iL Legame (tamat)

By dramahati

365K 17.3K 284

Pintu di depanku berderit perlahan, bersamaan dengan daun pintunya yang membuka sedikit demi sedikit. Menyemb... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Pengumuman Penting!!!
Tanya Dong
HALO.....

Bab 28

4.9K 262 7
By dramahati

                Aku berjalan gontai masuk ke dalam kelas dengan mata yang berat dan mulut yang tak henti menguap sejak tadi. Ku sibak beberapa gerombol mahasiswa yang menghalangi jalanku, lalu kupilih tempat duduk paling belakang di samping jendela. Setidaknya tempat ini nanti bisa sedikit mendistraksiku dari rasa kantuk, atau mungkin malah membuat kantukku semakin menjadi karena angin sepoi-sepoi dari luar sana.

Baru saja aku berniat mengambil buku pelajaranku di dalam tas saat kudengar gedebuk langkah menuju kearahku sambil berteriak.

"ALISHA!"

Aku mengangkat dagu, menatap Tere dengan rambut berantakannya dan nafas yang naik turun tanpa terkendali. Suara cewek itu cukup nyaring, mampu membuat banyak pasang mata langsung menatap ke arah kami dengan pandangan ingin tahu.

"Alexander.....Alexander....." ia membuangtelunjuknya ke luar kelas dengan nafasnya yang masih memburu.

"Alexander kenapa?!" sontak aku berdiri, menatap sahabatku itu tanpa berkedip. "Dia kenapa?!" aku menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Hari ini dia masuk kuliah lagi!" jawab Tere kemudian masih sambil mengatur nafas.

Tanpa peduli lagi dengan kalimat lanjutan Tere, aku segera berlari keluar kelas. Menerobos barisan siswa yang hendak masuk, bahkan aku sempat berpapasan dengan dosenku pagi ini, namun aku tak peduli. Dua hari tanpa Alexander benar-benar membuatku bingung. Makanya, hari ini aku ingin bertemu dengannya, dan menanyakan banyak pertanyaan yang sudah kusimpan.

*****

Aku menaiki tangga fakultas kedokteran hewan dengan sisa-sisa tenagaku. Jarak antara fakultasku dan fakultas kedokteran hewan memang bisa di bilang lumayan jauh. Fakultasku berada di gedung B, dan fakultas kedokteran hewan berada di gedung J. Bisa dibayangkan bukan bagaimana aku harus berlari melewati gedung-gedung lain sebelum akhirnya sampai di gedung J?

Alexander duduk di depan kelasnya saat aku datang, meskipun dia tak menyadari kedatanganku karena dia membelakangiku. Ada Bagas dan Samuel, dan beberapa cewek yang aku tidak kenal. mereka terdengar saling melempar candaan, tanpa menyadari bahwa aku semakin mendekat.

Jantungku berdebar keras saat langkah kecilku semakin menuju ke arahnya. Bahkan dari jarak beebrapa langkah, aku sudah bisa menghirup parfum favoritnya. Membuat rinduku semakin tak terkendali. Aku ingin memeluk tubuh berbalut kemeja hitam itu dan menumpahkan segala perasaanku padanya.

"Eh Sha..." Samuel yang pertama kali menyadari kedatanganku. Ia menatap kearahku, disusul semua orang yang berada disana termasuk Alexander sendiri.

"Al....." panggilku setelah kami saling berhadapan. Aku melihat sorot matanya sedikit terkejut saat melihatku. Namun itu tidak lama, dalam sekejap saja pandangannya berubah dingin.

"kamu kemana? Dua hari nggak kasih kabar?" aku meremas ujung kemejaku. "Ini udah ketiga kalinya lho kamu ngilang nggak bilang-bilang."

Dia tak menjawab, malah membuang pandang ke arah lain.

"Al!" panggilku lagi sedikit lebih keras. "Kamu dengerin nggak sih aku ngomong apa?!"

Alexander menghela nafas, lantas kembali menatapku dengan senyum sinis yang tak ku ketahui artinya.

"Cukup Sha!" katanya kemudian.

Aku mengerutkan kening. Cukup? Apa maksudnya?

"Cukup?"

Dia mengangguk.

"Iya...." jawabnya datar, mengayunkan langkahnya untuk meninggalkanku namun berhasil ku cekal lengannya.

"Jelasin apa maksudnya cukup?!" Seruku parau karena hampir menangis.

Dia menghela nafas, dan memandangku dengan intens.

"Iya cukup. Gue sama lo!" Jawabnya kemudian tanpa menggunakan bahasa 'aku-kamu' lagi denganku. Aku mendengar suaranya begitu jelas, namun aku tak yakin jika itu memang benar-benar keluar dari hatinya.

Aku menarik nafas, memandang teman-temannya yang masih berdiri di belakangnya dengan diam.

"Maksud kamu, kita....?"

Aku tidak mampu meneruskan kalimatku.

"Iya." Dia mengangguk. "Kita PUTUS!"

Tak ada yang bisa ku gambarkan dengan perasaanku kali ini. apa yang ku dengar seakan hanya bualan manusia tidak jelas di siang bolong namun terasa menyakitkan. Membuat lututku lemas dan jemariku yang sejak tadi kuat menahan lengannya meluruh sedikit demi sedikit.

"Ke—Kenapa kita putus?" tanyaku tak mengerti. Seingatku dua hari lalu kami baik-baik saja—sebelum ia tiba-tiba hilang. Dan seingatku, di malam sebelum ia menghilang itu juga, kami masih saling mencumbu dan berbagi keringat bersama. Tapi, kenapa tiba-tiba ia berubah hanya dalam dua hari.

"Ya gue pengen kita putus!"Kalimatnya terdengar tak ada penyesalan sedikitpun.

Jantungku seperti dihantam oleh sesuatu yang keras. Tiba-tiba terasa sangat sakit.

"Al,kamu bohong kan? Kamu Cuma bercanda 'kan? Kamu Cuma nge-prank aku karena kita udah pacaran tiga bulan 'kan?" aku berusaha menegaskan bahwa apa yang aku dengar salah. Sementara air mataku sudah tak bisa ku bendung lagi. Aku menangis terisak, tak peduli jika seluruh mata di koridor sedang menatapku.

"Apa?" Alexander tertawa sinis. "Apa kurang jelas dengan apa yang gue bilang tadi?!"

"Al!" Aku meraih tangannya lagi.

"Apaan sih?!" Dia mengibaskan tanganku dengan kasar. "Kita putus. Lo nggak denger? PU-TUS!" serunya lantang, memenuhi koridor kelas. Mungkin sampai di halaman depan.

"Kenapa?!" jeritku di sertai tangis.

"Ya gue pengen putus aja!" sekali lagi penjelasannya terdengar ambigu.

"Enggak!" Seruku. "Jelasin alasan kamu putusa sama aku!"

"Alasan?!" dia menatapku nanar. Matanya memerah, meskipun aku bisa melihat jejak air mata di sudut matanya yang penuh amarah itu.

"Ya!" aku maju satu langkah, mencoba untuk membuatnya takut.

Dia terdiam sesaat.

"Alasannya karena gue udah menang taruhan!" Dia menunjuk-nunjuk ke arahku dengan garangnya. Sungguh ini bakan Alexander yang seperti biasanya. Ini bukan Alexander lembut yang biasa aku kenal.

Kembali dadaku terasa sakit. Kalimatnya seperti pukulan dahsyat yang berhasil menenggelamkanku. Kemudian kepalaku tiba-tiba merasa sangat pusing. Aku berharap apa yang ku dengar hanya bualan Alexander belaka.

"Gue taruhan sama sahabat-sahabat gue. Kalau gue bisa ngajak lo pacaran sampai lo bisa tidur sama gue, gue menang!" serunya.

"Al....!" Bagas menepuk pundak Alexander, namun cowok itu mengibaskannya begitu saja. "Lo keterlaluan." Bisiknya lagi. Namun Alexander terlihat tidak peduli.

"See.....gue menang. Gue bisa ngajakin lo tidur sama gue! Apa lo pikir gue udah berubah? Nggak Alisha! Gue tetep cowok brengsek seperti yang orang-orang dan sahabat-sahabat lo pikir. So, lo nggak usah cenggeng karena kenyataannya gue emang nggak pernah cinta sama lo!"

Plak!

Tanganku bergetar, sebuah tamparan dariku mungkin cukup untuk membuat mulutnya berhenti membual hal-hal bodoh seperti itu. Namun tamparan ini sama sekali tak bisa menghapus luka yang semakin dalam menggerus hatiku. Benarkah apa yang dia katakan? Benarkah ia memang hanya taruhan dengan teman-temannya agar bisa mempermalukanku seperti ini?

"Aku nggak percaya!" Seruku. "Aku nggak akan pernah percaya dengan apa yanglo bilang!"

"Terserah!" Alexander menyambar kalimatku. "Yang jelas lo tuh Cuma ajang taruhan gue sama temen-temen gue!"

"Enggak!" jeritku sekali lagi dengan menutup kedua telingaku dengan tangan. Aku tidak ingin mendengar dia mengeluarkan kalimat itu lagi dari mulutnya. Karena itu sangat menyakitkan.

"Lo jadi cowok brengsek banget sih!" sebuah suara menginterupsi kami. Abian langsung maju di depanku dan tanpa aba-aba langsung memukul wajah Alexander sampai pria itu tersungkur. Aku dan beberapa orang di sana menjerit apalagi melihat Alexander yang tergeletak dengan ujung bibir mengeluarkan darah.

"Lo pikir, lo orang hebat begitu?!!" Abian menunduk, menarik kerah kemeja Alexander, siap mendaratkan pukulannya ke wajah cowok itu lagi.

Baru kali ini aku melihat Abian mengamuk. Matanya memerah, urat lehernya terlihat jelas dan tangannya yang mengepal itu bergetar. Bagas dan Samuel yang awalnya ingin melerai saja kembali mundur melihat Abian menatap mereka seperti hendak membunuh.

"Bi....udah...." aku menarik tubuh Abian, namun sia-sia. Tubuhnya terlalu kuat daripada tenagaku yang sudah habis tak bersisa. "Dia mungkin cuma mabuk, dia mungkin cuma capek."

Abian menatapku nanar, lalu kembali mendorong Alexander sampai pria itu terjerembak ke dinding. Aku menggigit bibir bawahku. Rasanya tidak tega melihatnya seperti itu. naluriku berkata, aku ingin berlari ke arahnya dan menolongnya. Namun aku tahu, dia pasti akan menolakku.

"Sha lo ngomong apa'an sih?" tanya Abian heran melihatku masih berusaha membelanya meskipun aku sudah tersakiti lebih dari yang dia kira. "Buka mata lo Sha. Dia nggak mabuk, dia nggak capek. Dia Cuma cowok brengsek dengan mulut kotor!"ia menunjuk Alexander yang sedang mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Aneh saja, Alexander tetap diam meskipun Abian memukulnya. Seolah ia memang pria brengsek seperti yang Abian katakan.

Aku tak menjawab, hanya termangu saat Tere tiba-tiba merangkulku.

"Sha lo nggak apa-apa?" tanyanya kemudian. Aku tak tahu kapan dia dan Abian datang, namun aku yakin jika mereka berdua sudah mendengar semua pembicaraanku dengan Alexander tadi.

"Lo pikir sahabat gue barang mainan, HA!?"

Bluk! sebuah pukulan kembali melesat begitu saja menghantam wajah Alxander. Sampai cowok itu kembali terhuyung mundur dan terjatuh.

"Hoi.....lo bisa tenang nggak sih Ter?!" Bagas maju namun lengan Aexander menghalanginya.

"Jangan!" cegahnya. "Biar gue selesain sendiri masalah gue. Kalian jangan ikut campur!"

Dan akhirnya Bagas kembali mundur ke belakang.

"Pukul.....ayo pukul....! pukul aja gue! Emang kalau lo marah bakal ngembali'in dia jadi perawan lagi?! Enggak 'kan!"

Kali ini bukan hanya tangan, namun kaki Abian sudah melayang dan menendang perut Alexander dengan keras.

"Bi...Jangan!!" Seruku histeris, namun Abian tak peduli. Ia kini duduk diatas Alexander dan memukuli pria itu tanpa ampun.

"Lo emang cowok brengsek yang nggak punya hati!" Abian hendak kembali memukul Alexander yang terlihat pasrah, namun aku lebih dulu menarik lengannya untuk menjauh.

"Jangan Bi...udah....udah cukup!" seruku di sela isak tangis. Ku lihat Alexander merintih memegangi perut dan wajahnya.

"Lo nggak apa-apa kan Al?" aku berusaha membantunya berdiri, namun lagi-lagi hal yang tak kuinginkan terjadi. Alexander mendorongku sampai aku nyaris terjatuh. Jika saja tidak akan Abian yang menerima tubuhku dari belakang, mungkin sekarang tubuhku sudah mendarat sempurna di lantai.

"BRENGSEK!" Abian kembali maju untuk memukul Alexander namun aku kembali menarik tubuhnya.

"Please, kalau kamu sahabat aku. Jangan pukul dia lagi." bisikku dengan isakan yang tak kunjung reda. "Hatiku sudah sakit mendengar kalimat-kalimat tajam yang baru saja dia katakan, dan aku mohon jangan membuatku semakin hancur dengan kamu memukulinya sampai babak belur seperti itu."

Abian mereda, ia tampak mengatur emosinya. Namun aku tahu jika itu sangat sulit. Tanganya masih terkepal kuat sedang urat di pelipisnya masih terlihat jelas.

"Gue peringatin sama lo ya brengsek! Lo udah janji sama gue buat jagain Alisha, dan lo mengingakri janji lo sama gue. Mulai dari sekarang, jauh-jauh lo dari sahabat gue, karena gue yang akan jagain dia. NGERTI?!"

Alexander tertawa sinis.

"Gue nggak bakalan nyari dia lagi. Tenang aja." Jawabnya sambil berusaha berdiri. Bagas dan Samuel maju untuk membantunya.

"Ayo Sha!" Abian menarik tanganku untuk segera pergi.

"Tapi......" aku masih menatap Alexander dengan tatapan iba. Aku ingin meraihnya dalam pelukanku lalu mengobati luka-lukanya itu.

"Gue mohon, jangan mempermalukan diri lo sendiri." Abian menyudahi kalimatnya sedangkan tangannya menarik tanganku dengan erat, tergesa meninggalkan panggung drama ini.

******

Aku duduk menutup muka dengan telapak tangan. Isakku belum juga berhenti padahal aku sudah berada di sini sejak satu jam yang lalu. Tere yang sejak tadi berada di sampingku hanya diam dan sesekali menepuk punggungku. Mungkin dia tahu, tak ada gunanya menghiburku saat ini. aku sedang dalam fase denial, tidak bisa menerima apapun masukan dari orang lain.

"Nih, minum teh anget dulu." Abian datang membawakanku segelas teh hangat.

"Makasih...." Aku menerima teh itu masih dengan terisak. Kusesap sedikit, sekedar membasahi kerongkongan.

"Harusnya lo ngebiarin gue bikin perhitungan sama si brengsek itu Sha!" Abian masih terlihat kesal, dengusannya masih tedengar jelas di telingaku.

"Udah deh Bi, jangan bahas itu dulu. Biarin aja." Tere yang menjawab, sedang aku masih tak mengucapkan apapun.

"Gimana gue haus ngebiarin ini Ter. Dia udah....udah...Akh!" Abian menendang tempat sampah sampai isinya berhamburan keluar.

"Udah nidurin gue maksud lo?" tanyaku pelan.

Abian berdecak, sedangkan Tere kembali menepuk punggungku.

"Seharusnya lo nggak usah kasih kayak begituan sama dia Sha. Yang namanya brengsek tetep aja brengsek! Udah bakat! Sekarang lo nyesel kan?!"

"Bi.....udah...." bisik Tere pelan. "Lo nggak boleh ngomong kayak begitu. Lo enggak boleh menghakimi Alisha dengan kalimat seperti itu."

Aku menghela nafas, lantas menyeka air mataku.

"Gue nggak nyesel Bi." Gumamku kemudian. "Gue nggak nyesel dan nggak akan pernah nyesel ngasih milik gue yang paling berharga sama dia."

"Yang gue sesalin adalah, kenapa gue nggak tau apa yang ada di pikiran dia sekarang."

"Sha, dia udah bilang kan, kalau dia cuma anggep lo taruhan. TARUHAN!" Abian berdiri di depanku, menatapku dengan tegas.

"Buslyit!" Seruku. "Gue nggak percaya sama apa yang dia bilang! Karena gue percaya sama hati kecil gue!"

Abian mengusap wajahnya frustasi. Dari sekian hal yang dilakukannya bersamaku, mungkin baru kali ini dia benar-benar kecewa denganku.

"Lo bodoh Sha!"

"Memang." Jawabku. "Tapi bukankah cinta memang bisa membuat seseorang menjadi bodoh Bi?"

Dan Abian tidak menyahut.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 219K 55
Lily Spencer dan Teddy Alexander akan menikah dalam satu bulan kedepan, namun ia harus membatalkan pernikahannya tersebut. Pernikahan impiannya harus...
1.3M 123K 45
Ayari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak...
1.8M 92.4K 50
Kehidupan Ariana berubah ketika ia diminta untuk berpura-pura menjadi saudara kembarnya. Pasalnya dengan menyanggupi permintaan tersebut, Ariana haru...
18.8K 631 56
CERITA INI ASLI MILIK SAYA. BUKAN TERJEMAHAN ATAU SADURAN, JADI JIKA TERDAPAT CERITA YANG SAMA PERSIS MAKA AKAN SAYA LAPORKAN. YANG BELUM 20 TAHUN...