Setibanya di kos, Guin segera turun lalu membayar sesuai dengan tagihan. Ia ingin segera membersihkan diri sekalian buang sial. Setelah selesai mandi Guin merebahkan dirinya di kasur, mengecek kembali beberapa notifikasi yang masuk, salah satunya dari Ninda.
'Guin, seisi dapur nggosipin elo busyet..Lo abis ngapain tadi sama sang kaisar?. Kalo sampai orang itu marah gue nggak bisa bayangin warna selain hitam dan abu abu tua, bls klo udah baca!
Nin, Gue tadi ngerasa dilecehkan.
Gue injek kaki dia pakai heels.
Umm, nin gue dipecat nggak ya?
Ya amplop, sableng. Emang tadi Lo diapain?.
Btw, kayaknya bakal ada kabar nggak bagus buat Lo, ini pak Satria lagi dimarahin atasan, dia bawa- bawa nama Lo juga.
Masak gue main dipeluk peluk aja
dia juga pegang tangan gue terus,
Risih dan Gedeg banget gue.
Biarin nggak papa gue dipecat,
Gue kapok nanti ketemu spesies
sejenis dia lagi.
Dasar jomblo dari lahir,
Cuma dipeluk aja sampe ngerasa hina dina.
Gue kirain tadi ada kissing gitu,
yah pendengar kecewa.
Lo kira gue spesies ikan cupang?
Besok gue nggak mau masuk
mau buang sial
Kalo sampe Kaisar dendam ke Lo, masalahnya bakal panjang. Lo tahukan siapa Kaisar?
Enggak,
Dasar!!! Guin si cewek purbakala
Guin menyudahi membalas pesan dari Ninda, sedikit kecewa karena temannya justru membahas Kaisar, pria yang membuat Guin dalam masalah. Ia sudah memutuskan tidak akan bekerja lagi di hotel itu. Tidak peduli besok dia akan kelaparan atau tidak punya simpanan. Dia hanya memikirkan kejadian kemarin pasti akan berlanjut, pria itu tidak akan segan untuk membalas sikap Guin karena terakhir mereka bertemu Guin malah menginjak kakinya dengan semangat.
'Berpikir Guin, berpikirlah'
Ponsel Guin berdering, ia buru-buru mengangkat panggilan saat tahu pak Satria, manager hotel menelponnya. Guin mengelus dada. Dari nada suaranya, ia bisa menebak bahwa pintu pengangguran sebentar lagi akan terbuka lebar.
"Kamu tahu apa artinya, Larasati?. Kamu membuat masalah dengan orang yang salah. Insiden kemarin membuat tuan Kaisar marah. Sebelumnya tidak ada yang berani menginjak kaki kakak pemilik hotel ini, tapi kamu Larasati. Kamu baru saja melakukan kesalahan itu, aku tidak bisa mentolerir kesalahan ini. Keputusanku sudah bulat untuk memecatmu"
Guin hanya diam ketika managernya membombardirnya, ia tidak merasa bahwa dia salah. Kaisarlah yang telah memeluknya seenak jidat dan itu ia anggap sebagai sebuah pelecehan. Jika dia bertemu lagi dengan pria itu Guin bersumpah akan menendang bokongnya.
"Larasati, mulai hari ini kamu resmi saya pecat, gaji terakhirmu akan kuberikan besok lusa. Terlepas dari kesalahan yang kamu perbuat, terimakasih atas dedikasimu selama ini"
Guin tersenyum masam.
"Sama-sama" jawabnya lemah. Setelah menerima berita itu, Guin memejamkan matanya sebentar sambil menghirup pelan-pelan aroma yang masuk ke Indra penciumannya.
'jadi seperti ini aroma ketika menjadi pengangguran'.
________
Keesokan harinya, Guin sudah tidak memiliki agenda, ia resmi menjadi pengangguran. Jadi sejak pagi hari ia menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan, sambil berpikir pekerjaan yang bisa dia lakukan kedepannya. Namun sial, meski berpikir sangat keras dia masih tidak menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jam kuliahnya. Hingga siang harinya, ketika Guin baru selesai membersihkan diri, ia mendengar pintunya diketuk dari luar. Guin membuka pintu kamarnya, mendapati Riana tersenyum padanya.
"Guin, ada yang nyari Lo tuh, cakep kayaknya senior Lo. Orangnya di depan pagar, pacar baru yaa.. ceileh, udah ada yang baru aja nih."
"Serius itu orang nyariin gue Ri?" Guin menyembulkan kepalanya keluar pintu kamar, berusaha mencari-cari orang yang dimaksud.
"Ya elah Maimunah, orangnya di depan gerbang. Nggak keliatan bego kalo dari sini. Tadi pas gue mau masuk, dia yang minta gue buat manggilin Lo, gih sana temuin. Mumpung hari Minggu, besok udah masuk kuliah lagi. "
"Oke"
Setelah Riana berbalik, Guin juga berbalik, ia menutup pintu kamarnya lalu bersiap diri menemui orang itu. Ia hanya memakai jaket pemberian Airlangga plus celana jeans hitam panjang. Ia keluar kamar lalu berjalan menuju gerbang indekosnya.
Airlangga, batin Guin.
Ia menghampiri Fortuner hitam itu, lalu masuk di kursi samping kemudi. Disana sudah ada Airlangga dengan Hoodie putihnya.
"Kita berangkat sekarang" Guin mengangguk.
"Kita kemana?"Guin bertanya.
"Kemana kitaa?" balas Air dengan nada riang khas Dora the Explorer. Guin hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Si bapak mulai absurd" ia terkekeh melihat sikap absurd Airlangga.
Pria itu menengok ke arah Guin, menepuk-nepuk kepala gadis itu.
"Kamu nggak kelihatan sedih setelah dipecat"itu sebuah pernyataan. Guin balas menatap Airlangga.
"Loh, kok.. kamu tahuuu? Aku kan belum cerita"
"Yaudah sekarang cerita, aku dengerin sambil nyetir" Airlangga menggenggam jemari kecil Guin sebentar, meyakinkan gadis itu bahwa semua akan baik-baik saja.
Guin menceritakan kejadian saat ia menumpahkan cocktail ke suit Kaisar, namun ia tidak menceritakan kenyataan bahwa kaisar memintanya menjadi teman kencan malam itu. Guin sadar Airlangga tidak akan suka, jika ia mengatakan kaisar berdansa dan memeluknya malam itu. Yah, begini lebih baik. Pikirnya.
Mereka berhenti di depan sebuah bangunan apartemen. Airlangga menuntunnya masuk, mereka berjalan beriringan. Setibanya di unit, Airlangga menempelkan kartu aksesnya agar mereka berdua bisa masuk.
"Welcome back" Airlangga mengajak Guin masuk. Jemari kokohnya menggenggam Guin agar duduk di sebuah single sofa.
"Guin, hari ini bantu aku membersihkan sebuah kamar, tempatnya di sebelah kanan kamarku, aku ingin kamu yang mendesain dan mengaturnya. Sprei dan selimut ada di lemari, ambil saja. Pilih yang sesuai dengan seleramu. Aku akan ke dapur untuk membuatkan kita makanan." Setelah menjelaskan agenda pertama hari ini, Airlangga beranjak, ia melepas Hoodie putihnya, digantikan kaos abu abu terang.
"Kamar?, kamar siapa mas? Masss" bahkan Guin sudah berteriak, tetapi Airlangga tidak berniat menjawab. Pria itu sudah melenggang menuju dapur. Guin mendengus.
Cangcimen, Cangcimennn..
Dikacangin sakitmen!
Biarpun hati Guin agak dongkol dengan sikap Airlangga, tetapi gadis itu tetap melakukan apa yang pria itu minta. Guin mengamati sebentar kamar itu, ukurannya 3 kali lipat dari kamar kos Guin. Setelah membersihkan debu-debu yang ada, Ia membuka lemari dan menemukan beberapa bed cover serta benda-benda lain seperti bantal guling dan selimut. Ia mulai memasangnya, sambil merapikan beberapa barang. Selesai mengatur tempat tidur, Guin meletakkan alarm di atas nakas, juga sebuah vas bunga di atas meja belajar. Ada sebuah laptop di meja itu, membuat Guin sesaat dirundung rasa ingin memilikinya. Guin memegang logo Apple itu, mengelus sisi sisi laptop yang terlihat berkilau di matanya.
"Sayang, kalo udah kesini bantuin aku masak" Suara Airlangga menggelegar memenuhi kamar, Guin menyudahi aktivitasnya mengagumi laptop, lalu berjalan menuju dapur.
Ia bisa melihat itu, Airlangga dengan apron berwarna merah yang terlihat lucu. Haha. Guin ingin tertawa, tapi takut pria itu akan tersinggung. Guin menghampiri Airlangga, pria itu sedang memotong-motong sayuran.
"Kamu masih suka udangkan?" Guin mengangguk.
Guin mengamati pria itu, astaga. Tangannya sangat luwes saat memegang pisau.
"Mas pintar sekali memasak, belajar darimana?"
"Aku pernah mengambil kursus masak selama 4 bulan, lalu pernah beberapa kali memasak untuk restoran ku di Barcelona dan Venice. Aku suka dunia kuliner." Ucap Airlangga sambil menyiapkan gelas untuk desert.
"Oh, aku baru tahu."Guin mengangkat udang yang telah matang, lalu memasukkan beberapa lagi ke penggorengan.
"Tenang saja Guin, aku memiliki waktu seumur hidup untuk menceritakannya padamu. Teruskan menggoreng udang, aku akan membuat desert." Niatnya Guin ingin tersenyum, dan memamerkan senyumnya kepada Airlangga. Anggap saja ia tersanjung karena perkataan Airlangga. Sayang sekali pria itu malah berbalik menuju kulkas, mencari-cari bahan untuk desert.
"Sudah?" Airlangga bertanya dan diangguki oleh Guin. Mereka kemudian menyusun piring-piring itu diatas meja makan.
"Kuharap ini masih bisa disebut makan siang, selamat makan Guin" Airlangga mengambil nasi serta lauk, diikuti oleh Guin.
"Bagaimana rasanya?"
Guin memberikan 2 jempol, mulutnya masih sibuk mengecap kelezatan masakan Airlangga.
"Enak sekali" Guin akhirnya bersuara.
Setelah selesai menyantap masakan Airlangga, Guin ke dapur untuk membersihkan piring dan peralatan masak lainnya. Airlangga itu memang suka memasak, tetapi urusan mencuci piring dia agak malas.
Selesai dengan dapur, Guin melangkah ke ruang tengah, menyandarkan dirinya di ruang tv.
"Mas, apartemenmu kenapa besar sekali? Mirip rumah" komentar Guin.
Airlangga menyusul gadis itu, ia memposisikan diri disamping Guin.
"Ini penthouse. Aku baru membelinya 2 bulan lalu, hanya ini unitku yang paling dekat dengan kampusmu. Kupikir Kita membutuhkan ruang lebih untuk berdua, dan menurutku apartemen ini tidak terlalu buruk".
Ruang lebih untuk berdua?
"Ha? Maksudnya gimana mas?" Jangan bilang..
"Aku ingin kamu tinggal disini, mulai besok."
______
Rasakan kegercepan mas Airlangga..wkwkwkwkk