keluarga yang sudah membuangnya itu, tengah hidup bahagia dengan kesempurnaan yang selalu dijunjung tinggi oleh ayahnya dulu. Namun, sialan macam apa yang membuat si bungsu tersebut kini rusak dan menjadi calon tersangka?

Urat-urat dahi Seokjin berkedut dan wajahnya memerah. Menahan segala macam emosi yang ia sendiri pun bingung harus dia salurkan seperti apa.

Namun, seolah memang masih ada yang janggal, Seokjin kembali memilih menetralkan kembali napas dan memakai sarung tangan karetnya lagi. Kali ini setelah hampir semua barang bukti dia periksa dan hasilnya tetap sama, hanya tertinggal satu benda yaitu rantai kecil yang tersambung pada penutup bathub, untuk mengikat tangan Arin yang saat itu ditemukan.

Benda tersebut Seokjin bongkar menjadi beberapa bagian. Di mana saat si Hwang ini melepas satu persatu, Seokjin tahu kalau barang ini belum diperiksa dengan secara menyeluruh. Sehingga tak membuang waktu lama, pria itu dengan cepat mengambil kuas kecil yang sudah bercampur dengan serbuk karbon untuk digunakan pada semua permukaan rantai dan juga dalam dari penutup bathub yang tersambung pada rantai kecil itu.

Pukul menunjukkan empat pagi, Seokjin puluhan kali menghabiskan waktu untuk memindai dan mengulang kegiatan itu berulang kali. Menemukan satu hal yang aneh, di mana ada dua sidik jari di benda tersebut. Layar laptop menunjukkan data base dengan nomor 65,70. Lalu kemudian nomor 65 kembali menunjukkan foto dan data file Hwang Taehyung, yang langsung Seokjin tutup dan membuka data base lainnya. Nomor 70.

Nam Jimin.

Sempat diam beberapa saat, Seokjin menemukan isi kepala yang mendadak ribut. Memikirkan bahwa Jo Arin memang tak dibunuh oleh Taehyung, melainkan lelaki lain yang bernama Nam Jimin. Namun, itu belum cukup, Seokjin juga memikirkan hal yang lebih rumit seperti pembunuhan berencana antar keduanya. Atau mungkin yang paling ia harapkan adalah, Taehyung dan Jimin yang menjadi alibi pembunuhan ini. Dan dengan kata lain, ada seseorang lainnya yang sedang bersembunyi.

Lalu tak mau kepalanya harus meledak di sana, Seokjin dengan cepat mencetak semua data yang telah dia kumpulkan. Lalu menghapus segala berkas yang ada di dalam laptop tersebut, setelah selesai. Seokjin membereskan kekacauan yang ia lakukan di dalam tenda, dan keluar dengan pakaian yang sama saat pertama kali ia datang. Topi dan jaket hitamnya. Sementara tas hitamnya, ia tenteng di tangan kiri dengan keadaan tak tertutup rapat karena terburu-buru.

Namun, baru saja dia ingin pergi menemui mobilnya, seseorang yang sejak tadi Seokjin tangkap sedang melakukan konversasi dengan salah satu petugas, mendadak datang menghalangi jalannya. Seorang wanita muda dengan satu set kopi yang ia bawa, tetapi salah satunya tentu sudah ia berikan pada petugas di sana. Tak berniat untuk ikut campur, Seokjin jelas memilih mengabaikannya. Tetapi sialannya wanita itu malah kembali memblokir akses tungkainya untuk berjalan.

Dia tersenyum canggung. Surainya berwarna coklat panjang dengan banyak anak rambut yang terlihat tak ikut terikat. Dengan cepat seolah tahu kalau Seokjin tak berniat akan bertanya siapa dirinya, wanita itu memperlihatkan kartu identitas yang menggantung di lehernya, sambil kemudian berujar lirih, "Nam Sora."

Nam Sora.

Seokjin merengut, lalu mengingat sesuatu bahwa seseorang ini adalah wanitanya Han Yoongi.

Masih dengan wajah yang begitu dingin, Seokjin hanya membalas datar dan cepat, "Katakan, apa keperluan seorang News Anchor mendatangi TKP?"

Sora terlihat merengut sekilas karena Seokjin tak menatap pada irisnya. "Aku juga ingin tahu mengapa kau datang ke TKP pagi buta seperti ini?"

"Apa keperluan seorang News Anchor mendatangi TKP?" ulang Seokjin tak berniat menjawab pertanyaan yang lain. Lagi pula, TKP ini masih menjadi haknya, berbeda dengan wanita yang tak jelas ini.

Sora menghela napas dengan senyum yang mendadak luntur. "Sejujurnya aku bisa saja membantumu dengan beberapa berita yang aku ketahui, tapi aku masih perlu—"

"Untuk apa kau datang ke TKP?"

Sialan.

Sora bahkan bisa merasakan bibirnya bergumam kata itu dengan jelas. Dia mendengkus dan masih berusaha menatap Seokjin yang ada di hapannya, memberi jarak. "Apa untungnya bagiku kalau aku memberitahukanmu? Tak ada salahnya juga kan saling bantu dan bertukar informasi? Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan, dan kemudian aku akan memberikan informasi yang aku ketahui tentang—"

Sora tiba-tiba berhenti, saat Seokjin meninggalkan dirinya. Berjalan melewatinya begitu saja.

Wanita itu berbalik kebingungan dan menemukan punggung Seokjin berlalu dengan cepat untuk sampai pada mobilnya. Namun, karena tak mau menyerah begitu saja, Sora dengan cepat membuang cup-cup kopi yang ia bawa dan memilih berlari mengejar Seokjin. Sebelum pria itu masuk kedalam mobil, dan Sora lebih dulu menarik tas hitam pria itu, berniat untuk mebawa pria itu berbalik ke arahnya. Walaupun kenyataan yang ada, Sora malah menariknya dengan kuat dan cepat sehingga tas tersebut seolah terkesan dia rebut, bersama isinya yang bercecer sebagian ke atas tanah.

Seokjin terkejut bukan main karena berkas miliknya berjatuhan ke tanah, sedang Sora tak kalah terkejut tetapi dengan wajah yang terlihat tetap beku. Saat menemukan sisi telapak tangannya mengalir darah karena robek, tatkala dengan cepat beberapa sekon yang lalu, pria itu merebut tasnya kembali dengan kasar.

Seokjin dengan gelisah mengambil berkasnya terburu-buru, membuat Sora ikut mengambil salah satunya dengan tangan kirinya yang tak berdarah. Membaca dengan cepat dan kemudian tertawa timpang. Perasaan yang hangat sebelumnya dia berikan mendadak membeku menjadi bongkahan es di dada.

"Jadi pelakunya adalah adikmu sendiri?" tanya Sora, remeh, tatkala melihat nama Hwang Taehyung ada di dalam data sidik jari. Serta Hwang Seokjin sendiri yang mengambil sidik jari itu. Membuat Seokjin yang masih berjongkok, fokus pada berkas di tanah mendadak berdiri dan ingin merebutnya, tetapi Sora tak berikan. "Tak masalah kalau tak mau menjawabnya. Aku sudah bisa melihatnya dari ekspresimu."

"Tapi mengapa?" Sekali lagi Sora bertanya, menatap Seokjin dengan ekspresi yang benar-benar tak bisa dia tebak. "Jika bukan adikmu, mengapa kau tak menyangkalnya? Kau takut dengan apa yang ada di dalam pikiranmu atau kau belum memberitahukannya kepada penyidik? Kalau tidak salah, bukankah malam tadi seharusnya hasilnya keluar? Aku menghubungi seseorang detektif bernama Han Yoongi untuk itu, tetapi kemudian dia mengatakan kalau hasilnya belum keluar. Kau mau menghilangkan bukti ini? Atau kau mau memalsukannya?"

Namun, karena kapalanya mendadak panas seolah mendapat tumpahan sup yang menggelegak mendidih hanya karena semua pertanyaan dari Sora benar-benar menganggunya, Seokjin dengan tak peduli langsung saja merebut data tersebut dari tangan Sora dengan kasar.

Sora kontan tertawa getir. "Seorang Dokter Forensik melakukan pemalsuan bukti dari sidik jari, karena adiknya adalah seorang tersangka," katanya, "Aku hanya penasaran, apa yang akan terjadi jika media membuat berita seperti itu?"

Dada Seokjin rasanya seolah dihimpit oleh sesuatu yang besar dan keras. Nyeri dan sesak secara bersamaan. Kepala sakit bukan main, panas dan kedua telinga dengan cepat memerah dengan suara gemeletuk dari gigi yang beradu menahan marah. Urat-urat di dahinya menyembul saat Seokjin mengeraskan rahangnya, membuat Sora yang ada di hadannya lagi-lagi dibuat membeku, dengan perubahan Seokjin yang mendadak menjadi menyeramkan.

Namun seolah dirinya bisa meledak pada sekon itu juga, Seokjin mendadak bisa mendengar suara Yoongi di dalam kepalanya yang berputar kembali pada saat masih kuliah dulu; Kalau ingin marah, jangan melampiaskan pada manusia. Sekesal apa pun dirimu, kau tahu rasanya sakit seperti apa, maka dari itu jangan menyakiti orang lain dengan membalasnya dengan amarahmu.

Sehingga tak lama dari itu, Seokjin malah bernapas tersenggal. Menaikkan salah satu tangannya pada Sora. Menunjuk wanita itu atau lebih tepatnya mengisyaratkan agar tak pergi ke mana pun. Sebab setelah kedua pundak terangkat dengan napas pendek yang tiba-tiba menguasai dirinya, Sora bisa melihat Seokjin dengan tergesa masuk ke dalam mobil miliknya sendiri.

Awalnya Sora masih diam tak mengerti, sampai lima sekon berlalu, wanita itu seperti baru saja di dorong jauh untuk terjun dari sisi tebing saat mendengar suara gaduh dari dalam mobil. Kemungkinan yang wanita itu bisa tangkap adalah Seokjin yang mengamuk di dalam mobilnya sendiri. Membuat suara benda berbenturan dengan keras, bahkan dengan mobil yang ikut berguncang, juga kaca yang dengan jelas terbentur-bentur.

Wanita itu ingin pergi, tetapi ia mendadak penasaran dengan Hwang Seokjin yang benar-benar aneh ini. Dari penampilan juga profesinya, pria itu terlihat normal. Bahkan kelewat normal. Namun, apa yang Sora saksikan saat ini, pasti bisa membuat siapa saja terganggu dengan tingkahnya.

Pintu mobil terlihat terbuka tak lama dari itu. Sora sama sekali tak memacu tungkai untuk mundur menghindari Seokjin yang keluar dengan keadaan seperti zombie. Jaket dan topi hitam itu sudah terlepas menyisakan kemeja putih yang kusut dan surai hitam sedikit panjang yang tak kalah berantakan. Namun kendati wajahnya merah bukan main, juga pelipisnya terlihat berdarah akibat goresan kecil, Seokjin tetap saja terlihat tampan. Ini aneh, sebab saat ini Sora malah sama sekali tak terganggu dengan itu semua.

Seokjin merasa pikiranya kacau, napasnya berantakan, pandangannya perlahan berkabut, tetapi ia bisa melihat Sora membantunya untuk berdiri, karena terjatuh saat turun dari mobil. Membuat Seokjin yang tersadar, dengan cepat menghempaskan jemari wanita itu, lalu berdiri terhuyung-huyung.

"Ki-kita bisa saling membantu," tutur pria itu masih tersenggal dan bergetar. Seokjin membawa satu berkas dari belakang tubuhnya dan memperlihatkan pada Sora. "Nam Jimin ada kaitannya denganmu, bukan? Sampai kau harus datang ke sini? Jika iya, kau bisa tutup mulutmu dan jangan ikut campur. Namun, rahasiakan yang telah kau lihat malam ini. Kau benar-benar tidak tahu apa pun tentang keluargaku."

Seokjin menutup kalimatnya, mengambil tiga lembar berkas yang masih berserak di atas tanah. Semua kalimat yang tersusun di dalam kepalanya mendadak rusak, nyaris tak bisa ia proses dengan sempurna. Ia mendadak frustrasi. Membuat pria itu terlihat begitu menyedihkan hanya karena terlihat begitu lemah, kendati keluarganya benar-benar sudah membuang dirinya.

Seharusnya ia sudah tak peduli lagi dengan semua ini. Tapi, adiknya, Hwang Taehyung barangkali tak bersalah. Orang tuanyalah yang membuang Seokjin.

Sora di hadapannya masih menatap Seokjin dengan beku, dan isi kepala yang bercokol hebat. Seokjin berdiri dan ingin masuk ke dalam mobilnya, tetapi dengan cepat jemari Sora menahan lengannya, yang dengan alaminya Seokjin kembali hempaskan dengan cepat dan kasar.

Wanita itu mengerjap, seolah mengerti. "Tu-tunggu sebentar."

Sora mengambil sebuah plester di dalam sling bag miliknya, lalu dengan hati-hati dan mendapat respon tidak menyenangkan dari Seokjin, wanita itu tetap memaksa membuat luka di dahi pria itu tertutup menggunakan plester berwarna merah muda tersebut.

Keduanya digulung hening. Sora terlalu sibuk mengatur degup jantungnya yang tiba-tiba bermasalah dengan pernyataan Seokjin tentang Jimin, adiknya yang sudah pria itu ketahui. Sedang di sisi lain, Seokjin mendadak kebingungan karena ada yang berbeda dengan Sora. Untuk pertama kalinya Seokjin bertemu dengan seorang wanita yang tak kabur saat melihat dirinya bertransformasi menjadi seorang monster. Bahkan sebagian orang menganggap dirinya, freak.

Nam Sora pasti gila.

Sebab jika bukan Han Yoongi, hanya orang tidak waras yang mengerti dengan kondisi Hwang Seokjin. Dan mungkin, Sora memang cukup tidak waras untuk itu. Seokjin bisa menjaminnya.

//

05:12 AM

May 24, 2020
Unit Investigasi Regional Bupyeong, Incheon

Yoongi mengembuskan asap sigaret-nya ke udara sebelum akhirnya sisa seperempatnya ia buang ke atas alas beton, tatkala sebuah mobil yang ia kenal telihat berhenti tak jauh dari dirinya kini berdiri tepat di depan gedung UIR. Dia melihat mobil Seokjin berhenti tepat di sampingnya, tetapi pria yang berada di dalam mobil itu seperti tak menandakan akan keluar dari kendarannya.

Masih berusaha menunggu dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam jaket bomber, Yoongi lantas buka suaranya cukup nyaring, "Kau terlambat dua belas menit! Hei!"

Tidak ada respon sama sekali. Sebenarnya sedikit banyaknya, Yoongi sudah tahu alasan Seokjin pergi kembali ke TKP. Pria itu sudah mengenal Seokjin dengan baik, dan ia yakin alasannya tak berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya. Seokjin pernah membolos satu bulan saat berkuliah dulu. Saat itu yang Yoongi tahu, Seokjin pulang ke Korea menggunakan uang tabungannya. Pria itu mengatakan kalau orang tuanya menitah pulang. Tetapi kenyataannya, tak pernah ada kabar seperti itu. Orang tua Seokjin itu jelas membuang putranya yang memiliki keterbelakangan ke China dengan alasan pendidikan, sedang alasan Seokjin pulang ke Korea adalah lantaran adik laki-lakinya yang baru saja lulus sekolah menengah pertama.

Yoongi menghubunginya dan memberitahu Seokjin kalau pria itu bisa saja dikeluarkan dari kampus jika terus membolos. Namun karena mungkin terdesak, Seokjin mengatakan kalau ia tak bisa kembali karena tak memiliki uang. Tabungannya sudah habis digunakan untuk biaya hidup tak jelas selama pulang kembali ke Korea. Seokjin tak pernah pulang ke rumahnya dan ia hanya terombang-ambing tak menentu di kampung halamannya. Barangkali yang Yoongi tahu saat itu, Seokjin mungkin kehilangan rumahnya.

Orang tuanya mungkin memang membuang Seokjin, dan pria itu jelas membencinya sampai mati. Namun yang Yoongi tahu, tak ada alasan Seokjin membenci adiknya. Dan alasan itu masih sama sampai saat ini, bahwa yang bisa membuat Seokjin berbohong hanyalah tentang adiknya.

Hwang Seokjin memang manusia menyedihkan, Yoongi yang memberikannya predikat itu.

"Hoi, apa yang sedang mati di dalam kepalamu? Otakmu?" Tak sabar, Yoongi mengetuk kaca mobil Seokjin cukup kuat. "Ayo turun! Kau terlambat 12 menit dari yang kau janjikan."

Tak lama dari itu, Seokjin terlihat membuka pintu mobilnya. Keadaanya rumit, karena pria ini seperti sama sekali tak terurus dan terlihat berantakan. Terkadang Yoongi selalu berpikir, bahwa dirinya benar-benar titisan dewa yang dikirim langsung untuk mempebaiki manusia menyedihkan di hadapannya ini. Namun, tetap saja. Hwang Seokjin tetaplah Hwang Seokjin: seorang dokter forensik yang diakui keahliannya tetapi mempunyai sindrom Asperger yang membuat hidupnya kacau.

"Sudah dapatkan bukti yang kau mau?"

Seokjin memijat kepalanya, Yoongi bisa melihat bahwa tangan milik si Hwang terebut memar dan terluka sedikit. Pria itu menggeleng pelan, lalu secara tak sadar memberikan ponselnya pada Yoongi. "Seseorang menghubungiku, lalu saat ini nomornya sudah tidak aktif."

Yoongi menerimanya separuh digulung bingung. Terkadang berbicara dengan Seokjin, seperti ia mencoba berkomunikasi dengan sepupunya yang berusia tiga tahun. Rumit sekali.

"Jika GPS-nya tidak aktif, Arou bisa melacak keberadaannya melalui base trancevier station," jelas Yoongi melihat daftar panggilan masuk dari ponsel Seokjin. Lalu karena sudah sadar apa yang dilakukannya, Seokjin mendadak merebut kembali ponsel miliknya dari tangan milik Yoongi.

"Aku pulang—"

"Hubungi Jo Hoseok dan minta dia menjadi penasihat hukumnya." Tubuh Seokjin yang sudah berbalik hendak kembali masuk ke dalam mobil, mendadak beku saat Yoongi berkata seperti itu. Yoongi di sana, jelas membuat kurva getir di wajahnya. Tebakannya benar. Ia melanjutkan, "Ada kemungkinan adikmu menjadi seorang tersangka, bukan? Tetapi kemungkinan itu belum terbukti 100%, Seokjin, bahkan Jeongguk dan Jimin pun termasuk dalam kemungkinan itu. Saat ini ketiganya masih tetap menjadi seorang saksi. Tapi jika dari ketiganya adikmulah yang paling berisiko, di Incheon hanya ada Jo Hoseok yang berkompeten untuk membantu adikmu dari kemungkinan terburuk."

Yoongi mengembuskan napasnya berat. Hwang Seokjin memang hanya bersikap seperti ini dihadapannya, pria itu seperti bocah 10 tahun yang tersesat dan tak tahu cara meminta tolong pada seseorang untuk mengantarnya, padahal umurnya sudah kepala tiga. Jika saja orang tuanya tak menyerah dan terus memberikan terapi pada putra sulungnya, Yoongi yakin bahwa pasangan anak dan kedua orang tuanya itu akan saling mengerti.

Seokjin hanya memerlukan waktu untuk menyesuaikan, tetapi orang tuanya tak memberikan kesempatan itu.

"Bung, aku tahu pasti sulit meminta bantuannya, maka dari itu kau tak boleh kehilangan semangat." Telapak tangan Yoongi dipukul keras pada bahu milik Seokjin. "Badanmu itu lebih besar dariku, tetapi semangatmu kecil sekali. Bagaimana ini?"

Lalu selanjutnya, Yoongi tidak tahu—atau mungkin memang ada yang salah dengan kalimatnya. Namun ia bisa melihat punggung si Hwang yang luas itu bergetar kuat. "Astaga, kau sensitif sekali, sini kupeluk." Seokjin tak mengatakan apa pun, dan Yoongi hanya memeluknya sebagaimana seseorang yang terus ada selama 11 tahun. Sedikit kesulitan lantaran proporsi tubuh mereka yang tak sama. Ia menepuk punggung Seokjin kuat. "Terakhir kali kau menangis adalah saat kelulusan karena kau satu-satunya 10 murid terbaik tetapi tak ada yang mendampingimu. Orang tuamu tidak datang, dan sekarang kemungkinan terburuk adikmu adalah seorang tersangka."

Yoongi tersenyum miris. "Seokjin-ah, jangan sekali-kali berbohong di depan hukum. Pekerjaanmu itu tanggung jawabmu, itu bukan hanya title Semata. Lalu itu juga bisa mempersulit adikmu. Cobalah berkomunikasi yang baik dengan orang-orang, mereka pasti akan membantumu. Kau tidak sendiri." []














Act 03......

"Ada 5 orang lagi yang menghilang hari ini, dan itu semua berkaitan dengan hilangnya Jimin, Jungkook, Taehyung dan Arin."

Continue Reading