My Perfect Luna (COMPLETE)

By fatifides2_

1.1M 66.6K 1K

Devanio Alexandro, putra mahkota dari Bluemon pack. Calon Alpha dari pack terbesar dan terkuat dari wilayah t... More

MPL-1
MPL-2
MPL-3
MPL-4
MPL-5
MPL-6
MPL-7
MPL-8
MPL-9
MPL-10
MPL-11
MPL-12
MPL-13
MPL-14
MPL-15
MPL-16
MPL-17
MPL-18
MPL-19
MPL-20
MPL-21
MPL-22
MPL-23
MPL-24
MPL-25
MPL-26
MPL-27
MPL-28
MPL-29
MPL-30
MPL-31
MPL-32
MPL-33
MPL-34
MPL-35
MPL-36
MPL-37
MPL-38
MPL-39
MPL-40
MPL-42
Cerita Baru

MPL-41

20.8K 1.1K 12
By fatifides2_

Sudah dua jam Rora berada di ruang bawah tanah, tapi sampai sekarang ia belum juga mendapat kabar apapun tentang keadaan diluar sana. Rasanya ia sudah lelah untuk terlalu lama menunggu.

"Rora, tenanglah. Duduk sini. Semua akan baik-baik saja," ucap Clara mencoba menanangkan. Tenang. Dengan susah payah Rora berusaha untuk tenang, tapi ia tak bisa. Seolah ada suatu yang mendorongnya untuk pergi menyusul Matenya sekarang.

"Nesya, ambilkan air!" Dengan sigap, Nesya mengambilkan air dan langsung diberikan kepada Clara. "Minumlah!" Clara mendekatkannya ke mulut Rora.

Rora meminum air itu sampai habis. Perlahan dirinya mulai tenang dan pikirannya lebih terbuka. Dia tidak sendiri saat ini. Nesya dan sang mama juga merasakan hal yang sama.

Salah satu Warrior datang. Warrior yang ditugaskan mengirimkan informasi situasi di perbatasan. Setelah membisikkan sesuatu kepada salah seorang Maid, Warrior itupun pergi tanpa melaporkan apapun kepada Rora atau pun Clara.

"Kau!" tunjuk Rora kepada pelayan tadi. "Ikut aku!" Tak ingin melawan perintah Lunanya, pelayan itu pun mengikuti Rora dari belakang. Di dalam hati, ia berharap Lunanya itu tidak melakukan hal buruk kepadanya.

Rora menghentikan langkahnya di sebuah ruangan dan membalikkan badannya, menatap Maid yang menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Apa yang di sampaikan oleh Warrior tadi kepadamu?" ucap Rora menanyakan tujuannya to the point.

Maid itu menggerakkan bola matanya bingung. Ia tak tau harus menjawab apa. Ia hanya ditugaskan untuk menjaga keadaan agar tetap tenang. Menyampaikan pesan itu kepada sang Luna sama saja dengan membuat rasa cemas untuk Lunanya.

"Katakan apa yang disampaikan Warrior itu kepadamu!" ucap Rora mengulangi pertanyaannya.

"Apa!" seru Rora tak percaya mendengar jawaban dari gadis di hadapannya itu. "Kau bisa pergi." Tanpa menunggu lama lagi, gadis itupun pergi meninggaklan Rora yang tenggelam dalam rasa cemas.

'Rora, kita dapat meminta bantuan dari Aditya ataupun Rendra,' ucap Verlitya tiba-tiba memberi saran.

'Iya, kau benar.'

'Tapi bagaimana caranya?' Tak memberikan jawaban, Rora bergegas menuju balkon utama.

Sesampainya di sana, Rora membunyikan suara seperti burung. Tak lama kemudian seekor merpati putih bertengger di jari-jarinya. Ia mengusap bulu-bulu merpati itu kemudian mengikan secarik kertas di kaki burung itu.

"Pergilah ke Red Moon Pack, dan berikan itu kepada Alpha yang memerintah di sana," ucap Rora seraya mengusap lembut bulu-bulu burung itu sebelum merpati itu pergi mengepakkan sayapnya.

Dengan penuh harapan Rora menatap kepergian burung itu. Ia tau walaupun pesan itu akan cepat tersampaikan, namun Adiyta dan pasukannya akan memerluhkan waktu yang lama untuk sampai.

Untuk itu, Rora memutuskan untuk turun tangan. Yap, ia kan pergi ke perbatasan. Meskipun itu sangatlah berbahaya, tapi setidaknya dapat membuat hatinya tenang.

Rora membalikkan badannya dan pergi dari tempat itu. Tidak untuk kembali ke bawah tanah, tapi mengendap-endap pergi ke kamarnya.

Koridor sepanjang jalan yang dilewati Rora tampak sepi. Tak ada satupun Maid atau pun Warrior yang berjaga di sana. Membuat dirinya sangat bebas untuk keluar masuk kapan saja.

Dengan baju perangnya dan penutup wajah serta sebilah pedang di tangannya, Rora sudah siap sekarang.

*****

Dengan sempoyongan Devan berjalan. Salah satu kakinya terluka cukup parah. Serangan bertubi-tubi ia dapatkan. Membuat tenaganya terkuras habis.

Merasa tak ada lagi yang menyerangnya, Devan menjatuhkan tubuhnya di atas akar di bawah pohon. Beristirahat sebentar mungkin akan mengembalikan energinya kembali.

Devan memandang lagit dan tersenyum miris. Tujuan utama perang ini adalah membunuhnya. Dengan pasukan yang jumlahnya jauh dari munsuh, apakah ia akan menang kali ini? Rasanya tidak mungkin. Kali ini Jessy benar-benar sangat berambisi untuk menghancurkannya.

"Sepertinya sudah cukup untuk istirahatnya, Alpha." Devan mengalihkan pandangannya. Seorang pria berdiri tak jauh dari tempat ia berada. Pria itu tampat senang menemukan dirinya di sana.

"Kau? Ternyata kau dapat juga berkompromi." Perlahan Devan berdiri dari duduknya. "Untuk apa kau kesini? Untuk membunuhku hm?" Dengan menggenggam pedangnya, Devan melangkah mendekati pria itu sangat percaya diri.

"Tentu saja. Aku tidak akan menyiakan-nyiakan kesempatan ini bukan?" ucap Pria itu dengan seringainya.

"Baiklah. Kita lihat siapa yang akan menjadi pemenangnya, Drax," balas Devan penuh penekanan di akhir kalimatnya.

*****

Pohon-pohon dengan dedaunan rindang masih berdiri tegak. Burung burung masih dapat berkicauan dan terbang ke sana ke mari.

Dengan kerja keras akhirnya Rora dapat keluar dari pack hous tanpa di ketahui oleh siapapun. Walaupun terdapat Warrior yang berjaga di sekeliling pack hous, Rora dapat lolos dari mereka semua.

Dengan jantung yang masih berdebar dan napas yang terengah-engah, Rora berhenti menyandarkan dirinya di batang pohon. Mengisi paru-parunya dengan udara masih segar di sana.

Merasa cukup, tak menunggu lama lagi Rora melanjutkan melangkahkan kakinya menuju perbatasan.

Bau anyir menusuk penciuman Rora sesampainya di sana. Membuat ia langsung merasa mual. Tak sedikit mayat yang tergeletak. Rora berusaha meninggalkan tempat itu. Ia tak tahan lagi dengan aroma dan pemandangan di sana.

Tak jauh dari sana masih ada beberapa Warrior yang tengah melawan pihak lawan, dalam wujud serigala ataupun manusia. Tak satupun dari mereka yang menyadari keberadaan Rora di sana.

Yha, itu bagus. Tak akan ada yang mengenalinya sekarang. Ia dapat menyerang lawan tanpa takut ketahuan oleh siapapun.

Krang..!!

Merasa ada yang menyerangnya dari belakang, dengan spontan Rora membalikkan badannya dan menganyunkan pedang di tangannya menahan pedang yang tertuju padanya.

Dua Rogue tengah menatapnya tajam, bersiap menelawannya. Seperti seng predator yang menemukan mangsa kecilnya.

Tak ada pilihan lain, Rora harus melawan kedua Rogue tersebut sebelum ia mencari keberadaan Jessy. Bertarung dengan dua Rogue menggunakan pedang, bukanlah perkara mudah baginya. Rora menganggapnya ini sebegai pemanasan.

Krang...! Krang...!

Pertarungan sengit terjadi. Di mana dua bilah pedang tertuju padanya, sedangkan ia hanya menahannya hanya dengan sebuah pedang.

Dengan penuh konsentrasi, Rora menahan setiap serangan dari mereka. Merasa ada celah, Rora menggunakan kakinya untuk mendorong keras tubuh salah satu Rogue tersebut.

Tak cukup kuat didorong, Rogue tersebut kembali bangkit dan menyerang kembali. Kini Rora harus melawan dua Rogue lagi.

Darah segar mengotori, pakaian Rora. Membuat bercak merah tertara di sana. Darah yang tak lain adalah darah kedua Rogue yang telah ia tusuk jantungnya untuk mengakhiri pertarungan.

Tak seperti sebelumnya yang membuat mual, kali ini darah itu menjadikan Rora tak sabar untuk membunuh lebih banyak munsuh lagi.

Setelah bertarung dengan bebarapa Rogue dan vampire, akhirnya Rora dapat menemukan keberadaan Jessy. Wanita itu sekarang telah berada di depan matanya. Ia tengah bertarung dengan Bara di depan sana.

"Sampai kapan kau dapat bertahan ha? Lebih baik cepat katakan di mana Alphamu sekarang!" ucap Jessy melihat Bara yang sudah tampak kelelahan.

Mendengar ucapan wanita di hadapannya, Bara mengangkat salah satu sudut bibirnya. "Jangan harap aku akan menuruti keinginanmu."

"Kau tidak mencariku Jessy?" Merasa familier dengan suara itu, Jessy dan Bara langsung mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

Rora yang masih berdiri di tempatannya menggembangkan senyumnya lebar. Ia sadar apa yang ia lakukakn. Ia tau seberapa kemampuannya saat ini. Ia takkan mati di tangan Vampir itu.

"Kau? Sepertinya aku mengenalimu, tapi siapa?" guman Jessy mencoba mengingat. Dengan pakaian seperti itu, ia tak dapat mengenali siapa orang di balik sehelai kain yang menutupi wajah orang itu.

"Kau tak perlu tahu siapa aku." Dengan percaya diri, Rora melangkah mendekati Jessy, "Yang perlu kau tau kau adalah lawanku sekarang," lanjutnya.

"Oke, baiklah. Kau ingin malawanku? Hadapi aku sekarang."

Krang...!

******

Pertarungan antara Devan dan Drax masih berlangsung. Sekarang mereka bertarung dalam wujud serigala.

Eright ingin segera mengakhiri pertarungan itu. Selain karna sudah lelah ia juga mendapatkan banyak luka di tubuhnya. Salah satu kakinya yang terluka sebelum melawan Drax membuatnya tak dapat bergerak dengan bebas.

Serangan demi serangan di layangkan Devan maupun Drax. Kedua serigala yang sama-sama kelelahan itu tak dapat menghentikan serangan atau salah satu dari mereka akan berhadapan dengan kematian.

Brakk...!!


Serigala Drax membentur batang pohon. Eright mendorong serigala itu sangat kuat, membuat tulang-tulang punggung serigala itu serasa patah.

Karena lemah, serigala itu berubah wujud dengan humannya. Begitu pun juga Eright yang berganti shift.

Devan berjalan mendekati Drak yang sudah terkapar lemah untuk mengakhiri hidup serigala itu dengan mengambil jantunnya.

Darah keluar dari dada Drak. Dengan kuku-kuku tajamnya dengan mudah Devan merobek kulit hingga menerobos masuk ke rangka milik Drak dan kemudian menarik jantung itu keluar.

Setelah menyelesaikan urusannya dengan Drax, Devan melangkahkan kakinya mencari dalang dari semua ini. Dia harus menghabisi wanita itu. Jika ia berasil membunuh wanita itu, perang ini akn berakhir. Yha, harus ada salah satu dari mereka yang mati. Devan atau Jessy.

Devan menghentikan langkahnya. Wanita yang ia cari sedang bertarung seseorang yang tidak ia ketahui di depan sana.

Devan membelalakkan matanya melihat siapa yang bertarung dengan wanita itu sekarang. Ia tak menyangka Matenya itu akan datang.

'Dev, sebaiknya kita tetap di sini,' ucap Eright menghentikan langkah Devan.

'Apa kau akan membiarkan Mate kita berada dalam bahaya di sana?' balas Devan tak percaya. Tak biasanya serigala itu merasa sangat tenang melihat Mate mereka terancam.

'Dev, coba lihat! Mate kita bisa melawan wanita sialan itu. Aku yakin dia bisa mengalahkannya. Jika nanti terlihat Rora membutuhkan bantuan, kita baru akan menolongnya," jelas Eright sangat yakin."Lagi pula kita juga sudah kehabisan banyak energi," lanjutnya jujur.

Devan mengurungkan niatnya. Kali ini ia mengikuti apa yang disarankan oleh serigalanya itu sembari mengumpulkan kembali tenaganya.

*****

Penutup wajah Rora terlepas. Jessy membelalakkan matanya melihat siapa lawannya sekarang. Lawannya yang tidak lain adalah Mate pria yang ia tengah cari-cari sampai sekarang ini.

Senyuman mengembang di wajah Jessy. Ia mereas puas sekarang. Walaupun ia tidak menemukan keberadaan Devan, tapi sekarang ia tengah berhadapan dengan Mate pria itu. Dengan dengan membunuh wanita itu akan jauh lebih menyakitkan dari pada kematian bagi Devan.

Krang...!

"Luna, aku tak menyangka kita dapat bertemu di sini," ucap Jessy dengan nada sinisnya.

Krang...!!

"Apa kau tidak takut jika aku akan membunuhmu?" tanya Jessy meremehkan.

Krang..!

"Kita lihat saja, siapa yang akan membunuh dan siapa yang akan terbunuh." Selesai membalas ucapan Jessy, serangan bertubi-tubi dilayangkan Rora membuat wanita di hadapannya itu sedikit kewalahan.

Jessy menghentikan serangannnya. Merasa ada yang tidak beres, ia melangkahkan kakinya mundur dan kemudian menatap badannya.

"Kau!" ucapnya tak percaya atas apa yang sudah dilakukan Rora kepadanya. Tak lama kemudian Wanita itu jatuh dan menutup kedua matanya untuk selamanya.

Tanpa Jessy ketahui, diam-diam Rora menusuknya dengan kayu poplar tepat di hatinya. Selain dengan memotong lehernya, kayu itu lah yang dapat membunuh bangsa Vampire bila ditancapkan tepat di hati mereka.

Jessy telah terbunuh. Sekarang hanya tinggal membunuh pemimpin dari Rogue-rogue sialan ini maka kemenangan akan berada di tangannya.

Rora menolehkan kepalanya sembilan puluh derajat. Tanpa ia duga ada seorang pria yang tengah memperhatikannya dari sana. Pria itu mengembangkan senyumannya begitupun dengan Rora. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat menghampiri pria itu.

Tanpa kedua sejoli itu, salah satu vampir masih memantau gerak-grik mereka dari atas pohon, menunggu waktu yang tepat untuk melepaskan anak panahnya yang sudah ia lapisi dengan cairan wolfsbane.

Merasa waktunya sudah tepat, vampire itu melepaskan anak panahnya ke arah Devan yang tak di sadari oleh pria itu.

"Devan! Awas..!" teriak Rora menyadari ada anak panah yang melesat dari belakang pria itu berdiri sekarang.

Namun terlambat. Panah itu sudah sangat dekat dengan Devan hingga ia tak dapat menghindar lagi sekarang. Anak panah itu menancap tepat di punggung pria itu.

"DEVAN....!"

.

.

.

.

.

.

.

.

______________________________________

End...?

Jangan lupa vote dan comment
Terima kasih
❤❤❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 56.1K 18
((COMPLETED)) Aithana Zalika. Dia yang datang saat itu. Sebagai yang keempat. Keadaan orangtuanya yang memaksa dia harus menerima perjodohan ini. Men...
977K 12.8K 25
Sebuah Cincin bermata biru yang merupakan warisan dari Pakde suamiku membuat rumah tanggaku hancur. Mampukah aku lepas dari makhluk penunggu cincin...
489K 27.9K 25
( TAMAT ) #Rank1inWhat'sNew #Rank29inWerewolf #Rank133inWerewolf Bagaimana jika takdirmu terasa aneh? Kamu tentu percaya dengan adanya dunia lain, la...
7.4M 382K 46
Daisy Mahesa, seorang model terkenal. Ia juga merupakan putri tunggal dari keluarga Mahesa. Menjadi seorang model merupakan mimpinya, namun sayang ka...