Istri Kedua (Selesai)

By VenyAgustina0

261K 7.6K 146

Ini cerita pertamaku. Kamu bisa baca cerita-cerita yang lainnya juga, loh^^ _________________________ Bagaima... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Enam
Sembilan
Sepuluh
Tiga belas
Empat belas
Lima Belas
Delapan Belas
Hanya iseng
Bukan hal penting
E-book (Istri Kedua)
Epilog

Lima

12K 656 3
By VenyAgustina0

"Masak apaan sih, Mbak? Baunya nggak enak banget," tegur Safna menghampiri Hanum yang tengah memasak di dapur sembari menutup hidung.

Selama dua bulan terakhir, penciuman Safna terasa lebih berbeda dari biasa. Lebih tajam. Safna berbalik, melangkah mundur. Menepis bau tak sedap yang menghampiri indra penciumannya.

"Ini lagi!" seru Safna tampak kesal pada Danu yang saat ini berdiri dibelakangnya. "Gak usah aneh-aneh deh, Mas. Pakek parfum yang biasa aja. Yang ini baunya gak enak."

Danu terdiam, dengan wajah melongo menatap kepergian safna. Entah apa kesalahannya, tiba-tiba Safna seolah mengamuk pada Danu. Padahal Danu baru tiba di dapur untuk mengambil segelas air. Tapi malangnya, malah menjadi bahan omelan Safna.

Memberi isyarat, Danu mengedikkan dagu kearah Hanum tanpa suara seolah bertanya 'ada apa?' yang hanya dibalas Hanum dengan mengedikkan bahu, yang mengisyaratkan kalau ia tidak tau.

Disaat semua sudah tersedia. Hanum, Danu dan Safna menikmati sarapan. Tapi sepertinya hanya Safna saja yang tampak menikmati. Sedangkan Danu dan Hanum menatap aneh pada Safna.

"Kamu lapar atau apa sih, dek?" tanya Danu berkerut kening menatap Safna.

Safna menoleh. "Biasa aja," jawabnya.

"Ck! Biasa aja tapi makannya kok kaya orang kelaparan gitu."

Hanum menyikut pelan tangan Danu. Berharap agar pria itu diam. Selain Safna, entah mengapa Danu juga tampak berbeda. Lebih suka menggoda Safna yang akan memancing emosi wanita itu.

Hanya mengedikkan bahu. Safna tampak tidak peduli dengan ocehan Danu. Menikmati makanan yang terhidang dihadapannya.

"Makannya pelan-pelan aja, dek. Mbak masak banyak kok," ucap Hanum.

Safna meringis. Mengapa ucapan Hanum terdengar seperti membela danu?

"Perasaan Safna makannya udah pelan loh, Mbak."

Danu menyeringai. "Makanya jangan dirasa, dilihat biar tau."

Safna menelengkan kepala menatap tajam Danu. Tersenyum mengejek begitu Danu membalas tatapannya. Seketika Danu bergidik ngeri. Mengapa Safna terasa berbeda. Wanita yang selama ini terlihat lembut. Kini lebih tampak berani.

"Mas," panggil Safna membuat Danu tersentak. Hal itu tak luput dari tatapan Hanum. Terkekeh karna Danu tampak berlebihan. Padahal Safna hanya memanggilnya.

"Ya." Danu menjawab.

"Parfum kamu, harganya mahal?"

Pertanyaan Safna membuat kening Danu dan Hanum berkerut. Mengapa tiba-tiba Safna menanyakan hal itu.

"Enggak. Kenapa emang?"

"Buang gih. Kalau nggak sedekahin aja sama orang lain... kalau nggak mau juga, biar Safna sendiri yang buang nanti," ucapnya enteng.

"Loh, kenapa?" tanya Danu bingung. Tentu saja apa yang Safna perintahkan membuat otak Danu bekerja keras.

"Baunya nggak enak."

Danu melongo. Beralih menatap Hanum yang juga menatapnya. Apa yang salah dengan parfumnya saat ini Danu pun tidak tau. Biasa Danu menggunakan parfum yang memiliki aroma yang sama. Tapi baru kali ini Safna mengomentarinya.

"Mas pakek parfum yang lama kok," bantah Danu.

"Iya, Na. Mas Danu pakek parfum yang lama," ucap Hanum bantu menjelaskan.

"Masa sih?" tanya Safna tak percaya. Jika memang parfum itu yang biasa Danu pakai. Safna tentu sangat menyukai wanginya. Tapi saat ini, tidak sama sekali. Selain membuat kepala Safna pusing, juga membuat Safna mual serasa ingin muntah.

"Parfum KW nggak, Mas?" tanya Safna lagi memastikan.

Danu terkekeh. "Kalau cuma parfum aja, Mas nggak perlu beli yang KW, dek."

Hanum menyipitkan mata. "Jangan-jangan kamu..."

"Apa, Mbak?"

Hanum menggeleng. "Enggak. Nggak apa-apa."

Safna mengedikkan bahu saja. Menghentikan makannya begitu perutnya merasa sudah kenyang.

"Mbak, kalau beresin sendiri nggak apa-apa, ya. Badan Safna rasanya nggak nyaman banget. Pengen istirahat dulu."

Hanum mengangguk. "Iya. Kamu istirahat aja."

Mendapat izin dari Hanum dan setelah berpamitan sama Danu, Safna beranjak dari tempat menuju kamarnya untuk beristirahat.

Safna terjaga disaat matahari tengah bersinar dengan terangnya. Tampaknya Safna sudah terlelap sangat lama. Meregangkan badan, namun perutnya seketika terasa sakit. Entah apa yang salah sepertinya Safna harus memeriksakannya nanti. Bergegas Safna turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Sejak tadi tidak ada yang Safna lakukan. Dan sepertinya semua pekerjaan sudah selesai begitu ia bangun.

Safna melangkah keluar kamar berniat menghampiri Hanum. Tapi tampaknya Hanum dan Danu tengah menanti kehadiran Safna.

"Mau kemana, Mbak?" tanya Safna saat melihat penampilan Danu dan Hanum yang terlihat rapi.

"Sudah bangun?" tanya Hanum. Tentu saja Safna sudah bangun. Kalau tidak, bagaimana mungkin wanita itu berdiri tegak didepannya. "Nenek, Mama sama Papa minta kita buat datang ke rumah."

"Ada acara apa?"

Hanum merangkul lengan Safna, lantas tersenyum. "Nanti kamu juga tau sendiri."

Safna mengangguk saja. "Oke!" ucapnya. "Safna gini aja nggak papa, ya."

"Gini aja udah cantik kok," puji Hanum. Lantas mereka bergegas keluar rumah.

"Kamu duduk didepan," tawar Hanum saat mereka sudah tiba didepan mobil

"Nggak ah, Mbak," tolak Safna cepat. "Mbak aja yang di depan. Safna duduk dibelakang aja."

"Loh, kenapa?" tanya Hanum tampak bingung. Hanum sudah biasa meminta Safna duduk disamping Danu, dan selalu Safna terima tawaran itu. Tapi saat ini, dengan cepat Safna menolak.

Safna melirik Danu sekilas, lantas berbisik pada Hanum. "Mas Danu nya bau banget, Mbak. Safna nggak mau duduk di samping Mas Danu," ucapnya berhati-hati menatap danu. "Kalau boleh saran, sih. Mbak Hanum duduk dibelakang aja sama Safna."

"Aku bukan supir," sambung Danu.

Safna pasti berpikir jika Danu sama sekali tidak mendengar apa yang wanita itu katakan. Tapi sayangnya, Danu mendengar itu dengan jelas. Ingin awalnya Danu membantah begitu bisikan pertama terdengar saat Safna mengatakan dirinya dengan sebutan 'bau'. Tapi Danu tahan kekesalan itu saat matanya menangkap mata Hanum yang tampak memperingati.

"Mas." Hanum memanggil nama Danu lembut. Membuat Danu menghela nafas, pasrah.

Danu memilih diam daripada harus berdebat dengan Safna. Selain menghindari pertengkaran, Danu juga mengingat apa yang Nenek dan Mamanya katakan sebelum mereka bertiga berangkat. Jika dugaan mereka benar, jangan sampai Safna stres.

"Sebenarnya Nenek minta kita buat datang dari jam 10 pagi tadi," jelas Hanum saat mereka dalam perjalanan. Akhirnya Hanum memilih duduk disamping Danu. Tidak mungkin Hanum membiarkan Danu duduk sendiri layaknya seorang supir.

"Jadi kenapa nggak bangunin Safna, Mbak?"

"Hanum udah bangunin," potong Danu. "Cuma kamu tidurnya kaya orang..." Danu cengengesan begitu tatapan tajam Hanum lontarkan. "Kaya orang pingsan." Danu memperbaiki ucapannya.

Safna menatap tajam Danu dari spion mobil. Ingin rasanya Safna menghajar pria tak berperasaan itu. Tapi sayang karna surganya sudah dipegang oleh Danu, membuat Safna tidak bisa bersikap durhaka.

"Apa!" gerak bibir Danu.

Safna menghela nafas, memutar bola mata. Lantas membuang pandangan keluar jendela.

"Mbak tau gak." Safna bertanya dengan tatapan yang masih setia menatap jalanan.

"Kamu itu belum cerita, gimana orang lain bisa tau." Danu memotong percakapan.

Safna menggerakkan matanya kesamping. Tajam menatap Danu.

"Kenapa, dek?" tanya Hanum.

Safna menggeleng. Perkataan Danu membuat Safna tidak lagi berniat untuk melanjutkan ucapannya. Namun sesaat kemudian, Safna kembali memanggil Hanum.

"Mbak."

"Hem."

"Kalau istri melawan suami salah nggak, sih?"

"Ya, salahlah."

Safna memutar bola mata. Padahal bukan Danu yang Safna berikan pertanyaan. Tapi kenapa pria itu yang menjawab.

"Tergantung suaminya, Na," jawab Hanum. "Kalau suaminya nyebelin, suka cari masalah. Nggak papa kalau dilawan. Nggak bakalan dosa." Hanum menatap geram pada Danu. Tentu saja perkataan itu Hanum tujukan pada Danu.

Safna tersenyum senang.

Danu berdecak karna Hanum tampak berpihak pada safna. "Kamu, tuh, ngajarin anak orang yang baik-baik," ucap Danu memperingati. "Yang kamu bilang itu ajaran sesat."

"Jadi nggak papa kalau kita ngelawan yakan, Mbak?" tanya Safna tak peduli dengan apa yang Danu ucapkan. Begitu pun Hanum.

"Iya, nggak papa," jawab Hanum menantang Danu dengan tatapannya.

Danu mendesah. Entah saat ini Danu kalah atau mengalah. Yang pasti, saat ini Danu hanya diam tanpa menjawab sepatah katapun perkataan kedua istrinya. Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang. Perempuan selalu benar!

Sesampainya di rumah orang tua Danu. Tampak Nenek dan kedua orang tuanya tengah menunggu di ruang keluarga. Menyambut kehadiran anak serta menantu mereka dengan hati senang.

Begitu Danu, Safna, dan Hanum ikut duduk bersama ketiga penunggu rumah itu. Safna dibuat bingung dengan tatapan penuh senyum yang dilontarkan padanya.

Safna yang berniat bertanya langsung mengurungkan niatnya dan seketika bingung saat Nenek bertanya.

"Kamu udah periksa?"

"Periksa apa, Nek?"

"Kamu positif hamil apa enggak."

Safna meringis, semakin bingung saja. Apa sudah saatnya bagi Safna untuk mengandung? Ya, mengingat beberapa bulan pernikahan sudah berjalan. Tentu keluarga itu sudah mengharapkan kehadiran bayi diperut Safna. Lagi pula kehadiran Safna karna hal itukan.

Safna tersenyum. Merasa bersalah. Sepertinya Safna akan membuat keluarga Danu kecewa dengan jawaban yang akan mereka dengar.

"Maaf, Nek. Tapi Safna nggak..."

"Kapan terakhir kamu datang bulan?" potong Mita.

Safna mendesah. Sepertinya keluarga Danu memang sangat berharap sesuatu itu. Safna lantas menghitung kapan terakhir ia menstruasi.

"Dua bulan lalu," jawab Safna. "Tapi Safna emang biasa..."

"Coba pakai ini," potong Mita. Mengulurkan Test Pack pada Safna.

Safna semakin merasa bersalah. Sangat takut jika harus mengecewakan keluar itu. Sesaat Safna menatap Test Pack itu lalu menerimanya.

"Dicoba ya," pinta Mita saat Test Pack itu sudah berada ditangan Safna.

"Sekarang, Ma?" tanya Safna. Benar-benar rasa bersalah itu menggerayangi Safna membuatnya ragu untuk melangkah.

Tatapan penuh harap Safna dapati begitu matanya menatap satu persatu keluarga itu. Menghela nafas, lantas Safna bangkit, berjalan menuju kamar mandi.

Safna makin berdebar saja menantikan hasil yang akan Test Pack itu berikan. Ternyata menunggu hasil lebih menegangkan daripada saat penggunaannya. Astaga! Yaiyalah. Saat ini adalah babak penentuan.

Safna mengangkat Test Pack itu dari dalam gelas kecil. Matanya membulat, jantungnya bahkan semakin berdebar dari sebelumnya. Tak terasa air mata menetes begitu saja membasahi pipinya. Positif, itu hasil yang Safna dapatkan.

Safna menyandarkan tubuhnya kedinding, memandangi benda kecil yang memperlihatkan dua garis berwarna merah ditangannya. Safna memejamkan mata, menggenggam benda kecil itu lalu memeluknya. Dan akhirnya penantian Safna dan seluruh keluarga Danu tidak sia-sia. Harapan yang selama ini menjadi beban berat Safna seakan terangkat seketika.

Safna menghela nafas, akhirnya Safna tidak mengecewakan keluarga besar Danu. Safna kembali menatap benda kecil itu, bahagia Safna rasakan hingga air matanya pun ikut menyertai kebahagiaan itu.

Safna keluar dari kamar mandi. Memperhatikan seluruh wajah keluarga Danu dari kejauhan. Mereka tampak tegang, sama seperti saat Safna menanti hasil dari benda kecil itu. Lantas bagaimana ekspresi mereka jika mengetahui Safna saat ini positif hamil. Air mata Safna kembali menetes saat membayangkan wajah-wajah bahagia itu.

"Mas!" seru Safna memanggil Danu. Tapi tentu saja yang menoleh bukan Danu saja. Tapi yang lainnya juga.

Danu bangkit dari duduknya. Sedangkan Hanum dan yang lainnya menanti ditempat mereka duduk. Safna memanggil Danu, dan tentu saja saat ini Safna tengah membutuhkan Danu daripada yang lainnya.

Danu mendekat, mengusap lembut wajah Safna yang basah oleh air mata. "Nggak apa-apa, dek. Mungkin belum rezeki kita," ucap Danu coba menenangkan.

Safna terus saja berurai air mata. Sepertinya harapan Danu, Hanum serta keluarga Danu menjadi beban berat bagi Safna. Dan saat harapan itu tidak terwujud. Safna pasti merasa telah mengecewakan.

"Jangan sedih," ucap Danu kembali mengusap air mata Safna. "Jangan merasa terbebani dengan keinginan kami. Jika saat ini kita nggak berhasil. Kita bisa mencoba lagi dan lagi."

"Bener, dek," sambung Hanum menghampiri. "Jangan sedih. Mbak aja yang nikah udah tujuh tahun belum dikasih keturunan. Sedangkan Safna, masih beberapa bulankan? Jadi nggak papa, dek. Jangan dipikirin."

Safna diam saja. Rasa bahagia yang disertai air mata membuatnya tak sanggup bicara. Safna tatapi Nenek serta kedua mertuanya. Tampak rasa kecewa yang ditutupi oleh senyuman. Sepertinya tidak ingin jika Safna merasa bersalah terlebih lagi merasa terbebani. Perlahan tangan Safna terulur, menyerahkan benda kecil berwarna putih itu pada Hanum.

Hanum menerimanya meski dengan perasaan bingung. Untuk apa Safna menyerahkan benda itu jika hasilnya negatif.

Sesaat Hanum perhatikan benda kecil itu. Tercengang, lalu tersenyum kemudian begitu mendapati hasil yang terlihat menunjukkan positif.

"Hasilnya positif, Mas," ucap Hanum pelan. Namun masih mampu ditangkap pendengaran Danu. Hanum lantas memberikan benda kecil yang diberikan oleh Hanum.

Danu mendesah singkat, tertawa bahagia saat mendapati kenyataan yang membawanya pada kebahagiaan. Kini harapan selama tujuh tahun itu terwujud melalui Safna.

Nenek, serta orang tua Danu menghampiri. Menatap bersamaan benda kecil yang dipegang oleh Mita. Rasa syukur keluar begitu saja dari mulut saat harapan itu sudah terwujud dan dalam beberapa bulan akan jadi kenyataan.

"Akhirnya penantian kita tujuh tahun ini terjawab, Mas," ucap Hanum memeluk Danu lalu melepaskan kembali. "Makasih, dek. Karna kamu semua keluarga merasakan kebahagiaan ini." Hanum mengusap wajahnya yang ikut basah karna air mata. Safna tersenyum, lantas mengangguk saja.

Danu membawa Safna dalam pelukannya. Mencium dalam kening Safna lalu melepasnya.

"Makasih, dek," ucap Danu. "Mas nggak bisa berkata apa-apa lagi. Intinya, Mas bahagia. Dan Mas berjanji, sebisa mungkin Mas akan buat kamu nyaman dan merasa tenang."

"Kamu nggak perlu janji begitu, Mas. Aku yakin kamu pasti akan melakukan yang terbaik buat aku," ucap Safna lalu menatap Hanum. "Mbak Hanum. Serta calon anak kita."

Danu tersenyum. "Terimakasih karna kamu sudah sangat percaya denganku."

Safna mengangguk. Memeluk Danu lantas menarik Hanum juga dalam pelukannya.

_______

Jangan lupa tinggalkan vote, komen, serta follow aku disini yaa🤗🤗

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 93.3K 56
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.8M 54.6K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
392K 2.9K 10
"Aku membencimu sebesar aku mencintai ibumu." Setajam beling, tatapan Gavin menyambar wajah Prisha. Prisha tersentak, bagai tertusuk pisau tak kasat...
1M 154K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...