Jodoh Pasti Kembali [Complete...

By nikniknuraeni

335K 27.4K 1.1K

Rupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terl... More

Intro
Bab 1
Bab 1 | 2
BAB 2
BAB 2 | 2
Bab 3
Bab 3 | 2
Bab 4
Bab 4 | 2
Bab 5
Bab 5 | 2
Bab 6
Bab 6 | 2
Bab 7
Bab 7 | 2
Bab 8
Bab 8 | 2
Bab 9
Bab 9 | 2
Bab 10
Bab 10 | 2
Bab 11
Bab 11 | 2
Bab 12
Bab 12 | 2
Bab 13
Bab 13 | 2
Bab 14
Bab 14 | 2
Bab 15
Bab 15 | 2
Bab 16
Bab 16 | 2
Bab 17
Bab 17 | 2
Bab 18
Bab 18 | 2
Bab 19
Bab 19 | 2
Bab 20
Bab 20 | 2
Bab 21
Bab 21 | 2
Bab 22
Bab 22 | 2
Bab 23
Bab 23 | 2
Bab 24
Bab 24 | 2
Bab 25
Bab 25 | 2
Bab 26
Bab 26 | 2
Bab 27
Bab 27 | 2
Bab 28
Bab 29
Bab 29 | 2
Bab 30
Bab 30 | 2
Extra Part
Extra Part | 2
Extra part | End

Bab 28 | 2

4.2K 415 13
By nikniknuraeni

Ayah masih menatapku sambil menahan senyumnya.

"Kenapa?" tanyaku menyelidik.

"Hanya sedang teringat bagaimana dulu ayah dan ibumu sering bertengkar lalu kembali berbaikan."

Kucubit pelan tangan Ayah.

"Hana nanti telepon Tante Sofi sekalian minta maaf,  karena kemarin tidak jadi menemuinya."

"Ya ... terserah kalau memang sedang tidak mau ke sana lagi." Ayah menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Tapi Hana harus ingat bahwa urusan jodoh dan usia itu ada di tangan Allah. Kita hanya bisa berikhtiar, hasilnya tetap dikembalikan kepada-Nya." Mata Ayah menerawang ke langit-langit rumah.

Aku mengetuk-ngetukkan jari ke meja makan sambil menekuri motif bunga labu dan sulurnya yang tersulam di taplak kuning pucat ini.

"Jadi, Ayah tidak akan keberatan kalau Hana jodohkan dengan Tante Sofi?"

"Ya, jika memang ternyata jodoh, kenapa tidak?"

Tawaku tidak bisa ditahan ketika melihat bagaimana tangan Ayah mengayun ke atas saat mengatakan 'mengapa tidak'.

"Ayah hanya mau menegaskan, mulai dari sekarang." Wajahnya kembali serius. "Hana tidak boleh merasa ragu lagi untuk menerima pinangan laki-laki manapun! Jangan jadikan Ayah sebagai alasan. Ayah pasti akan marah."

Aku hanya mengangguk dalam sambil merenung.

***

"Assalamu'alaikum, Tante."

Selepas makan siang dan pekerjaan rumah selesai, kuhubungi Tante Sofi sesuai janji pada Ayah.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Hana? Bagaimana kabarnya? Baik-baik saja, kan? Kemarin Tante khawatir kamu kenapa-kenapa selama di jalan."

Ada sabit yang melengkung di bibirku, karena malu mengingat kejadian kemarin.

"Maaf kemarin Hana tidak jadi menemui Tante, karena ada sedikit salah paham dengan Kak Fathan?"

"Oh, salah paham?" Suara Tante Sofi seperti sedang mengulum senyum. "Kemarin kebetulan Fathan sedang di depan karena Tante suruh menunggu kiriman paket. Tahunya yang datang malah paket spesial."

Tanganku sontak menggaruk kepala yang tidak gatal. "Eh, Ayah bilang Tante berangkat malam ini?"

Terdengar embusan napas dalam dari seberang sambungan. "Iya, nanti malam rencananya berangkat. Sekitar jam delapan. Biar besoknya bisa istirahat dulu di sana. Ini juga masih packing sisanya. Kemarin Fathan tidak bilang, ya?"

"Tidak, Kak Fathan tidak bilang apa-apa."

Tante Sofi bergumam. "Hana ... jika-seandainya Tante tidak bisa kembali ke sini, maafkan Tante, ya. Tante minta maaf jika selama ini ada hal yang kurang berkenan."

Ada desiran aneh yang membuat mataku terasa panas.

"Ah, Tante, jangan bilang seperti itu. Tante pasti bisa kembali lagi ke sini dalam keadaan sehat. Hana akan tunggu," ucapku, sedikit terbawa perasaan. "Hana juga mohon maaf lahir batin, jika ada ucapan dan perbuatan yang pernah menyinggung."

"Nggak, nggak ada, kok. Hana baik anaknya, Tante suka. Tante senang bisa mengenal Hana."

"Hana juga senang bisa mengenal Tante."

Rasanya ingin kupeluk tubuhnya erat, sekarang juga. Mungkin benar kata Ayah, Tante Sofi butuh dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Namun, ada ego setinggi gunung yang menghalangi langkahku untuk menemuinya.

Kami mengakhiri sambungan telepon dengan berjanji akan saling bertukar kabar.

Kuseka beberapa titik air mata yang sempat menggantung di pelupuk mata. Kini tanganku menekan nomor Caca.

"Kak Hana?" Suara riang Caca terdengar kaget mendapat telepon dariku.

"Caca, maaf kemarin kita tidak jadi ketemu, ya."

"Oh, iya. Nggak apa-apa." Seperti ada bunga-bunga di suaranya. Gadis berlesung pipit itu tampaknya sedang bahagia hari ini.

"Gimana, kemarin mau menyampaikan apa? Terus, gimana kemajuan skripsinya?"

"Hm," Caca diam sejenak. "Nanti aja kalau ketemu Kak Hana lagi, deh. Kalau skripsi, alhamdulillah masih lancar. Caca paling  pulang semingguan aja. Nanti langsung ke kosan di Depok lagi. Kalau ada yang mau ditanyakan, Caca bisa hubungi Kak Hana lagi, kan?"

"Tentu, Caca bisa tanya kapan aja selama Kak Hana bisa."

"Wah, syukurlah!" serunya girang.

Tidak lama kemudian, kami menutup panggilan dengan saling berpesan untuk menjaga diri dan kesehatan masing-masing.

--bersambung--



Continue Reading

You'll Also Like

211 75 27
Cinta tidak bisa menjamin untuk bisa bersama Sayang tidak bisa menjamin untuk bahagia Dan Setia tidak bisa menjamin untuk selalu ada Mengharapkan Tit...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

357K 3.4K 22
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra
17.2M 823K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...