Still You

By decinnamons

5.4M 188K 9.1K

Batalnya pernikahan mereka karena suatu hal dan kesalahpahaman membuat keduanya berpisah. Bagi Aga Treviyan... More

Prolog
Stiil You Part 1
Still You Part 2
Still You Part 3
Still You Part 4
Still You Part 5
Still You Part 6
Still You Part 7
Still You Part 9
Still You Part 10
Still You Part 11
Still You Part 12
Still You Part 13
Still You Part 14
Still You Part 15
Still You Part 16
Still You Part 17
Still You Part 18
Still You Part 19
Still You Part 20
Still You Part 21
Still You Part 22
Still You Part 23
Still You Part 24
Still You Part 25
Still You Part 26
Still You Part 27
Still You Part 28
Still You Part 29
Still You Part 30
Still You Part 31
Still You Part 32
Still You Part 33
HAY... STILL YOU OPEN PO
OPEN PO lagi 😊
Stop Pembajakan oleh Olshop novel/Buku.

Still You Part 8

141K 5.7K 113
By decinnamons

PART 8

Clara mulai merapikan pakaian yang ia kemas ke dalam koper miliknya tapi pikirannya masih dipenuhi segala pertanyaan apakah ia akan betah di sana? Apa ada hal lain yang Aga akan lakukan untuk 'menyiksanya'? Tsk! Ia segera mengenyahkan pikiran buruknya itu.

Ia harus fokus untuk hari senin lusa, ia akan bekerja di tempat yang baru dan juga... kostan baru. Ini terlalu cepat atau hanya perasaannya saja ada yang mengganjal kalau-kalau pertemuannya dengan Aga, bukan suatu kebetulan saja?

Ada yang mengetuk kamar kostannya. Ia berteriak masuk dan muncullah Beti dengan wajah muramnya. Clara tahu kalau temannya ini pasti tidak akan suka dengan keputusannya untuk menyetujui perintah Pria-Arogant yang tidak lain adalah Aga Treviyan Mikail untuk dia pindah kerja ke kantor pusat, akan tetapi dia tidak menceritakan detail tentang dasar penyebabnya adalah hutangnya di perusahaan pada Beti.

“Lo serius, Nath.” ucap Beti lesu terduduk di sisi ranjangnya.

Clara hanya mengangguk singkat. Ia tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan pria itu. Hanya ini yang ia bisa sekarang.

“Lo nggak bisa 'nggak mau' gitu Nath! Tsk, kenapa sih kok rasa-rasanya alasan mutasi lo nggak masuk akal.” gerutu Beti tetap saja tidak suka dengan alasan ia dimutasi karena di sana kekurangan pegawai.

“Lo juga kok kelihatannya nggak sedih sih mo ninggalin gue.”

Seketika Clara menoleh ke arah temannya ini sambil mencibir, “sok sweet banget lo ih.” kemudian tertawa melihat raut wajah Beti yang lucu menurutnya.

“Gue masih di Jakarta, Bet. Kita masih bisa ketemuan. Okey, jangan lebay, deh.” ucap Clara untuk sekedar menenangkan Beti agar dia juga terlihat baik-baik saja di depan temannya ini. Padahal, dia sangat tidak baik sekarang.

Apalagi kalau bukan memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti saat ia bekerja di sana. Di tempat yang sama dengan pria yang begitu-masih membuatnya berdebar dan tidak fokus.

“Apa lo jangan pindah kos aja?”

Clara menatap Beti bingung, padahal baru saja Beti membantunya mencarikan tempat Kost yang lumayan dekat dengan kantor pusatnya, agar dia tidak naik angkutan umum ataupun pulang-pergi dari kostannya ini.

“Maksud lo apa?”

“Ya, lo tetep di sini sementara untuk lo pergi ke tempat kerja lo, gue pinjemin motor gue. Gimana?”

Clara menatap Beti tidak percaya. What? Beti mau meminjamkan motornya, lalu dia naik apa untuk ke kantor? Lagi pula jarak kantor pusat dengan kostannya ini lumayan jauh dan bisa kelelalahan jika harus etiap hari bolak-balik dengan motor.

Clara tahu, temannya ini tulus membantunya. Ia terharu dengan ini.

Di sana, di tempat kerja yang baru, ia ragu kalau ia bisa menemukan teman seperti Naya Bertiana ini...

“Lo nggak perlu. Em, maksud gue... gue makasih banyak lo udah bantuin gue selama ini. Bantuin nyari kostan juga. Semuanya udah lebih dari cukup, Bet...” Clara serius menatap Beti dan kemudian ia memeluk temannya ini.

“Gue pasti kangen sama lo.”

***

Setelah menempati tempat kost yang baru dan Clara juga sudah tahu arah jalan jika akan menuju ke kantornya yang baru, Mikail Group & Coorperation. Beruntung ia bisa mendapatkan tempat kost, kebanyakan semuanya sudah penuh.

Tentu ini semua dengan bantuan temannya, Beti.

Lumayan juga tadi saat akan pindahan kost karena Abangnya Beti yang berniat mengantarnya dengan mobil tidak bisa karena urusan mendadak dengan kantornya. Beruntung, tetangga kostnya-Kiki yang kebetulan temannya membawa mobil dengan senang hati membantunya untuk mengantarnya ke tempatnya yang baru.

Beti dan Kiki serta temannya, sudah pulang. Kini ia tinggal sendiri di dalam kamar kostanya yang terbilang sederhana dan siap huni. Beruntung juga tabungannya masih cukup untuk menyewa kamar kost di daerah kawasan perkantoran yang biaya sewanya terbilang 'mahal' setidaknya tempatnya ini nyaman untuk ia tinggali sampai... entahlah, ia tidak tahu sampai kapan ia di sini.

Ia melihat jam di nakas menunjukkan pukul tujuh malam.

Clara berniat keluar untuk ke minimarket, membeli keperluan. Kebetulan ia juga lapar. Memasak sendiri di sini, tidak buruk, karena kostanya menyediakan dapur mini yang memang letaknya di dalam, kamar mandi juga dibatasi sekat dinding antara kamar, dapur dan kamar mandi.

Sedikit menghemat kalau memasak sendiri. Uangnya ia akan gunakan untuk membayar hutangnya di perusahaan Aga dan biaya Aldito masuk ke Universitas.

Clara keluar dari kamar kostan-nya dan ia tadi sempat melihat ada minimarket di seberang jalan tak jauh dari tampat kostnya ini yang hanya di huni lima kamar saja.

.

Setelah membayar semua kebutuhan yang ia beli, Clara keluar dari minimarket tersebut dengan menenteng kantong belanjaan. Setelah beberapa langkahnya keluar dari minimarket, melewati parkiran dan saat itu tubuhnya merasa terhuyung.

Sesuatu menabraknya. Bukan sesuatu, lebih tepatnya itu seseorang menabraknya dari belakang hingga belanjaannya terjatuh bersamaan dengan belanjaan orang tersebut.

“Astaga! Maaf... Maaf.” ucap seseorang itu. Seorang pria.

Clara belum sempat melihat ke arah orang itu. Ia menunduk untuk memasukkan kembali belanjaannya yang keluar dari kantong.

“Aduh, kamu nggak apa-apa kan?” tanya suara maskulin itu lagi.

Clara mengangguk dan menatap pria itu yang rupanya ikut berjongkok jug untuk mengambil barangnya yang terjatuh dari kantong belanjaan.

Menurut Clara, pria itu termasuk...tampan dan... type pria yang sangat mudah digemari oleh wanita. Apalagi dengan style kantoran-maskulin seperti ini. Pria ini memakai jas formal yang melapisi kemeja toscanya.

Sangat menarik untuk menjadi santapan wanita-wanita yang 'normal' diluaran sana. Batin Clara. Tapi baginya, itu tidak mempan. Pria ini playboy, kalau Clara boleh menambahkan ia bisa merasakan dari aura pria ini.

“Maaf apa anda—“

“Em... saya nggak apa-apa.” jawab Clara kembali fokus pada belanjaannya dan tanpa ia duga matanya dengan cepat menangkap sesuatu barang dan ia yakini itu bukan miliknya, melainkan milik pria itu.

Apalagi kalau bukan...kondom.

Clara secara tidak sadar dengan cepat ia menatap pria itu, dan ternyata pria itu sepertinya tahu arti pandangan mata Clara. Pria itu hanya nyengir padanya.

“Ini milik temanku...” jawab pria itu dengan tersenyum-manis-menawan dan tanpa rasa bersalah. Ulangi ya, tanpa rasa bersalah. Hell!

Clara tidak terkejut. Melihat sosok pria di depannya ini saja, ia sudah tahu gelagat pria ini.

Ia kemudian berdiri setelah semua belanjaannya masuk ke dalam kantong. Kemudian tersenyum samar ia pamit pada pria ini.

Di tempat yang sama, tak jauh dari minimarket tersebut. Sebuah mobil berhenti di tepi jalan. Sosok yang masih berada di dalam mobil itu menggerutu kesal dan sesekali ia melirik arloji di tangannya.

“Tsk! Lama sekali sih, Fabian!” gerutunya kemudian ia dengan cepat ia keluar dari mobil untuk menyusul temannya itu ke dalam minimarket.

Saat ia akan masuk ke dalam area parkir yang letaknya memang di depan minimarket tersebut, kakinya mendadak kaku dan berhenti saat matanya menangkap sosok yang tengah jongok untuk memunguti belanjaannya yang terjatuh.

Tapi kenapa gadis itu ada di daerah sini?

Shit! Umpatnya dalam hati ketika ia teringat dengan perintahnya bahwa gadis itu... akan bekerja di kantornya.

Clara. Gumamnya pelan dan ia hanya mematung dan jantungnya juga memantul dengan keras. Ia juga tidak bisa bergerak mendekat ke arah gadis itu yang kini tampak berdiri dan tersenyum samar kepada temannya, Fabian.

Mata Aga terus tertuju pada sosok Clara yang kini sudah berhenti di tepi jalan, untuk menyebrang.

Tuhan. Sosok itu kini memang terlihat kurus dibanding dulu. Apa yang terjadi sebenarnya padanya? Ingin sekali ia mencari tahu. Ingin sekali rasanya dia memeluk tubuh mungil itu.. apalagi dia terlihat begitu...

Aga menggelengkan kepalanya ketika pikiran dan hatinya sepakat untuk memuji keindahan gadis itu yang tetap terlihat begitu cantik dan mempesona walau hanya memakai pakaian rumahan, dengan dress di atas lutut di rangkap dengan cardigan baby-pink, rambut di gulung acak-acakan, wajah polosnya tanpa make-up, gadis itu tetap bisa melumpuhkannya.

Saat ia akan bergerak untuk melihat di mana gadis itu berjalan, sesuatu menyentuh pundaknya. Tangan siapa lagi kalau bukan, Fabian.

“Kenapa?” tanya Fabian mengernyit melihat raut muka Aga yang terlihat begitu terkejut.

Tatapan mata Fabian mengikuti arah pandangan Aga, dan ia tidak melihat siapa-siapa lagi di sana, kecuali motor dan mobil yang beringan berjalan di jalan ini.

Aga mengerjapkan matanya kemudian ia dengan cepat berlalu dan masuk ke dalam mobil. Fabian menyusul dan duduk di kursi kemudi.

“Lo liat hantu?” cibir Fabian sambil menyalakan mobilnya.

Aga berusaha menormalkan wajahnya. Apa terlihat begitu jelas kalau ia baru saja melihat sesuatu yang diluar dugaannya.

“Minuman gue, mana?” tanya Aga mengalihkan pembicaraan, kemudian Fabian menyerahkan kantong belanjaannya.

Aga dengan cepat membuka minuman botolnya dan menengguknya cepat. Fabian hanya menggelengkan kepalanya melihat reaksi Aga yang tidak seperti biasanya. Pasti ada yang terjadi saat ia ke minimarket tadi.

“Lo kenapa? Abis ketemu mantan? Apa ketemu korban PHP lo?” lanjut Fabian sambil terkekeh.

Fabian belum menyerah mengorek informasi dari temannya ini. Ia tahu, kalau sesuatu pasti terjadi karena Aga jarang menampakkan reaksi yang seperti ini.

“Kondom lo?” tanya Aga saat melihat apa yang ada di dalam kantong tersebut. Ia memang mengalihkan pembicaraan. Sengaja.

Fabian mendengus geli. “Iya-iya, yang akhir-akhir ini nggak minat sama makhluk yang berjenis wanita yang suka nyentuh lo.” cibir Fabian, mengingat Aga belakangan ini memang hampir dan tidak berselera dengan para wanita pemuas nafsu yang biasanya menemani mereka.

“Lo nggak usah ngeles, Ga. Gue tahu lo ngalihin pembicaraan.”

Aga membuang nafasnya keras kemudian ia mengusap wajahnya dengan gusar dengan kedua tangannya. Haruskah ia menghentikan laju mobil ini dan berbalik untuk tahu kemana gadis itu pergi, atau tinggal? Dengan siapa dia tinggal? Sendirian kah?

Hatinya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk ketika membayangkan sosok mungil itu harus tinggal sendirian di kota besar yang belum atau sama sekali tidak dia kenal. Ugh! Kenapa perasaan ini masih belum hilang dan ia tahu kalau ia dalam bahaya sekarang.

Kamu dalam bahaya, Aga Treviyan Mikail. Perasaan itu kini semakin besar dan ia yakin ia telah salah langkah...

“Men, lo kacau banget. Jadi, kita jadi nggak ini? Percuma tar lo dateng malah nggak asik. Gue anter lo pulang!”

“Nggak. Lanjut aja. Nggak enak sama Niko yang udah ngundang kita ke pestanya.” jawab Aga datar tanpa ekspresi.

Hell! Sejak kapan lo punya perasaan merasa tidak enak. Tumben manusiawi banget, cih!” cibir Fabian dan ia mendengar Aga yang membuang nafasnya dengan keras, untuk kesekian kalinya.

Fabian kemudian dengan cepat menatap temannya ini. Tepat setelah ia melihat sorot mata Aga. Tatapan mata Aga kini terlihat sendu, dan Fabian langsung menghentikan mobilnya seketika. Ia khawatir sekali melihat temannya yang terlihat bergetar ini.

“Apa? Kenapa berenti? Julian jadi ikut?”

Fabian mendengus mendengar kalimat pertanyaan konyol Aga barusan.

“Lo bego banget kalo nanya Julian ikut ato nggak! Julian masih di Dubai dan lo tahu itu! So, nggak usah ngalihin pembicaraan, lagi. Lo kenapa?” tanya Fabian dengan sorot mata yang tajam pada Aga.

“Dia... Gue ngliat dia.” gumam Aga pelan dan hampir seperti bisikan.

Aga memang tidak bercerita pada teman-dekatnya mengenai ia bertemu kembali dengan gadis yang telah membuatnya berubah menjadi pribadi yang seperti sekarang.

Dia belum siap bercerita. Dan saat ini, mungkin waktu yang tepat untuk salah satu dari teman dekatnya tahu, bahwa Clara ada di sini. Di Jakarta dan bekerja di Perusahaan milik Papanya. Bekerja di gedung yang sama dengannya.

“Hey, gue nggak—“

“Dia di Jakarta, Fab. Lo ketemu sama dia, barusan.”

Fabian membulatkan matanya. Apa maksud Aga adalah gadis yang ia tabrak tadi? Jadi gadis yang menurutnya sangat-polos-dan menarik tadi adalah, Clara?

Mulutnya menganga, “wh—what!!!” pekiknya terkejut. “Mantan tunangan lo? Dia di Jakarta? Bener mantan tunangan lo, kan?” lanjut Fabian.

“Belum.” ujar Aga miris.

“Men. Lo serius! Gue kenapa nggak tahu kalo cewek tadi itu, mantan lo. Ya, Tuhan. Padahal gue tahu dia juga, kenapa tadi nggak tahu kalo dia... Sialan lo!”

“Lajukan mobilnya.” ucap Aga cuek dengan reaksi Fabian yang menurutnya berlebihan.

Tapi wajar, karena ini sudah lama berlalu. Empat tahun, dan Fabian tahu kalau temannya ini tidak bisa mengenyahkan gadis itu dari ingatannya. Ia dan semua temannya tahu, kalau Aga masih menyimpan perasaan pada gadis itu. Walau Aga selalu saja mengelak jika ditanya.

“Nggak! Ada yang lo sembunyiin dari gue dan semuanya, kan!?” tebak Fabian melihat reaksi raut wajah Aga.

Great! Fabian tahu gelagatnya. Sial. Dia harus menceritakan kejadian beberapa hari ini tentang pertemuannya kembali dengan gadis itu. Ia mendegus kesal kalau sampai teman-temannya tahu sikap busuknya pada Clara, pasti ia akan menjadi bulan-bulanan.

“Lo. Harus. Cerita. Ke. Gue!”

Dan dia memang harus menceritakan semuanya.

***

Clara tidak bisa tidak gugup saat ini. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pertama ia akan bekerja di tempat yang baru. Di tempat yang sebenarnya sangat ia ingin hindari.

Gedung tempatnya bekerja sekarang membuatnya tenganga dan dia seperti tidak bisa menggerakan kakinya untuk melangkah ke dalam lobi perusahaan karena gugup. Ia merasa seperti gembel yang masuk ke dalam istana.

Ini tidak bercanda. Interior dan desain dalam lobi Mikail Group & Coorp, sangat mewah dan elegant. Karakter interior yang mencerminkan pemiliknnya, membuat orang tahu bagaimana kaya dan berkuasanya pemilik perusahaan ini.

Ya, Tuhan. Ini baru melihat gedung tempatnya bekerja, belum karyawan-karyawan di sini yang tampak begitu berkelas. Dia bukan dari kalangan seperti mereka yang bekerja di sini. Karyawan di sini memang berbeda, terlihat jelas dari pakaian yang mereka kenakan tampak mahal, tidak seperti dirinya.

Walau memang, Clara yakin, ia tidak-cukup-memalukan, tapi menurutnya ia sangat rapi walau pakaiannya tidak semewah karyawan di sini.

Bagaimana kalau Aga bertemu dengannya? Pasti akan terlihat sangat mencolok dan dia seperti seorang pembantu dan majikan dengan Aga di sini.

Tsk! Kamu jangan terlalu percaya diri kalau kamu akan bertemu dengan Aga, Clara. Kamu akan menjadi pegawai biasa. Bukan pegawai yang selalu bertemu dengan Aga, bukan! Pikirannya berperang dengan suara hatinya.

Setelah mengambil nafas panjang, sesuai dengan isntruksi dari Bapak Jaya, lusa kemarin. Ia harus mengambil kartu tamu agar bisa masuk ke dalam lift yang membawanya ke lantai 11, ruangan HRD.

Walau kata Aga dia tidak perlu di interview lagi, tapi dia harus ke ruangan HRD dulu.

Setelah kurang lebih menunggu setengah jam di ruangan ini, Clara yang masih meremas jemarinya karena ia masih gugup.

Sosok pria separuh baya yang tadi sempat menanyainya singkat, kini muncul lagi dengan membawa map di tangannya.

“Mari ikut saya.”

“Emm, kalau boleh tahu saya akan di tempatkan di mana, Pak?” tanya Clara ragu-ragu saat berjalan di samping Bapak Lukman, ini.

Pria itu hanya tersenyum simpul, “Kata Bapak Mikail, anda bekerja di bagian apa?”

Clara bingung, kenapa Bapak ini malah balik bertanya.

“Pak, saya tidak mengerti. Saya hanya diperintahkan—“

“Baiklah. Anda hanya perlu ikuti saya saja. Nanti juga akan tahu.”

Clara menanggapinya dengan diam. Dia pasrah kalau Aga menempatkannya di bagian yang tersulit sekalipun. Atau sekedar sebagai tukang membersihkan toilet? Dia tidak boleh menyerah. Ia yakin, ia bisa dan kalau saatnya tiba, ia akan meninggalkan perusahaan ini.

Clara mengikuti Bapak Lukman keluar dari lift yang membuka tepat di lantai 27.

Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak saat sudah melewati lorong dan kini di sekitarnya hanya tampak pemandangan kota Jakarta dengan jelas terlihat karena samping kanannya adalah dinding kaca yang... besar, membuatnya takjub dan kagum dengan keindahan tempat ini.

“Bapak di dalam?” tanya Bapak Lukman dan membuyarkan lamunan serta tatapan kagum Clara. Ternyata dia sudah berdiri di depan dua orang-wanita yang sangat cantik dan elegan.

Clara bisa melihat tulisan yang terpasang di sana, Sekretaris.

Tunggu! Ini Bapak Lukman mau mengajaknya bertemu siapa? Jangan bilang kalau ia akan menghadap Aga, lagi. Ini tidak lucu!

Seketika keringat dingin keluar dari tubuhnya ketika ia mendengat suara lembut sekretaris yang menjawab pertanyaan Bapak Lukman.

“Iya, Bapak Aga Treviyan sudah menunggu di dalam. Silahkan.”

Whaattt!!! Jadi dia akan bertemu Aga! Astaga!

“Mari.” ajak Bapak Lukman dan dengan langkah ragu-ragu Clara berjalan di belakang Pak Lukman di sertai dengan tatapan penuh pertanyaan dari dua-wanita Sekretaris itu.

“Saya hanya mengantar dari depan saja, Nona Clara. Anda bisa masuk sendiri.”

“Mak—maksud Bapak apa? Kenapa saya sendiri?” Clara merasakan kegugupan yang luar biasa saat ini. Entah kenapa dia bisa seperti ini, harusnya dia tidak gugup, kan?

“Itu perintah Bapak.” jawab Bapak Lukman dengan yakin.

“Lalu saya nanti di tempatkan di mana. Erm, maksud saya, saya menjadi apa—“ Ugh! Sialan kenapa bisa blibet seperti ini. Geramnya dalam hati.

Bapak Lukman hanya tersenyum penuh arti. Kemudian Bapak Lukman mengetuk pintu besar di depannya dan segera setelah mendapat suara masuk, pintu itu di tarik perlahan oleh Bapak Lukman.

Jantung Clara seperti hendak melompat ke luar karena degupannya yang begitu kencang.

“Silahkan masuk. Nanti Bapak Mikail sendiri yang akan menjelaskan tentang pekerjaan anda. Anda akan tahu sendiri nanti. Saya permisi. Semoga sukses.”

Kenapa masuk sendiri? Dan kenapa harus Aga yang menjelaskan? Semoga sukses?? Sukses apanya? Bapak ini apa-apaan di saat sedang gugup dia malah tersenyum seperti itu.

Sekarang tinggal satu langkah ia akan masuk ke dalam ruangan pria-arogant dan dingin itu. Ayo, Clara fokus-fokus! Kamu pasti bisa mengatasi semuanya.

Masuk. Tidak. Masuk. Tidak.

“Cepat masuk. Saya tidak mau membuang waktu hanya untuk menunggu orang seperti anda.”

DEG! Suara Aga dari interkom terdengar cukup jelas.

Selalu saja kalimatnya membuat nyali Clara menciut dan hatinya seperti ditusuk-tusuk. Sakit.

Setelah mengumpulkan keberaniannya dan Clara juga menata raut wajahnya agar tidak terlihat gugup dan kesal dalam waktu yang bersamaan, dia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan mewah ini.

“Permisi.” ucapnya pelan dan dia tidak mendapat jawaban.

Ternyata ruangan ini begitu besar dan megah dengan interior dinding mayoritas berwarna merah marun dan perak. Di samping kaca besar seperti tadi sehingga menambah kesan maskulin elegant ruangan ini.

Aroma theraphy yang menenangkan di ruangan ini langsung tercium dari indera penciumannya ketika ia mulai melangkah semakin dalam.

Matanya kemudian menatap sosok itu di sudut ruangan ini yang sedang sibuk dengan berkas di tangannya. Masih tetap sama... Mempesona. Berkharisma dan Tampan. Tentu saja. Tiga saja itu belum cukup untuk menggambarkan bagaimana sosok Aga di mata Clara.

“Maaf. Bapak saya—“

“Oh, duduk.” Aga memotong kalimatnya sebelum ia melanjutkan. Clara menurut dan duduk di depan pria ini.

Ya, Tuhan... kenapa dia belum bisa mengabaikan rasa kagumnya pada Aga?

Belum Clara membuka mulutnya untuk bertanya pekerjaan apakah yang akan ia kerjakan di sini nanti, tiba-tiba ia mendengar derap seseorang datang dari arah lorong belakang tempat meja kerja Aga. Sepertinya ada kamar pribadi atau toilet?

Lalu siapa? Clara penasaran.

“Aku balik ke kantor dulu, nanti makan siang jadi bareng, kan?” ucap wanita tersebut lembut dengan membenahi sedikit pakaiannya. Belum melihat ke arah Clara yang kini menatapnya dengan tatapan terkejut dan tidak menduga sama sekali ada wanita di ruangan Aga.

Wanita? Muda... Cantik dan berkelas.

“Oh, maaf ada tamu.” ucap wanita itu tersenyum dan merasa tidak enak hati ketika sampai di samping Aga dan mendapati Clara yang menatapnya.

Siapa dia? Apa mungkin dia... Nggak! Nggak mungkin. Batin Clara. Tapi cara wanita itu meletakkan tangannya di pundak Aga, tampak sangat mesra seperti... Aga adalah kekasihnya.

Cobaan apalagi ini?

***

Huaaaaa Part 8 Done~~!! Hayo siapa wanita itu? Kkkk xD

Part selanjutnya ditunggu dan ditunggu vomen untuk part ini ya, biar semangat ngetiknya hehehehe ;)

Btw Makasih banyak ya yang udah komen dan vote di part sebelumnya, maklum nggak di bales wqwqwqqwq sekali lagi Terima Kasih moaaaaaahhhh<3

Continue Reading

You'll Also Like

16.3M 608K 35
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.1M 17.5K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
5.1M 273K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
289K 27.6K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...