TELUK ALASKA 2

By ekaaryani

3.8M 333K 237K

[SEQUEL TELUK ALASKA] Alistasia Reygan, semua orang menganggapnya sempurna dan bisa mendapatkan segalanya den... More

PROLOG
PROLOG II | JANJI MASA KECIL
1. HILANGNYA DIARY
VOTE COVER
2. MENGEMBALIKAN DIARY
3. KECEWA
4. SEBUAH TUDUHAN
5. PARAHYANGAN VS SINGGASANA
6. MENCOBA PERGI
7. MENJAUH
8. SEBUAH BALASAN
9. JANGAN PERGI
LOGO PEGASUS & PHOENIX
11. SEORANG MANTAN?
12. TAWANAN
13. BERADA DI SISIMU
14. SALAH PAHAM 1
15. First Kiss?
16. ARABELLA
17. NEGARA TUJUAN SIA
18. MELINDUNGINYA 1
DANDELION
Malem
19. BUKAN TEMAN KECIL!

10. PERMINTAAN MAAF

126K 13.6K 10.9K
By ekaaryani

Ada yang kangen sama Teluk Alaska? Part ini agak serius ya bacanya haha

Selamat hari minggu kaum rebahan dan kaum pejuang film.

Komentar yang banyak biar aku makin semangat, kemarin komentarnya sampe 8ribu wkwk ga nyangka, makasih kalian🥰

Happy reading...





Revalina turun dari mobilnya, langkah kakinya amat lebar, menandakan kalau dia tengah tegesa disertai khawatir yang tak tertandingi. Mau bagaimana pun, jatuh dari kamar mandi saat darah tinggi itu sangat berbahaya, banyak sekali kasus kematian karena hal tersebut.

"Joe, dia sebelumnya makan apa? Kenapa nggak kamu larang makanan-makanan yang udah saya kasih tahu!" tegas Revalina dengan napas menggebu pada Joe.

"Berapa puluh tahun kamu kerja sama dia? Kenapa bisa lalai seperti ini?" Revalina seperti akan mengamuk saat itu juga.

Cowok itu tidak menjawab, dia hanya bisa merunduk sembari menautkan kedua tangannya bersamaan. Alister yang semula memegang tangan Ayahnya pun segera bergegas keluar saat mendengar suara teriakan Ibunya.

"Mama," ucap Alister, Revalina tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya, dia langsung memeluk Alister dengan hangat.

"Gimana keadaannya?"

"Papa masih belum sadar."

"Di mana, Bianca?" tanya Revalina lagi, sembari mengelilingi setiap sudut mencari Bianca yang tidak ditemukan keberadaannya.

"Alister nggak sempet lihat-lihat yang lain, Alister cuma jagain Papa."

"Sia... lagi sekolah, ya?"

Alister mengangguk, dia tidak akan membiarkan anaknya membolos karena masalah ini, walaupun Sia menangis kencang sekalipun, dia tetap bisa menemui Hutomo saat pulang sekolah, bukan begitu?

Revalina menghampiri Hutomo yang terbaring lemah, matanya berkaca-kaca sekarang. Meskipun mereka sudah berpisah dan tak lagi bersama, Revalina masih mengingat dengan jelas kenangan semu yang mereka lalui bersama.

Meskipun Revalina amat ingin menghajarnya, amat sangat membencinya, melihat Hutomo yang berbaring seperti ini membuatnya sedikit mencair.

"Cepat sadar, Hutomo. Kalau kamu pergi siapa saingan aku nanti?"

Revalina kemudian menyimpan bunga beserta pot nya di samping nakas, bunga putih yang segar nan cantik teraebut, adalah kesukaan Hutomo.

***

Segerombolan kakak kelas masuk ke dalam kelas, wajah mereka menyeramkan, baju mereka di keluarkan tanpa memakai almamater, kerah kemeja dibuka, semua siswa yang berdiri di depan kini memakai gelang hitam yang sama.

Mereka menatap Bintang dan Troy, Sia yang mengikuti arah pandang mereka langsung menatap kedua sahabatnya itu. Apa mereka berbuat salah?

"Itu... mereka bukannya temen Ketua Osis yang tusuk Fabian?" tanya Crystal membuat Sia menatap mereka penuh perhatian.

"Iya, itu mereka."

"Ngapain mereka lihatin Abin sama Troy?" Crystal mulai khawatir, dia lantas berbisik, "Apa kita harus lapor ke guru? Atau Kepala Sekolah?"

"Jangan khawatir, mau lawannya sepuluh orang sekalipun Abin pasti menang. Yang harus kita khawatirin justru mereka!" Sia lantas berdiri lalu mengajak Crystal untuk keluar.

Dia mengembuskan napas kesal, belum cukup kah kemarin Hutomo ke Rumah Sakit dan mengganggu pikirannya sampai sekarang? Sia bahkan ingin tenang saat di sekolah, kenapa selalu saja ada yang mengganggunya.

Di sisi lain, Bintang membalas tatapan mereka tajam. Apa-apaan kelakuan mereka? Jangan mentang-mentang mereka lebih tua lalu bisa bersikap seenaknya pada adik kelas.

"Siapa di kelas ini yang ngerasa kuat? Parahyangan butuh kekuatan kalian untuk menjadi pelindung," ucap Dion yang dikenal sebagai pimpinan mereka.

Bintang berdecak kesal, ternyata hanya perekrutan untuk bergabung sebagai antek-antek tukang tawuran? Tidak menarik.

"Perkenalkan. Saya Dion, ketua Pegasus."

"Kek nama Power Rangers," celetuk Bintang. Dion rasanya ingin menghajar Bintang, tapi dia harus menahannya, bagaimanapun cowok itu berpotensi untuk menjadi ketua Pegasus di masa depan nanti.

"Dito, Ketua OSIS kita sekarang di Rumah Sakit karena anak Singgasana, dia wakil kami." Dion terus memperhatikan setiap siswa.

"Parahyangan punya geng bernama Pegasus, di situ berisi siswa yang paling kuat dan terkenal. Apa kalian bakal diam saja lihat nama baik Parahyangan tercoreng?"

Dion mengerutkan alisnya, menurut informasi yang dia dapatkan, Bintang selalu mendapatkan kejuaraan dibidang apapun dalam ilmu bela diri. Jadi—dia harus hati-hati dalam ambil sikap.

"Sekali lagi, PEGASUS berdiri untuk perdamaian."

Bintang kembali tidak peduli, perdamaian katanya? Yang ada mereka hanya tukang tawuran tidak jelas. Lebih baik Bintang menggunakan tenaganya untuk memenangkan sebuah turnamen dibandingkan tawuran.

"Yang mau ikut, maju ke depan. Kita bakal adain seleksi besok."

Banyak sekali siswa yang maju ke depan, hampir seluruhnya maju kecuali siswa-siswa cupu yang berniat mendedikasikan dirinya hanya untuk belajar. Dan... hal mengejutkan pun terjadi, Troy, sahabatnya yang duduk di sampingnya kini berdiri.

"Lo mau maju? Jelasin sama gue apa manfaatnya masuk geng nggak jelas?" Bintang menahan tangan Troy agar tidak maju ke depan.

"Lo tahu, alesan gue masuk Parahyangan?" tanya Troy membuat Bintang menggelengkan kepalanya, "Kakak gue meninggal karena diserang ketua Phoenix."

"Phoenix apaan lagi sih?" Bintang tidak mengerti, tadi Pegasus seakarang Phoenix, "Geng Power Rangers lagi?"

"Bukan waktunya buat bercanda. Ini saatnya gue bales dendam sama anak Phoenix. Mungkin kemarin gue masih diem, karena dia Kakaknya Crystal, tapi setelah gue masuk Pegasus—"

Bintang kemudian melepas tangan Troy, "Jangan buat keputusan yang salah, Troy. Jangan buat gue turun buat lindungi lo."

"Gue nggak butuh perlindungan siapapun, yang gue butuhin sekarang masuk Pegasus dan bales dendam atas kematian Kakak gue." Troy kemudian maju ke depan menuliskan nomor telepon juga id line yang bisa dihubungi untuk seleksi besok.

***

Sia sudah sampai di ruang Kepala Sekolah, pintu beton dengan ukiran-ukiran mewah tersebut kini menutup rapat ruangan yang ingin Sia kunjungi.

"Nggak ada penjaga?" tanya Crystal heran.

"'Mungkin lagi keluar." Sia langsung mengetuk pintu ruangan tersebut dengan hati-hati, saat seseorang memberikan perintah kepada mereka untuk masuk, Sia dan Crystal membuka pintu lalu tersenyum penuh ketegangan.

"Permisi, Pak," ucap Crystal, Edward langsung mempersilakan mereka berdua untuk duduk.

"Kita... cuma mau buat laporan," ucap Sia membuka pembicaraan di depan Pak Edward, "Tiba-tiba Kakak kelas masuk ke kelas kami, mereka... kaya mau serang kami," ucapnya gugup sembari mengigit bibir bawahnya.

Pak Edward langsung tersenyum dengan kedua tangan menopang dagu melihat kedua siswa baru yang amat sangat lugu, lucu dan polos. Mungkin mereka belum terlalu paham tentang sekolah ini.

"Mereka pasti anak Pegasus," balasnya santai, "Mereka nggak berniat nyerang, mereka cuma mau rekrut siswa baru buat seleksi masuk. Sudah satu minggu kan kalian masuk di Parahyangan?"

"Pegasus?" tanya Sia tidak mengerti sementara Crystal membulatkan matanya, dia sekarang ingat apa yang ceritakan Orlando tempo hari tentang Pegasus dan Phoenix, kenapa dia bisa lupa?

"Saya akan kasih nilai tinggi buat mereka yang berani masuk Pegasus," balas Edward dengan senyuman mengerikan, "Tenang aja, mereka cuma barisan pembela nama baik Parahyangan. Mereka nggak jahat, mereka cuma mau melindungi kita semua."

Crystal memegang tangan Sia, dia lantas tersenyum lalu merunduk, pertanda kalau dia sudah mengerti. Crystal pun menarik Sia agar segera keluar dari sana, dia lantas segera bergegas untuk pergi ke kelas.

"Kamu kenapa?" tanya Sia bingung.

"Kak Lando pernah cerita tentang Pegasus dan Phoenix. Intinya, mereka di lindungi oleh sekolah masing-masing, dan mereka... gengster paling menakutkan." Crystal terus menarik Sia agar cepat pergi ke kelas, bagaimana kalau Troy atau Bintang bergabung dengan Pegasus? Tidak, itu tidak boleh terjadi.

"Maksud kamu, Pegasus itu Parahyangan dan Phoenix itu Singgasana?" Crystal mengangguk kencang, dia terus berlari.

"Kenapa aku baru tahu?"

"Mereka biasanya muncul setelah satu minggu setelah kita masuk, mereka perhatiin sama cari informasi tentang siswa mana aja yang berpotensi buat masuk geng mereka."

"Abin?" tanya Sia, dia pun berlari kencang seraya mengikuti Crystal. Ada satu hal yang kembali membuat Sia terganggu, tidak salah lagi. Dia sangat jelas melihat nama Phoenix pada Hoodie yang Bara pinjamkan. Benar, itu Phoenix.

"Apa Kak Lando juga masuk Phoenix?" Crystal rasanya ingin menangis mengakui hal tersebut, tapi mau bagaimana lagi, kenyataannya memang seperti itu. Dia pun mengangguk kecil.

Sia pun langsung berlari menuju kelasnya, sesampainya mereka di dalam kelas, dia melihat Bintang sudah mengalahkan seseorang, apakah dia ketua Pegasus?

"Lo kalah," balas Bintang pada Dion sambil tersenyum kesal karena Dion terus menantangnya untuk adu panco.

"Cuma segini kekuatan pimpinan kalian?"

"Sekarang penuhi janji lo, gue menang, dan jangan paksa gue buat masuk Pegasus lagi." Bintang menatap Sia dan Crystal, dia lantas menarik kedua cewek tersebut ke tempat duduk mereka.

Semua orang menganga, semua anak Pegasus hanya bisa menatap Bintang dalam diam, ketua mereka terkalahkan dalam benerapa detik? Bagaimana bisa? Siapa sebenarnya cowok itu? Dion yang menahan sakit hanya bisa tersenyum miring kepada Bintang, bagaimanapun dia harus masuk Pegasus, apapun yang terjadi.

***

Istirahat sudah di mulai, Sia lantas mengembuskan napas saat mendapatkan pesan dari Bara, dia membukanya lalu termenung sesaat.

Bara William.
Ke tempat biasa, sekarang. Gue udah tunggu di sini.

"Aku... ke toilet dulu," izinnya pada teman-temannya yang lain.

"Mau aku anter?"

"Nggak usah, nanti lama. Aku sakit perut," balas Sia membuat Bintang, Crystal dan Troy mengangguk mengerti. Sia pun langsung berlari menuju perbatasan utara, semoga tidak ada anak Singgasana yang melihatnya.

Sia terus menutup wajahnya tanpa memedulikan anak Singgasana, dia terus berlari menuju ke pohon rindang yang selalu menjadi tempat pertemuan mereka.

"Sia," panggil Bara lalu memberikannya almamater Singgasana, Sia dengan napas menggebu pun menerima almamater tersebut, tentu saja, itu demi melindunginya dari ancaman siswa lain.

"Lain kali, gue yang samperin lo ke sana," balas Bara dan Sia menggeleng cepat.

"Di sana bahaya, aku nggak bisa lindungi kamu." Sia kemudian duduk menghadap ke belakang agar tidak terlihat siswa lain. Dia masih menarik napas sekarang.

"Sekarang aku makin bingung, kenapa Singgasana sama Parahyangan terus ribut? Sekarang aku tambah pusing, Troy masuk Pegasus, sementara kamu... Ketua Phoenix," tutur Sia tanpa basa-basi, tentu saja, dia mendapatkan banyak info tentang Phoenix dari Crystal, dan itu sangat membuatnya tertohok.

"Apa kamu pernah bunuh orang?" tanya Sia lagi dengan mata yang berkaca-kaca.

"Apa gue kelihatan pernah bunuh orang?" Bara kemudian duduk di samping Sia.

"Kenapa... kenapa kamu gabung Phoenix?"

Bara menutup matanya, dia tidak punya alasan khusus untuk balas dendam atau apapun. Dia hanya... merasa kesepian, mungkin jika dia masuk ke dalam suatu perkumpulan seperti Phoenix, rasa sepi itu akan hilang.

"Gue nggak punya alesan khusus untuk itu." Bara kemudian menatap Sia, dia tersenyum kecil untuk meredakan kegelisahannya, "Gimana keadaan Kakek lo?"

"Nggak baik, dia masih belum sadar sampai sekarang."

"Pulang sekolah, gue anterin lagi?"

Sia menatap Bara cukup lama, sebelum dia tersenyum dan mengangguk, "Tapi ada syaratnya."

"Ya?"

"Aku mau masuk ke Singgasana tanpa rasa takut, aku mau ketemu kamu tanpa sembunyi-sembunyi," ucap Sia bukan untuk Bara, tetapi untuk ketua Phoenix yang tidak jauh beda dengan Pegasus.

"Fine!" Bara pun memberikan sebuah gelang pada Sia, gelang hitam bertuliskan Phoenix. Dia lalu menarik Sia untuk masuk ke dalam Singgasana.

"Kenapa kita masuk? Kamu mau mereka bunuh aku?" erang Sia sembari memukul Bara, tapi yang terjadi, cowok itu malah menggenggam tangan Sia lebih erat disertai dengan senyuman yang tak kunjung berhenti.

"Kita makan, lo belum tahu kan kantin Singgasana kaya apa?"

Sia terus meronta ketakutan, tapi Bara malah tertawa. Semua orang memperhatikan mereka, tapi Bara malah melotot menanggapi perhatian mereka, semua orang pun merunduk melihat ketua Phoenix membawa seorang perempuan.

"Lo aman, Sia. Lo pakai almamater gue sekarang."

"Gimana kalau mereka lihat almamater merah di dalemnya?"

"Kalau gitu, usahain supaya mereka nggak lihat." Sia langsung menarik almamater Bara dan mendekapnya sekencang mungkin. Bara sudah memesankan makanan sekarang, tapi jantung Sia masih saja berdetak tak karuan.

"Lo harus napas, jangan tegang kaya gitu." Bara kemudian tertawa melihat wajah Sia yang ketakutan.

"Aku minta Phoenix damai sama Pegasus, bukan ini maksud aku!"

Bara terdiam sejenak, "Kalau buat perdamaian, gue nggak bisa. Tapi kalau buat bawa lo ke sini tanpa rasa takut, buat kita ketemu tanpa sembunyi-sembunyi, gue bisa."

"Kenapa nggak bisa?" Bara pun menyeringai, ternyata Sia lebih cerewet dari dugaannya.

"Harus kemauan dari kedua pihak."

"Sekarang aku tanya, apa kamu mau damai?"

"Nggak." balas Bara dingin membuat Sia tersenyum penuh amarah, ingin rasanya dia mencubit ginjal cowok itu agar dia sadar.

"Urusan kita belum selesai," ucap Bara sembari mengeluarkan buku hitam yang pernah Sia gunakan untuk menulis di sana, "Gue punya balesan buat lo," balas Bara sembari memberikan buku tersebut.

"Yang harus lo tahu, gue bener-bener nyesel saat itu. Lo nggak salah apa-apa, tapi gue lampiasin semuanya sama lo." Bara merunduk dengan tatapan amat sangat menyesal. Sia pun membuka buku tersebut.

Maaf










—Bara William


Sia tertawa melihat hal tersebut, kenapa harus menuliskannya di kertas ini? Kenapa tidak berkata langsung atau menulis pesan padanya? Entah kenapa, marahnya hilang sejak hari di mana Bara mengantarkannya ke Rumah Sakit, karena itu memperlihatkan kalau Bara masih peduli.

"Gue nggak bisa tidur nyenyak semenjak lo marah."

"Malam ini, kamu bisa tidur nyenyak," balas Sia sambil tersenyum, Bara mengedipkan matanya beberapa kali sebelum dia tersenyum senang karena sudah di maafkan. Mereka berdua pun menghabiskan waktu bersama, sampai tidak sadar ada seseorang yang tengah memotret mereka.

Love you readers...


Chapter 11 sebenernya udah aku siapin, tapi nunggu komentar banyak dulu deh wkwkwk

Jadi gini ketua
PEGASUS itu Dion
PHOENIX itu Bara
Dan mereka berdua sama-sama dikalahin Abin dong wkwkwk siapa dulu Emak Bapaknya👌

Jangan lupa beli novel TA buat kalian yang mau tahu cerita tentang Ana & Alister, oke?

Jangan lupa follow instagram Official:

@telukalaskaofc

Dan juga instagram Roleplayer:
@barawilliam_
@alistasia.reygan
@bintang.elano
@hutomo_
@alister_reygan
@anastasyamysha
@crystalnorlando

Ada yang mau ditanyain?

Instagram: ekaaryani01

Thankyou💕

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.9M 227K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
946K 46.3K 61
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
1.7M 120K 81
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
2.1M 126K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...