Oh My Husband!

Por twelveblossom

221K 20.1K 8K

Daripada dijodohkan dengan a crazy rich grandpa, Lizzy lebih memilih menikah dengan temannya yang dia cap seb... Más

1. Pernikahan Dengan Kontrak Tertulis
2. Tidur Bersama Tala
3. Menangis di Pelukan Tala
4. Kiss Kiss Untuk Tala
5. Naik Satu Tangga
7. Lizzy Lupa-lupa Ingat
8. Terbangkan Aku ke Bulan
9. Hujan Punya Cerita
10. Sedihnya Tanpa Alasan
11. Obrolan Singkat Sebelum Berperang
12. Seberapa Berani Felicia?
13. Si Beruang Galak
14. Kerisauan Hati Felicia
15. Serba Terburu-Buru
16. Malam Ini, Kamu Untukku
17. Mengetuk Pintu Rumah Malaikat
18. Yang Paling Cantik Ya Felicia, Lah
19. Aku Berharap Waktu Berhenti, Tapi Tidak Bisa
20. Kalau Tidak Percaya, Kamu Pergi Saja
21. Waktunya Maaf-Maafan
22. Yang Sengaja Disembunyikan
23. Malaikat Kematian Pun, Punya Pengecualian
24. Kisah yang Lama Hilang
25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan
26. Suara dari Keheningan
27. Alasan Yang Sulit Diterima
28. Satu-Satunya Yang Linglung
29. Hidup yang Singkat pun Akhirnya Diakhiri
30. Pikiran Yang Rancu - S1 selesai
31. Dunia Yang Terbalik
32. Tidak Masalah Jika Kamu Melupakanku
The Heartless Marriage
33. Dia Yang Egois

6. Ada Yang Aneh Dengan Lizzy

8.8K 774 253
Por twelveblossom

"Apa yang paling kamu takutkan, Nabastala?"

"Melawan kenangan. Sesuatu yang tidak bisa saya jangkau dan saya ubah. Sesuatu yang membuat saya tidak kuasa atas apa pun."

-oOo-

Astaga, apa aku sedang masuk sarang macan?

Apa pagi ini aku bakal jadi santapannya?

HuAaAaAa!!!!!!

Buk!

"Aduh!" Aku jatuh dari meja makan.

"Lizzy, halo? Kamu gak apa-apa?" Tala melambaikan tangan. Tala berjongkok di hadapanku yang habis nyungsep. "Kamu lagi ngelamunin apa kok sampai oleng begini?"

Aku yang tergagap. Loh? Bukannya aku tadi mantap mantap sama Tala? Kok?

Bajunya Tala juga masih rapi. Padahal tadi masuk ke tahap buka celana? Jangan-jangan ....

Halusinasi?

Oh my god, jadi pikiranku yang kotor ini sudah sangat jelas ya bikin fantasi?

Aku masih duduk di meja makan, seruduk-menyeruduk itu hanya khayalan. Bajuku juga masih utuh. Yah, gagal dibelai Tala! Hiks. Padahal kan aku penasaran.

"Mas Tala, kok gak jadi buka bajuku?" Bibir ini kontan bersuara. Ups, kelepasan! Aku langsung menutup mulut.

Tala menatapku tajam. "Apanya yang dibuka, Felicia?" Tala bertanya menyelidik, dia membantuku berdiri lagi.

Aku hanya menggelengkan kepala. Malu jika aku ketahuan membayangkan Tala yang suci bermain dengan dada perempuan. Tala kan sukanya dada laki-laki dan dada ayam KFC.

Tala tertawa. "Wajah kamu merah sekali. Lagi bayangin apa?" Tala tidak menyerah untuk menggodaku.

Apa aku kelihatan jelas lagi nafsuan? Kalau kucing lagi birahi kan nungging-nungging, aku nggak nungging tapi kenapa Tala tahu?

"Wajahku merah karena marah."

Alis Tala bertaut. Hm. Aku paling suka jika Tala sudah pasang wajah serius begini. Gantengnya anak orang.

"Pasti marah karena gak jadi dicium," Tala malah menyengir seperti kuda setelah berkata begitu.

"Nggak!" Aku memukul gemas dada Tala. Tidak tega kalau main kasar sama karya Tuhan yang sempurna semacam Tala.

"Kamu kayak udang rebus sekarang. Merah." Tala masih meledekku sambil mulai memasak.

"Mas Tala udah dong. Aku malu nih." Aku menjauhi Tala sambil menutup wajah.

Wah, jarang-jarang seorang Felicia Adair Lim punya urat malu. Biasanya aku malu-maluin dan bangga sudah mempermalukan diri. Hehehe. Habisnya, setiap lihat Tala bawaannya jadi pengen buka baju. Maksudnya, buka baju karena panas. Jangan, berburuk sangka dulu, aku kan bukan wanita binal. Cukup khayalan aja yang nakal, tapi kenyataan NO.

Prang!

Aku terperanjat saking kagetnya. Mata ini mengerjap beberapa kali melihat penggorengan yang diletakkan Tala di atas meja jatuh karena aku menyenggolnya. Semuanya akibat aku jalan sambil menutup muka. Aduh, maunya kelihatan cute tapi malah jadi rusuh.

"Felicia Adair Lim," Tala menyebutkan nama lengkapku. Bukan nama panggung seperti Princess Lizzy atau Sayang atau Cry Baby. Ini artinya Tala lagi kesal.

Well, bagaimana Tala tidak kesal jika bumbu nasi goreng yang sudah disiapkan jadi berceceran di lantai?

"Hehehe Mas Tala sabar. Tarik nafas hembuskan." Aku tersenyum secantik mungkin. Kata Calister Ekadanta alias sepupu begonya Tala, senyumku ini bisa mencairkan Alaskah dan mendinginkan api neraka. Tapi kayaknya buat Tala gak mempan. Buktinya Tala malah berkacak pinggang lalu menudingku dengan spatula. Seram!

Tala semakin maju siap mengomel, mendekatiku yang takut dipentung pakai spatula.

"Kamu ini ya ..."

Cup.

Tala tidak dapat melanjutkan karena aku sudah mencuri sesuatu darinya. Tala langsung membeku di tempat karena aku mencium bibirnya sekilas. Jadi, ini rasa Tala. Jeruk? Apa dia habis minum jus jeruk? Manis.

Satu ... dua ... tiga .... aku menghitung dalam hati lalu mundur. Aku melihat wajah Tala yang datar, tatapannya tidak fokus.

"Errr ... sorry―aw―Mas Tala!" Permintaan maafku langsung berubah jadi protes karena Tralalala mementung kepalaku dengan spatula.

"Hukuman untuk anak nakal." Tala berkata cepat lalu dia berbalik. Sekilas aku melihat bibir Tala berkedut menyembunyikan senyum.

Kelihatannya Tala senang?

Aku juga senang. Kapan lagi bisa kiss kiss orang ganteng seperti Tala?

Pipinya juga merah. Tala berusaha bersembunyi, tapi aku tahu. Aku ini peka.

"Cie Mas Tala blushing habis aku cium." Aku malah ngacir menempel ke manusia jangkung ini, lalu mencolek sikunya. "Mas Tala sudah tobat ya ecie? Salting banget di hadapan perempuan ciee. Aku berjasa besar dong karena bisa bikin Mas Tala turn on sama perempuan." Aku semakin iseng mengusap-usap kepala Tala. Sungguh tidak sopan.

"Kalau kamu tidak diam, aku bakal panggil Om Jarwo ke sini buat jemput kamu." Tala mengancam, simuaranya pura-pura galak.

Aku langsung mingkem dan balik kanan. Dengan langkah tegap, aku memilih masuk kamar dan bersembunyi di balik selimut. Kelemahanku kalau Tala nyebut Om Jarwo. Tala tahu cara mengancan dengan baik dan benar.

-oOo-

Kami sarapan pukul sembilan pagi. Yang aku maksud kami di sini adalah Tala, Jasper, dan aku. Jasper Suh datang ke apartemen 30 menit lalu dengan girang menanyakan keadaanku yang sudah sehat. Jasper juga minta makan kepada Tala sebab dia tidak sempat sarapan. Aku sih diam saja mengamati ekspresi Tala yang tampak datar menyahuti ocehan Jasper soal dirinya yang habis difollow back sama Pia Palen. Siapa yang peduli coba?

"Hari ini kamu antar Lizzy ke kantor," perintah Tala sambil mengisi gelasku yang kosong dengan jus jeruk.

Aku cemberut. Iya hari ini aku mulai pergi ke kantor Lucas untuk membantunya bekerja. Karena aku menyandang nama Lim sudah seharusnya aku meneruskan bisnis keluarga. Kakek Lim sungguhan memanfaatkan Tala untuk memaksaku bekerja di kantor Lim Bersaudara.

"Baik, Tuan Muda."

"Tapi, aku harus ke JSM (nama sebuah mall) buat hadit ke acara pre-oder sepatu!" Aku menyela karena memang sepatu yang aku inginkan ini limited edition. Sebenarnya, aku bisa memanfaatkan koneksi agar mendaftarkan namaku tanpa aku harus ke sana tapi ... aku ingin berusaha sendiri. Rasanya berjuang buat mendapatkan yang kita inginkan itu beda.

"Oh, tenang nona muda kalau acara di JSM bisa ditunda waktu nona muda libur."

Aku mendengus. "Ngaco aja ngomongnya. Ya kalau kamu yang punya mall seenaknya nunda acara orang."

Tala tertawa kecil. Aku meliriknya.

"Bagaimana jika ternyata Jasper yang punya mall?" Tala menyeringai.

Mata ini bergantian memandangi Jasper dan Tala secara bergantian. "Jaspertidakuper yang punya JSM? Hahahahaha." Aku ketawa sampai hampir nangis. "Jangan bilang kepanjangan JSM itu Jasper Suh's Mall?" imbuhku.

Tala malah puk puk bahu Jasper. "Mau ngakak tapi kasihan." Tala geleng-geleng kepala.

Aku juga ikutan geleng-geleng kepala karena merasa Jasper tidak pandai berbohong. "Udah Jas, kalau miskin itu miskin aja. Jangan dipaksain kaya. Aku aja yang gak punya uang, bodoh, dan gak ada keahlian bangga sama diriku sendiri."

"Itu kamunya aja yang malas, Liz." Tala mencibir sikap percaya diriku.

"Tapi JSM memang beneran punya saya, Nona Muda," Jasper malah merajuk.

Aku mangut-mangut. "It's okay punya mimpi. Kamu bermimpi punya mall di Mars aja gak ada yang ngelarang."

"Itu Jas, dengar kata nona mudamu. Siapa tahu Kanaka Rawindra Group punya inspirasi baru buka mall di mars?"

Jasper melengos. "Bodo amat, Tuan Muda."

Aku senyum-senyum sendiri melihat Jasper yang kesal. Anak cebong ini khayalannya lebih liar daripada aku. Hahahaha. Aku itu ya hafal keluarga kaya yang ada di Indonesia dan tahu kalau JSM itu punya Kanaka Rawindra Group. Dulu Lucas sempat berteman dengan seorang Rawindra namanya Sambara tapi dia meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan mobil. Bara itu anak tertua jadi dia kepala keluarga dari Rawindra. Aku belum mengenal kepala keluarga Rawindra yang baru karena mereka merahasiakannya.

"Kepala Keluarga Rawindra sekarang siapa ya Mas Tala setelah Bara meninggal? Mereka kayak tidak publish apa-apa." Aku bertanya kepada Tala.

Tala menatapku sekilas. Dia tampak sedang menilai sesuatu. "Kamu ingat Sambara?" tanya Tala.

Aku mengangguk. Jelas ingat, wong dia ini satu arisan sama Bang Lucas. Lagi pula, siapa sih yang bakal lupa sama Bara? Laki-laki yang hampir sempurna―teman-temanku yang bilang begitu. Tapi karena Bara tampaknya hard to get jadi banyak wanita yang menyerah mendekati dia.

"Aku pernah mendengar cerita soal Bara beberapa kali, sih. Teman-temanku banyak yang memuji soal kegantengan dia, jadi aku gak bisa lupa."

Jasper malah tertawa sinis mendengarku berucap begitu. "But you totally forget about him, young lady." Jasper berucap begitu dengan suara mendesis.

"Hah, kenapa Jas aku nggak denger?" Aku pura-pura budek karena aneh saja melihat Jasper begitu serius. Tatapannya tajam melihatku seolah aku baru melakukan kesalahan besar.

"Easy, kid," Tala menghardik Jasper.

Jasper menghela nafas panjang. Dia kembali menampilkan senyum bodohnya. "Nona muda nuget dinosaurusnya buat saya ya?" Jasper malah meminta nuget dino yang sengaja aku bariskan di ujung piring.

"No! Aku mau bikin dino zoo."

"Pelit!"

"Biari weeek," aku melet.

Jaspertidakuper malah berdiri lalu mencuri piringku. Dia lari dengan cepar kayak maling sungguhan. Tapi aku tidak mengejarnya karena masih merinding dengan ucapan Jasper sebelum kabur, "this is compensation because you forget about Sambara."

Aku tidak paham. Memangnya apa sih yang aku lupakan? Seharusnya Jasper maklum lah, kan aku juga tidak pintar-pintar amat. Penting banget Bara bagi kehidupan aku? Dia kan sudah mati. Orang mati gak bakal berpengaruh bagi orang yang masih hidup kayak aku. Huh.

-oOo-

Aku melihat Jasper yang menyetir dengan khidmat di sebelah. Jasper mengantarku ke kantor Lucas. Dia menggumamkan lagu baby shark duduuddu baby shark. Awalnya aku ikut bernyanyi tapi lama-lama bosan. Aku jadi mengamati mobil yang digunakan Jasper. Kata Tala ini mobil pribadi Jasper karena si anak cebong tidak mau menggunakan kendaraan Tala yang dia bilang terlalu bapak-bapak. Untuk ukuran bodyguard Jasper lumayan kaya. Mobilnya berjenis Range Rover harganya setelah aku googling sekitar 3-4 milyar. Hmm, mungkin bodyguard itu gajinya banyak.

"Cebong?" panggilku.

"Iya, Nona Muda? Apa Nona Muda kebelet kentut lagi? Kalau yes saya buka jendelanya karena bau sekali kalau pake AC."

"Ngawur!" Aku langsung menggeplak kepala si Jaspertidakuper.

Jasper tertawa terbahak-bahak. "Aduh, kok jadi saya yang pengen kentut gara-gara kebanyakan ketawa."

"Gak lucu." Aku melipat tangan di depan dada. "Jas, kamu kredit berapa tahun mobil ini? Harganya mahal ya." Aku mengesampingkan kekesalanku ini, memilih kepo ke anak cebong.

"Saya nggak kredit nona muda."

"Berarti fix kamu nyolong."

Jasper melirikku sebentar. "Tidak mungkin orang seganteng saya mencuri. Eh tapi ada satu hal yang berhasil saya curi tanpa sengaja."

Lah kan dia mengaku jadi maling. "Apaan yang bisa dicuri tanpa sengaja?" Aku penasaran.

Jasper tersenyum tengil. "Hati perempuan, Nona Muda. Saya ganteng jadi pasti hati perempuan yang pernah bertemu dengan saya langsung bisa saya curi."

Aku berakting seperti mau muntah. "Jijik ya kamu."

"Hehehehe."

"Malah ketawa." Aku mendengus. "Tapi serius deh Cebong. Kamu dibayar berapa sama Tala sampai bisa beli mobil ini?"

Kalau Tala bisa menggaji aku lebih besar―rencananya aku mau minta kerjaan aja sama Tala. Apalagi, Tala kan orangnya mudah kasihan. Pasti enak.

"Saya tidak digaji dengan uang, nona muda."

"Digaji dengan apa? Please jangan bilang amal baik." Aku mulai curiga sama jawaban Jasper ini.

Jasper menolehkan kepalanya saat mobil ini sudah berhenti di pelataran kantor Lucas. Jasper tersenyum padaku. Jenis lengkungan bibir yang asing. Jasper tidak pernah menyeringai, tapi dia melakukannya sekarang.

"Tuan muda membayar saya dengan kesempatan," jawabannya.

"Kesempatan apa?" Aku refleks menimpali.

"Kesempatan ...." Jasper mengarahkan telunjuknya dan ibu jarinya ke aku sehingga membentuk pistol. Telunjuk itu bergerak ke dahiku dan ... "Dor!" serunya.

"Eh copot teteknya copot!" Aku malah latah karena Jasper tiba-tiba berseru di depanku.

Astaga latahku nggak elit juga. Sialin ini kutu kampret.

"HAHAHAHA NONA MUDA KENAPA LATAH GITU! TETENYA COPOT!" Jasper lah yang heboh.

"Bete ya aku sama kamu!" seruku langsung keluar dari mobilnya saking malu yang teramat dalam.

"Tunggu, Nona Muda."

Jasper mengikutiku masuk ke kantor pusat LL Bank. Dia sibuk membawakan cemilan sekantong besar yang sengaja aku beli biar tidak bosan di kantor.

Oke, mari aku berikan intro dulu mengenai LL Bank. LL Bank adalah salah satu anak perusahaan Lim bersaudara. Lucas Lim sebagai cucu paling sotoy, dipercaya Kakek Lim untuk menggantikan bunda sebagai komisaris utama. Sedangkan, sepupuku yang lain dijadikan direktur. Aku sebagai yang paling bodoh sempat diberikan mandat menangani Corporate Social Responsibility (CSR), itu dua tahun lalu sebelum kecelakaan. Setelah mengalami masa penyembuhan aku kembali bekerja sebagai public relations tapi tidak bertahan lama karena aku sering galau sendiri di kantor. Akhirnya, aku memilih untuk menjadi penulis dan pekerjaan freelance lainnya.

Bagiku menjadi anggota Keluarga Lim adalah keajaiban. Sedari kecil aku tidak kekurangan apa pun dari segi finansial. Hanya saja, memiliki semuanya sejak dulu terasa membosankan. Tidak ada tujuan dalam hidupku. Itu yang mendorong aku untuk bekerja di luar dari zona nyaman Keluarga Lim. Aku berusaha menciptakan target dalam hidup ini.

"Bu Felicia," panggil karyawan cantik yang aku kenali.

"Hai, Margo." Aku membalas sapaannya dengan senyum cantik. Dia Margareth, sering dipanggil Margo. Margo adalah adik kelasku di kampus dulu, dia sempat menjadi sekretaris yang bertugas mengatur jadwalku.

"Bu Felicia, bagaimana kabarnya? Saya mengikuti Instagram ibu dan membaca semua buku dari Bu Felicia." Margo bercerita dengan penuh semangat. Dia menarik nafas sebentar. "Bu Felicia sangat menginspirasi," Imbuh Margo yang pintar memuji.

Aku jadi senyum-senyum. Tanganku menyugar suraiku yang tergerai. Jika sudah melancarkan gerakan kibas mengibas rambut, artinya aku lagi pamer kecantikan paten seorang Felicia Adari Lim.

"Makasih," jawabku singkat. Tidak perlu banyak-banyak fan service nanti Margo jadi ketagihan.

"Aduh, Nona Muda. Muka saya kena kibasan rambutnya Nona Muda nih. Bagaimana kalau ada kutunya?" protes Jaspertidakuper.

Aku langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. "Berisik," desisku. Padahal, sebelum berangkat aku sudah membuat perjanjian dengan Jasper. Ia tidak diizinkan berbicara hal yang tak penting. "Kamu kan uda janji, cebong?!" Aku malah berbisik-bisik dengan Jasper.

"Saya kan janjinya tidak bicara soal hal yang konyol. Tapi kan nasib muka saya kena rambut nona muda ini sesuatu yang penting," Jasper malah ngajak debat.

Aku melotot. "Kamu ini ...."

"Apa ini pacar barunya, Bu Felicia?" tanya Margo, ingin tahu.

Aku melihat gelagat Margo yang tampak tertarik dengan anak kecebongku. "Bukan lah."

"Maaf temannya Nona Muda, saya dan Nona Muda hanya sebatas bos dan anak buah. Jika temannya Nona Muda ingin klarifikasi lebih lanjut, hubungi pengacara kami." Jasper berkata serius. Dia malah seperti artis yang lagi klarifikasi perceraian gitu, pakai hubungi pengacara pula.

Margo hanya dapat melongo. Aku bisa mendengar Margo berkata, "Ganteng-ganteng gendeng."

Aku tertawa kecil. "Oke, Margo. Saya harus mulai bekerja dari mana?"

Margo kembali fokus, dia mengecek Ipad miliknya. "Jadwal, Bu Felicia hari ini adalah menghadiri rapat dengan Mavendra Group bersama Pak Lucas di ruang rapat lantai 6. Bu Felicia hanya perlu menjadi penonton."

Baiklah, aku memang tidak punya keahlian apa-apa sehingga patut dijadikan sebagai pemateri. Penonton cukup oke lah. Aku hanya perlu duduk dan memberikan yel-yel biar Lucas semangat kerjanya.

"Setelah itu Bu Felicia harus memeriksa laporan budaya kerja dari Tangerang, Bu Felicia juga berperan sebagai ketua panitia untuk kegiatan internal perayaan ulang tahun perusahaan, dan bla bla bla."

Aku langsung kehilangan fokus dan jengah. Banyak amat ini tugasku astaga naga dragon ball. Aku melirik ke arah Jasper yang sudah bersandar oleng dan ngantuk akibat mendengar Margo bicara. Dasar anak cebong.

"Oke," aku memutus Margo yang terus mengoceh. "Kita mulai saja biar cepat selesai," lanjutku.

Aku ingin cepat-cepat pulang karena kangen Tala.

"Nona muda," bisik Jasper sebelum kami bergerak maju menuju ruang rapat. "Saya boleh menunggu di luar tidak? Saya ada urusan lain," imbuhnya.

"Acara apaan?"

Jasper tersenyum malu-malu. "Ini jadwal saya ke klub malam."

"Siang-siang gini?"

Jasper menggeleng. "Bukan night club tempatnya disko. Saya ... mau ke klub malam tempat aerobik sama tante-tante."

"Heh?"

"Ini jadwalnya kocokkan arisan. Hehehe. Kalau tidak datang nanti nama saya hangus."

YA ELAH JASPERTIDAKUPER. KENAPA GAULNYA SAMA TANTE-TANTE SIH.

"Please nona muda. Katanya, saya harus lebih gaul." Jasper masih merengek. Jalan ninja Jasper adalah terus berkicau sampai bikin lawannya budek.

"Ya kan gaul sama yang seumuran. Bukan sama tante-tante!"

Jasper memberengut. "Tidak boleh pilih-pilih teman, Nona Muda. Nanti masuk neraka―"

"―Iya udah deh terserah kamu. Pokoknya sebelum jam lima sore kamu harus ada di sini. Aku pengen buru-buru pulang," potongku.

"Yes!" Jasper bersorak senang. Dia dadah dadah plus kiss bye ke aku sebelum kabur.

Aku hanya dapat memandangi Jaspertidakuper. Entah anak cebong itu sungguhan bertingkah bodoh atau hanya pura-pura. Kadang kali, aku merasakan aura keras Jasper yang tidak dapat kuungkapkan.

Hah, entah lah. Aku tak ingin berpikiran buruk kepada anak muda selugu Jasper. Apabila, Jasper sungguhan jahat. Ia punya banyak kesempatan untuk mencelakaiku sebab selama ini Tala sering meninggalkan aku berdua saja bersama Jasper.

Baiklah, Felicia berhenti melamun dan hadapi kenyataan. Semangat!

-oOo-

"Mas Tala," aku langsung berlari ala India saat melihat pangeran tampan sedang berdiri di samping Audi R7 hitam. Dia mirip aktor yang menunggu kekasihnya.

Aku baru pulang kantor. Kukira yang menjemput Jasper tapi Tala sendiri yang datang untukku. Aku senang, itu sudah jelas sebab Tala memang tidak dapat dihubungi seharian―lagi operasi.

"Bagaimana kabar kamu hari ini, crybaby?" Tanya Tala membiarkan aku bergelayut manja kepadanya. Dia juga membelai suraiku yang berantakan. Manisnya Tralalala ini.

"Pusing. Banyak kerjaan."

"Tapi, kamu happy ketemu teman kantormu kan?"

"Aku mengangguk. Aku makan siang bareng Margo hehehe."

"Aku bahagia kalau lihat kamu senang begini," ujarnya lalu mengacak rambutku sekaligus jantungku.

Tala memberikan botol kaca yang berisi susu cokelat untukku. Aku tersenyum manis kepadanya. "Kita pulang, ya."

Tala membukakan pintu penumpang untukku. Ia memasangkan sabuk pengamannya sekaligus. Sebenarnya, aku bisa pakai sendiri hanya saja aku sibuk meminum susu cokelat.

"Mas Tala, gak perlu ngasih aku susu cokelat. Aku bukan anak kecil," aku protes padanya setelah menghabiskan sebotol penuh susu cokelat. Sengaja protes setelah habis kalau belum habis takut susu cokelatnya diambil Tala lagi.

Tala tertawa. "Ada yang bilang, Felicia itu kalau lagi capek, mau tidur, sakit, dan sedih―sukanya dikasih susu cokelat."

"Siapa yang bilang? Pasti bunda."

Tala melirikku sebentar kemudian tersenyum. Namun, senyumnya jenis lengkungan bibir terpaksa yang membuatku tidak enak. "Bukan bunda," balas Tala. Dia mulai menyalakan mesin Audinya.

"Laluuuuuu?" Aku bertanya penasaran.

Tala tidak menjawab. Ia hanya tersenyum simpul. Palingan juga Tala baca dari majalah Bubu. Aku pernah diwawancarai oleh majalah anak temanya meraih cita-cita dengan minum susu sapi. Itu pun alasan aku mau jadi narasumber karena salah satu anak didikku di Indonesia Membaca yang menawarkan. Ah, ya udah lah.

"Mas Tala, ini bukan jalan ke apartemen kita," kataku setelah sadar Tala belok ke kanan bukan ke kiri.

"Hari ini kamu pulang ke rumah bunda."

"Loh, kok tiba-tiba gitu sih."

Aku mendengar Tala menghembuskan nafas panjang. "Kita kan belum menikah. Tidak baik tinggal berdua, nanti orang ketiganya setan."

"Pantesan Jasper mirip setan," aku menggerutu. "Terus barang-barang aku bagaimana?"

"Jasper sudah bawa pulang peralatan kamu plus belanjaan kamu selama dua minggu ini. Jasper harus menyewa mobil box untuk tugasnya."

"Memangnya sebanyak apa sih sampai Jasper begitu?" Aku cemberut.

"Lupa? Dua minggu kamu habis 300juta," Tala terkekeh. Dia mengusap kepalaku. "Manusia yang nanti menikah sama kamu memang harus kaya raya," lanjutnya mencibirku.

"Aku gak habiskan sendiri kok. Mas Tala harus tahu kalau Jasper makannya banyak." Aku bergeser agar kepalaku dapat bersandar di bahu Tala. "Apa aku harus bayar belanjaanku itu? Boleh dicicil?" Tanyaku lagi.

Tala tertawa, dia membiarkan aku terus mendekatinya. Aduh wanginya Pak dokter ini. Hehehe.

"Boleh, dicicil seumur hidup."

"Bunganya berapa persen, Mas Tala yang ganteng?"

"Nggak ada, Sayang." Aku merasakan Tala mencium puncak kepala ini saat mobil kami berhenti karena lampu merah.

"Aku bau loh, Mas Tala."

"Paling nggak, kamu nggak kentut di dekatku."

Aku langsung mencubit pinggangnya yang membuat Tala senyum-senyum senang. Kenapa sih pak dokter satu ini? Gini aja kayak sudah bahagia bangret.

"Mas Tala, jangan jahilin aku terus." Aku memberengut. Tanganku sudah digenggam Tala dengan erat. Ugh. "Kayak mau nyebrang aja pakai gandengan," kata mulut ini yang memang tidak bisa diam.

Tala tersenyum. "Truk aja gandengan masa kamu nggak. Jasper tadi ngatain aku gitu karena dia gak pernah melihat kita gandengan."

"Anak itu ya memang, ngeselin."

Tala mengusap kepalaku saja sebagai jawaban karena selanjutnya Tala kembali melajukan mobil. Kami sampai di rumah yang ditinggali aku, bunda, dan Lucas tepat jam delapan malam. Well, Jakarta macet. Aku sampai ketiduran. Untungnya Tala yang baik hati membawa bantal kecil dan selimut. Tala itu memang tahu apa saja yang aku butuhkan.

"Mas Tala, kalau bunda botakin aku gimana?" Aku mengkeret, melipir di samping Tala saat turun dari mobil.

Tala memegang erat bahuku, jadi dia setengah memeluk diriku. "Ada, Mas Tala di sini."

Aku memukul Tala manja. "Memangnya, Mas Tala Superman bisa menolong aku dari situasi darurat," ucapku sembari melangkah masuk ke rumahku.

Rumah masa kecilku. Bangunan berpagar putih dengan pos satpam di depannya. Rumah ini didesain sendiri oleh ayah sebagai hadiah pernikahan untuk bunda. Kami punya halaman yang luas dengan kebun bunga mawar putih. Rumah ini ada tiga lantai. Terlalu luas untuk ditinggali kami bertiga, apalagi Bang Lucas jarang pulang karena tinggal di apartemen dekat kantor. Ayah sudah meninggalkan kami sejak aku kecil. Jadi, bunda membesarkan aku dan Bang Lucas sebagai orangtua tunggal.

Kakek Lim yang membantu bunda dalam hal finansial. Bunda yang menempuh pendidikan master di Harvard pun diminta untuk mewarisi LL Bank. Kakek Lim sering ke rumah untuk mengajak main aku dan Bang Lucas. Itu yang membuat aku dan Bang Lucas dilabeli sebagai cucu kesayangan Kakek Lim. Kakek Lim ini mirip jin di dalam botol ajaib, beliau mengabulkan hampir semua keinginanku. Aku sayang Kakek Lim. Hanya saja, sekalinya Kakek Lim memaksaku untuk membayar kompensasi atas seluruh kenakalan yang aku buat, beliau justru ingin aku menikah dengan Om Jarwo.

"Bunda, miss you," aku melambai ke bundaku yang sudah menunggu di depan pintu sambil membawa pecut.

Iya inibeneranbunda bawa-bawa cambuk sambil melipat tangan di depan dada. Ekspresi bunda tersenyum ramah kepada Tala, lain halnya padaku langsung cemberut. Kok gak adil begini sih? Sama Tala baik, sama aku jahat. Namun, aku tidak banyak bacot karena takut disambar pecut bunda.

"Malam, Nak Tala," bunda menyapa ramah.

"Selamat malam, Bunda. Tala bawakan martabak manis tanpa keju dan susu," Tala membalas sambil menggoyangkan bungkusan yang dia tenteng.

"Aduh, baiknya calon mantu bunda. Ayo, ayo masuk, Nak Tala," kata Bunda.

Aku mengikuti Tala masuk ke rumah tapi bunda malah merentangkan tangan saat aku hendak menginjakkan kaki ke sana. "Eh, siapa kamu berani masuk ke rumah?" Bunda berucap demikian sambil mengibaskan cambuknya.

Serem banget sih. "Bunda, mau main kuda lumping? Pakai bawa cambuk segala. Ini aku Lizzy anak bunda yang paling cantik sedunia."

"Maaf ya, anaknya bunda hanya dua yang satu Lucas yang satu ...." Bunda menoleh ke dalam rumah. "Nak Jasper," Bunda memanggil Jasper yang langsung hadir di sana membawa stoples biskuit cokelat favoritku.

Jasper tersenyum lebar sambil dadah dadah. "Halo, Nona Muda. Halo, Tuan Muda." Ia menyapa dengan ceria. Kelihatan sekali Jasper sedang kekenyangan, perutnya jemblung.

"Eh, ngapain anak cebong masih di sini? Loh, itu kan kueku!" Aku langsung mendramatisir keadaan dengan menerjang Jasper.

"Eits, manusia asing di larang masuk." Bunda mencegah.

"Bunda! Ini Lizzy anaknya bunda. Bunda tega banget ngasih stoples kue kesayanganku ke Jasper!" Aku mulai merengek.

Tolong jangan kaget, walaupun aku ini sudah berusia 28 tahun tapi secara mental masih suka bersikap kayak bayi. Maklum secara aku ini paling muda di rumah dan segenerasi Keluarga Lim.

"Lizzy sudah bunda pensiunkan dini sebagai anak bunda. Bunda merekrut anak baru namanya Jasper. Jadi, pergi sana," perkataan bunda ini menyakiti aku loh.

Aku merajuk dengan mengentakkan kaki. "Mas Tala, bunda nakal." Aku justru melapor kepada Tala yang tertawa di belakangku.

Tala mengelus-elus kepalaku. Aku tidak jadi marah, justru menikmati. "Yang nakal kamu bukan bunda," ujar Tala.

"Marahin ini anak durhaka, Nak Tala. Kamu tahu kan betapa khawatirnya Bunda dan Kakek Lim waktu kamu tiba-tiba kabur?" Bunda menghardikku dengan tangan berkacak pinggang.

"Nggak tau dan gak mau tau," aku menjawab songong.

"Anak ini, Ya Tuhaaannn!" Bunda berseru galak. Bunda mulai ngamuk sungguhan.

Jasper sampai lompat kaget karena teriakan Bunda. Stoples yang ada di pelukannya jatuh. Bunda gak jadi menyambar aku sama pecutnya dan malah ngeliatin kue coklat yang Jasper buat berceceran. Sementara Tala, menarikku mundur karena takut aku kena serpihan beling.

"Maaf ya Mas Tala. Aku harus menyelamatkan diri," kataku lalu menepis tangan Tala yang memelukku protektif. Dikira aku ini anak bayi yang kalau lepas bisa nyungsep ke lantai.

Aku menatap bunda yang mulai lengah. Bundaku tidak menjaga pintu dengan baik karena sibuk mengomeli anak yang baru dia rekrut―Jaspertidakuper. Aku pun langsung lari ke dalam rumah karena pegal juga berdiri di depan pintu. Aku pernah dengar dari Kakek Lim kalau anak gadis tidak boleh berdiri di tengah pintu, nanti susah jodoh. Hehehe aku nggak mau susah jodoh kan. Eh, ternyata mereka bertiga ikut berlari mengikutiku. Aku lari cepat naik ke tangga. Namun .... baru beberapa tangga digapai kakiku, aku tersandung dan Buk!

Kepalaku! Aduh! SAKIT!

Aku terhuyung ke depan. Kepalaku membentur tangga.

"Felicia!" Bunda dan Tala berteriak lantang.

"Nona muda!" Jasper mengikuti walau agak terlambat.

Aku terkapar dalam keadaan berbaring ke samping. Pusing. Pusing sekali. Perih. Pandanganku kabur. Yang aku rasakan sakit. Tanganku menggapai Tala, aku yakin dia akan menjadi orang pertama yang menolongku.

"Felicia, astaga, Nak Tala! Felicia berdarah." Bunda berkata panik.

"Mas Tala sakit," gumamku tanpa sadar karena tidak kuat menahan pusing di kepala ini.

Berat. Aku tidak bisa membuka mata terlalu lama. Netra ini terpejam. Kesadaranku pergi, aku tak dapat mendengar suara Tala, Bunda, dan Jasper lagi.

Semuanya berganti ....

Ada kilasan lain yang tak tahu berasal dari mana. Ada bayangku yang jatuh, entah di mana. Ada seorang laki-laki menolongku. Entah siapa.

Bayangan itu semakin jelas ... menunjukkan aku jatuh, tapi tidak di tangga. Aku berada di taman yang indah pada siang hari.

"Crybaby, kamu tidak apa-apa?"

"Sakit, Bara. Huhuhu lututku berdarah. Rasanya mau lepas."

Aku mendengar pria itu tertawa. "It's okay, Darling. Sini aku tiup biar tidak sakit lagi."

Aku yang ada di bayangan ini tersenyum cerah. Mengawasi dia yang berlutut di hadapanku, meniup lututku.

"Kamu penolongku. Hehehe uda nggak sakit lagi." Aku mencium pipinya singkat.

"Iya, kalau kamu lagi kesakitan ingat aku ya, Sayang. Nanti aku bakal datang secepat mungkin―agar kamu tidak kesakitan lagi."

"Okay, Sambara. Thank you!"

Tapi ....

Sekarang aku sedang sakit, kenapa kamu tidak datang?

Kenapa ... harus kamu?

-oOo-

Halo, terima kasih sudah membaca hehehehe. Part kali ini memang agak panjang. Mau aku jadikan dua biar kalian bacanya gak capek tapi ceritanya masih nyambung huhuhu. Tokoh Sambara ini sudah aku tulis draftnya di Twitterku, bagi yang sudah baca rahasiakan dulu ya 😂.

Aku harap kalian suka yaaa sama cerita ini. Aku juga menunggu saran dan pendapat kamu setelah membaca part ini. Hehehehe.

Sampai jumpa di part selanjutnya! Happy weekend dan tetap semangat!♡

P.s: akun twitter dan instagram twelveblossom.

Seguir leyendo

También te gustarán

6.2M 481K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
181K 5.2K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...
85.8K 6.3K 25
Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang membuat dia mendapatkan beasiswa hingga bi...
KANAGARA [END] Por isma_rh

Misterio / Suspenso

7.3M 538K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...