Devandra

By delajahenulis

720 188 19

[ON GOING] Karena sosok sepertimu, memang pantas untuk ku perjuangkan. More

1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nb
20

7

29 8 0
By delajahenulis

Dengan terburu buru aku memasukkan semua buku yang tadinya berada di atas meja ke dalam tas. Terburu buru menyusuri koridor sekolah menuju ke ruang OSIS. Karena hari ini ada rapat OSIS. Ah, jika bukan karena syarat beasiswa di Jepang yang mengharuskan ku untuk ikut salah satu organisasi, aku tidak akan mau ikut OSIS. Sebagian orang berpikir OSIS adalah kegiatan yang menyenangkan karena kita bisa mendapatkan materi ke-organisasi-an dan melatih mental kita. Sebagian lainnya juga berpikir, OSIS adalah kegiatan yang melelahkan. Kebanyakan dari mereka bilang anggota OSIS adalah 'babu' sekolah. Karena acara apa apa pasti dari OSIS. Yang bekerja apa apa pasti anggota OSIS. Tapi ya sudahlah. Toh sudah terlanjur juga.

Nafasku menggebu gebu ketika aku tiba di ruang OSIS. Untungnya, tidak semua anggota sudah kumpul. Jadi rapat belum di mulai.

"Acha!" Seseorang memanggilku. Siapa memangnya yang memanggilku dalam keadaan begini. Aku menoleh.

"Apas..." Aku memelototkan bola mataku. Entah bagaimana aku bisa tidak sadar, orang yang memanggilku barusan, tidak lain adalah Kak Andra. Ketum OSIS. Ugh, rasanya aku ingin memukul kepalaku sendiri.

"Eh, kak sorry..." Aku sedikit kikuk. Apalagi Kak Andra hanya senyam-senyum melihat tingkah canggung ku begini.

"Nggak, gak papa. Udah santai aja. Tapi kalo ke senior lo yang lain, jangan gitu. Yang ada malah, lo di mental abis abisan. Haha."

"Hehe, iya kak. Emang ada apa kak?"

"Em, gue cuma mau ngasih tau, kalo rapat nya ditunda dulu. Gue barusan udah ngomong sama anggota OSIS se-angkatan lo kok. Rapatnya ditunda soalnya pembina ga masuk. Jadi agenda hari ini, kita cuma beres beresin ruang OSIS doang. Soalnya udah banyak yang terlanjur kumpul." Aku mengangguk mengiyakan. Tanda mengerti.

"Yaudah, gue ngurusin yang lain dulu ya." Ujarnya lalu pergi setelah tersenyum kepadaku. Rasanya ingin memaki kenapa rapatnya ditunda segala. Apalagi nafasku sudah terengah engah karena takut telat. Akhirnya, kami -para junior- memutuskan untuk berpencar. Beberapa di dalam, dan sisanya di luar.

Ada yang menyapu, mengelap kaca jendela, membersihkan debu di atas meja, dan merapikan dokumen di se-isi lemari.

"Woy woy woy!!!" Tiba tiba suara rusuh dari beberapa murid di koridor yang lumayan jauh dari ruang OSIS terdengar. Sontak saja semuanya menoleh ke asal suara. Dari kejauhan, aku melihat Siska tengah berlari menuju anak anak OSIS. Tidak menunggu waktu lama, aku langsung mendatanginya.

"Siska!!!"

"Gawat banget Cha!" Katanya dengan nafas tersengal-sengal.

"Gawat kenapa? Kok rame banget? Ada yang narkoba ya? Mankanya di tangkap polisi?"

"Bukaaaan."

"Terus?"

"Lo tau Deva? Cowok ganteng ekskul musik yang ngetrend di sekolah ini?" Aku cukup yakin bahwa yang Siska maksud adalah Deva yang sebentar lagi akan pulang denganku. Deva yang bermain pesawat kertas dan bertengkar dengan ku di koridor. Deva yang membuat seisi kelasku heboh, hanya karena dia mengantarku ke sekolah.

"Deva...?"

"Iya Cha. Sepuluh IPS 1." Dari itu aku tau Deva kelas apa.

"Ada yang berantem!!!" Mendadak semua orang pergi menghampiri tempat kejadian setelah Aldo, salah satu anggota OSIS yang baru saja tiba, nenyerukan hal tersebut.

"Ayo Cha!" Siska menarik tanganku.

Ternyata benar. Apa yang dikatakan Aldo benar. Deva tengah berantem dengan Riko. Salah satu anak ekskul pecinta alam. Beberapa pukulan mendarat di wajah keduanya. Tubuh keduanya sesekali menabrak dinding. Kerumunan siswa nyaris menghalangi pandanganku. Namun aku masih tetap bisa melihat perkelahian itu meski dari belakang. Kak Andra, Kak Radit, beberapa anak OSIS, beberapa anak musik, dan beberapa anak pecinta alam melerai keduanya. Butuh waktu sekitar beberapa puluh detik, perkelahian selesai. Dada keduanya terlihat naik turun. Amarah masih terlihat jelas di wajah keduanya. Aku bahkan masih terpaku di belakang. Belum pernah selama ini mengira jika Deva akan berkelahi seperti barusan.

"Kalian apa apaan sih? Kalo sampe ketauan guru, bisa masuk BK!" Ujar Kak Andra.

"Udah bubar bubar!!!" Tak butuh waktu lama, kerumunan siswa yang tadinya melihat perkelahian Deva dan Riko langsung bubar setelah Kak Radit mengatakan hal itu.

Deva menatap ke arahku. Kemudian wajahnya tertunduk dalam.

"Ayo Cha!" Bisik Siska dan menarikku pergi.

Koridor semakin sepi. Apalagi dekat kamar mandi. Aku masih menemani Siska ke kamar mandi, karena katanya dia kebelet.

"Udah?" Tanyaku yang di balas anggukan olehnya.

"Gue gak nyangka deh, Deva bisa berantem gitu." Ujarku memulai pembicaraan.

"Kalo gue mah, udah biasa kali Cha. Lo tau, pas SMP dulu, hampir tiap bulan, Deva berantem terus. Dia kan sampe sampe di panggil tukang berantem di sekolah dulu. Cowok cowok di SMP gue dulu nih ya, ga ada tuh yang berani nantangin Deva. Apalagi, dia punya temen temen yang jago berantem juga. Tapi ya mereka ga satu sekolah lagi sekarang. Cuma ya emang pas awal awal SMA ini, dia ga berantem. Pas tadi itu awal pertama kali dia berantem di SMA." Siska sebagai teman se-smp nya menjelaskan.

"Seriusan pas SMP? Sering masuk BK dong?"

"Yaa gitu deh. Guru guru BK mah udah hafal sama si Deva."

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Sudah saatnya pulang. Aku tidak tau apakah Deva menungguku atau malah pulang duluan. Mataku mencari sosoknya di parkiran. Tapi tidak ada. Pasti udah pulang duluan. Batinku. Aku mulai menyusuri jalan di depan sekolah. Sepertinya, hari ini aku harus pulang jalan kaki, atau naik angkot. Mendadak, entah bagaimana bisa, sosok yang sedari tadi aku cari di parkiran, muncul di hadapanku begitu saja. Deva. Aku sedikit tersentak, namun ia hanya tertawa kecil.

"Lo nyari gue?"

"Nggak kok."

"Gue barusan keliatan lo di parkiran lagi nyari nyari orang. Kalo bukan gue siapa lagi."

"Udah ah, pulang." Aku memutuskan untuk mengakhiri percakapan. Tidak ingin membicarakannya lebih panjang.

"Eh tunggu." Ujarku yang membuat Deva menoleh ke arahku.

"Apaan?" Tanyanya.

"Itu lukanya ga papa? Mau ke rumah sakit dulu nggak?" Aku menawarkan.

Lagi lagi bibirnya mengulas sebuah senyuman. "Apaan sih, gini doang ke rumah sakit segala. Udah ayo pulang." Dasar!

"Cha!" Suaranya sedikit sedikit terdengar di atas motor. Berpapasan dengan angin.

"Lo laper?"

"Banget. Makanya ayo cepet pulang!" Ujarku. Setelah beberapa puluh meter, jalanan di tempuh, ia memberhentikan motornya di depan sebuah warung. Warung Pak Edi. Begitu tulisannya.

"Kok gak langsung pulang sih?" Protesku

"Makan aja dulu. Katanya lo laper banget."

"Iya tapi kan maksudnya langsung pu..."

"Udah ayo. Udah terlanjur nyampe sini." Ia memotong ucapanku. Pasrah. Aku hanya bisa mengikuti ajakannya untuk makan.

"Gue yang pesenin? Atau lo pesen sendiri?"

"Lo aja deh." Aku menyerahkan pesanan makanan kepada Deva. Apalagi ini pertama kali untukku makan di warung yang satu ini.

"Lo pesen apa?" Tanyaku setelah ia kembali dari berbicara dengan bapak pemilik warung.

"Nanti lo tau." Aku mencibir.

Aku kembali menatap luka pukulan di wajah Deva. Sesekali ia meringis saat menyentuh luka di sudut bibirnya. Pipinya juga nyaris berwarna ungu.

"Bentar ya." Aku beranjak dari tempat dudukku. Deva tampak kebingungan. Aku pergi menuju sebuah toko swalayan yang letaknya tidak jauh dari warung. Untuk apa lagi kalau bukan membeli sapu tangan. Saat kembali, ku lihat di meja sudah ada makanan yang di pesan. Sebuah nasi uduk.

"Buat apaan sih Cha?"

"Kepo lo ya." Aku juga kemudian membeli beberapa potongan es batu ke bapak pemilik warung.

"Lo ngapain sih Cha?" Ku lihat Deva tidak bisa membendung rasa ingin tahunya.

"Sini." Ujarku lalu mengobati wajahnya dengan es batu yang di balut sapu tangan.

"Aww" Deva meringis dan nyaris berteriak. Membuatku merasa bersalah apakah aku terlalu keras saat mengobatinya.

"Sakit? Sorry..."

"Nggak. Hehe." Anjirrrr.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote+comment. Next chapter!!!

Continue Reading

You'll Also Like

821K 61.9K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
438K 47.5K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
2.9M 143K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
772K 93.4K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...