Sudah dua minggu rutin aku memeriksa keadaan ku di rumah sakit dan selama itu juga aku menyembunyikan hal penting dari Joohyun.
" Wendy, untuk saat ini perkembangnya membaik, apa ada sesuatu yang membuatmu bahagia akhir-akhir ini ? "
" Ne, aku baru saja bertemu dengan yeoja yang tepat. "
" Astaga, pantas saja kondisi kepalamu cepat membaik. Sepertinya jika kita lakukan MRI, isi kepalamu pasti tentang yeoja itu. "
" Dia tidak ada di kepalaku. "
" Lalu ? "
" Dia ada di setiap sisi kehidupan dan hatiku. "
Selesai dengan pemeriksaan, aku berjalan ke arah apotek untuk mengambil obat.
" Wendy. "
" Eoh ? ", aku berbalik arah dan aku melihat yeoja itu lagi.
" Apa kau kesini untuk membeli obat lagi ? "
" Uhm, ne. "
" Kau berbohong padaku kemarin, aku tahu kau tidak hanya sakit kepala biasa. "
" Aniya, aku benar-benar sakit kepala biasa. "
" Aku ini seorang perawat, kau tidak bisa berbohong padaku. ", dia memukul lenganku.
" Aku hanya menganggap itu hal biasa, Joy. "
" Jangan mengatakan jika hal itu biasa, jika kau tidak segera mengobatinya, itu akan berbahaya. "
" Ne, arraseo. "
Tak berapa lama, aku melihat ada sesuatu yang aneh pada yeoja ini, wajahnya berkeringat bahkan pucat.
" Joy, kau sakit ? "
" A-aniya, Wen. ", dia seperti menahan mual.
Saat aku melangkahkan kaki ku mendekat, dia langsung berlari ke arah toilet.
What's wrong with her ?
* * * * *
Hari ini aku memutuskan untuk kembali ke rumah lebih awal, kepala ku terasa pusing sekali. Di dalam perjalanan, sesekali aku memeriksa ponselku hanya untuk melihat pesan darinya.
Irene Bae :
Seungwanie, eodi ?
Dia tidak membalas pesanku. Aku memejamkan mataku dan melempar ponsel ku ke samping tempat duduk.
drrt ... drrt ...
" Yeoboseyo"
" . . . . "
" Aku sedang di jalan, aku tidak bisa membalas pesanmu, jadi aku menelponmu. Wae, Joohyun ? "
Gagal sudah niatku untuk marah karena dia tidak membalas pesanku.
" Joohyun ? "
" Aniya, Seungwan. "
" Ah, syukurlah, aku pikir kau akan marah. "
" Aniya, aku tidak marah. "
" Apa kau masih di kampus ? "
" Aku sudah dalam perjalanan pulang bersama ahjussi. "
" Apa kau sakit ? "
" Kepalaku sedikit pusing. "
" Beritahu padaku jika kau sudah sampai. "
" Ne, Wannie. "
" Ne, annyeong, saranghae. "
" Ne. Nado. "
Dia selalu seperti itu, meski terkadang bersikap seperti anak-anak, dia juga bisa bersikap lebih perhatian bahkan dewasa dariku.
" Nona. "
" Ne, ahjussi ? "
" Bagaimana hubunganmu dengan den Wendy ? "
" Baik-baik saja. "
" Jeosonghabnida, nona. Semenjak kau dan den Wendy berpacaran, aku merasa kau tampak jauh lebih ceria bahkan kau selalu keluar rumah dengan senyuman. "
" Memang sebelumnya aku seperti apa ? "
" Aniya, kau ceria, tapi kali ini jauh lebih cerita. "
" Jinjja ? "
" Ne, nona. "
Mungkin sesekali aku harus mendengarkan pendapat orang lain tentang diriku, bahkan aku tidak menyangka jika driver pribadiku memperhatikan sedetail itu.
SM Townhouse
Setibanya di rumah, aku langsung masuk ke rumah dan beristirahat sejenak di sofa.
" Non, minum dulu. "
" Gomawo, bi. "
tok .. tok .. tok ..
" Bi, nona Irene ada ? "
" Eh, den Wendy. Ada den, di dalam, baru saja sampai. "
Mendengar bibi menyebut namanya, aku hanya bisa tersenyum kecil dan membiarkan namja itu masuk.
" Hyun. "
" Darimana kau tahu aku sudah pulang ? "
" Aku pasang gps di mobilmu semalam. "
" Jinjja ?! "
" Aniya, aku juga baru sampai, aku lihat mobilmu ada di depan. "
" Cih. "
" A.. ", dia memberikan makanan yang ada di tangannya sambil membuka mulutnya.
" Ige mwoya ? "
" Enak, cobain. ", tangannya semakin mendekat.
Dia memberikan ku sepotong daging yang dia beli entah darimana.
" Dikit aja ya jangan banyak-banyak. "
" Wae ? "
" Udah tua nanti kolesterol. "
' Ya! ", tak ada ampun , aku langsung mencubit perutnya.
" Ah, sakit, Hyun. "
" Ampun nggak! "
" Ne, ne, mianhae, mianhae. "
" Kalau aku tua, ngapain dipacarin ? "
" Ngambek nih ceritanya ? "
Tanpa aba-aba, dia merangkulku dan langsung menarikku mendekat dengan wajahnya.
S-seungwan.....
* * * * *
Dalam keheningan sore menjelang malam di ruang keluarga rumah, tak ada lagi jarak antara Wendy dan Irene. Bahkan Wendy kini bisa melihat warna mata Irene yang sangat sangat sangat indah dengan jelas. Begitupun Irene, meski ini bukan kali pertama ia menjalin hubungan dengan seorang namja, namun Wendy selalu bisa membuatnya gugup, terlebih dengan jarak yang sangat dekat.
Penuh ketenangan, Wendy mendaratkan ciumannya tepat di bibir mungil Irene, seperti menyetujui apa yang dilakukan Wendy, Irene menerima ciuman itu bahkan perlahan membalasnya dengan mata yang terpejamkan.
" Sweet. "
" Like ? "
" Honey. "
" Seungwan-ahhh.. ", Irene menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Wendy.
Malam itu mereka habiskan waktu bersama di ruang keluarga bahkan sampai keduanya tertidur nyenyak di sofa. Irene terlelap dalam pelukan Wendy dan semakin nyaman karena diam-diam bibi menyelimuti mereka berdua dengan selimut dari kamar Irene.
Morning Day . . .
Wendy terbangun lebih dulu dari Irene yang masih berada dalam pelukannya, tak berpindah sedikit pun. Masih dalam keadaan setengah sadar, Wendy mencoba untuk membenarkan posisi duduknya tanpa mengganggu Irene.
" Selamat pagi, den. "
" Hmm, bi, jeosonghabnida, aku jadi menginap di sini. "
" Gwenchana, den. Non Irene juga jadi ada yang nemenin, sampai pulas gitu. "
" . . . . "
" Ini sarapannya ya den, sekalian bareng non Irene. "
" Oh, ne, kamsahamnida. "
Tak berapa lama, Irene mulai merasa terganggu karena Wendy bergerak terlalu sering.
" Seungwan-ah. ", gumam Irene.
Wendy langsung mengusap kepala Irene dan membiarkan yeojachingunya itu kembali tertidur.
" Seungwanie, gajima. ", Irene mengeratkan pelukannya.
Melihat Irene tertidur sambil terus-menerus memanggil namanya, Wendy mulai merasa jika Irene sedang bermimpi buruk.
" Joohyun-ah, wake up. "
" Hmm.... "
" Hyun ? "
" Wae ? ", suara serak lemah baru bangun.
" Bangun, udahan tidurnya. ", ucap Wendy sambil memeriksa laporan pabrik di ponselnya.
" Ck, pagi-pagi udah pegang ponsel. ", Irene yang masih setengah sadar kesal melihat Wendy sudah fokus dengan ponselnya.
" Ini kan lagi cek calon perusahaan keluarga kita nanti. "
" Apaan sih ? Alasan aja. "
" Nih lihat nih, aku mana berani bohong. Hmm ? ", Wendy memeluk Irene dari belakang dan menunjukan layar ponselnya pada Irene.
" Iya tapi jangan sepagi ini juga, baru bangun. "
" Ne, mianhae, Joohyun. ", sebuah ciuman kilat mendarat begitu saja di pipi Irene.
Irene terbangun dari posisi tidurnya dan ia sudah melihat hidangan sarapan paginya ada di meja.
" Bibi yang siapin ini ? "
" Ne, tadi pas aku bangun. "
" Loh ? Berarti bibi lihat kita tidur dong ? "
" Iya pasti lihat lah, kamu gimana sih, orang kita tidur di tengah-tengah begini. Masa mau nggak keliatan. "
" Ih, malu tau! Kenapa semalam nggak pindah ke kamar aja ? "
Mendengar pertanyaan itu Wendy langsung tersedak teh yang baru ia teguk.
" Ya... "
" Emang boleh aku tidur di kamarmu ? "
" Ish! Aniya! Maksudnya bangunin aku terus aku pindah ke kamar, kau tetap tidur di sini. "
" Aigo, kejamnya. "
" Biarin. Aku nggak mau tidur sama namja genit. "
" Oh gitu, oke. Awas ya kalau tidur panggil-panggil namaku. "
" Seungwan!!!!! "
Pagi itu suasana di rumah terasa seperti baru terisi oleh pasangan yang baru menikah, penuh canda tawa bahkan membuat asisten rumah tangga dan driver di rumah ikut senang.