TELUK ALASKA 2

By ekaaryani

3.8M 333K 237K

[SEQUEL TELUK ALASKA] Alistasia Reygan, semua orang menganggapnya sempurna dan bisa mendapatkan segalanya den... More

PROLOG
PROLOG II | JANJI MASA KECIL
1. HILANGNYA DIARY
VOTE COVER
2. MENGEMBALIKAN DIARY
3. KECEWA
4. SEBUAH TUDUHAN
5. PARAHYANGAN VS SINGGASANA
6. MENCOBA PERGI
7. MENJAUH
8. SEBUAH BALASAN
10. PERMINTAAN MAAF
LOGO PEGASUS & PHOENIX
11. SEORANG MANTAN?
12. TAWANAN
13. BERADA DI SISIMU
14. SALAH PAHAM 1
15. First Kiss?
16. ARABELLA
17. NEGARA TUJUAN SIA
18. MELINDUNGINYA 1
DANDELION
Malem
19. BUKAN TEMAN KECIL!

9. JANGAN PERGI

136K 14.8K 11.6K
By ekaaryani

Aku nulis 2.600 kata sampai jam 1 malem, dan entah kenapa episode ini bikin aku nangis sendiri wkwk

Kalian baca jam berapa ceritanya?

Komentar sampai 6.000 dan vote 6.000 langsung aku update lagi. Hebat ya, kalian, kemarin tembus 6.000 komentar ga sehari huhu makasih banyak, aku makin semangat intinya😭

Kalo ada typo kasih tahu. Happy reading...

Siswa Parahyangan kini tengah belajar seperti biasa, tapi ada satu hal yag membuat Sia tidak fokus, Sia merasa ada yang aneh, sejak peristiwa penusukan Fabian dan pembalasan dendam anak Singgasana atas insiden tersebut, kedua sekolah seolah sengaja menutupi hal tersebut.

Semua siswa pun sama, kejadian tersebut seolah menghilang tertiup angin. Padahal seharusnya kedua pihak melapor polisi? Atau—setidaknya baik Parahyangan maupun Singgasana sama-sama memberi mereka yang terlihat sebuah hukuman.

"Alistasia?" panggil Bu Windy, Sia pun langsung terperanjat kaget dan menatap papan tulis.

"Coba kerjakan soal di atas," tegasnya sambil menatap tajam Sia.

"Ngelamun terus tuh, Bu," ucap Gabby.

"Untung nggak ngiler," balas Fetty membuat semua orang menertawakan Sia.

Wajah Crystal dan Troy sudah khawatir, berbeda dengan Bintang, dia malah memyeringai bangga. Sia tersenyum saat menatap soal tersebut, dia langsung ke depan dan mengerjakannya dengan lancar.

Sia mengembuskan napas lalu tersenyum, dia menghitung soal tersebut tanpa menggunakan kalkulator. Setelah selesai dia langsung tersenyum ke arah Gabby dan Fetty.

"Mungkin kalian yang terlalu sibuk merhatiin aku," ucapnya lalu kembali duduk di samping Crystal.

"Gabby, Fetty. Kerjain soal berikutnya," titah Bu Windy membuat mereka tersendak, mereka langsung menatap Sia dengan tatapan sinis, sayangnya Sia tidak peduli dengan mereka sedikitpun. Dia hanya meluruskan pandangan pada papan tulis.

"Mampus..." ucap Bintang dengan tawa kecilnya, Troy dan Crystal pun tersenyum puas.

"BINTANG, KAMU SELANJUTNYA!" titah Bu Windy membuat Bintang tercengang, "Sa—saya, Bu?"

"Iya, kamu. Jangan cuma ngetawain orang kalau nggak bisa."

Bintang lalu mengambil buku Sia, dia pun langsung maju ke depan, "Kalau saya bisa ngerjain soal itu dengan lancar, apa saya bisa dapet satu permintaan dari Ibu?" tanya Bintang menantang.

"Ya?"

"Saya mau semua sisa soal di depan, dua nenek sihir ini yang ngerjain."

"Baik," ucap Bu Windy penuh keyakinan, Troy, Sia dan Crytsal hanya bisa merunduk sambil mengulum mulut mereka, menahan tawa karena sikap Bintang yang—tidak tahu malu. Meminta satu permintaan pada guru? Menyebalkan memang.

"Selesai," ucap Bintang sambil melambaikan tangan pada Gabby dan Fetty, mereka berdua memegang spidol dengan amat sangat kesal. Menatap Bintang seolah ingin menerkamnya.

Bintang kembali ke tempat duduk lalu adu tos dengan Troy, "Nyali lo, bukan abal-abal!" ucap Troy sambil menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak pernah di ajarin buat takut sama nyokap gue, siapapun orangnya," ucap Bintang dengan sombongnya.

"Lo—banggain nyokap lo terus."

"Karena gue bangga. Dan lo bakal mohon-mohon sama gue buat jadi budaknya kalau tahu dia siapa," ucap Bintang lalu mengembalikan buku Sia saat Bu Windy tengah memperhatikan Gabby dan Fetty di depan sana

Tak lama, waktu istirahat pun terdengar. Mereka berempat langsung siap-siap menuju kantin. Sia pun membawa makanan dari rumah langsung memakannya di kantin bersama teman-temannya.

"Di sini—nggak ada seblak dan kawan-kawan!" ucap Crystal sambil memakan makanan yang dia beli.

"Makanya, aku lebih suka makanan Mama," balas Sia sambil menunjukan makanannya.

"Di depan bukannya ada ya? Tempat seblak, itu lumayan terkenal." Troy membuka ponselnya lalu memperlihatkan menu-menu makanan di sana.

"Wahhh... ada ceker juga!" mata Crystal langsung menyala melihat makanan-makanan pedas yang membuat perutnya keroncongan.

"Gue ngebayangin, Ayam itu ngijek apa aja termasuk—" Troy langsung menjitak kepala Bintang.

"Gue kan cuma ngebayangin. NGEBAYANGIN! Harusnya dia pakai sendal biar gue nggak mikir dia nginjek yang aneh-aneh!" lanjutnya.

"Lihat, cuma Sia yang bawa makan dari rumah," ucap seseorang membuat Bintang ingin memasukan ceker ayam hidup tanpa dicuci ke mulut orang itu.

"Duitnya habis kali dipakai buat oplas!" mereka pun tertawa kencang. Troy dan Bintang langsung berdiri, tapi Sia langsung melotot ke arah mereka berdua. Tapi sayang, Sia lengah. Dia lupa memiliki satu sahabat lagi.

Crystal tengah mengocok-ngocok coca-cola yang ada di tangannya, kocokannya sangat kencang, sampai terasa akan meledak. Tangannya tanpa ragu langsung mengarahkannya pada Fetty dan Gabby.

"Abin, Troy, kalian bisa kan tahan kalau ada—" baru saja Sia memarahi mereka berdua, suara ledakan pun terjadi. Coca-cola yang Crystal pegang meledak tepat mengenai Gabby dan Fetty.

"Ups! Maaf, aku cuma lagi eksperimen aja," wajah Crsytal terlihat menyesal, tapi ada senyuman yang tersembunyi di balik wajahnya itu. Bintang dan Troy pun tidak bisa menahannya lagi, mereka tertawa terbahak-bahak.

"Kek kecebur got!" ucap Bintang sambil tertawa puas.

Sia hanya mengembuskan napas panjang sambil menatap teman-temannya kesal. Bagaimana pun, dia harus minta maaf pada Gabby dan Fetty di lain waktu.

***

Bara membuka lalu mengepalkan tangannya sepanjang sesi pelajaran, dia tidak menyangka saat dia masuk ke rumah Bintang, dia mendapatkan meja khusus untuk panco, juga peralatan lainnya yang dikuhuskan untuk taekwondo. Sarung tinju dan piala menjadi pajangan yang indah di sana.

"Tangan lo kenapa?" tanya Jeremy, Orlando pun langsung melihat tangan Bara.

"Kepentok."

"Bilang aja kalah panco," ucap Orlando sambil memperlihatkan tangannya yang di perban.

"Tangan gue keseleo sehabis panco sama bocah songong itu," lanjut Lando membuat Jeremy sangat penasaran, siapa yang sudah mengalahkan Bara dan Orlando.

"Dia—ngelindungin Sia banget." Orlando memasukan tangannya ke dalam saku, "Dia—mungkin punya rasa sama Sia."

Bara pun kembali memegang tangannya, mengingat kejadian tadi malam, saat Bintang mengalahkannya dengan begitu mudah, bahkan Bintang membuat tangannya nyeri sampai saat ini.

"Sia udah ceritain semuanya sama gue," ucap Bintang dengan tatapan kesal.

"Jangan ganggu dia lagi, Bara. Gue udah lindungi dia selama ini dan lo—dengan mudahnya buat dia nangis?" Bintang berdecak kesal lalu membuka pintu rumahnya.

"Keluar!"

"Gue—cuma mau minta maaf," ucap Bara, ringis kesakitan masih melekat, tangannya seperti patah saat itu juga.

"Minta maaf langsung, cara lo bikin gue muak!" Bintang langsung memberikan buku hitam tersebut pada Bara, pertanda kalau dia tidak mau memberikannya pada Sia.

"Jangan ganggu Sia lagi, atau gue bener-bener patahin tangan lo!" Bintang langsung menutup pintunya tanpa memberikan Bara kesempatan untuk berbicara.

Bara tersadar dari lamunannya, dia pun keluar dari kelas untuk sekadar mencari udara segar. Dia membuka ponselnya, Sia—masih belum membalasnya, tapi Bara tidak menyerah, dia terus-menerus mengimkan pesan.

Walaupun dia tidak tahu, apa Sia akan membalasnya atau tidak.

Mengharapkan sesuatu yang tidak pasti itu sangat menyakitkan bukan?

Orlando langsung menghalangi langkah Bara, "Crystal barusan minta izin sama gue," ucapnya sambil memberikan ponselnya pada Bara.

Adeku Taltal
Kak, aku mau makan di depan perbatasan, apa itu aman?

Orlando:
Kenapa nggak makan di kantin?

Adeku Taltal
Di kantin nggak ada ceker ayam pedes.

"Apa perlu kita ke sana?" tanya Orlando sambil memainkan alisnya, pertanda agar Bara ikut dengannya.

***

Sia dan teman-temannya kini berada di tempat tersebut, mereka terus tertawa tiada henti, sementara Sia mengerjakan beberapa soal yang harus dikumpulkan besok.

"Seblak ceker level 10," ucap seorang pelayan, membuat Crystal semangat.

"Puding bakar, es bakar dan sosis bakar," lanjutnya lalu memberikan pesanan itu pada Sia, Troy dan Bintang.

Mereka pun memakan makanan tersebut, Sia baru pertama kali memakan puding bakar, sepertinya dia harus mencoba ini agar bisa mempraktikannya bersama ibunya.


Sia memakan puding tersebut dengan perlahan, Bara yang melihatnya secara diam-diampun tersenyum kecil, bagaimana bisa seseorang membawa buku sambil memakan makanan?

Bintang lalu memotongkan puding bakarnya lalu menyuapi Sia, entah kenapa pemandangan tersebut membuat Bara sedikit kesal, Bara yang tidak tahan pun langsung menghampiri mereka dan duduk tepat di depan Sia.

"Kakak?" tanya Crystal bingung.

"Ah, Kakak cuma takut kamu kenapa-kenapa," ucap Orlando lalu menggeser kursi dan duduk di sebelah Bintang.

Sia menatap Bara dengan tajam lalu mengambil sendoknya yang dipegang Bintang, dia lantas kembali memakan pudingnya tanpa melihat Bara. Anggap saja dia adalah tempat tisu, Sia hanya perlu mengabaikannya, bukan begitu?

"Gue anterin lo pulang," ucap Bara tanpa basa-basi.

"Abin yang anterin aku pulang," ucap Sia membuat situasi yang semula riuh menjadi tegang, semua orang memperhatikan meja yang Sia tempati, bukan apa-apa, mereka hanya tidak bisa melihat almamater merah dan hitam makan bersama.

"Oke, gue lihat lo di sini aja udah cukup."

Saat Sia akan memakan pudingnya lagi, seseorang menelepon Sia, terlihat nama Joe muncul di layarnya. Ya, itu adalah asisten Hutomo, Sia pun langsung mengangkatnya.

"Hallo?"

"Nona, Sia?"

"Ya?"

"Pak Hutomo sekarang ada di rumah sakit. Dia jatuh di toilet saat darah tingginya kambuh," ucapnya dibalik telepon membuat sendok yang Sia pegang jatuh seketika.

Sia langsung meneteskan air matanya, ada apa ini? Kenapa mendadak sekali? Ya, Tuhan. Sia tidak bisa berpikir jernih saat ini, tangannya terlalu gemetar.

"Kakek?"

Semua orang langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap Sia, Bara yang melihat Sia menangis pun merasa tidak enak, sepertinya ada masalah besar yang terjadi.

"Kondisinya sekarang gimana? Kakek nggak papa, kan? Kakek baik-baik aja, kan?" tanya Sia tidak bisa menahan tangisnya.

"JAWAB!" titah Sia kesal, karena Joe tak kunjung menjawabnya.

"Kita berdoa, semoga pembuluh darahnya tidak pecah." tubuh Sia rasanya lemas saat mendengar hal tersebut, dadanya sesak, dia tidak mau kehilangan siapapun, Kakek harus melihatnya menyanyi, Kakek harus melihatnya berhasil meraih mimpinya, kenapa seperti ini?

"Saya sudah kirim alamat rumah sakit beserta kamarnya. Nona Sia—adalah orang pertama yang saya hubungi," ucapnya.

"Saya akan menghubungi Pak Alister setelah ini."

Sia langsung mematikan teleponnya dan melangkah pergi meninggalkan semua orang, dia tidak melihat ke belakang, dia hanya berlari keluar, menunggu bis, taxi atau ojek online, semuanya Sia tunggu dengan berlari.

Dia berlari tanpa henti sampai saatnya Sia terjatuh, air matanya mengalir deras seiring dengan hujan yang perlahan turun.

"Kakekkkkkk!" teriaknya.

"Sia!" teriak Bara sambil turun dari mobilnya, dia langsung membuka almamaternya, mencoba melindungi Sia yang jatuh agar tidak tetkena hujan.

"Please, kasih gue kesempatan buat anterin lo."

"Kakek!" teriak Sia sambil memegang dadanya.

"Lo mau ketemu Kakek lo kan? Semakin lama lo diem semakin lama juga lo ketemu sama dia!" Bara pun mengulurkan tangannya berusaha membantu Sia untuk berdiri.

"Kali ini aja, dengerin gue. Kali ini aja, izinin gue buat bantuin lo."

Tidak ada pilihan lain, benar kata Bara, semakin lama Sia diam dan menangis semakin lama juga dia bertemu dengan Hutomo. Sia langsung menerima uluran tangan Bara yang mencoba membantunya untuk berdiri.

"Makasih," ucap Sia dengan gemetar. Bara dengan cepat langsung menuju Rumah Sakit yang ditunjukan oleh Sia. Di jalan, Sia tidak berhenti menangis dan untungnya—Bara tidak bertanya sedikitpun tentangnya.

Bara mengencangkan kemudinya agar Sia bisa cepat bertemu dengan Kakeknya. Untungnya, Bintang tidak melarangnya, karena hanya Bara yang membawa mobil saat itu.

Tak lama mereka sampai di Rumah Sakit, mata sembab Sia langsung bertemu dengan Bara, "Aku masuk sendiri, nggak papa?"

"Ya." Bara mengangguk, mungkin Sia tidak ingin diganggu atau merasa canggung jika Bara ada di sana, "Kalau ada apa-apa, hubungi gue."

Sia mengangguk, dia lantas keluar dan berlari untuk masuk Rumah Sakit, Bara tidak ikut masuk, karena Sia memintanya begitu. Dia hanya bisa melihat Sia yang berlari dari belakang, semoga tidak terjadi apa-apa, hanya itu harapannya.

"KAKEK!" teriak Sia sambil menggebrak pintu tak sabaran. Betapa hebatnya sakit yang dia rasakan saat melihat Hutomo berbaring tak berdaya, wajahnya pucat pasi juga selang mengitari hidungnya membuat Sia kembali histeris.

Dia langsung memeluk Hutomo, "Kakek, bangun... Kakek nggak boleh lemah!"

Pelukannya semakin lama semakin erat, "Kakek yang Sia kenal adalah pria paling kuat, Kakek yang Sia kenal adalah pria yang paling tangguh!"

Hutomo tidak merespon dan itu membuat Sia semakin tertohok, "Bukannya Kakek punya janji sama Sia? Kakek bakal lihat Sia nyanyi kan? Kakek juga bakal lihat Sia punya konser sendiri nanti. Itu janji kita kan? Kakek masih inget?"

"Kenapa Kakek nggak jawab pertanyaan Sia? Kenapa Kakek diem aja?" Sia terus memeluk Hutomo dalam jeritnya, sementara Joe hanya bisa meneteskan air matanya melihat Sia yang begitu menyayangi Kakeknya.

"Kakeekkk!" teriak Sia, "Jangan tinggalin, Sia."

Sia menggenggam tangan Hutomo lalu menekan keningnya di atas sana, di atas jarum infus yang melekat di tangannya, "Maafin, Sia. Maafin Sia kalau Sia nyakitin Kakek, Maafin Sia tolong..."

"Nona, kita harus—"

"Kakek mau apa? Kakek mau Sia jadi penerus? Kakek nggak mau Sia jadi penyanyi? Sia lakuin! Sia turutin semua keinginan Kakek asal Kakek jangan tinggalin Sia..." teriaknya, Alister dan Ana yang baru datang pun hanya bisa meneteskan air matanya mendengar jerit dari anaknya.

Alister yang melihat Hutomo berbaring pun ikut memegang Ayahnya, sejahat apapun dia, sebanyak apapun dia melakukan kesalahan, dia tetap Ayahnya, orang yang tentu sangat Alister sayangi.

"KAKEK!!"

"Maafin Sia... maafin Sia yang nggak nurut ini. Maafin Sia yang bilang Kakek nggak punya perasaan. Tolong... jangan buat Sia sedih," ucapnya sambil menjerit sekencang mungkin.

"Sia sayang Kakek...," ucap Sia lemah dan tak bisa berkata-kata lagi. Sementara Bianca yang berada di ambang pintu hanya bisa mengepalkan tangannya kesal.

Love you readers...

(Sia & Hutomo)

Jangan lupa banyakin komentar sama vote hehe, makasih banyak semuanya, aku semangat banget nulis ini😭

Ada yang mau jadi RP Bianca? Troy? Orlando? Sama Bintang, akunnya aku yang pegang, jadi langsung main aja, hubungi aku atau admin di instagram @telukalaskaofc

Jangan lupa beli novel Teluk Alaska juga👌

Jangan lupa follow instagram Official:

@telukalaskaofc

Dan juga instagram Roleplayer:
@barawilliam_
@alistasia.reygan
@bintang.elano
@hutomo_
@alister_reygan
@anastasyamysha
@crystalnorlando

Ada yang mau ditanyain?

Instagram: ekaaryani01

Thankyou💕

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 257K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
850K 28.8K 55
cerita ini menceritakan kisah seorang " QUEENARA AURELIA " atau biasa dipanggil nara.gadis yang bekerja sebagai pelayan cafe untuk memenuhi kebutuha...
524K 19.5K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
820K 71.2K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...