iL Legame (tamat)

By dramahati

365K 17.3K 284

Pintu di depanku berderit perlahan, bersamaan dengan daun pintunya yang membuka sedikit demi sedikit. Menyemb... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Pengumuman Penting!!!
Tanya Dong
HALO.....

Bab 16

7.5K 393 10
By dramahati

                Pernah ada yang bilang bahwa jika kamu mendapatkan cinta dari seseorang, jangan pernah sekalipun melepaskan persahabatanmu. Karena cinta adalah semangat, sedangkan sahabat adalah penguat. Begitulah kira-kira.

Aku bukan tipe cewek yang membiarkan semua masalah berlarut-larut, dan aku juga bukan tipe cewek yang dengan mudahnya memutuskan persahabatanku dengan seseorang apalagi aku tak semudah itu bisa mebuka diri untuk orang lain. Bahkan untuk mengakui seseorang sebagai sahabat, dan merasa nyaman untuk bercerita pada orang lain, aku membutuhkan waktu yang lama. Tapi selain bersama Alexander tentunya. Baru kali ini aku merasa nyaman dengan seseorang dan pada akhirnya jatuh cinta.

Alexander menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah kos berlantai tiga berwarna dominan abu-abu. Di depannya ada tulisan 'terima kos. Hubungi. 081xxx'.

Sore ini aku bertekad ingin menemui Tere dan meminta maaf. Sudah satu minggu kami tak bertegur sapa, lebih tepatnya Tere yang tak mau menyapaku. Dan aku pikir, daripada persahabatku rusak karena kesalahpahaman dengan cowok yang aku pilih untuk jadi pacarku, lebih baik aku segera menemuinya dan mengajaknya berdamai.

"Apa aku perlu ikut masuk?" Alexander membuka suara saat aku membuka pintumobil. Dia menatapku, dengan pandangan iba sekaligus tidak tega.

Aku menggeleng. Bukankah tadi aku sudah mengatakan padanya untuk meninggalkanku?

"Tidak perlu." Tolakku. Aku ingin berbicara dengan santai dengan Tere, tanpa Alexander.

"Kamu pulang aja. Biar aku naik taxi nanti."

Dia menggeleng.

"Aku tunggu."

"Di sini?" tanyaku sanksi. "Tapi aku tidak tau seberapa lama aku akan bersama Tere. Aku takut kalau kamu bo—"

"Bosan?" potongnya cepat.

Aku mengangguk.

"Aku tunggu di cafe itu. Bagaimana?" ia menunjuk sebuah cafe kecil di samping kos Tere. Tidak bergitu ramai, namun aku lihat jika itu cukup nyaman.

Aku mengangguk.

"Baiklah." Pungkasku. "Tapi jika aku terlalu lama dan kamu bosan menungguku, kamu bisa pergi."

"Aku tidak akan pernah bosan menunggumu Alisha." Jawabnya tegas mengelus pipiku.

Aku tertawa kecil, disertai pipiku yang memerah.

"Baiklah, aku tunggu di sana. Selesaikan urusanmu dengan sehabatmu. Tenang saja, aku tidak akan pergi."

Aku mengangguk. Setelah berpelukan beberapa detik, aku akhirnya turun dari mobil Alexander.

*****

Aku bisa membaca raut wajah itu. antara terkejut, bahagia, dan kesal bercampur menjadi satu manakala ia melihatku berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Aku tahu jika dia tak akan pernah menyangka dengan kedatanganku, buktinya sejak tadi Tere tak bisa mengatupkan bibirnya karena terkejut.

"Siapa sayang...?" Glen, pacar Tere muncul dari balik pintu. cowok berkulit putih, berambut sedikit gondrong dengan beberapa tato di lengannya itu melongokkan kepala, lantas tersenyum kecil saat melihat aku yangberada di depan pintu. dia tak memakai baju, hanya mengenakan celana jeans selutut berwarna hitam.

"Hai...." sapaku.

"Hai juga...." sapanya, meraih sebuah kaos yang tersamping di kursi lantas menemuiku. "Kalau kalian pengen bicara, aku tinggal dulu." Rupanya Glen sudah tahu apa masalah kami.

"Oke." Jawabku, melirik Tere yang sejak tadi belum mengeluarkan suara sejak kedatanganku.

Glen menepuk pundakku lantas segera menyingkir entah kemana. Tak berselang lama, aku mendengar dia menghidupkan motornya dan melesat begitu saja.

"Boleh masuk?" tanyaku kemudian, saat kami sudah mirip patung yang berhadapan di depan pintu.

Tere mengangguk cepat.

"Tentu...tentu....saja...." ia tergopoh memberiku jalan untuk masuk dan mempersilakanku duduk lesehan di tengah ruangan, karena memang Tere tidak punya sofa. Di depan kami, televisi miliknya menyala. Menampilkan acara drama korea dengan pemain Lee Jong Suk.

Aku belum bersuara sejak kedatanganku. Hanya mataku saja yang mengekor arah langkah Tere menuju pantry, menuang sirup dan air pada dua buah gelas di depannya. Tak berselang lama terdengar dentingan dari sendok dan gelas yang beradu. Menampakkan juice jeruk yang menggoda. Yaaaa....setidaknya meskipun sejak tadi dia jugasama bisunya denganku, ia masih membuatkanku minuman. Bagiku itu sudah lebih dari cukup, dan berarti dia masih menerima kedatanganku.

"Ter...." panggilku kemudian, saat gadis dengan rambut dikucir satu sedikit berantakan dan bercelana kolor pendek motif bunga itu sampai di depanku.

"Gue mau minta maaf...." lanjutku cepat sambil menunduk, setelah nampan berisi minuman dan setoples kue coklat itu mendarat di depanku.

Tak kudengar jawaban dari mulut Tere, namun tak berselang lama, aku merasakan jika tangan kecil itu menarik tubuhku lalu memelukku dengan erat.

Aku merasakan dingin dia atas pundakku yang tak tertutupi baju. Rupanya dia menangis.

"Ter, lo kenapa?" tanyaku bingung. Sejujurnya bukan hal semacam ini yang tadi terpikirkan di benakku saat aku sampai. Aku pikir dia tak akan langsung memelukku dan menangis di pundakku. Aku jadi merasa semakin bersalah, apakah ucapanku waktu itu benar-benar sudah menyakiti perasaannya.

"Gue yang harusnya minta maaf Sha...." dengungnya di sela isakan tangis. "Harusnya gue bersyukur bahwa sahabat gue akhirnya jatuh cinta."

"No....no....no....." aku melonggarkan pelukannya dan menarik tubuhnya agar melepaskanku." Ter harusnya waktu itu gue nggak ngebahas masa lalu lo yang menyakitkan."

"Gue udah lupain itu Sha." Jawabnya. "Gue bukannya marah sama lo. Gue cuma kecewa waktu itu, kenapa dari sekian banyak cowok di dunia ini, lo pilih Alexander? Padahal setau gue dia bukan tipe cowok baik-baik buat lo. Dan gue nggak mau, nasib lo sama kayak gue waktu itu."

Aku menelan saliva. Tak memungkiri bahwa masa lalu Tere bukanlah masa lalu yang baik, penuh kenangan pahit malah. Wajar saja dia trauma dan berharap hal itu tak menimpaku. Waktu SMA, dia bertemu dengan cowok yang membuat hidupnya berantakan. Setelah mengambil semua yang dimiliki Tere, bahkan sampai keperawanannya, cowok brengsek itu pergi begitu saja. cukup lama bagi Tere untuk menerima itu semua, namun akhirnya meskipun dengan luka dan sesuatu yang tak bisa dia kembalikan, akhirnya dia kembali menjalani hidup yang berbeda. Dia lebih berani dengan gaya berpacarannya.

"Tapi setelah gue pikir, gue nggak berhak ngatur hidup lo Sha. Gue yakin, jika lo nyaman sama dia, berarti ada hal positif di diri Alexander yang bikin lo jatuh cinta." Katanya tersenyum.

Aku menahan isakku. Entah kapan, tapi aku juga sudah merasakan bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipiku.

"Lo tau, gue bukan tipe cewek yang gampang bersahabat dengan siapapun. Dan beberapa hari nggak bertegur sapa sama lo, hidup gue rasanya hampa."

"Sama." Tere mengelus pipiku. "gue juga ngerasa kesepian karena nggak ada lo."

aku tertawa kecil, kembali memeluk Tere dengan erat.

"Sha...." katanya masih dalam pelukanku.

"Hmm....."

"Jadi kalian udah...... emm......"

Aku menaikkan alis, melepas pelukanku perlahan.

"Hei..." aku tertawa."Kami belum pernah melakukan itu Ter."

Tere melebarkan bola matanya tidak percaya.

" seriously?!"

Aku mengangguk yakin.

"Tapi, jika suatu saat kami berdua melakukan itu. ada satu hal yang gue yakini, bahwa kita sudah sama-sama siap, bahwa gue sudah benar-benar ikhlas dan gue tidak akan pernah menyesalinya."

"Tapi akan lebih baik jika lo nggak melakukannya!" potong Tere cepat.

"Heeei...." aku mencubit lengannya, membuat Tere menjerit histeris.

"Lo tau nggak Ter, apa yangngebuat gue jatuh cinta sama dia?" aku mengambil es sirupku yang sejak tadi belum tersentuh. Gelasnya sudah mulai mengembun, dan es batunya sudah mulai mencair.

"Apa?" tanya Tere antusias. "Karena dia tampan?"

Aku menyelesaikan sesapan minumanku lantas mendengus.

"Bukan!"

" Lalu?"

"Dia suka anak kecil." jawabku, melempar pandang keluar jendela. Seakan anak-anak gerbong sedang bermain di luar sana dengan buku-buku bacaaan mereka.

Maksud lo?" Tere tak mengerti,

Aku menatap Tere, lalu tersenyum.

"Nanti gue kasih tau."

****

Alexander tersenyum padaku saat melihatku berjalan mendekatinya. Dia sendirian, duduk di pojok cafe sambil memainkan ponselnya. Di depannya, mungkin tak kurang dari lima gelas gelas kopi yang berderet rapi. Aku tertawa kecil, dia pasti menghabiskan kopi-kopi itu saat menungguku untuk mengusir bosan dan kantuknya.

"Apa aku terlalu lama?" tanyaku basa-basi lalu duduk bersebrangan dengannya.

"Enggak!" ia melirik gelas-gelas di depannya.

"Enggak salah 'kan?!" aku menaikkan alis.

Alexander hanya tertawa. Tahu jika fakta yang ada di depannya tak bisa membohongiku.

"Sorry.....aku terlalu lama."

Alexander berdehem, lantas meremas tanganku.

"Aku sudah bilang bukan, jika aku akan menunggumu." Yang kujawab dengan anggukan kecil. "Jadi, jangan merasa bersalah."

"Lalu bagaimana dengan Tere?" tanyanya kemudian. "Apa dia bisa menerima keberadaanku sebagai pacarmu?"

Aku menatapnya, menatap bola mata cokelat itu sedikit lebih lama dari biasanya. Setiap mata kami beradu, aku selalu menemukan keteduhan dan kenyamanan di sana, dan setiap itu pula aku merasa tak pernah salah memilih. Meskipun akhirnya, aku berubah menjadi orang lain di mata sahabat-sahabatku dan mungkin nanti juga di mata orangtuaku.

"Kami bisa meluruskan kesalahpahaman kami." Jawabku kemudian. "Jadi, jangan pernah berfikir jika sahabat-sahabatku tak menyukaimu. Mengerti?!"

"Alisha....aku mengerti tentang apa yang mereka pikirkan."

"Jadi kalau kamu mengerti, kamu jangan pernah meninggalkanku."

"Why?"

"Karena aku sudah jatuh cinta padamu."

**** 

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 123K 45
Ayari Nayla Putri membenci pengawal barunya ini. Tak seperti puluhan pengawal yang pernah menjaganya, pengawal yang baru ini justru melakukan banyak...
6.3K 1.2K 18
Rachel yang dikhianati oleh sang kekasih, memutuskan kembali ke rumah dan menuruti keinginan papanya untuk menikahi salah satu kolega bisnis papanya...
2.1M 72.8K 28
Secara mendadak kehidupan tenang Sasa berubah setelah ketua BEM Fakultasnya--Abimanyu--menyatakan perasaan padanya, dan mengklaim Sasa sebagai pacarn...
2.6M 39.2K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...