Up!
Happy reading!
__________________________________
PLAYLIST: Heart Attack--Demi Lovato
__________________________________
Madrid, Spain. 02. 00 AM
Lift bendenting, Anna sampai di lantai dasar. Ia sempat memberi senyum ramah pada beberapa orang yang berada satu lift dengannya, sebelum keluar. Mata gadis itu menangkap sosok berkemeja biru tua yang sedang menelepon. Awalnya, ia hanya ingin berlalu, namun pria itu sudah lebih dulu melihat keberadaannya dan menyapa.
"Kau sudah ingin pulang? Dextier mana? Apa dia tidak mengantarmu pulang?" tanya Alex beruntun setelah mengantongi ponsel kembali dan mendekatinya.
Anna menggeleng sembari tersenyum sebagai jawaban.
"Lalu dengan siapa kau pulang? Supir?" Lawan bicaranya mengangguk. "Baiklah. Tadinya aku ingin menawarkan tumpangan jika kau tidak diantar Dextier atau supir pulang, tapi tidak jadi."
Mereka berdua saling melempar senyum simpul. Melalui senyuman, Anna memberi ungkapan terima kasih. Gadis itu kemudian menunjuk pintu lobi sebagai isyarat ia harus segera pergi. Ia sempat mendengar petuah Alex agar berhati-hati sebelum berlalu.
Namun, ada yang terasa salah di mata Alex saat melihat mobil yang membawa Anna melegang pergi. Entah hanya perasaannya saja atau memang ada yang ganjil, tapi pria itu memutuskan mengikuti mobil tersebut diam-diam. Kecurigaannya menguat saat keluar gerbang kantor, Alex melihat keberadaan salah satu supir Dextier berada di seberang jalan, tengah membawa wadah kopi dari sebuah starbucks. Padahal setahunya, Dextier tadi menggunakan supir lain pergi kantor.
Dan benar saja, mobil yang tengah ia ikuti malah melaju bukan menuju arah mansion Dextier.
"Sial. Bagaimana bisa mereka leluasa masuk ke kantor Dextier." Alex mengumpat pelan. Mata abunya terus mengikuti pergerakan kendaraan di depannya.
Awalnya mobil itu melaju pelan, namun semakin lama justru terlihat ugal-ugalan. Beberapa kali juga sempat akan bertabrakan dengan pengendara lain. Alex terus mengawasi, sampai pada saat ia menangkap seperti ada tangan yang meronta-ronta melalui kaca belakang mobil itu.
"Brengsek. Mereka benar-benar menculik Anna," geramnya, kemudian mengeluarkan ponsel—berniat memberi tahu Dextier.
Baru saja ia berhasil memegang ponsel, Alex tiba-tiba menginjak rem begitu dalam. Mobil yang semula berada beberapa meter di depannya, sudah dalam keadaan melintang menabrak pembatas jalan, kap bagian depannya terbuka dan mengeluarkan asap. Orang-orang terlihat mengerumuni mobil dan berusaha membuka pintu.
"Ya Lord ...."
Pria itu bergegas keluar dan menghampiri kerumunan. Sekuat tenaga ia membuka pintu penumpang belakang di tengah rasa panik begitu melihat bahan bakar mobil mulai menetes. Tak ada pilihan lain, Alex akhirnya mengambil batu dan menghantam kaca sampai pecah. Beberapa orang yang menyaksikan segera membantunya mengeluarkan satu-satunya perempuan yang kini terus mengeluarkan darah dari kepala.
Anna berhasil dikeluarkan tepat beberapa detik sebelum mobil benar-benar meledak. Di saat semua orang memekik histeris karena tak sempat menyelamatkan dua orang lain di dalam mobil, Alex justru mengembuskan napas lega dan memilih membopong tubuh Anna menjauh dari sana. Sebelum ia melaju menuju rumah sakit terdekat, ia sempat memberi kabar markas kedua Eagle Five.
***
Koridor rumah sakit tiba-tiba gaduh saat langkah terdengar tak santai melintas. Beberapa orang yang berjalan juga tak jarang tertubruk pemilik sepasang sepatu pantofel tersebut.
"Sialan ... brengsek, menyingkirlah dari jalanku!" teriak Dextier kepada setiap orang yang ia rasa menghalangi jalan—padahal mereka hanya melintas dan tak sengaja berpapasan dengannya.
Umpatan, makian, bahkan dorongan kasar terus ia lakukan hingga sampai di depan pintu rawat inap. Ia menerobos masuk begitu saja.
"ANNA!"
Beberapa pasang mata yang sedang berada di dalam langsung melotot ke arahnya. Dextier hendak mendekati ranjang terpaksa urung karena keberadaan Alex terus menghalaunya.
"Bastard, menyingkirlah!" geramnya hampir melayangkan pukulan.
"Tenangkan dirimu dulu, Keparat! Ini rumah sakit, bukan pasar!" maki Alex setelah dokter dan suster keluar. "Anna masih membutuhkan istirahat. Keluar saja kau kalau tidak bisa menahan diri!"
Dextier mengumpat sebelum menyentak tangan Alex. Masih dengan menatap tajam pemilik mata abu di depannya, ia menetralkan napas yang terengah-engah. Saat sudah melihatnya lebih tenang, barulah Alex memberi ruang Dextier untuk melihat keadaan Anna.
"Black Rose beralih mengincar Anna saat ini. Sepertinya mereka mulai mengetahui keberadaan Anna saat kau membawanya ke Paris waktu itu." Pria itu membuang napas kasar. "Bodohnya kau tidak membawa pengawal saat berpergian ke Paris. Mereka jelas mudah mendapatkan kelemahanmu."
"David Chose memang sudah tahu siapa aku."
"Benarkah?!"
"Tapi kau tenang saja." Dextier menoleh, menyeringai sebelum mengambil sebelah tangan Anna yang tidak diperban hati-hati. "Aku sudah membunuhnya."
"Apa kau bercanda?!" Alex terperangah.
Dextier mengedik. Ia mengecup punggung tangan Anna perlahan lalu menempelkannya di pipi dengan tetap menjaga agar tidak sampai menyentuh infus. "Jasadnya sudah keserahkan kepada agen CIA. Aku tidak sudi mengurus jasad manusia biadab sepertinya."
Netra itu terus memandang wajah Anna lekat, tidak memerdulikan Alex yang masih terperangah di belakangnya. Berselang lama, akhirnya ia mendengar Alex menghela napas pasrah. "Terserah padamu saja."
"Apa yang dokter katakan tadi?" tanya Dextier kemudian.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Anna hanya mengalami luka kecil di bagian dahi dan tangan kanan yang akan mengering beberapa hari ke depan. Perlu kau ketahui, mungkin ia akan sedikit trauma setelah sadar. Peranmu sangat dibutuhkan begitu ia sadar. Apa keluarganya masih ada dan perlu dihubungi?"
John Martin, Claudia, dan ... tidak-tidak. Dextier tak jadi mengatakan, ia hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Baiklah kalau begitu. Tugasku selesai, aku akan pergi. Jaga Anna bak-baik."
Dextier terdiam. Alex memandang wajah Anna sekali lagi, sebelum melangkah keluar. Sepeninggal Alex, Dextier tak pernah melepas tatapan matanya. Ketakutan yang beberapa saat lalu menghantuinya, berganti menjadi perasaan miris melihat Anna terbaring dengan beberapa luka di tubuhnya.
Pasti terasa sakit.
"Jangan seperti ini lagi, Anna. Sudah cukup aku kehilangan beberapa orang akibat ulah orang yang sama," lirihnya seraya menunduk, menempelkan tangan Anna ke dahi. "Kau tahu, apa yang telah kau lakukan padaku? Kau sudah mengakuisisi hidupku, Anna, bahkan tanpa kau bertingkah menggoda."
"Entah sejak kapan aku merasakannya, tapi sejak kau menatapku tanpa mencela, saat itu juga ada hal tak biasa yang terjadi. Andai kau dapat mengerti setiap tatapan dan ucapan tajamku, sebenarnya hal itu kulakukan untuk membuatmu muak—seperti perempuan-perempuan yang pernah singgah walau hanya sejenak. Padahal, jauh dalam lubuk hati, sesuatu terasa meremas jantungku."
Hening. Hanya udara kosong yang dapat ia dengar. Dextier melanjutkan ucapan, tak peduli Anna akan mendengarnya atau tidak.
"Aku hanya ingin kau tahu satu hal, Anna. Bahwa sebenarnya ...." Dextier menghela napas begitu panjang, sebelum melanjutkan, "I'm falling in love with you. Until I thought, I can't live if you leave me."
Bertepatan dengan ia mengatakan itu, Dextier mengangkat kepala dan betapa terkejutnya saat ia menemukan Anna sudah membuka mata bahkan tengah memandangnya terperangah dengan mulut sedikit terbuka.
"An—nna?" Suara Dextier terdengar serak dan terbata. "Kau ...."
Begitu tersadar, pria itu langsung bangkit, menekan tombol di atas ranjang sembari terus memandang lekat wajah gadis tersebut. "Bagian mana yang sakit?" tanyanya kemudian meneliti seluruh bagian tubuh Anna melalui tatapan.
"Kenapa kau hanya diam—" Di detik itu Dextier seperti menyadari ucapan Alex sebelum pergi. "Apa sekarang kau merasa takut padaku?"
Gadis itu masih bungkam.
"Aku memang pria, tapi aku bersumpah tidak akan menyakitimu seperti pria biadab itu."
"You are kidding," ucap Anna begitu lirih. Sampai Dextier perlu mengerutkan kening agar mendengarnya.
"Tidak. Aku tidak bercanda, kau justru akan aman bersamaku—"
"Perasaanmu, Sir. You're kidding, right?" Anna tampak tersenyum miris. "Aku wanita jauh dari kata sempurna."
Secepat mungkin Dextier membantah, "Tidak! I'm seriously in love with you. Bahkan ketika aku belum mengetahui kau dapat berbicara. Aku mencintaimu apa adanya. Bukan juga karena kau tidak bisu, lantas aku baru mau mengakuinya. Tidak sama sekali. Kau adalah kau, seperti apapun dirimu, aku akan tetap mencintaimu."
TO BE CONTINUED!
Makasih udah berkenan baca.
Rgd,
Vi