My Conglomerate Husband (Comp...

By Au_thorsecret

89.2K 2.6K 132

Jangan lupa follow sebelum membaca 15+ "Cobalah membenciku..." "Aku tidak bisa...." "Kau egois..." Rank #01-L... More

-001-
-002-
-003-
-004-
-005-
-006-
-007-
-008-
-009-
-010-
-011-
-012-
-013-
info
Curhat Author
-014-
MHC 15
-016-
Cast Man
-017-
-018-
MHC 19
-020-
MHC 21
MHC 22
-023-
MHC 24
-025-
-026-
-027-
say thank you
-028-
-029-
-030-
MHC 31
-032-
-033-
-034-
-035-
-037-
-038-
-039-
-040-
Exstra Part -001-
Exstra Part -002-
promosi dan pengumuman

-036-

901 35 10
By Au_thorsecret

Erlina menepuk-nepuk lengan Amarlic, "Amarlic, bangunlah ini sudah pukul tujuh lewat."

"Eunghh ..., five minutes again, Erlina." Bukannya bangun, Amarlic malah menengkurapkan tubuhnya. "Baiklah, aku harus berangkat sekarang. Kau mandi dan jangan melupakan sarapanmu. Aku pergi dahulu," pamit Erlina.

"Biasanya kau berangkat pukul setengah delapan?" Erlina yang hendak membuka pintu pun menghentikan kegiatannya itu. Amarlic beranjak dari ranjangnya lalu, mengambil handuknya di lemari. "Ah i---itu, aku ada meeting," jawab Erlina yang dibalas anggukkan singkat oleh Amarlic.

"Aku hanya ingin memberitahumu jika aku diundang ke acara ulang tahun klienku nanti malam. Aku ingin mengajakmu datang. Tenang saja kita tidak hanya berdua ke sana," jelas Amarlic. "Apakah Jesicca juga ikut dengan kita?" tanya Erlina.

"Bukan Jesicca, tetapi Karina. Dia sekretarisku. So, dia harus ikut," jawab Amarlic santai. "Sepertinya, aku tidak perlu ikut. Kalian berdua saja yang datang, aku akan menemani Jesicca di mansion," ucap Erlina.

"Apakah kau ingin membuatku malu? Klienku memintaku membawamu ke sana, aku harus mengatakan apa pada mereka jika aku menikahi wanita malas sepertimu!" Sarkas Amarlic. Erlina menghampiri Amarlic. "Apa yang kau katakan Amarlic. Khe ..., kau menyebutku pemalas? ..." Erlina menggantung ucapannya. Amarlic pun menaikkan sebelah alisnya.

" ... benar, aku pemalas, Amarlic. Sehingga aku yang membuatkanmu sarapan, merapikan mansion jika Alexsha kuliah. Aku yang mencucikan pakaianmu, semuanya aku lakukan Amarlic. Itu semua kulalukan agar aku menjadi istimewa di matamu. Namun, aku sia-sia melakukan itu," tukas Erlina mengeluarkan semua emosinya.

"Itu kewajibanmu sebagai istri, kau tidak ikhlas?" tanya Amarlic. "Aku tahu, Amarlic, itu semua kewajiban seorang istri. Dan aku ikhlas, tetapi bisakah kau menghargai setiap usahaku? Aku lelah seperti ini, Amarlic. Bisakah kau mencintaiku sekali saja?...," lirih Erlina. Ia terduduk di tepi ranjang.

"Bisa," balas Amarlic, membuat Erlina menatap Amarlic. "Jika, dihadapan orang tuaku dan orang lain. Sudahlah, kau harus ikut nanti malam dan jangan membuatku malu." Amarlic pun melangkahkan kakinya ke kamar mandi setelah mengatakan ucapan yang menyakitkan itu.

Erlina menghapus air matanya kasar, dan melenggang pergi untuk berangkat ke kantor.

🗽🗽🗽

"Erlina, apakah kau menginginkan sesuatu?" tanya Albert menghampiri Erlina yang berada di ruangannya. "Ah, Mr. Alis ... "

"Albert saja, Erlina. Kita hanya berdua," sela Albert.
"Maaf," gumam Erlina. Ia menyandarkan tubuhnya disandaran kursi. Albert bersandar di meja. "Bagaimana, kau mengidam?"

"Aku ingin memakan coklat, dan tubuhku lemas sekali. Rasanya aku ingin berbaring di lantai," ucap Erlina seraya meregangkan otot-ototnya.

"Hehe, dasar bumil. Apakah kau ingin berjalan-jalan ke taman?" tanya Albert disela-sela kekehannya. "Aku mau, ayo!" Erlina beranjak dari dari duduknya, tidak lupa membawa tasnya.

Albert terkekeh pelan melihat tingkah sekretarisnya itu. Mereka pergi untuk berjalan-jalan di sekitar taman. Ia membelikan Erlina coklat untuk memenuhi keinginan ibu hamil yang satu ini. "Erlina kau seperti anak kecil," ucap Albert seraya memperhatikan bibir Erlina yang penuh coklat. Erlina, menoleh ke Albert. "Memangnya mengapa?"

"Hehe, sini aku bersihkan." Albert membersihkan bibir Erlina menggunakan tisu. Membuat sangat empu tersenyum canggung.

"Terima kasih," ucap Erlina. "Hmm, sama-sama. Kapan kau mengecek kandunganmu lagi?" tanya Albert.

"Rabu depan sepertinya," jawab Erlina."Boleh aku mengantarmu?" desak Albert. " ... " Erlina terdiam tampak berpikir.

Albert memegang tangan Erlina. "Please." Erlina pun menganggukkan kepalanya. "Thank you," ucap Albert kegirangan. Membuat Erlina tertawa dengan sikap ke kanakkan Albert. Albert memeluk Erlina, sedangkan Erlina terkejut dengan apa yang dilakukan oleh atasannya itu.

Dari kejauhan, Amarlic memperhatikan Erlina dan Albert. Ada rasa tidak suka terselip di hatinya meskipun, hanya sedikit. Kau selingkuh, Erlina, batin Amarlic.

🗽🗽🗽

Malam ini Erlina harus mendatangi pesta ulang tahun kerabat Amarlic. Ia menggunakan jas berwarna pink dengan celana putih. Sedangkan Amarlic menggunakan jas berwarna biru tua.

Erlina menghampiri Amarlic yang sudah bersandar di mobil dengan gagahnya. "Kau sudah siap?" tanya Amarli ketika melihat Erlina yang sedang menghampirinya. "Sudah," sahut Erlina.

"Baiklah, kita berangkat." Amarlic masuk ke dalam mobil membuat Erlina melakukan hal yang sama.

"Amarlic, ini bukan ke arah hotel," panik Erlina. "Kata siapa kita langsung ke hotel, kita akan menjemput Karina dahulu di apartementnya," sarkas Amarlic membuat Erlina lebih terkejut.

"Kau turunlah dan pindah ke belakang. Karina akan duduk di sebelahku!" Titah Amarlic sesampainya di depan apartemen. "Aku istrimu, Amarlic. Sedangkan, dia hanya sekretarismu," tukas Erlina seraya menunjuk Karina yang menghampiri mobil mereka. Amarlic hanya mengedikkan bahunya masa bodo.

Tuk ..., tuk ...

Karina mengetuk kaca mobil Amarlic, dan terbukalah pintu mobilnya. "Masuklah, aku yang akan duduk di belakang," ucap Erlina, lalu memasuki mobil di kursi belakang.

Karina pun tersenyum penuh kemenangan, melihat Amarlic lebih memperhatikan dirinya dari pada Erlina. Karina memasuki mobil, Amarlic pun menjalankan mobilnya menuju hotel di mana pesta ulang tahun diadakan. Beberapa menit kemudian, mereka bertiga sampai di sana. Amarlic keluar lebih dahulu, lalu mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Karina turun. Erlina yang melihat itu hanya bisa menyembunyikan air matanya. Aku istrimu, Amarlic! Aku istrimu, bukan dia!, Teriak Erlina didalam hati.

"Erlina, cepatlah turun! Mengapa kau lama sekali?" tanya Amarlic yang berhasil menyadarkan lamunan Erlina. Erlina pun turun.

Amarlic menyuruh Erlina untuk menggandeng lengannya. Erlina pun melakukannya. Sedangkan, Karina? Ia menyipitkan matanya tidak suka melihat Amarlic dan Erlina melakukan itu. Mereka memasuki kolam renang hotel yang sudah dipenuhi pengusaha-pengusaha kaya raya. "Mr. Thompson, selamat ulang tahun untukmu," ucap Amarlic, seraya menjabat tangan Thompson.

"Terima kasih, Mr. Chatillon. Apakah ini istrimu?" tanya Thompson. Dibalas anggukkan oleh Amarlic. "Cantik sekali, lalu siapa wanita di belakangmu itu?" tanya Thompson ketika melihat wanita di belakang Amarlic.

"Ini sekretarisku, Mr." Karina pun berjabatan tangan dengan Thompson.

"Namun, kalian tampak serasi dengan mengenakan warna biru-biru. Hehe ...," celetuk Thompson, membuat Erlina ikut memperhatikan penampilan Amarlic dan Karina.

Hati Erlina seperti tertancap sesuatu, rasanya sangat sakit. Apa mereka sudah berjanjian mengenakan warna yang sama?, pikir Erlina.

"Ah baiklah, Mr. Chatillon. Saya harus menyambut tamu-tamu lainnya," pamit Thompson dibalas anggukan oleh Amarlic. "Erlina, aku dan Karina ingin menemui klienku, kau terserah ingin kemana saja. Yang terpenting nanti kita akan pulang pukul sepuluh malam," terang Amarlic.

"Baiklah," balas Erlina. Amarlic dan Karina pun pergi meninggalkan Erlina sendiri yang tidak mengenal siapapun di pesta ini. Sebelum Karina benar-benar menghilang dari pandangan Erlina, ia sempat tersenyum meremehkan kepada Erlina. You strong, Erlina, batin Erlina, menguatkan dirinya sendiri.

Erlina berjalan menuju meja yang berisi minuman-minuman. Ia pun memperhatikan sekitar sembari meminum orange juice, 'mereka semua terlihat bahagia, apakah hanya aku disini yang paling menyedihkan'pikir Erlina.

"Khe..."kekeh Erlina, mentertawakan kesendiriannya.

Tanpa Erlina sadari, ada seseorang yang memperhatikan Erlina dari keramaian.

*****

Amarlic dan Karina sedang tertawa bersama dengan kerabat-kerabatnya tanpa memikirkan bagaimana nasib Erlina yang tidak mengenal siapapun disini.

"Amarlic, aku akan ke toilet sebentar." Amarlic menoleh pada Karina. "Jangan lama-lama ya." Karina menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Karina melangkahkan kakinya bukan ke toilet, melainkan mendekati pinggir kolam di mana Erlina berada. "Aaaa ...," teriak Erlina.

Byur ..., prang ...

Semua mata tertuju pada Erlina yang terjatuh ke dalam kolam renang, tanpa ada yang berniat membantunya. Bahu Erlina disenggol oleh Karina sampai ia menarik taplak meja yang berisi banyak minuman hingga berjatuhan di lantai. Karina menyeringai licik, ia meninggalkan tempat itu. Dan menghampiri Amarlic. "Amarlic, istrimu tercebur di kolam renang," ucap Karina ketika sudah berada di samping Amarlic.

"Shit, membuatku malu saja." Amarlic pun melenggang pergi untuk melihat keadaan Erlina.

Sesampainya di sana, Amarlic melihat Erlina yang sudah ditolongi oleh seorang laki-laki yang sudah pernah Amarlic lihat di taman bersama Erlina. Tidak sengaja pandangan Amarlic dan Erlina pun bertemu. Sorotan mata Erlina yang tampak meminta maaf sedangkan, Amarlic tatapan penuh amarah.

"Erlina, kau mau ke mana?" tanya Albert ketika Erlina beranjak dari duduknya. Ya, Albert lah yang menolong Erlina. Albert memperhatikan Erlina semenjak matanya tidak sengaja melihat Erlina yang menghadiri pesta juga.

Erlina tidak menjawab pertanyaan dari Albert. Ia langsung mengejar Amarlic yang tampak marah dengannya, "Amarlic, tunggu!" Erlina menarik tangan Amarlic tetapi ditepis oleh Amarlic.

"Kumohon Amarlic, dengarkan aku dahulu. Aku tidak akan jatuh jika ... " Erlina menggantung ucapannya, membuat Amarlic menghadap Erlina.

"Apa, hah? Kau tidak bisa jawab, 'kan? Kau memang dasarnya ingin membuatku malu!" Sarkas Amarlic. "Aku tidak akan terjatuh jika Karina tidak menyenggolku." Air matanya pun meluncur begitu saja. Amarlic tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Erlina.

"Kau tega menuduhku, Erlina. Setelah kau menyuruhku menjauhi Amarlic, kau memfitnahku lagi?" Karina menghampiri Amarlic dan Erlina. "Amarlic, dia menyuruhku keluar dari perusahaanmu, lalu menjauhimu. Erlina mengatakan akan memberikanku uang sebesar apapun yang ku inginkan jika aku menjauhimu. Aku menolaknya, Amarlic. Dan mungkin, ia sengaja menjatuhkan dirinya ke kolam renang untuk menuduhku," jelas Karina dengan nada sedih yang dibuat-buat.

"Amarlic, itu tidak benar. Kumohon percayalah aku. Karina hanya ingin hartamu, Amarlic. Dia memanfaatkanmu. Kau sudah dibutakan oleh Karina, Amarlic ... "

Plak ...

Erlina meringis ketika Amarlic menampar pipi kanannya. "Jangan, pernah, menyakiti Karina ku! Kau hanya seorang pengemis kasih sayang. Kau yatim piatu, lalu diangkat anak, bahkan mamah Ameera pun tidak mau menganggapmu anak lagi. Karena itukan kau ingin menghancurkan kebahagiaanku bersama Karina? Khe ..., tidak semudah itu, Erlina. Sampai kapan pun aku mencintai Karina bukan dirimu seorang pengemis kasih sayang. Menyedihkan sekali hidupmu," ejek Amarlic, ia melenggang pergi memasuki mobil.

Meninggalkan Erlina yang terisak mendengar ucapan Amarlic. Ya, benar, ia adalah seorang wanita yang tidak pernah diterima di mana pun keberadaannya. "Kau dengar itu sepupuku?, jangan terkejut. Aku sudah tahu jika kau yang menemukan kartu identitasku, lalu menemui daddy ku. Baguslah, jika kau sudah tahu siapa aku, aku tidak akan sulit menjatuhkanmu." Setelah mengatakan itu, Karina pun melenggang pergi memasuki mobil Amarlic yang masih menunggu.

"Amarlic, tunggu!" Erlina mengetuk-ngetuk kaca mobil Amarlic yang hendak melaju. Amarlic tidak menghiraukan Erlina, ia menancap gas dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Erlina begitu saja.

"Hiks ..., lihatlah, Nak. Bagaimana mommy memberitahu daddy mu jika kau anaknya ...," lirih Erlina seraya mengusap perutnya yang masih rata.
Perlahan-lahan penglihatan Erlina pun meredup.

"Erlinaaaa," teriak Albert.

🗽🗽🗽

"Bagaimana kondisi, Erlina?" tanya Albert ketika seorang dokter keluar dari ruangan.

"Kondisinya sangat lemah, apalagi ia sedang mengandung. Ia seharusnya dirawat intensif, tetapi ia tidak mau dan sekarang ia ingin kau menemuinya. Saya permisi," sahut dokter itu. Ia pun melenggang pergi.

Albert masuk ke dalam, yang di sana sudah ada Erlina yang terbaring. Ia menghampiri Erlina, lalu duduk di kursi dekat ranjang. "Erlina, bagaimana? Kau merasa lebih baik?" tanya Albert. Ia, menyentuh kening Erlina menggunakan punggung tangannya.

"Al." Erlina tak menjawab pertanyaan Albert. Ia malah menatap kedua mata Albert. Albert pun mengunci tatapan Erlina. "Hmm, ada apa?"

"Apa aku merepotkanmu?" tanya Erlina. "Mengapa kau berbicara seperti itu, Erlina? Aku bukan bosmu saja, tetapi aku juga temanmu. Aku tidak sama sekali merasa direpotkan olehmu," tutur Albert, menggenggam tangan Erlina erat.

"Jika seperti itu, maukah kau menemaniku setiap aku periksa penyakitku ini?" tanya Erlina lagi. "Penyakit?" Albert mengernyitkan dahinya bingung. Erlina mendekati telinga Albert lalu membisikkan sesuatu.

"Erlina, kau ... " Albert terkejut dengan apa yang dibisikkan oleh Erlina. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Erlina membalas genggaman tangan Albert. "Maukah kau berjanji padaku untuk merahasiakan ini? Merahasiakan kondisiku sekarang. Kumohon, hanya kau harapanku satu-satunya, Al ... "

"Mengapa ..., mengapa kau ingin merahasiakan ini, Erlina?" tanya Albert dengan suara tercekat menahan tangisnya. "Beri aku kesempatan untuk membuat hidup Amarlic bahagia kembali. Aku berjanji akan meninggalkan Amarlic jika, aku sudah menyelesaikan permasalahan yang terjadi sekarang," terang Erlina.

"Erlina, kau wanita yang sangat baik. Aku janji akan merawatmu sampai sembuh, melindungi anakmu dan merahasiakan ini." Albert memeluk tubuh lemah Erlina.

"Terima kasih, Al. Alu akan selalu mengingat kebaikanmu padaku ...," lirih Erlina.

🗽🗽🗽


"Erlina, aku ingin bicara padamu." Amarlic memperhatikan Erlina yang hanya memandangi makanannya saja. "Bicara saja," sahut Erlina.

"Apa kau hamil?" tanya Amarlic membuat tubuh Erlina menegang. " ... " Erlina hanya diam saja.

"Bagus jika kau tidak hamil, aku tidak ingin memiliki anak darimu," sarkas Amarlic. Ia meninggalkan Erlina sendirian di meja makan.

Erlina mengangkat wajahnya dan tersenyum menatap kepergian Amarlic. Namun, tidak dengan air matanya yang menetes. Ia menghapusnya kasar. Aku lelah menangis, batin Erlina.

Alexsha menghampiri Erlina dan duduk di hadapan Erlina. "Kak Erlina." Erlina pun tampak sedikit terkejut. "Ada apa, Alexsha?" tanya Erlina.

"Kak, maaf sebelumnya, tetapi pihak kampus sudah memberikan surat peringatan ini padaku. Aku harus membayarnya besok juga. Jika aku tidak melunasinya aku akan dikeluarkan," jelas Alexsha. "Ah aku lupa, tunggu! Aku akan mengambil uangnya dahulu di kamarku," sahut Erlina. Ia pergi ke kamarnya untuk mengambil uang tabungannya yang selalu diberi Amarlic setiap minggunya.

Erlina memberikan amplop coklat yang berisi uang itu. "Ini, bayarlah! Dan kau dapat kuliah dengan tenang," ucapnya. "Kak, terima kasih banyak. Aku akan membalas kebaikan kakak nanti ketika aku sudah sukses," tutur Alexsha seraya menyentuh tangan Erlina. ''Sama-sama, Alexsha."

Ting ..., tong ...

"Aku akan membukanya, Kak." Alexsha hendak pergi jika tangannya tidak ditahan oleh Erlina. Alexsha mengernyitkan dahinya bingung. "Simpan dahulu uangmu, Alexsha! Biar aku yang membukakan pintu," ucap Erlina dianggukan oleh Alexsha.

Erlina berjalan ke arah pintu dan membukanya. Senyuman terbit di wajah Erlina ketika melihat siapa yang datang. "Nenek, Kakek, kalian datang? Ayo, masuklah!" Mereka bertiga pun duduk di sofa.

"Aku akan menyimpan tasku dahulu," ucap Erlina. Ia mengambil tasnya yang tergeletak di sofa. Rebecca dan Jonathan hanya menganggukkan kepalanya. "Erlina, surat apa ini?" tanya Rebecca. Ia membuka surat yang terjatuh dari tas Erlina. Erlina pun panik, itu surat kehamilannya.

Tuhan tolong, batin Erlina. Ia memejamkan matanya. "Kau hamil nak?" Pupus sudah harapan Erlina, rahasianya terbongkar oleh Rebecca. Ia cepat-cepat mendekati Rebecca dan Jonathan.

"Nek, Kek, kumohon jangan beritahu kepada siapapun jika aku hamil. Aku akan memberitahu ini kepada Amarlic jika waktunya sudah tepat. Berjanjilah, Nek, kek," mohon Erlina. "Namun, mengapa, Nak?" tanya Jonathan.

"Panjang sekali ceritanya, Kek. Kalian akan tahu sendiri dengan seiring berjalannya waktu," jawab Erlina. "Baiklah, Nak. Kami berjanji," ucap Jonathan seraya mengusap kepala Erlina.

"Iya, berapa usia kehamilanmu?" tanya Rebecca, memperhatikan perut Erlina. " Satu minggu, Nek." Erlina mengusap perutnya yang masih rata.

"Erli ..., nenek dan kakek kapan datang?" tanya Amarlic yang sedang menuruni tangga. Ia duduk di sebelah Erlina. "Baru saja, Nak," jawab Rebecca.

"Kami kesini ingin berjalan-jalan bersama kalian berdua, kalian mau, 'kan?" tanya Jonathan. "Iya, Kek. Aku dan Erlina akan mengajak kalian ke taman terdekat sini." Sepasang kakek dan nenek itu pun tersenyum senang.

Rebecca bangkit dari duduknya, "baiklah, kita pergi sekarang saja." Mereka berempat pun pergi ke taman di dekat mansion, taman ini selalu ramai oleh anak-anak bahkan dengan sepasang kekasih. Mereka sengaja tidak menggunakan mobil. Erlina berjalan beriringan dengan Amarlic sedangkan Rebecca dengan Jonathan.

🗽🗽🗽

"Halo, aku mempunyai kabar buruk untukmu."

" ... "

"Aku mendengar jika Erlina hamil."

"Apakah Amarlic sudah tahu?" tanya seseorang dari seberang sana.

"Belum, dia hanya memberitahu Kakek dan nenekku."

"Bagus, aku akan menyingkirkan orang yang sudah mengetahui jika Erlina hamil."

"Kau gila, itu nenek dan kakekku. Jangan melakukan hal yang gila!"

"Khe ... "

"Kau ..., jangan ... "

Tut ...

Panggilan pun dimatikan sepihak oleh seseorang dari seberang sana. "Shit, apa yang akan dilakukan olehnya," umpat Jesicca.

Sedangkan di taman, Erlina dan Amarlic sedang membeli es krim. Jonathan bersama Rebecca sedang duduk terhampar di atas rerumputan yang sudah ditilami dengan kain. "Mah, aku akan menghampiri Amarlic sebentar, aku ingin mengatakan jika es krim untukku tidak menggunakan saus stawberry." Jonathan bangkit dari duduknya. "Baiklah, hati-hati. Aku akan menunggumu di sini," sahut Rebecca yang dibalas anggukkan oleh Jonathan. Jonathan pun melenggang pergi.

Bruk ...

Semua orang yang berada di taman pun langsung beramai-ramai menghampiri seseorang yang sudah tergeletak tidak berdaya dengan bersimbah darah di mana-mana. Erlina dan Amarlic juga ikut berkumpul untuk melihat apa yang terjadi. Erlina menerobos kerumunan, ia sangat shock melihat sesuatu di hadapannya. Lututnya lemas seketika. Erlina jatuh dengan tumpuan kedua lututnya. Serta, kedua tangannya yang membekap mulutnya sendiri.

"Kakek!" Teriak Amarlic ketika berhasil melihat siapa yang tertabrak.

Ya, Jonathan hendak menyeberang untuk menghampiri Erlina dan Amarlic tanpa melihat ke kanan dan ke kiri. Padahal, ada mobil yang sudah mengincar kakek tua itu sedari tadi. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya.

"Kakek, kumohon sadarlah! Erlina, cepat temani nenek!" Titah Amarlic. "Baiklah," sahut Erlina. Ia berlari menghampiri Rebecca yang sedang memakan sosis bakarnya.

"Erlina, mengapa kau berlari seperti itu? Tidak baik untuk kandunganmu, Nak," protes Rebecca, ketika melihat Erlina yang menghampirinya. Erlina memeluk Rebecca, "Nek ... "

"Apa yang terjadi, Nak?" tanya Rebecca khawatir.
"Kakek ... " Erlina menggantung ucapannya membuat Rebecca melerai pelukkannya. "Ada apa dengannya?" tanya Rebecca penasaran.

"Kakek tertabrak mobil ketika hendak menyeberang," jawab Erlina. Raut wajah Rebecca pun berubah menjadi pucat. "Tidak mungkin, Nak. Kau bercanda, 'kan?" tanya Rebecca tidak percaya. Erlina menggelengkan kepalanya kuat.

Rebecca menangis histeris, ia bernajak dari duduknya. "Antar nenek ke sana Erlina ...," lirih Rebecca. "Tidak, Nek. Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kakek sudah dibawa oleh ambulan. Kita pulang dahulu untuk mengambil mobil," sahut Amarlic yang baru saja datang.

"Namun, bagaimana kakekmu, Amarlic?!" teriak Rebecca histeris. "Kita pulang dahulu ya, Nek. Aku yakin kakek akan selamat," ucap Erlina dibalas anggukkan lemah oleh Rebecca.

Di sinilah Amarlic, Erlina dan Rebecca berada. Di rumah sakit di mana seorang Dr. Jonathan Phillip bertemu dengan Rebecca. Hingga mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.

"Keluarga kakek Jonathan?" tanya dokter yang baru saja keluar dari ruangan ICU. Seketika mereka bertiga pun menghampiri dokter laki-laki muda itu.

"Saya istrinya, Dok. Bagaimana suami saya, Dok?" tanya Rebecca khawatir. "Maaf sebelumnya, kakek Jonathan mengalami pendarahan yang cukup hebat sehingga ia kehilangan banyak darah dan kakek Jonathan ..., dinyatakan meninggal dunia," jelas dokter itu.

"Suamiku ..., hiks ...," lirih Rebecca. Tubuhnya merosot ke lantai. Erlina memeluk Rebecca yang terisak, memberi kekuatan kepadanya. "Saya permisi," ucap dokter itu, dibalas anggukkan oleh Amarlic.

Mereka pun memutuskan untuk melihat Jonathan untuk terakhir kalinya. Tidak lupa, Amarlic mengabari Damietta dan Christian.

🗽🗽🗽

Di pemakaman lah keluarga Chatillon berada. Pakaian serba hitam termasuk ciri khas mereka ketika mengantar kematian seseorang. Isak tangis keluar dari bibir mereka. Apalagi Christian, yang berlaku sebagai anak. Ia sangat terpukul atas meninggalnya sosok penopang selama lima puluh tujuh tahun di dalam hidupnya. Jonathan adalah sosok suami sekaligus ayah yang baik, setia dan bertanggung jawab. Sikap tegasnya lah yang diturunkan kepada Christian hingga saat ini.

Langit mulai berwarna hitam, menandakan akan turun hujan. Mereka pun pergi meninggalkan Jonathan sendirian yang sudah terkubur di dalam tanah. Walaupun, hati mereka berat, tetapi mereka harus belajar ikhlas menerima ini semua.

"Ayo, kita pulang, Mah." Christian merangkul bahu Rebecca-wanita pertama yang membuat ia jatuh cinta.

🗽🗽🗽

Satu minggu setelah kematian Jonathan.

Pelaku yang menabrak Jonathan pun sudah tertangkap. Pelakunya lelaki berkepala empat yang mengaku jika ia membenci Jonathan karena Jonathan pernah menolak menangani mamahnya yang sedang sakit. Ya, pernah dijelaskan jika Jonathan adalah seorang dokter sukses, 'kan?

"Nek, apakah kau sudah meminum obat?" tanya Erlina. Ia menghampiri Rebecca yang terbaring sakit di ranjang. Semenjak suaminya meninggal, Rebecca jatuh sakit dan memutuskan untuk tinggal di mansion anaknya lagi.

"Sudah, Nak." Erlina pun tersenyum. "Baiklah, aku ingin pergi sebentar. Nenek istirahatlah yang cukup," ucap Erlina. Rebecca hanya menjawab dengan senyuman.

Erlina sudah tidak bekerja di perusahaan Albert. Itupun Albert yang memaksa Erlina agar istirahat saja di mansion. Erlina pergi untuk menemui Albert di kafe tempat biasa mereka jika bertemu selain di taman. "Erlina," panggil seseorang yang sedang melambaikan tangannya ke arah Erlina. Erlina pun menghampiri meja orang itu.

"Apa kau sudah menungguku lama, Al?" tanya Erlina. Ia duduk di hadapan Albert. "No, hanya satu jam." Erlina terkekeh mendengar jawaban Albert.

"Maaf, tadi aku harus memastikan nenekku meminum obat," tutur Erlina."No problem, aku ingin menanyakan sesuatu padamu," ucap Albert dengan serius. "Silakan," sahut Erlina.

"Maaf sebelumnya, mungkin, aku tidak berhak mengetahui ini darimu. Hmm, aku mendengar ketika suamimu mengatakan jika, mamahmu tidak menganggapmu anak lagi. Namun, mengapa? Apa kau membuat sesuatu yang beresiko?" tanya Albert dengan hati-hati.

"Aku tidak berbuat apapun, tetapi mungkin itu memang kesalahanku. Ada seseorang yang mengancam keluargaku jika mereka tidak menjauhiku, adik-adikku akan celaka. Maka dari itu, mamahku meenyesal telah mengangkatku anak, dan dari kejadian itulah aku tidak memiliki orang tua lagi," jelas Erlina. "Anak angkat?" tanya Albert tidak mengerti. Erlina pun menjelaskan semua kehidupannya sampai detik ini kepada Albert.

Albert mengusap punggung tangan Erlina. "Erlina ..., maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih," ucap Albert, ketika Erlina meneteskan air matanya.

"Tidak, ini bukan salahmu. Aku saja yang terlalu cengeng," sanggah Erlina seraya menghapus jejak air matanya. Albert tersenyum tipis. "Namun, apa kau tahu siapa yang mengancam keluargamu?" tanya Albert.

"Tidak, lagi pula sudah terlambat. Keluargaku sudah hancur, percuma aku mencari tahu," jawab Erlina. "Tidak ada kata terlambat untuk membela kebenaran, Erlina. Kau pasti bisa melewati ini semua." Erlina tertegun dengan apa yang diucapkan Albert.

"Apakah ada seseorang yang kau curigakan?" tanya Albert. "Ada," jawab Erlina yakin.

"Kau harus mencari tahunya, apakah kau membutuhkan bantuanku?" tanya Albert. "Tidak, aku tahu apa yang harus kulakukan sekarang, Al." Erlina beranjak dari duduknya, membuat sosok Albert pun tersenyum.

"Terima kasih banyak, Al. kau selalu menyemangati hidupku. Aku harus pergi." Setelah mengucapkan itu, Erlina pun melenggang pergi.

"Selamatkan lah pernikahanmu, Erlina," gumam Albert seraya menatap kepergian Erlina.

Yuhuuuuuhhuu ..., double up!

Jangan lupa vommentnya, ya:)

Continue Reading

You'll Also Like

51.8K 1.9K 46
Bagaimana kehidupan Sharai setelah menikah dengan suami penyakitan? Bagaimana pula kehidupan Sean setelah menikah dengan Princess nya keluarga Walto...
167K 5.6K 32
Elvano yang terbangun dari koma tiba-tiba di jodohkan dengan seorang gadis yang memiliki wajah yang cacat, tak cukup sampai di situ. Ternyata gadis i...
3.1K 445 43
Ketakutan terbesar apa yang dimiliki oleh manusia? Dikhianati? Sakit? atau Kegagalan? Setiap orang memiliki ketakutan terbesarnya masing-masing. Ter...
643K 10.4K 8
Menjadi pantas adalah hal yang harus Shanika lakukan untuk menjadi seorang istri dari Marvel Nareswara. Yoelfu..... 24 Januari 2018