iL Legame (tamat)

بواسطة dramahati

365K 17.3K 284

Pintu di depanku berderit perlahan, bersamaan dengan daun pintunya yang membuka sedikit demi sedikit. Menyemb... المزيد

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Pengumuman Penting!!!
Tanya Dong
HALO.....

Bab 20

7.5K 373 6
بواسطة dramahati

            "Kamu mau bawa aku kemana?" tanyaku, saat kami sudah melaju di jalan raya. Kugigit sepotong roti yang sempat aku beli di kantin tadi.

"Aku mau itu..." ia mengedik tanpa menoleh ke arahku.

"Roti?" aku menimbang-nimbang roti isi selai kacang yang masih berada di tanganku.

Dia mengangguk.

Ku ulurkan roti itu dan menyuapkannya. Dia menerimanya dengan senyum kecil.

"Belum makan ya?" tanyaku lalu mengambil tissue dan mengelap bibirnya yang sedikit kotor kena sisa selai.

"Udah...." jawabnya. "Hanya saja saat lihat kamu makan aku pengen."

Aku tertawa kecil, kembali menggigit sisa rotiku yang tinggal sedikit. Jika tau dia juga suka, mungkin aku akan membeli lebih dari satu.

"Besok mama udah boleh pulang." Katanya kemudian.

"Beneran?" Wajahku berbinar, namun meredup seketika. "Sayangnya aku tidak bisa ikut menjemput mamamu besok."

Dia menoleh.

"Kenapa?"

"Mama rindu sama aku, dan pengen aku pulang." Jawabku.

Alexander mengulurkan tangannya dan mengusap kepalaku.

"Enggak apa-apa. Lagipula mama kamu juga butuh kamu."

Aku meringis, memiringkan kepalaku lalu tidur dipundaknya. Damai rasanya punya kekasih yang sangat pengertian seperti Alexander.

****

Halaman rumah ini luas, namun terkesan sepi. Maklumlah, hanya ada mamanya, beberapa asisten rumah tangga serta sopir di sana.

Saat Alexander pulang, dia bilang rumahnya sedikit lebih ramai. Meskipun tak seramai rumah-rumah keluarga orang normal yang diisi dengan cengkrama dan canda tawa saat berkumpul. Yang jelas, ada makhluk lain selain tante Risa dan asisten rumah tangga yang hilir mudik naik turun tangga.

Pertama kali melangkah kaki di halaman, ada sesuatu yang mengusik perhatianku. Yaitu seekor anjing Labrador warna coklat dengan kaki berbalut perban dan terpincang-pincang.

"Hai...." aku menghambur mendekatinya lalu berjongkok. Mengusap-usap kepalanya dan anjing itu sama sekali tak protes.

"Dia suka sama kamu." Sela Alexander. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di belakangku.

"Lucu sekali, siapa namanya?"

"Baylon." Jawab Alexander, membungkuk di sampingku lalu mengusap bulu-bulu halus Baylon yang terawat. "Sebenarnya aku bukan pemilik aslinya."

Aku menoleh.

"Beberapa minggu yang lalu, aku menemukannya terkapar di pinggir jalan. Mungkin ditabrak orang. Aku bawa dia pulang dan merawatnya."

Aku tertawa kecil, saat kepala Baylon mengusap-usap tanganku.

"Nggak salah dong berarti kamu ambil jurusan kedokteran hewan?" aku beranjak dari posisiku. "Baylon terlihat sehat meskipun kakinya sakit."

Dia tersenyum, belum menjawab. kami berdua berjalan beriringan masuk ke dalam rumah, meninggalkan kandang Baylon.

"Menjadi dokter hewan sebenarnya juga bukan keinginanku." Katanya dingin, lalu membuka pintu. suasana sepi, Alexander bilang kalau semua asistennya sedang berada di rumah sakit menemani mamanya.

"Kalau bukan keinginamu lantas keinginan siapa?" kali ini kami sudah mulai menaiki anak tangga menuju lantai dua. Ke kamar Alexander mungkin.

"Papa."

"Papa?" aku kurang mengerti. Jika ia sebegitu benci pada papanya, kenapa dia harus menuruti keinginan lelaki itu.

"Waktu kecil, papa sering bilang sama mama kalau aku sudah dewasa, harus jadi dokter hewan. Dan mama bersikeras agar aku menuruti perintah papa."

"Jadi.... karena mama kamu bersikeras, kamu akhirnya nurut?" dia menjawabnya dengan anggukan kecil.

"Anak baik ya." celotehku. "Nggak kayak aku. Mama minta kuliah di Bandung, aku bersikeras kuliah di Jakarta. Mama minta ambil jurusan Hubungan Internasional, aku ambil jurusan Ekonomi."

"Ya bagus dong!"

"Bagus kenapa?"

"Kalau kamu kuliah di Bandung 'kan nggak bakalan ketemu aku. Gimana sih..." dia mencubit pipiku, dan aku tergelak.

Kami tiba di depan kamar dengan pintu bercat putih. saatAlexander membukanya, atmosfir kamar cowok kental sekali di saana.Kamar ini rapi, mirip dengan kamarnya yang di kos-kos'an. Jika kamar di kos itu hanya ada TV dan minim barang, berbeda dengan kamarnya di sini yang penuh dengan aneka barang eletronik.Mulai dari TV, komputer, playstation dan bahkan ada sebuah treadmil di pojok ruangan. Kelihatan kalau kos itu hanyalah sebagai transit saat dia enggan pulang atau lelah karena padatnya perkuliahan.

"Masuk...." dia menarik tanganku. "Ini kamarku. Ruang pribadi aku, sekaligus duniaku."

"Sama dong. Aku juga punya dunia sendiri di kamar rumahku. Aku menyebutnya dunia Alisha!" gelakku.

"Memang apa yang membuat kamu betah di dalam kamar. Bukannya di rumah ada orang-orang yang bisa kamu ajak untuk cerita."

Aku tersenyum, berjalan ke tepi jendela. Menatap jalanan sepi dari lantai dua.

"Hanya saja, aku suka menyendiri di kamar sambil mengunci pintu. menghabiskan hariku dengan membaca novel atau marathon drama Korea." Jawabku.

Alexander tak menyahut, hanya kudengar langkah kakinya saja yang mendekat ke arahku.

"Mau minum?" terdengar ia berbisik di belakangku. Sekejap kemudian, dia sudah memelukku dari belakang.

Aku menggeleng. Merasakan hembusan nafas hangatnya menyapu daun telingaku.

"Terimakasih...." bisiknya di telingaku.

"Buat apa?" Aku memainkan lengannya. Mencubit-cubit kecil, meinggalkan sisa kemerahan yang langsung menghilang di kulit putihnya.

"Aku pikir kamu akan meninggalkanku setelah kamu tahu bagaimana keadaan keluargaku."

"Hei...." Aku memutar badanku, menatap matanya yang teduh. Mata indah yang ternyata menyimpan banyak sekali derita.

"Jika orang yang kamu cintai memilih pergi setelah tau kekuranganmu, itu bukan cinta yang rasional."

"Jadi bagaimana menurutmu cinta rasional itu?"

Aku mengelus pipinya dengan lembut.

"Seperti ini! seperti kita. Seperti apa yang aku lakukan padamu sekarang." jawabku. "Dan aku bahagia, menjadi satu-satunya cewek yang tau semua tentangmu. Tentang masa lalu keluargamu, tentang kehidupanmu dan tentang kesendirianmu."

Ia tertawa kecil. mengaitkan anak rambutku di belakang telinga.

"Sha....aku beruntung mengenalmu." Katanya. "Aku bahagia bisa jatuh cinta denganmu."

Aku tak menjawab.

"Kamu sekarang nggak sendirian."jelasku. "Lupakan kesepianmu, lupakan duniamu yang sunyi."

Alexander tersenyum, mengulurkan jemarinya di leher belakangku, mendekatkan wajahnya padaku lalu menciumku. Aku memejamkan mata, merasakan lembut bibirnya yang menyesap bibirku.

Aku merasakan tangannya mendorong tubuhku perlahan, hingga akhirnya kami berdua jatuh di atas kasur. Aku masih terus merasakan bibinya melumat bibirku saat jemarinya satu persatu melepas kancing kemejaku. Tangannya mengelus perutku, hingga akhirnya naik dan sampai di belakang punggungku. Dengan gerakan lihai ia berhasil membuka pengait bra-ku.

Ia menjeda ciuman kami dan mengunci tatapanku. Binar matanya yang terlihat cemerlang itu seolah mengisyaratkan sebuah keinginan besar padaku. Ia meminta lebih dari ini. ia meminta lebih dari sekedar ciuman ataupun cumbuan di sekujur tubuhku.

"Mau membuat dunia kita sendiri di kamar ini?" bisiknya di depan telingaku.

Aku meraba bibirnya yang memerah, lalu mengangguk tanpa keraguan sedikitpun.

Dunia kami tiba-tiba menjadi sangat hening. Hanya ada suara nafas memburu serta erangan lirih yang sesekali keluar dari mulut kami. Badanku terasa panas terbakar, gelinyar-gelinyar aneh semakin mendorongku untuk melakukan sesuatu yang lebih dan lebih lagi. Alexander benar-benar menguasai diriku, hingga aku seperti terbang entah kemana. Dia menyesap bibir bawahku dengan begitu mendominasi, dan di menit berikutnya ia memainkan dadaku, mengelus pahaku dan menciumi perutku.

Aku menatap Alexader yang menegakkan tubuhnya, kemudian mengambil sesuatu dari atas nakas. Sebuah plastik kecil yang ia sobek menggunakan mulutnya. Aku tahu itu apa, dan dengan cekatan ia memasangnya. Aku menarik nafas pelan, bersiap untuk langkah terbesar di hidupku.

Kembali aku memejamkan mata dan dunia kami kembali terasa hening, dan suara nafas yang semakinmemburu, permainan yang tak akan berakhir serta rasa luar biasa yang tak akan pernah kami lupakan.

Dan percayalah....

Bahwa aku tak akan pernah menyesali hari ini.

*****

Aku terbangun saat jerit Chandelier mengalun merdu dari ponselku. Aku menguap sebentar, menatap ke luar jendela, menyaksikan malam yang pekat disertai dengan hujan.

Aku melirik Alexander yang tertidur tenang di sampingku. Nafasnya yang naik turun teratur menandakan jika dia masih berada di fase tidur lelap. Wajahnya yang terlihat damai, membuatku ingin menciumnya sekali lagi.

Baru saja aku mencondongkan tubuhku untuk mencium pipinya, jerit suara ponsel kembali memecah konsetrasiku.

Papa calling.....

"Halo.....papa?" aku beranjak duduk di pinggiran tempat tidur dengan kaki menggantung.

"Lagi apa Sha? Kok telepon papa dari tadi nggak diangkat?" Suara lembut di seberang sana terdengar seperti biasanya.

Aku melirik Alexander. Tidak mungkin mengatakan pada papa jika aku sedang bersama Alexander sekarang.

"Bangun tidur pa..." dan aku tak sepenuhnya bohong.

"Bukannya masih sore. Kok udah tidur?"

Aku hanya tertawa.

"Sudah makan?" Tanya papa kemudian. Perhatian-perhatian kecil seperti inilah yang sering membuatku rindu dengan papa. Jarak pulau Jawa dan papua yang bermil-mil kilometer membuatku sering merindukan papa. Meskipun papa sama disiplinnya dengan mama, namun ia tak begitu kaku. Sebenarnya papa lebih mengerti keadaanku daripada mama, dan bisa berfikir dengan rasional dalam segala hal yang kulakukan.

"Belum."

"Sana lekas makan. Nanti kena gastritis."

"Iya pah. Habis ini." aku mengusap perutku.

"Kata mama besok kamu pulang?" papa mengalihkan pembicaraan.

"Iya." Jawabku. "Mama sudah bilang?"

"Jelaslah....mamamu itu. apa sih yang nggak dia katakan sama papa?" kudengar papa tergelak.

Aku tersenyum.

"Papa cinta banget ya sama mama?"

Kudengar papa kembali tertawa dnegan nyaring.

"Cintalah Sha. Kalau enggak, bagaimana bisa bertahan sejauh ini. kenapa? Apa kamu punya pacar?"

Aku berdehem.

"Akh papa, Alisha 'kan Cuma tanya." Elakku.

Papa kembali tertawa.

"Kalau iya juga nggak apa-apa!"

Aku merengut.

"Papa.....!!!"

"Sudah...sudah....sana makan. Besok balik ke Bandungnya hati-hati ya!"

"Oke pa."

"See you...."

"See you too pap...." aku mematikan teleponku, menatap layar ponselku sedikit lebih lama. Merasa bersalah karena sudah membohongi papa.

"Papamu?" Tiba-tiba Alexander sudah melingkarkan lengannya di pinggangku.

Aku mengangguk.

"Ngapain?"

"Nyuruh buat makan malam." Aku meringis. "Lapeeeeer......"

Alexander tertawa.

"Mau makan?" godanya.

"Ya iyalah...kamu harus tanggung jawab ini lho, udah bikin aku lapar." Aku mengelus perutku.

Alexander menegakkan tubuhnya lantas mencium pipiku.

"Yaudah sana siap-siap. Kita keluar aja ya, sekalian cari udara segar."

"Hujan tuh." Aku mengedik ke luar jendela.

"Udah, nggak apa-apa. kita cari warung yang ada atapnya ntar!"

Aku melongo.

"Ya iyalah....masak mau lesehan di trotoar. Ntar malam nasinya jadi berkuah kena air hujan." Dengusku, dan dia hanya tergelak.

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

776K 45.2K 34
[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [...
18.8K 631 56
CERITA INI ASLI MILIK SAYA. BUKAN TERJEMAHAN ATAU SADURAN, JADI JIKA TERDAPAT CERITA YANG SAMA PERSIS MAKA AKAN SAYA LAPORKAN. YANG BELUM 20 TAHUN...
307K 23.3K 32
Sequel My Crazy CEO Di usia yang menginjak dua puluh tujuh tahun tidak membuat Zeylyna berfikiran untuk menikah. Zeylyna masih ingin menikmatinya wak...
2.1M 10.1K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...