Devandra

By delajahenulis

720 188 19

[ON GOING] Karena sosok sepertimu, memang pantas untuk ku perjuangkan. More

1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nb
20

6

39 13 1
By delajahenulis

Mentari menyambut hari. Sinarnya menembus jendela kamarku. Membuatku harus meninggalkan alam mimpi, dan kembali menjalani hari di dunia realita. Sama seperti pagi pagi sebelumnya, aku harus menunggu Kak Revan selesai mandi. Selalu keduluan.

"Acha!!! Bantuin ibu duluu!!!" Suara ibu menyeru dari dapur. Aku berjalan menghampiri. Ku lihat ibu tengah memukul mukul kompor.

"Kompornya kenapa? Kok dipukul? Kan kasian." Tanyaku sambil menggoda ibu.

"Kompornya nge-gombalin ibu."

"Hah kompor bisa gombal juga ternyata. Acha baru tau loh bu. Haha"

"Udah sini bantuin ibu." Ibu terus terusan memukul bagian atas kompor. Tidak menjelaskan padaku apa yang terjadi.

"Kenapa sih bu?"

"Ini loh, api nya ga nyala. Padahal ibu baru beli gas kemarin di toko sebelah. Apa iya tabung gas nya kw? Coba kamu cek sana! Ibu takut meledak." Yaampun. Memangnya gadis SMA sepertiku tau apa tentang tabung gas? Mencoba memasangnya saja aku tidak pernah.

"Hah? Takut meledak? Terus kalo pas Acha otak-atik, terus meledak, emang nya Acha ga takut apa? Nggak ah. Biar Kak Revan aja atau ayah." Bantahku yang juga takut gas nya tiba tiba meledak.

"Kamu ni ya Cha. Penakut. Gini doang kok takut."

"Lah? Kan ibu juga takut buuuu."

"Ngebantah terus! Terus aja bantah orang tua."

"Siapa yang ngebantah buuu? Acha ga ngebantah. Acha cuma bilang kalo ibu juga takut." Aku bahkan kehilangan kata kata. Padahal ibu dulu yang mulai cekcok.

"Nanti nih ya, kalo kamu udah nikah, kamu bakalan jauh sama ibumu ini. Ibu ga akan ngurusin kamu lagi nanti." Ibu mulai membuatku membayangkan hal yang masih sangat jauh. Apalagi mengenai pernikahan.

"Buu, ngapa jadi bahas masalah nikah sih? Kejauhan kali."

"Terus kamu ya. Terus. Ngebantah terus. Nanti kalo ibu udah tua, udah hampir nyampe umurnya, baru nyesel." Tuh kan. Jadi ngebahas masalah umur. Padahal awalnya cuma dari ngebahas 'takut sama tabung gas'.

"Bu apaan sih? Acha ga ngebantah kali bu. Terus ini kenapa jadi ngebahas masalah umur coba? Udah ah, Acha mandi dulu." Aku menyerah. Jika aku terus terusan cekcok seperti ini dengan ibu. Yang ada, aku bakalan telat ke sekolah.

"Kenapa sih ini?" Ayah tiba tiba datang dari dapur. Sudah berpakaian rapi. Siap pergi bekerja. Aroma parfum khas ayah mulai menyebar di seluruh penjuru dapur.

"Loh, ayah kok wangi banget? Mau kemana? Jangan jangan mau ke club." Sudah ku duga ibu tetap akan berpikir yang aneh aneh.

"Hust, ayah kan mau ke kantor. Masa ayah ga boleh pake parfum. Udah, ibu mau masang gas kan? Biar ayah aja yang masangin."

Krek.

Pintu kamar mandi terbuka. Sosok makhluk menyebalkan baru saja keluar dan memasang tampang tidak berdosa. Kak Revan.

"Ada apaan sih? Rame bener. Lo tengkar sama ibu?" Tanyanya saat aku hendak masuk kamar mandi.

"Duh, kepo. Eh bentar, Kak Revan ada kuliah pagi?" Tanyaku karena tidak yakin apa yang dikatakan Deva semalam benar atau tidak.

Kak Revan mengangguk. "Kenapa?"

"Ga bisa nganterin Acha dong."

"Iyalah. Lo naik angkot aja. Kalo enggak, naik bajai."

"Duuh, pagi pagi gini mana ada sih, angkot lewat. Yang ada gue telat lagi gara gara nunggu kelamaan. Terus gue gimana?"

"Nebeng aja ke temen lu." Benar benar bukan saran yang bagus.

"Kalo gak ada yang mau kasih tebengan?"

"NASEEBBB!!!" Serunya sambil berjalan menuju kamarnya. Sial.

***

Aku menyiapkan buku lalu memakai sepatu. Menyemprotkan sedikit parfum. Mengusap sedikit lotion ke telapak tangan. Di meja makan, ku lihat ibu tengah beres beres. Ayah sudah berangkat ke kantor. Kak Revan sudah pergi kuliah. Aku mendesah.

"Loh, kamu berangkat sama siapa Cha?" Tanya ibu sambil membawa piring menuju dapur.

"Masih nunggu temen bu. Nggak tau juga beneran di jemput atau nggak."

Entah kebetulan atau bagaimana, suara klakson berbunyi di depan rumah. Tin tin. Kuharap Deva menepati perkataannya. Aku sedikit menengok ke teras. Benar. Deva disana.

"Bu, temen Acha udah dateng. Acha berangkat dulu. Assalamualaikum." Ucapku dan langsung terburu buru setelah mencium punggung tangan ibu.

"Iyaa waalaikumsalam. Hati hati Cha."

"Iyaa."

Aku sedikit berlari di teras. Terburu-buru takut telat. Tidak menyapa Deva terlebih dahulu, aku langsung naik ke atas motor.

"Gue belum nyapa nyokap lo."

"Yaudah. Nyapanya dari sini aja."

"Nyapa dari sini gimana? Nyokap lo ga tau gue siapa."

"Yaudah nyapanya nanti aja. Kapan kapan. Keburu telat ini. Lagian nih ya gue udah ceritain lo ke nyokap gue. Ayo cepetan." Ujarku. Motor melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Jalanan mulai dipenuhi mereka mereka yang beraktivitas..

"Cha." Panggil Deva.

"Hm?"

"Lo ceritain gue gimana ke nyokap lo?" Tanyanya membahas ucapanku yang barusan.

"Oh, gue bilangnya, gue punya temen yang gue ga tau dia kelas berapa, dia tiba tiba ketemu sama gue, dan tingkahnya persis alien. Nyebelin." Padahal, niatku adalah membuat Deva kesal. Tapi dia malah tertawa.

"Rese lu." Ujarnya.

***

Deva memarkirkan motornya di dekat pohon. Katanya, biar motornya gak kepanasan. Yakali, motor bisa kehausan. Aku ingin bergegas menuju kelas tapi ia menahanku.

"Gue mau ngomong."

"Ngomong apa?" Tanyaku.

"Ntar sore lo bisa nemenin gue ke perpustakaan gak?" Aku tidak yakin dia menyebut perpustakaan. Karena model cowok kayak Deva, sepertinya sangat mustahil pergi ke perpustakaan apalagi untuk baca buku disana.

"Perpustakaan itu tempat buat belajar. Bukan buat tengkar. Lo ngajakin gue ke sana buat tengkar kan?"

Deva tertawa kecil. "Ya nggak lah. Jadi bisa nggak?"

"Bisa sih, tapi gue ada kumpul OSIS bentar. Gimana?"

"Ga papa. Gue juga latian musik dulu bentar."

Aku mengangguk mengiyakan ajakannya.

"Acha!" Seseorang memanggil ku. Membuat ku menoleh ke asal suara. Keyla. Ia sedikit berlari menghampiri ku.

"Kalian...?" Sepertinya aku tau maksudnya.

"Nggak lah!" Jawabku lekas. Tidak ingin Keyla meneruskan kalimat yang tidak ingin aku dengar.

"Yuk masuk." Ajakku.

"Duluan ya Dev!!!" Ujar Keyla.

Kriinggg.

Pelajaran pertama dimulai. Nyaris semua murid di kelasku mendesah. Rasanya ingin mengeluh di hadapan guru ini. Apalagi saat ia memutuskan untuk tidak mengajar karena ada rapat guru di aula sekolah, namun memberikan tumpukan tugas yang tidak main main.

"Lo kok bisa kenal Deva, Cha?" Keyla membuka pembicaraan antara aku dengannya. Aku hanya mengangkat bahu. Karena aku juga tidak tau persis, bagaimana kami bisa kenal. Mungkin saat kami bertengkar karena tingkah Deva yang main pesawat terbang dari kertas.

"Eh, Cha, lo udah jadian sama si Deva?" Tanya Arin yang duduknya di depanku. Aku bahkan bingung, bagaimana bisa hampir semua teman sekelas ku menanyakan hal yang sama persis.

"Hah? Gue sama Deva ga pacaran kok."

"Tapi Elvan bilang, kalian udah jadian." Duuh ELVANNN!!! Ini lagi. Aku menghampiri tempat duduknya.

"Van. Lo ngomong apaan ke temen temen? Masa mereka pada nanyain gue, gue pacaran atau nggak sama Deva? Lo ya biang kerok nya?"

"Hah? T-tau ya." Aku tambah kesal saat Elvan malah merasa tidak bersalah. Sok gak tau lagi.

"Tau tau jidat lo!"

.
.
.
.
.
Vote jangan lupa:* comment jg boleh. Next chapter guys. Tengkyu

Continue Reading

You'll Also Like

245K 11.3K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
773K 93.5K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
1.3M 94.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
439K 47.5K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...