Jodoh Pasti Kembali [Complete...

By nikniknuraeni

336K 27.4K 1.1K

Rupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terl... More

Intro
Bab 1
Bab 1 | 2
BAB 2
BAB 2 | 2
Bab 3
Bab 3 | 2
Bab 4
Bab 4 | 2
Bab 5
Bab 5 | 2
Bab 6
Bab 6 | 2
Bab 7
Bab 7 | 2
Bab 8
Bab 8 | 2
Bab 9
Bab 9 | 2
Bab 10
Bab 10 | 2
Bab 11
Bab 11 | 2
Bab 12
Bab 12 | 2
Bab 13
Bab 13 | 2
Bab 14
Bab 14 | 2
Bab 15
Bab 15 | 2
Bab 16
Bab 16 | 2
Bab 17
Bab 17 | 2
Bab 18
Bab 18 | 2
Bab 19
Bab 19 | 2
Bab 20
Bab 20 | 2
Bab 21
Bab 21 | 2
Bab 22
Bab 22 | 2
Bab 23
Bab 23 | 2
Bab 24
Bab 24 | 2
Bab 25
Bab 25 | 2
Bab 26
Bab 26 | 2
Bab 27
Bab 27 | 2
Bab 28
Bab 28 | 2
Bab 29
Bab 29 | 2
Bab 30
Bab 30 | 2
Extra Part
Extra part | End

Extra Part | 2

6.9K 452 18
By nikniknuraeni

"Bunda mau ketemu Hana nanti sore di SOTTA." Bunda berbicara lewat sambungan telepon, saat kakiku baru saja menginjak lobby hotel. Ada tamu harus kutemui sore ini.

"Hana?"

"Putrinya teman Bunda, yang menitipkan bungkusan waktu itu di Malang."

"Oh!"

Tiba-tiba saja wajah pemilik mata bening itu melintas dalam kepala. Lalu sejurus kemudian bayangannya seperti menghantui pikiran. Terlebih, saat rasa penasaranku mendorong untuk mencari tahu lebih banyak tentang siapa dia sebenarnya. Sebab, kehadirannya, membuat Bunda terlihat gelisah.

Aku masih mengingat siang itu. Bunda hanya termenung lama di depan sebuah kotak berisi majalah usang saat kutanya apakah Bunda mengenal pengirimnya. Lalu lamat-lamat kudengar mulutnya bergumam.

"Seperti dugaanku. Mereka sebenarnya saling suka. Hanya saja kehadiranku mengacaukan segalanya."

"Siapa?" tanyaku.

Bunda mengerjap. Tanpa menjawab, ditutupnya kotak itu, lalu beranjak ke dalam kamar.

Mungkin aku harus menemui wanita itu. Mencari tahu apakah ada maksud lain di balik kehadirannya, yang membuat Bunda gelisah, tapi terdengar bersemangat di kesempatan lain.

Padahal, semenjak mengetahui penyakitnya hampir satu tahun lalu, bisa dikatakan Bunda kehilangan semangat hidup dan seperti ingin menyerah. Bahkan, setiap kubujuk untuk melakukan pengobatan yang lebih baik pun, selalu mendapat penolakan.

Namun yang aneh, kudengar nada antusias Bunda dari suaranya tadi.

Selepas menemui seorang tamu penting, segera kularikan mobil menuju SOTTA. Berharap Bunda dan wanita itu masih di sana.

Benar saja. Bunda terlihat lebih 'hidup' saat berbincang dengan wanita itu. Kakiku mungkin akan terpaku di lantai, jika saja Bunda tidak melihatku dan melambaikan tangannya.

Pelan-pelan kudekati mereka, sambil menikmati wajah bahagia Bunda.

Ya Tuhan, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir Bunda tersenyum seperti itu!

Sepulang dari SOTTA, Bunda seperti tidak kehilangan kata menceritakan siapa Hana dan bagaimana mereka bisa dekat dalam waktu sesingkat itu. Saat kutanya hubungan spesial apa antara Bunda dengan orangtuanya, beliau kembali diam sampai akhirnya kami tiba di rumah.

"Laki-laki itu ... dulu pernah hadir dalam kehidupan Bunda." Ucapnya ketika hendak melepas sabuk pengaman. "Saat Bunda meninggalkannya, sahabat terbaiknya selalu hadir untuk menghapus lukanya. Sekarang, setelah wanita itu pergi, haruskah Bunda yang menghapus duka dalam hidupnya?"

Aku memandang Bunda dengan tatapan tidak mengerti. Pertanyaan itu tentu saja tidak ditujukannya padaku, melainkan pada dirinya sendiri. Ada bening di sudut matanya saat beliau turun dari mobil.

Seharusnya aku berterima kasih pada wanita bernama Hana karena telah mengembalikan senyum Bunda, walau hanya bertahan dalam hitungan jam. Namun entah mengapa, kalimat terakhir Bunda begitu menggangguku.

Apa Bunda berniat kembali pada laki-laki di masa lalunya?

***

Kubaca ulang pesan yang kukirim pada Hana. Mungkin wanita itu sedang kesal dengan pesan yang kutulis untuknya, sampai dia menyebutku dengan panggilan 'Anda'.

Beberapa saat kemudian aku hanya memandangi isi pesannya, menimang apakah perlu meminta maaf atas perkataan kasarku atau tidak. Beberapa kali kutulis pesan untuknya, lalu segera kuhapus sebelum menekan tombol 'kirim'. Mengetiknya lagi, lalu kembali menghapusnya. Hingga sebuah panggilan masuk, dengan suara yang terdengar panik.

Kutegakkan kepala ketika mendengar semua penuturannya.

***

Mungkin inilah bentuk permintaan maaf yang bisa kulakukan atas rasa bersalah semalam. Meskipun terlihat konyol karena sepagi ini harus datang ke rumah seseorang yang baru kukenal.

Selepas benda itu ditemukan, malam itu juga aku kembali ke kafe untuk mengambil barangnya yang tertinggal. Hal yang masih tidak kupercayai sampai sekarang, kenapa mau melakukannya sejauh ini.

Kukurim pesan jika sudah berada di depan rumahnya, tapi masih belum terbaca setelah lima menit berselang. Kutekan nomornya dan berusaha menghubungi beberapa kali, sampai terpikir untuk mengetuk saja pintu rumahnya. Beruntung ada seorang seseorang yang bisa kutanyai.

Tidak lama berselang, wanita bermata bening itu keluar dengan wajah yang memucat mendapatiku sudah berdiri di depan rumahnya. Segera kualihkan perhatian pada ponsel yang masih kupegang.

"Maaf," katanya.

Aku masih berpura-pura tidak menyadari kehadirannya saat ia mendekat.

"Teleponnya tidak terangkat." Ada nada penyesalan dalam suaranya. Entah karena teleponku, atau karena aku sendiri yang mengantarkannya.

"Ini?"

Kuacungkan benda itu di hadapannya. Wanita itu mengangguk dan menerimanya dengan kening sedikit mengerut.

Ah, perasaan macam apa ini? Kenapa aku ingin memandangnya lama-lama?

--bersambung--

🌸🌸🌸

Terima kasih bagi yang telah berkenan menunggu.

😍🙏





Continue Reading

You'll Also Like

40.9K 1.2K 8
Terbit di Penerbit Andi. Gadis Bianca (Gadis) seorang guru sekaligus dosen honorer merasa bosan akibat work from home. Ditambah dia yang masih single...
783K 7K 20
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
1.1K 174 17
keseharian yang di penuhi drama oleh jisoo dan Taehyung setiap harinya "Bisakah aku memilikimu?" "Tentu jika kau mau menunggu sampai aku memberikan...
211 75 27
Cinta tidak bisa menjamin untuk bisa bersama Sayang tidak bisa menjamin untuk bahagia Dan Setia tidak bisa menjamin untuk selalu ada Mengharapkan Tit...