Heart Of The Water (Free! Iwa...

By FlowandButterfly2103

2.2K 129 4

Musim Panas kelas 3 SMA Iwatobi dimulai. Mereka kedatangan dua siswi pindahan dari sekolah lain. Nanamine Sa... More

Chapter 0, Prologue - Bound With Water
Chapter 1, Unexpected Meeting
Chapter 2, Fate?
Chapter 3, They
Chapter 4, Neighbor
Chapter 5, Connected Past (1)
Chapter 7, Dream

Chapter 6, Connected Past (2)

88 11 0
By FlowandButterfly2103

Aku hanya bisa menatapnya pergi. Dia yang berlari meninggalkanku untuk mengejar impiannya.

Aku hanya bisa tersenyum. Merindukan sosoknya yang ceria bagai matahari. 

Aku hanya terdiam. Melihatnya yang sudah tak ada lagi dalam jangkauanku. 

...

Itu adalah pertemuan pertama dan terakhirku bersama Rin-kun. Tetapi, aku yakin dia akan kembali lagi ke Jepang. Dan bertemu denganku lagi.

"Ah, Aoi. Ternyata kamu membeli minuman ya?"

"Ini, agar tubuhmu tak dehidrasi."

"Terimakasih, Aoi." Aku meminum air dalam botol plastik yang diberikan Aoi lalu bersiap menuju backstage.

"Sakura, kamu pasti akan menang! Aku akan mendukungmu!"

"Pasti!"

Akhirnya giliranku untuk berenang. Sebelumnya, aku menyusup ke kolam renang untuk menyapa air yang ada di kolam renang ini dan berteman dengan mereka. Kini, aku akan menyampaikan rasa terimakasih pada air yang telah mendukung Aoi dan Rin-kun.

Aku mulai berjalan menuju papan loncat, memakai kacamata renangku dengan menggunakan pakaian khusus renang berwarna hitam dengan garis biru. Aku bersiap-siap untuk menyapa air yang telah menunggu kedatanganku.

"Priiit" suara peluit berbunyi, menandakan pertandingan dimulai.

Aku mulai meloncat, meluncur, menyapa air. Dan air pun terasa senang akan kehadiranku. Mereka seperti mendorongku, membantuku untuk bergerak lebih cepat.

Aku menyusul lawan dan aku ada di barisan pertama. Lalu aku mencapai dinding kolam renang.

"Urutan pertama, diraih oleh Chiharu Sakura!"

Aku berhasil memenangkan turnamen ini dengan urutan pertama 100 meter freestyle perempuan. Saat itu, kebahagiaanku mulai terasa. Aku bisa membahagiakan ayahku karena aku telah berusaha keras. Teriakan penonton yang memanggil namaku terdengar keras, memenuhi seluruh stadion.

Tetapi ... Semua sia-sia. Saat aku sadar bahwa ibuku tak ada lagi di sisiku, dan pergi untuk selamanya bersama ayah.

***

Aku menceritakan pertemuanku dengan Rin kepada Makoto dan Nanase-san. Dan saat aku melihat reaksi mereka, mereka terlihat seperti menyadari sesuatu yang aku sendiri pun tak tahu. Karena terasa canggung, aku pun mulai mengalihkan pembicaraan.

"Jadi, Rin-kun sudah kembali, ya? Syukurlah. Sekarang dia ada di mana?"

"Ada di Akademi Samezuka, sekolah khusus renang." ujar Makoto

"Hee ... Begitu ya."

"Sakura, ganti dulu pakaianmu." Aoi mengingatkanku setelah ia datang dengan memakai pakaian tidurnya. Sebenarnya, saat aku bercerita, Aoi pergi ke kamar yang telah disiapkan untuk mengganti seragamnya dan memakai gaun tidur yang biasa dipakainya.

"Oh ya! Aku lupa, hehe. Aku akan segera kembali ya."

Berjalan melalui lorong untuk pergi ke kamar yang disiapkan untukku dan Aoi, pandanganku tak lepas dari suasana rumah yang tradisional. Walau sebagian mebel telah berubah ke arah modern, namun tetap saja tak menghilangkan ciri khas dari rumah ini. Sampai disaat aku melihat sebuah bingkai foto yang terletak di nakas kecil kayu berwarna coklat. Disana terlihat seorang anak kecil dengan wajah datar ditemani oleh seorang wanita tua di sampingnya. Aku asumsikan itu adalah neneknya. 

"Neneknya telah meninggal, ya? Nanase-san pasti sangat kesepian." gumamku

Saat aku masuk ke kamar, semuanya tetap terasa tradisional. Selain itu, tempat tidur yang besar dan ornamen khas jepang yang imut membuat kamar ini unik. Aku hanya tertegun melihat keindahan kamarnya.

Aku mulai mengganti seragamku dan memakai gaun tidur berwarna putih dengan rok yang panjang setumit hampir sama dengan Aoi. Itu karena saat kami kecil kami selalu memakai gaun malam.

Selesai sudah pakaian tidurku, aku menatap cermin melihat diriku sendiri. Senyumanku mulai hilang. Sudut bibirku tak berbentuk kurva seperti sebelumnya. Kini, aku menatap diriku tanpa ekspresi.

"Sampai kapan kamu berpura-pura seperti ini, Nanamine Sakura?"

"Tidak. Mungkin lebih tepat kalau sampai kapan kamu merahasiakannya, Chiharu Sakura?"

Aku berbicara pada diriku sendiri. Masih menatap pantulan diriku di sebuah cermin. Perlahan, aku mengulurkan tanganku menyentuh cermin. Dinginnya cermin mulai menemui diriku. Disaat itulah aku berpikir bahwa aku bukanlah seseorang yang terlihat bebas.

"Pengecut."

Aku menarik jepitan rambut yang terpasang di kepalaku satu per satu. Rambut panjang coklat mulai terurai bebas. Kembali melihat diriku dengan rambut ini. Semua kenangan buruk ada disini.

Aku memiliki sebuah rahasia. Rahasia yang hanya diketahui olehku dan Aoi. 

Selama ini, kami harus menyembunyikan rambut panjang kami di depan semua orang. Jika mereka tahu, maka dia pasti mengenaliku yang seperti ibuku. Mereka juga pasti tahu bahwa Aoi adalah bagian keluarga Shocho. Jika gosip itu menyebar luas, bahwa putri dari Chiharu Hanasaki masih hidup bersama salah satu anggota keluarga elit Shocho, pembunuhnya mungkin akan mencariku. Karena itulah aku dan Aoi harus menyembunyikannya.

Kami selalu memakai hiasan rambut berupa kanzashi untuk menyembunyikannya. Caranya, dengan mengikat rambut berulang kali dan memakaikan kanzashi untuk menahan ikatan itu. Dengan begitu, rambut kami terlihat lebih pendek.

Aku harus bertahan hidup dengan cara apapun.

***

Di ruang tengah saat Sakura mengganti bajunya, percakapan serius dimulai oleh Aoi. Senyumnya menyeringai, seakan tahu apa yang dipikirkan mereka saat Sakura bercerita tentang pertemuannya dengan Rin. 

"Sepertinya kalian terganggu akan satu hal bukan? 'Sang Bidadari Air' itu." Aoi-san ternyata tahu tentang hal ini.

"..." Haru hanya diam terbelalak, begitu juga dengan Makoto. Ia terkejut akan pertanyaan yang ditujukan Aoi kepada mereka. 

"Seperti yang kalian pikirkan. Yang dimaksud Rin-kun adalah dia, Sakura. Yah, Sakura belum tahu tentang 'Bidadari Air' itu. Karena, Rin hanya mengatakannya kepada kalian saja." Aoi meminum teh dalam gelas itu dengan tatapan yang datar.

"Kamu tahu darimana?" Kali ini, Haru menatap Aoi serius. Seakan memprovokasi Aoi yang terlihat merendahkannya. Menanggapi sikap Haru, Aoi kembali tersenyum.

"Aku mendengar apa yang kalian bicarakan saat itu. Tak kusangka Rin akan menganggapnya seperti 'Bidadari air'. Mungkin karena saat itu, keadaannya mendukung untuk disebut begitu. Rambut coklat blondenya yang panjang ,dress putih polos berenda, kaus kaki putih dan sepatu putih. Makanya dia bilang begitu ya." Aoi mengambil sebagian kecil rambut hitamnya. Ia memutar mutar rambut dengan jari telunjuknya. Rambut yang tadi dimainkannya menjadi agak ikal. Ia pun kembali tersenyum menatap kedua lelaki yang masih saja terdiam. Menurutnya, reaksi yang mereka berikan terlihat menyenangkan untuknya.

Untung saja, keheningan mereka terhenti saat Sakura kembali dari kamarnya. Dengan gaun tidur putih polos dan rambut pendek sebahunya ia kembali duduk bergabung bersama mereka. 

Menariknya lagi, kedua lelaki itu melihat sosok yang mirip seperti apa yang dikatakan Aoi. Walaupun mereka tak melihat bagaimana Sakura di masa lalu saat itu, mereka dapat membayangkannya. Setidaknya, agak mirip seperti apa yang dilihat sekarang.

"Ah, kamu sudah kembali. Pakaian tidurmu sangat imut, Sakura." Makoto segera terbangun dari lamunannya dan tersenyum melihat gadis yang baru saja mengganti bajunya.

"Eh, benarkah? Padahal, ini adalah pakaian tidur yang biasa aku pakai. Tapi, terimakasih atas pujiannya, Makoto." Sakura tersenyum lalu meminum teh yang sudah disediakan saat makan malam tadi. Teh hijau memantulkan mimik wajahnya yang tersenyum kecil, seakan merindukan sesuatu. 

"Makoto, bagaimana Rin sekarang? Apakah dia masih sama seperti dulu?"

"Haha, sekarang dia sangat serius, apalagi kalau soal melawan Haru saat berlomba. Dia juga sudah menjadi ketua klub renang Samezuka, hebat bukan?"

"Benarkah? Ah ... aku ingin melihatnya. Bagaimana dia sekarang, ya?" Sakura terkejut sekaligus senang mendengar kabar teman lelakinya itu. Ia telah berubah dan mulai berlari menuju impiannya.

"Kalau kamu ingin melihatnya, saat Sabtu maukah kalian ikut bersama kami menemui Rin di Akademi Samezuka? Kita akan melakukan pelatihan gabungan. Ini adalah program yang biasa kita jalani bersama Klub Renang Samezuka."

Mendengar pengajuannya, tentu saja Sakura sangat senang. Apalagi bertemu dengan teman yang selalu dirindukannya. "Ehh, benarkah? Aku akan ikut! Aoi, bagaimana? Kamu pun ingin menemui Rin-kun bukan?" 

"Hem, aku akan ikut." jawab Aoi singkat.

"Baiklah, besok aku akan memberitahukan kalian tempat untuk berkumpul. Kita akan berangkat bersama nanti. Lalu soal jaket baru kalian, kalian bisa membawanya besok di klub renang."

"Wah!! Arigato, Makoto-kun!"

Sakura terlihat sangat senang. Dia tak sabar untuk memakai jaket klub barunya dan tentu saja untuk bertemu Rin. Ia selalu bertanya tanya bagaimana rupanya sekarang. Apakah dia tumbuh tinggi? Apakah ia menjadi lelaki yang hebat? Apakah ia benar-benar telah berubah sepenuhnya menjadi orang yang serius? 

Semua pertanyaan akan Rin terkumpul dalam pikirannya.

"Makoto-san, saat kita bertemu Rin-kun nanti, bolehkah kamu memberitahunya kalau sekarang Rin-kun tidak boleh menggunakan nama yang dulu? Aku mohon padamu." Aoi menatap Makoto-kun dengan serius.

Makoto tersenyum kecil. "Baiklah. Nanti aku akan menjelaskan keadaannya. Hari ini, kita sudahi saja. Sudah waktunya untuk tidur. Selamat malam."

"Selamat malam."

....

Mizuki Aoi Point of View

Aku melihat Sakura yang telah tertidur lelap. Dia mungkin sangat kelelahan akan hari ini. Tapi di sisi lain, dia bahagia. Karena nanti, ia akan bertemu Rin, sahabat yang berharga untuknya. 

Aku pun ikut berbaring di tempat tidur dan memikirkan sedikit masa lalu. Juga... perasaanku kepada Rin selama ini.

Namaku yang sebenarnya adalah Shocho Aoi.
Shocho Aoi, yang berarti kupu-kupu yang terbang bebas di langit biru. Walau begitu, aku sebenarnya anak yang dibuang oleh Keluarga Shocho. Keluargaku dikenal sebagai keluarga elit, dimana nama baik keluargaku adalah segalanya dan harus dipertahankan bagaimanapun caranya. Aku adalah anak pertama dari keluarga itu. Tapi, keadaanku tak diharapkan karena keluargaku hanya menginginkan anak laki-laki sebagai penerus keluarga ini. 

Satu tahun berlalu, adik laki-lakiku pun lahir. Setelah itu, aku tak dipedulikan lagi oleh keluarga ini. Aku hanya menjadi alat untuk disiksa dan alat untuk menyiksa.

Aku masih ingat. Hari dimana aku dan kakak ditugaskan untuk membunuh keluarga Yamaguchi. Tetapi, aku memutuskan untuk tidak membunuh mereka. Mereka terlalu menyilaukan untuk dibunuh. Bisa dibilang, mereka tak memiliki kesalahan apapun untuk melakukan pembunuhan kepada mereka. 

Semerbak bau ombak yang menenangkan hati. Cahaya matahari yang menyengat kulit. Juga ketiga insan yang tertawa bersama sebagai sebuah keluarga.

Sangat menyilaukan....

Aku pergi dari sana, memutuskan untuk kembali ke rumah dan menggagalkan misi. Secercah keinginan pun muncul dalam diriku.

Aku hanya ingin bebas seperti anak itu.

Disaat aku ingin meraih keinginan itu, selalu saja kesialan menghampiri diriku. Sampai dimana orangtuaku mengetahui bahwa aku menggagalkan misi, aku dipukuli, ditampar, dan mendapatkan hukum cambuk. Aku terus melawan dan akhirnya aku diusir dari Keluarga Shocho. Tubuhku dihiasi oleh luka cambuk dan lebam. Itu sudah biasa. Namun, luka dari semua itu tak terasa daripada luka di hatiku.

Hujan pun turun dengan deras. Seakan menangisi keadaanku yang menyedihkan. Membasahi lukaku yang penuh dengan darah. Aku tak tahan lagi dengan tubuhku. Kesadaranku mulai melampaui batas. Mataku mulai berkunang-kunang, penglihatanku yang menjadi buram. Melihat taman bermain di depanku, aku memutuskan untuk pergi kesana dan tidur di sebuah gua kecil buatan yang biasa dipakai untuk anak-anak bermain. Aku tidur terlelap. Tanpa memperdulikan hari esok ataupun apa yang akan terjadi padaku.

"Aku ingin mati."

Itulah keinginanku saat itu. Aku yang dipenuhi oleh keputusasaan untuk hidup. Aku yang dipenuhi oleh rasa bersalah terhadap anak itu dan keluarganya. Dan aku, seorang diri menanggung semua itu.

Matahari pagi menyambutku dengan sinarnya yang mengintip melalui celah gua taman. Aku yang tertidur lelap dengan pakaian yang basah dan penuh darah menatap kosong ke arah cahaya matahari itu. Tak lama, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekatiku. Aku memasang sikap waspada dan melihat siapa orang yang mendekatiku.

Seketika, tubuhku bergetar hebat. Melihat gadis yang menggunakan dress putih polos, manik mata suci seperti birunya laut mendekatiku dengan wajah polos. Aku tahu sosoknya.

Dia adalah seorang gadis yang menjadi targetku.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini?" tanya gadis itu padaku.

Aku hanya diam. Tak menjawab pertanyaannya. Tatapanku yang kosong, melihat cahaya matahari yang terhalang oleh gadis itu. Saat dia melihat keadaanku, dia mulai berteriak kepada seseorang.

"Hei, kamu terluka sangat parah." ekspresinya berubah panik. "Ibu! Aku menemukan seorang gadis seumuranku disini."

Seseorang itu pun datang padaku, ke gua kecil yang aku tempati. Seseorang yang merupakan ibu dari gadis itu. Aku juga tahu tentangnya. Dia adalah Chiharu Hanasaki, penyanyi terkenal yang juga menjadi target pembunuhanku. Tapi, aku sudah tak lagi ingin membunuh mereka. Hasrat untuk membunuhku sudah hilang sejak saat aku pertama kali melihat kebahagiaan mereka bersama.

Kebebasan.

Mungkin itulah keinginanku sedari dulu.

***

Continue Reading

You'll Also Like

61.1K 7.3K 21
Ibarat masuk isekai ala-ala series anime yang sering ia tonton. Cleaire Cornelian tercengang sendiri ketika ia memasuki dunia baru 'Cry Or Better Yet...
104K 11K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
481K 36.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
94.8K 13.3K 29
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...