MARITARE

By Roses_Series

4.6M 96.7K 2.9K

Alex, CEO berusia 31 tahun, tiba-tiba dijodohkan oleh sang kakek dengan Rosana, seorang pelajar dengan latar... More

01 ● BEGINNING
02 ● FIND OUT
03 ● REASON
04 ● ENCOUNTER
05 ● ADDRESSING WILL
06 ● DINNER
07 ● REFUSAL
08 ● HARDSHIP
09 ● ENGAGE
10 ● VISIT
11 ● STAY
12 ● FIRST KISS
13 ● BROKE UP
14 ● WEDDING
15 ● AFTER PARTY
16 ● NEWLYWED LIFE
17 ● LITTLE SCRATCH
18 ● DISAPPOINTMENT
19 ● HEATED NIGHT
20 ● INVITATION
21 ● AMELIORATE
22 ● IRONY OF FATE
23 ● COCKTAILS AND TEARS
25 ● FALLS APART
26 ● REMEDY
27 🖤 NIGHT IN THE WOODS

24 ● BAD INTENTION

94K 3.2K 64
By Roses_Series


'Enggak mungkin...'

Seingin apapun Rosa menyangkal, ia tak akan bisa mengubah kenyataan bahwa seseorang yang tengah dipergokinya saat itu adalah benar suaminya sendiri. Ia tau lelaki itu adalah Alex, yang sedang bercumbu dengan sang mantan kekasih di tengah lorong yang sepi dan dingin.

Dan yang lebih menyakitkan bagi Rosa, adalah ketika ia mendapati pakaian wanita yang bersama Alex tampak awut-awutan. Rosa tak berani membayangkan pergelutan macam apa yang baru saja terjadi di antara keduanya.

Rosa belum mampu menggerakkan tubuhnya yang tiba-tiba kaku. Ia hanya bisa menatap getir saat jari jemari Shely tengah menyugar rambut tebal suaminya penuh gairah.

Rosa kian merasa lemas. Ia ingin menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Tapi sebelum ia ambruk, seseorang tiba-tiba menahan lengannya, membalikkan badannya kemudian menyeretnya pergi dari lorong.

"Ah, apa-apaan sih Shely sama Alex, bisa-bisanya mereka mesra-mesraan disini!" Dreisa mendengus kesal. Dan celetukan itu membuat Rosa yakin bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.

"Rosa, dengerin gue..." samar-samar Rosa mendengar Dreisa berucap. Namun ia terlalu tuli saat itu. Rosa juga tak bisa benar-benar melihat wajah Dreisa yang menatapnya. Semua itu karena pandangannya telah terhalang oleh air yang menggenang di pelupuk matanya. 

Rosa menutup bibir untuk menahan isakan tangis. Bulir airmata kini mengalir membasahi jemari Rosa. Rosa pun tidak ingin berlama-lama. Dalam hati gadis itu menjerit ingin pergi, ia ingin segera menyingkir.

Kemudian Rosa pun menepis pelan tangan Dreisa yang ada di pundaknya. Rosa melangkahkan kaki dan berlari sekuat tenaga menjauh dari tempat terjadinya peristiwa yang menyakitkan untuknya tersebut.

***

"Gak usah buang tenaga lo buat pura-pura peduli sama dia!"

Seseorang mencengkeram erat lengan Dreisa ketika ia mencoba menyusul Rosa yang tengah berlari meninggalkan lorong.

"Harvey..." bisik Dreisa pelan menyebutkan nama lelaki yang tengah mencekalnya. Ia terperangah menyadari laki-laki yang ia puja itu sudah berada di depannya. Sejak kapan? Tanya batin Dreisa.

"Puas lo sekarang?" Geram Harvey sembari menatap Dreisa tajam. Ia menghempaskan lengan wanita itu dengan kasar.

"Gue... gak ngerti ap-apa maksud lo?" Dreisa terbata. Tatapan Harvey kala itu benar-benar mengerikan baginya dan ia langsung merasa ketakutan.

Harvey menyunggingkan senyum sinis. Tanpa menjawab, pria itu pun pergi meninggalkan Dreisa. Dreisa menoleh dan melihat punggung Harvey dari belakang. Lelaki itu tampak berjalan lambat, kemudian berjalan cepat kemudian setengah berlari dan, akhirnya berlari kencang.

"ROSA!"

Suara bariton Harvey menggema di lorong. Saat Harvey memanggil nama tersebut, detik itu juga kebencian Dreisa pada Rosa bertambah seribu kali lipat.

***

"Rosa! Tunggu! .... Rosa...."

Akhirnya berhasil juga Harvey menyusul gadis yang sedari tadi ia panggil namun masih saja terus berlari.

"Sa..." panggilnya lagi. Tapi kali itu Harvey memilih memelankan nada suaranya. Dan tanpa ia sadari tangannya sudah menahan pergelangan tangan Rosa. Agak lancang memang, tapi Harvey acuh sebab hanya itu satu-satunya cara agar Rosa berhenti berlari.

Rosa menatap jemari Harvey yang mencekal pergelangan tangannya. Ia lalu mengalihkan pandangan ke wajah lelaki sahabat suaminya itu.

Harvey melihat wajah Rosa yang basah. Saat itu airmata masih mengalir turun di pipi Rosa. Dan isakan kecil Rosa entah mengapa terdengar menyakitkan di telinga Harvey. Melihat gadis di hadapannya tampak pilu tiba-tiba membuat dada Harvey menjadi ikut sesak. Agaknya Rosa benar-benar sangat mudah mempengaruhinya sekarang. 

Harvey melepaskan cengkeramannya karena melihat Rosa mulai tak nyaman dan menarik tangan. "Tenangin diri lo dulu..." katanya berusaha menenangkan Rosa yang tergugu.

"Gue tau tempat yang bisa bikin lo tenang. Lo mau gak ikut gue?" Ucap Harvey menawarkan pilihan.

Rosa menjawab dengan gelengan keras.

"...Kalau lo balik ke bar dengan keadaan kayak gini, yang ada orang-orang bakal ribut. Dinginin hati sama pikirin lo dulu, Sa" Harvey berusaha membujuk Rosa dengan halus. Bagaimanapun juga gadis itu tak akan bisa merasa lebih damai di di dalam bar.

"Rosa mau pulang kak, Apa kak Harvey bisa anterin Rosa pulang?-" mohon Rosa ditengah keputus-asaannya. Waktu yang sudah sangat larut dan tempat yang asing baginya membuat Rosa memberanikan diri bertanya.

"Gue gak ada hak buat anter lo pulang, ada suami lo...  yang ada nanti masalah makin tambah runyam. sekarang lo tenang dulu. Ayo ikut gue, serius Sa... gue gak bakal macem-macem. "

Rosa menggeleng. "Ka-lau gitu Ro-sa coba pulang sendiri aja" ucap gadis itu terputus-putus.

"Rosa-" Harvey kembali meraih tangan gadis di depannya yang bersiap melangkah. Ia cukup kesal mendapati Rosa yang keras kepala.

"Ini udah malem, bahaya buat lo kalau lo nekat pulang sendiri. Please ikut gue dulu... percaya sama gue. gue cuma pengen lihat lo lebih tenang" terakhir kali Harvey berusaha membujuknya. Ia menatap Rosa dalam dan lembut. "Gue gak ada niat aneh-aneh. Serius"

Rosa menata nafas sembari balas menatap wajah lelaki di hadapannya. Ia pun berpikir dan akhirnya mengangguk.

*

Sambil berjalan, Harvey menarik pergelangan tangan Rosa, tapi tak lama gadis itu lalu melepaskannya lagi. Harvey memaklumi. Wajar, karena Rosa itu istri seseorang, bukan pacarnya yang bebas ia pegang.

Harvey membimbing Rosa masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai paling atas gedung. Begitu sampai di atas, ia memimpin Rosa untuk berjalan ke arah tangga darurat. Sesekali Harvey menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan gadis itu.

Harvey mengajak Rosa naik satu lantai lagi. Saat itu mereka sudah berada di depan pintu besi besar. Harvey mendorong pintu tersebut dan sampailah mereka di rooftop.

Harvey memang sering mengunjungi bar tersebut, ia sudah hafal seluk beluk gedung bahkan ia sering merokok di rooftop jika sedang suntuk. Makanya, ia tau jika tempat itu sangat tepat untuk Rosa menenangkan diri.

Namun Harvey agaknya lupa kalau di rooftop anginnya begitu kencang. Rosa yang memakai dress cukup terbuka sudah pasti merasa kedinginan.

Saat Harvey ingin melihat dan menanyakan keadaan gadis itu, Rosa sudah berjalan melewatinya kemudian berlari ke ujung rooftop.

Oh shit! Harvey merutuk pelan. Jantungnya seketika berdegup kencang. Ia Takut Rosa akan melakukan sesuatu yang nekat. Namun ia kembali meyakinkan diri, tak mungkin Rosa berniat melompat. Dan benar saja, Rosa nyatanya hanya berdiri kaku di tepi pagar beton.

Harvey buru-buru menyusul Rosa. Ia berdiri di samping gadis itu yang tengah termangu sembari melihat jauh ke bawah. Ia bisa melihat bulir-bulir airmata Rosa mengalir jatuh lalu terbang tersapu angin malam.

Harvey pun perlahan menanggalkan jas hitam yang membalut tubuh tegapnya. Ia segera menyelimutkannya pada tubuh Rosa dari belakang. Ia tak ingin melihat Rosa yang tengah merana semakin nelangsa dengan badan mungil menggigil.

Begitu tau Harvey menyelemutinya, Rosa langsung balik menatap pria itu dengan matanya yang basah.

"Jangan nangis, nanti cantiknya ilang" ucap Harvey sembari mengulurkan jemari untuk mengusap pipi gadis itu. 'Fuck. she's ice cold' ia justru tersentak begitu mendapati pipi Rosa yang sudah sedingin es. 'Salahkah gue ajak dia kesini?' batin Harvey berperang.

"Lo gak apa-apa? Disini dingin, apa kita balik aja?" Tanya Harvey khawatir.

Rosa menggeleng pelan.

"Rosa masih mau disini. Kalau Kakak mau turun dulu, silahkan Kak. Enggak apa-apa" kata gadis itu masih berusaha menyunggingkan senyum sopannya walapun airmatanya tak pernah berhenti mengalir. Ia justru yang kini merasa lebih tenang berada di rooftop.

"Gue gak mungkin ninggalin lo sendiri disini, Rosa..." ucap Harvey begitu saja. Ia sudah tak memedulikan status Rosa yang merupakan istri sahabatnya. Yang ia tau ia hanya ingin menemani Rosa yang tengah bersedih malam itu.

Rosa sempat memandang Harvey sekilas. Hanya beberapa detik tapi entah mengapa mampu membuat akal sehat Harvey membuyar. Pria itu semakin ingin menarik Rosa kedalam rengkuhannya. Melihat kerapuhan gadis disampingnya membuat Harvey seakan mengesampingkan banyak hal.

"Apa yang barusan lo lihat-" Harvey ingin mulai memberikan penghiburan untuk Rosa, namun belum sempat ia meneruskan kalimat, Rosa yang mulai tenang justru kembali terisak.

Bahu Rosa berguncang naik turun. Rosa mengatupkan bibir untuk meredam tangisnya. Walau jelas sekali matanya kini seperti bendungan jebol yang membuat airnya tumpah ruah kemana-mana. Dan hal itu membuat dada Harvey menjadi makin berat.

'PERSETAN!' Harvey mengutuk dirinya sendiri. Ia sudah sangat bingung bagaimana cara untuk membuat Rosa berhenti menangis. Dan saat itu jadilah ia menarik tubuh mungil Rosa untuk masuk ke dalam pelukannya dan mendekapnya erat. Aksinya memang terlalu lancang mengingat Rosa adalah istri sahabatnya yang baru saja ia kenal. 

.
.
.

**
.
.
.

Alex segera mendorong tubuh Shely dengan kasar. Walaupun tak membalas, ia sempat terhanyut pada cumbuan panas yang diberikan oleh sang mantan kekasih.

"What the fuck-" Alex menggumam pelan ketika melihat Shely bahkan melucuti bagian atas dress wanita itu. 

"Al, let me explain..." bisik Shely lirih cukup merasa ketakutan karena kini mendapati tatapan Alex yang seolah berniat membunuhnya. 

"Are you fucking out of your mind?! Apa-apaan ini Shel?! Lo mau jebak gue?!" Laung Alex.

"Engga Al... engga"

"Trus ini apa?!" Alex kian menggeram. Ia melepas airpods dan mengembalikan ponsel milik Shely asal-asalan.

"Maaf, gue gak berniat jebak lo... gue cuma kangen sama lo"

"Lo tau gue udah nikah sekarang! Gimana kalau ada yang lihat hah?!"

"Maaf Al"

"Maaf? Come on... "

"Gue ngelakuin ini karena gue masih cinta sama lo Alex-"

Alex menggelengkan kepala sambil menyunggingkan senyum mengejek.

"... Sekali lagi hal kayak gini terjadi, gue gak akan segan bikin lo nyesel" ancam Alex dengan melakukan penekanan di ujung kalimatnya. Telunjuknya terangkat menuding wajah Shely.

"Kenapa lo jadi kayak gini sih, Al? Emang lo cinta sama istri lo itu? Semua orang juga tau lo enggak cinta sama dia... You do still love me right?"

"Jangan mimpi-"

"Hati lo gak mungkin berubah secepat itu, gue tau... Dan lagi, apa iya lo bisa cinta sama anak kecil kayak dia?"

"Bukan urusan lo!"

"Alex... gue rela kita jalani hubungan di belakang. Gue gak akan bilang istri lo, gak akan rusak reputasi lo..." mohon Shely sambil memegang tangan Alex yang hendak meninggalkannya.

Alex memandang Shely tajam.

"Sejak kapan lo jadi gak punya harga diri kayak gini? Tadi gue masih ngehargain lo makanya gue mau ngomong sama lo, tapi sekarang... hehm" Alex kembali menyunggingkan seringai sinis.

"You've totally lost my respect" ceplos pria itu lalu memutar badan dan beranjak menjauh dari Shely.

Shely hanya bisa berdiri mematung memandang kepergian pria yang ia cintai. Dalam hati ia pun bersumpah tak akan pernah kalah dalam pertempuran mendapatkan mantan kekasihnya kembali.

.
.
.

***
.
.
.

Rosa mencoba mendorong tubuh Harvey. Tapi ia gagal meminta pria itu untuk melonggarkan pelukannya.

"Lepasin Kak-" pinta Rosa dengan suaranya yang masih serak.

"Nggak" tolak Harvey tak rela.

"...Gak akan gue lepasin sampe lo berhenti nangis" kata pria itu mengajukan syarat. Ia mendekap erat Rosa di dadanya, kedua lengannya menahan punggung dan kepala Rosa bersamaan.

"Kak.... jangan kayak gini ... tolong" Rosa terpejam. Airmatanya kembali tumpah membasahi pipinya yang dingin dan kemeja putih yang Harvey kenakan. Ia terus mendorong pinggang Harvey agar melonggarkan dekapannya.

"Kak... tolong... lepas" serak Rosa tak berhenti memohon. Ia tak ingin menjadi seperti Alex. Ia sudah menikah dan tubuhnya hanya untuk pria itu. Terlepas dari cinta atau tidaknya Alex padanya, melemparkan diri ke pelukan lawan jenis yang bukan pasangan sungguh membuat hati Rosa miris.

"Lepas kak" ucap gadis itu berusaha mengeraskan suaranya se-stabil mungkin.

Harvey menarik satu tangan dan meraih dagu Rosa. Ia menengadahkan wajah gadis itu agar bertatapan mata dengannya.

Harvey menelisik wajah Rosa yang sendu. Ia kemudian tersenyum dan dengan berat hati melepaskan pelukannya.

"Maaf... gue cuma gak tega lihat lo sedih kayak gini" Ucap pria itu dengan nada penuh penyesalan.

"Rosa gapapa. Kakak gak usah khawatir" ucap Rosa pelan.

Harvey memandang getir pada Rosa yang tampak berusaha tegar. Ia mencoba membayangkan jika diposisi Rosa; diacuhkan dan diremehkan oleh teman-teman suaminya pasti amat lah menyakitkan.

Belum lagi harus menerima kenyataan bahwa sang suami bermesraan dengan wanita lain. Hal itu tentu membuat hati Rosa semakin hancur. Alex yang seharusnya melindungi justru mengkhianatinya. Memikirkan itu saja, hati Harvey seolah ikut teriris. 

"I'm sorry... lo harus lihat kejadian tadi, gue juga gak tau kenapa Alex bisa ngelakuin itu. Shely itu mantannya Alex. Mungkin dia khilaf, Sa..." ucap Harvey berusaha membesarkan hati Rosa dengan kemungkinan yang ada.

"Tolong jangan bahas itu lagi .." Rosa justru menolak mengingat insiden tersebut. Ia juga memilih untuk tak menceritakan apa yang ia dengar dari Dreisa. Yang Alex lakukan tadi semata-mata menjadi bukti mutlak bagi Rosa bahwa perkataan Dreisa benar adanya.

Harvey menghela nafas pelan. "Maaf.... Lo bisa tanya Alex baik-baik... gue juga gak punya hak ikut campur urusan rumah tangga lo.. but... just be strong..."

"..Kalau lo butuh apa-apa, bilang sama gue. Anggap gue temen lo, Sa... lo bisa cerita apapun ke gue" ucap Harvey tulus berusaha menjadi pelipur lara gadis yang perlahan tapi pasti, entah ia sadari atau tidak, mulai mengambil tempat di hatinya.

Rosa tersenyum mendengar niat hangat Harvey. "Makasih kak" balas gadis itu masih dengan suaranya yang bergetar. Tak ada maksud lain dari Rosa selain rasa syukur dan hormat pada Harvey yang bersedia menemaninya dikala sedih.

***

Alex memutuskan kembali ke bar setelah mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan dengan Shely. Ia masih tak habis pikir, bisa-bisanya Shely melakukan hal tak terpuji semacam tadi. Ia selama ini berpikir bahwa Shely adalah sosok yang cerdas, well-educated, well-behaved seperti yang ditunjukkan selama ini.

Gara-gara Shely juga Alex menjadi merasa bersalah pada Rosa. Ia terus berharap semoga tak ada yang melihat apa yang Shely lakukan barusan dan mengadu pada sang istri. Karna jika itu terjadi sudah pasti akan sulit untuk meraih kembali kepercayaan istrinya itu.

Akhirnya Alex telah berada di dalam bar. Lama ia memindai semua sudut ruangan tapi tak menemukan istrinya. Rosa menghilang entah kemana. Ia lalu berpindah ke sofa dimana tadi sang istri duduk.

'Shit! Rosa gak bawa tasnya' Alex mendengus.
Ia melihat tas istrinya tergeletak di atas sofa. Ia lalu membuka dan menelisik isi tas tersebut. Dan benar saja, ponsel Rosa juga ada disana yang berarti Alex tak bisa menghubungi untuk menanyakan keberadaannya.

'Where are you, baby...' lirih hati Alex yang terus bergemuruh mencari keberadaan Rosa. Entah mengapa ia ingin sekali melihat wajah cantik istrinya itu untuk menenangkan pikirannya yang tengah kalut. Akhirnya Alex pun mencoba mencari lagi dan lagi.

"Lo liat bini gue?" Tanya Alex pada Helga yang tengah asyik mengobrol dengan Jacinda.

"Gak tau" Helga merespon kilat.

"Eh tadi bukannya mau ke toilet sama Dreisa ya?" Jacinda  justru menyahut walaupun tak yakin.

Wait, what?! toilet? Oh shit! Apa mungkin Rosa nge-gap in gue sama Shely? Dugaan buruk langsung menyergap benak Alex.

Helga dan Jacinda seketika heran begitu melihat Alex berubah kalang kabut. pria itu bahkan sampai mengacak rambut dan memijit kepalanya yang mendadak pusing. Tapi Alex mencoba menenangkan diri, berharap semoga yang ia takutkan tak menjadi kenyataan.

Tanpa pikir panjang, Alex segera pergi dan berlari cepat berniat keluar dari bar. Namun, baru saja sampai di area dance floor, ia berpapasan dengan Dreisa. Tapi anehnya wanita itu hanya seorang diri. Alex pun menanyakan perihal istrinya. 

"Mana bini gue?" Tanya Alex saat Dreisa lewat dihadapannya.

Dreisa dengan santai menaikan bahu. "Enggak tau" jawabnya singkat.

"Bukannya tadi lo sama dia?" Protes Alex setengah membentak. Ia mulai was-was kalau ada yang macam - macam dengan istrinya.

Dreisa lalu tersenyum kecut. "Sama Harvey mungkin..." ceplos Dreisa sambil menyeringai aneh.

"Harvey?" Alex menggumam dengan dahi yang membentuk kerutan samar.

"Iya, terakhir gue lihat... Harvey ngejar-ngejar bini lo" Dreisa bicara seolah ingin membuat hati Alex panas.

Alex refleks mengepalkan tangannya. Tanpa pikir panjang ia mengambil ponsel di saku celana. Ia mencari nomor Harvey dan segera melakukan panggilan pada pria itu. 

Tubuh Alex menegang ketika menunggu telfonnya cukup lama diangkat. Jantungnya berdegup kencang seperti orang selesai lari maraton. Sementara pikirannya membayangkan kemungkinan buruk. Ia terlihat seperti orang yang tengah cemburu buta.

"Halo"
Akhirnya Alex mendengar suara Harvey dari seberang.

"Dimana lo? lagi sama bini gue lo?" tanya Alex to the point.

Harvey tak langsung menjawab, ia diam sejenak dan jelas membuat Alex semakin geregetan.

"Iya, gue lagi sama Rosa..."

"... kita di rooftop"

BANGSAT! ngapain dia bawa bini gue ke rooftop. Alex mengutuk sahabatnya. Ia kemudian mematikan telfon dan lari keluar bar. Alex tak peduli saat ia menerjang atau menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya. Ia hanya ingin cepat bertemu Rosa untuk meminta penjelasan.

***

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dengan serampangan, Alex berlari keluar bar dan segera menuju lift untuk naik ke lantai atas. Wajah pria itu sudah merah menahan amarah, tangannya terus mengepal kuat, keras seperti batu.

Setelah sampai di lantai atas, Alex tak membuang waktu untuk segera naik ke atap gedung. Begitu ia sudah sampai di depan pintu besi, Alex langsung mendorongnya dengan kasar.

Hembusan angin kencang seketika menyergap wajah dan tubuh Alex kala telah sampai di rooftop. Namun pria itu tak menghiraukan dan langsung menyipitkan mata untuk memandang lurus ke depan. Dilihatnya saat itu pemandangan punggung sang istri dan sahabatnya, Harvey, berada jauh di depan di tepi pagar. Dengan menahan emosi, Alex pun mulai berjalan menghampiri mereka.

Harvey menoleh ketika menyadari kehadiran Alex yang kian mendekat. Alex tampak memotong jarak dan saat itu sudah berada dekat darinya. Rosa juga lantas menengok ke belakang lantaran melihat ekspresi jengah Harvey yang tiba-tiba terbit.

"Ngapain kalian disini?" Tanya Alex dengan nada suaranya yang bergetar. Dari ekspresinya saja Harvey langsung tau kalau sahabatnya itu tengah meradang namun masih berusaha menahan diri.

"Jadi ini yang lo lakuin waktu gue gak ada? Curi-curi kesempatan buat godain bini gue?" Tuduh Alex pada Harvey.

"Gue gak godain bini lo!" Jawab Harvey cepat sambil menatap tajam Alex yang sudah berselimut amarah.

"Terus ngapain lo ajak dia kesini?"

"... kamu juga! Mau-maunya di ajak cowok yang baru kenal berduaan di tempat sepi. Jadi ini yang kamu lakuin di belakang suami kamu?!" Cecar Alex giliran menyerang Rosa.

Rosa yang menerima tuduhan dari suaminya memandang Alex tak percaya. Begitu melihat Alex muncul di hadapannya tadi, Rosa sebenarnya seakan sudah tak mampu bicara.

"Kenapa malah nangis?!"

"Apa yang barusan kalian lakuin ha? Jawab gue Vey! Kenapa lo diem aja? Jawab!" Alex sedikit lagi tak akan bisa membendung emosinya jika tak menerima penjelasan dari Harvey maupun Rosa.

Harvey yang melihat Alex marah-marah sendiri merasa sama muaknya.

"Gak ada di kamus lo apa Lex, tanya baik-baik?" Jawab Harvey berusaha tenang. Ia tau betul kalau sang sahabat sebenarnya tengah cemburu. Tapi saat itu ia tak ingin memperkeruh keadaan. Demi Rosa, ia akan bersabar.

"Gak usah bertele-tele. Jawab pertanyaan gue barusan! Ngapain kalian berduaan disini?!"

"Jawab Vey! atau..."

Alex tak menyelesaikan kalimatnya karena ia baru menyadari satu hal ketika memandang Rosa. Walaupun gadis itu meneteskan airmata dalam diam namun Alex seolah tak peduli. Ia justru teralihkan dengan jas yang menyelimuti tubuh sang istri.

Dengan cepat Alex mendekati Rosa dan langsung merampas jas hitam dari badan istrinya itu. Ia lalu melemparkan kasar jas tersebut ke badan Harvey sembari menarik tangan Rosa.

"Kamu udah diapain sama dia?!" Raung Alex yang tentunya tak digubris sama sekali oleh Rosa.

Takut Alex akan melukai Rosa lebih jauh dengan perkataannya, akhirnya Harvey mulai buka suara.

"Jangan samain Rosa sama lo. Dia bukan lo yang bisanya main tusuk dari belakang!"

Mendengar ucapan Harvey, Alex segera berpaling memandang wajah sang sahabat. "Apa maksud lo?" Tanyanya.

"Lo tau maksud gue..." jawab Harvey

"...yang lo lakuin sama Shely di lorong tadi benar-benar menjijikkan!"

Bagaikan sebuah sambaran petir, Alex seketika tersentak mendengar ucapan Harvey.

'Gak mungkin...' raung batin Alex. Jadi...'

Alex lantas memandang istrinya yang berdiri terpekur.

Rosa semakin deras mengalirkan airmata ketika mendengar ucapan Harvey yang mengingatkannya atas perbuatan Alex. 

"Gue bawa Rosa kesini buat menenangkan diri karena suaminya yang harusnya jagain justru sibuk mesra-mesraan sama cewek lain!" Terang Harvey akhirnya menjawab pertanyaan Alex.

Alex yang terkesiap merasakan kelu di lidahnya. Ia ingin segera memberikan penjelasan pada Rosa tentang apa yang sebenarnya terjadi sebelum gadis itu merasa semakin hancur.

"Rosana..." bisik Alex sambil mengulurkan tangan untuk meraih sang istri. Namun saat itu Rosa langsung menepis tangan Alex.

"Biar aku jelasin dulu, sayang..."

Rosa tersenyum miris. Ia berubah muak mendengar Alex memanggilnya dengan panggilan intim. Bagi gadis itu, Alex sudah tak lebih dari seorang pembohong yang hanya mempermainkan dirinya.

"Apa yang perlu dijelasin?" gumam Rosa sembari menahan rasa kecewanya. Ia memandang Alex melalui kedua matanya yang berair.

"Semua sudah jelas-" sambung gadis itu dengan nada putus asa. Tak ingin berlarut-larut, Rosa pun akhirnya memilih beranjak untuk meninggalkan rooftop. Semakin lama ia melihat Alex akan semakin besar pula rasa sakit dihatinya. 

Dengan tergesa Rosa pun melangkah dan berjalan melewati kedua pria di dekatnya.

Alex berniat menyusul Rosa yang sudah berlari kecil menuju pintu keluar namun seketika langkahnya terhenti karena lengannya ditahan oleh Harvey.

Alex memandang Harvey geram karena berani menghalanginya. Sementara itu Harvey juga memandang Alex tajam.

Dengan setengah mengancam Harvey lalu mendesis. "Lo nikahin dia cuma buat lo sia-sia in kayak gini?" celetuk Harvey dengan tak melepaskan cengkeramannya pada lengan Alex.

"...Kalau lo sakitin Rosa sekali lagi. Gue gak akan segan buat rebut dia dari lo..." ucap Harvey sungguh-sungguh yang disambut Alex dengan pelototan mata.

Alex mengibaskan kasar tangan kuat Harvey yang menahannya. Ia kemudian membalikkan badan lalu ganti mencengkeram kerah baju Harvey. "Ulang sekali lagi apa yang barusan lo bilang-" tuntut Alex.

Pandangan Harvey menyipit. Namun ia menuruti permintaan itu.

"Kalau lo sakitin Rosa... jangan kaget kalau gue bakal rebut dia dari-"

BUGHH!!

Harvey tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena Alex tau-tau telah melayangkan satu tinju dengan keras ke wajahnya. Harvey bahkan langsung jatuh tersungkur ke lantai karena tak bisa mengantisipasi bogem mentah Alex.

"Mas!!!" Jeritan Rosa menggema di udara saat ia melihat peristiwa mengerikan yang terjadi tak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu yang baru mencapai setengah jalan menuju pintu keluar dengan cepat berbalik menghampiri Alex dan Harvey.

Belum sempat Harvey berdiri Alex justru kembali melancarkan beberapa pukulan sekaligus ke wajahnya.  Bibir Harvey yang terluka semakin deras mengucurkan darah. Bahkan hidung pria itu juga ikut mengeluarkan darah segar.

"Mas! jangan!!! Stop!!" Jerit Rosa antara ngeri, ketakutan dan panik sambil terus berlari.

"Jangan karena lo pikir lo lebih tua, gue gak berani bales lo-" Harvey merintih diikuti menyapu darahnya dengan punggung tangan.

"Silahkan, lo gak akan pernah menang lawan gue!" Ucap Alex percaya diri.

Alex kemudian mendekat, menunduk dan kembali menarik kerah kemeja Harvey. "Lo itu sahabat gue, orang terakhir yang gue pikir mau ngerebut Rosana dari gue. Lo punya pikiran buat nikung gue? Bener-bener lo! Sia-sia selama ini gue anggap lo sodara..."

"...tapi kalau itu memang mau lo, coba aja! Gue pastikan lo bakal berakhir menyedihkan lebih dari ini" bisik Alex tepat di depan wajah Harvey yang berlumuran darah. Ia lalu melepaskan cengkeramannya dan menghempas tubuh Harvey kembali ke tanah sambil menyunggingkan seringai sadis.

"Lo pantas terima itu, dasar otak pengkhianat!" kecam Alex sambil menunjuk pelipis Harvey menggunakan jari telunjuk. Ia mememandang Harvey seolah adalah sesuatu yang menjijikkan.

Alex merasa sangat kecewa pada niat sahabatnya itu. Bahkan Harvey tak tau duduk perkara yang sebenarnya terjadi namun begitu cepat mengambil kesimpulan. Ditambah lagi sejak tadi Alex sudah curiga dan cemburu atas sikap sang sahabat yang seakan begitu tertarik dengan istrinya.

.

Sementara itu Rosa yang baru saja mendekat langsung terperanjat. "Mas... ke kenapa mas pukul kak Harvey?" Suara Rosa yang gemetar seketika berdengung di telinga Alex. Rosa lalu membungkam bibirnya dengan tangan ketika melihat kondisi wajah Harvey yang berlumuran darah.

"Kak..." panggil Rosa pelan merasa begitu kasihan pada pria yang baru saja dihajar suaminya. Ia kemudian berniat menghampiri Harvey yang tersungkur namun tak kuasa karena Alex sudah menghalangi lebih dahulu.

Tanpa berkata apapun Alex langsung mencengkeram erat pergelangan tangan Rosa, menariknya kasar dan menyeretnya untuk pergi menjauh.

"Lepas!" Rosa memohon untuk bebas dari cekalan suaminya.

"Lepasin... Rosa bilang lepasin!" Rosa masih terus memberontak tapi tetap tak diindahkan oleh Alex. Alex telah menulikan telinga dan membutakan matanya. Walaupun tau istrinya memohon dengan sungguh-sungguh, Alex tetap tak goyah untuk membawa Rosa bersamanya seraya diam membisu.

Dengan cepat Alex tetap menyeret Rosa untuk segera menuju pintu keluar dan tak memberinya kesempatan sedikitpun untuk membantu Harvey. Rosa yang lemah hanya bisa memandang penuh simpati pada Harvey yang berangsur berdiri dengan kesusahan.

'Maaf Kak... ' batinnya menyalahkan diri sendiri sambil berjalan terseok meninggalkan rooftop karena Alex yang menariknya begitu kuat.


*****

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 419 20
Sellin tak tahu bagaimana jadinya bila dia tidak di pertemukan dengan Marvin. Laki-laki berparas tampan namun selalu bersikap dingin itu. Tiga kali...
286K 748 60
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
2.4M 49.2K 18
REPOST ONGOING - akan di repost sampai tamat, silakan baca! 18+ Di usia Sherine Kyle yang masih sangat muda, ayahnya meninggal dunia dalam kondisi ba...
181K 4.2K 12
[#1 in FanFiction 10/07/2014] Menikah dengan dosen muda yang tak lain adalah saudara laki-laki dari sang sahabat membuat gadis itu mengembangkan se...