amor noster; hyunlix

By hunshinedelight

69.3K 10.1K 966

Amor noster (latin) means our love. Kita tahu bahwa cinta adalah hal yang kasat mata, lalu menurutmu bagaiman... More

nihil
ūnus
duo
trēs
quattuor
quīnque
sex
septem
octo
novem
decem
undecim
doudecim
tredecim
quattuordecim
quindecim
sēdecim
septendecim
duodēvīgintī
vīgintī
vīgintī ūnus
vīgintī duo
vīgintī trēs
vīgintī quattuor
vīgintī quīnque
vīgintī sex
vīgintī septem
duodētrīgintā vīgintī octō
ūndētrīgintā vīgintī novem
trīgintā

undēvīgintī

2K 335 44
By hunshinedelight

Hunshine Delight

ㅡpresentㅡ

• amor noster: dēvīgintī

Jisung sama sekali mengabaikan teriakan Jeongin yang tertuju padanya, kedua matanya masih menatap lurus ke arah Felix yang terlihat sedikit gemetar. Tanpa sadar cengkramannya pada lengan Felix mengencang, membuat pemuda di hadapannya itu sedikit meringis kesakitan.

"JAWAB FELIX! SIAPA AYAHNYA!?" Sekali lagi Jisung bertanya.

"Hyung! Hentikan!" Jeongin langsung mengapai Jisung dan berusaha untuk melepaskan cengkraman Jisung dari Felix.

"Jangan menganggu, Yang Jeongin!!"

"Jisung-hyung!!" 

Felix menutup kedua telinganya, ia benar-benar tidak bisa menghadapi ini dan mendengar suara-suara nyaring itu lebih lama.

"Hyung, hentikan. Lepaskan Felix-hyung...," kata Jeongin pelan sambil mencengkram erat kerah Jisung dari samping. Kedua matanya menatap tajam Jisung yang tengah meliriknya.

Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan itu dan yang terdengar hanyalah suara rintik hujan yang semakin deras. Woong masih berdiri di tempatnya, menjadi saksi bisu dari semuanya karena ia sendiri bingung harus berbuat apa. Ini di luar kuasanya dan satu tindakan gegabahnya bisa saja menghancurkan segalanya, karena itu ia memilih untuk diam dan memperhatikan semuanya sambil terus fokus pada Felix jikalau sesuatu terjadi pada pemuda itu.

"Jisung-hyung, hajima...," Jeongin kembali berucap pelan. "Tidakkah kamu lihat kondisi Felix-hyung sekarang?" sambungnya.

Kedua mata Jisung kembali menatap Felix yang tengah menundukkan kepala dengan kedua tangan yang menutup telinganya, tubuh pemuda yang saat ini tengah mengenakan kaos kebesaran berwarna hitam itu juga bergetar kecil karena stimulus yang baru saja ia terima. Jisung terdiam, dia sama sekali tidak bermaksud untuk membuat Felix ketakutanㅡkarena dirinya sendiri tengah merasa takut.

"J-Jisung-ah, b-bajumu basah. Ka-kamu bisa s-sakit...," kata Felix hati-hati dan sedikit terengah-engah karena ia berusaha keras untuk menahan isak tangisnya.

Seolah-olah wajahnya baru saja di tampar, Jisung langsung menutup kedua matanya saat mendengar perkataan Felix yang masih begitu peduli padanya. Perlahan ia melepaskan cengkramannya pada kedua lengan Felix dan melangkah mundur. Melihat itu, Jeongin pun melakukan hal yang sama. Tapi, ia memilih untuk berdiri di antara Jisung dan Felix sebagai tindakan pencegahan jika tiba-tiba Jisung kembali hendak 'menyerang'.

Felix mengangkat kepalanya untuk melihat Jisung yang tengah berdiri dengan kepala yang sepenuhnya tertunduk ke bawah. Kedua matanya berkaca-kaca dan kakinya sudah tidak sanggup menahan berat tubuhnya lebih lama sehingga secara bertahap Felix jatuh terduduk di lantai dengan Woong yang bergegas membantunya. Felix lalu menatap Jisung, Jeongin, dan Woong secara bergantian.

Dia sudah membuat masalah untuk banyak orang.

"Mi-Mianhaeyo, Jisung-ah...," kata Felix saat kembali menatap ke arah Jisung yang masih tertunduk. Tanpa diharapkan, air mata mulai mengalir di pipi Felix dan ia buru-buru menghapusnya. "Mianhae...,"

"Hah!" Jisung langsung melirik Felix sekilas lalu menunjukkan senyuman miris sebelum ia mengangkat kepalanya ke atas dan menatap langit-langitㅡmenghalangi air matanya agar tidak tumpah seperti Felix.

Ruangan itu menjadi hening kembali, tapi kali ini bukan hanya suara hujan yang terdengar tapi juga suara isak tangis Felix yang entah mengapa tidak mau berhenti meski pemuda itu sudah berusaha keras untuk menghentikkannya. Woong juga sudah berusaha untuk menenangkannya, tapi itu sia-sia. Jeongin sendiri berada dalam dilemma terbesar di mana ia benar-benar merasa bahwa apapun langkah yang ia ambil bisa berdampak buruk bagi kedua hyungnya, jadi ia hanya tetap diam di tempatnya sambil terus memperhatikan Jisung. Sedangkan yang diperhatikan oleh Jeongin, Jisung, ia perlahan mulai kembali tenang dan terus berusaha untuk mendinginkan kepalanya.

Tak lama terdengar suara langkah kaki yang mendekat, Jeongin dan Woong segera menoleh ke arah pintu. Terlihat Bang Chan yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah Felix dengan nafas yang terengah-engah, ia menatap semua orang yang ada di ruangan itu secara bergantian sebelum menghela nafas lega.

Setidaknya tidak ada hal yang benar-benar gila telah terjadi di sini.

.

.

.

❇amor noster❇

.

.

.

Setelah beberapa saat, semua orang berhasil menjadi tenang. Bang Chan segera menuju dapur dan membuat sesuatu di sanaㅡdibantu oleh Woong, Jisung telah menganti seluruh pakaiannya dengan pakaian milik Felix dengan Jeongin yang terus mengawasinya, dan Felix sendiri kembali duduk pada sofa di dekat jendela sambil menghabiskan coklat hangatnya yang mulai dingin.

"Semua emosi tadi pasti membuat kalian lelah, ayo makan," kata Bang Chan yang tengah membawa sebuah nampan berisikan lima mangkok hidangan sederhana.

Woong pun langsung menempatkan sebuah meja bundar yang Felix sandarkan pada tembok tepat di ruang tengah, sehingga mereka bisa berkumpul dan makan bersama di sana.

"Ayo makan, lagipula sudah waktunya makan siang," ajak Woong lagi setelah dengan rapi meletakkan peralatan makan untuk mereka semua di atas meja. Ia bahkan sudah duduk rapi di balik meja sambil terus menatap Jeongin, Jisung dan Felix. Sedangkan Bang Chan yang baru saja memindahkan semua mangkok dari nampan ke meja kembali ke dapur untuk mengambil minuman mereka.

Jeongin melirik Jisung yang dibalas oleh anggukan sebelum yang lebih tua lebih dulu mendekati meja itu dan duduk. Melihat Jisung yang menurut, Jeongin memilih untuk menghampiri Felix dan bersama-sama menuju meja makan yang ada. Sama seperti Jisung yang seakan-akan kehilangan suaranya, Felix pun hanya mengangguk sambil menunjukkan senyuman tipis saat menerima uluran tangan Jeongin untuk membantunya bangkit dari posisi duduknya.

Semua orang telah duduk di tempatnya dan Bang Chan pun kembali dengan sebuah teko pitcher berisikan teh lemon dan sebuah botol berisikan air mineral serta lima buah gelas untuk melengkapi meja makan kecil mereka. Setelah itu, tanpa menunggu lagi, Bang Chan segera mempersilahkan mereka untuk mulai makan.

Mereka makan dalam diam.

Dengan iringan tetesan hujan yang basih terdengar jelas, meski tidak sederas tadi.

"... Ini enak, Chan-hyung," kata Felix hati-hati untuk memecah keheningan.

Mendengar pujian itu, seulas senyuman terukir di wajah Bang Chan. "Syukurlah, aku tidak pandai memasak sepertimu atau Woong atau Woojin, jadi aku senang kamu menyukainya, Felix-ah."

"Hei, aku membantumu, ingat?" seru Woong secara repleks, lupa dengan suasana dingin yang ada di sana sehingga ia langsung menutup mulutnya saat menyadari kecerobohannya.

"Yeah, terima kasih banyaak...," Bang Chan tetap memberikan respon terhadap perkataan Woong dengan nada yang menyebalkan, seakan hendak memecahkan suasanan dingin yang masih terus berlangsung.

"Terima kasih, Chan-hyung, Woong-hyung," kata Felix sebagai bentuk rasa syukurnya atas hidangan yang sudah disajikan dan siapkan oleh kedua hyungnya itu.

"Anything for you, makanlah lebih banyak." Woong mengambil beberapa lauk dengan sumpitnya dan meletakkannya pada sendok Felix yang terangkat.

"Itu benar, hyung, kamu harus makan yang banyak," sahut Jeongin yang setuju lalu menatap Jisung yang tengah mengunyah makanannya dengan pelan. Ia duduk di antara Felix dan Jisung, jadi sedikitnya ia merasa tidak nyaman. "Kamu juga, hyung. Makanlah yang banyak," katanya pada Jisung yang tidak digubris sama sekali.

Suasana yang ada di antara mereka perlahan mulai menghangat, tetapi Jisung masih terus menutup mulutnya dan makan dalam diam. Sepenuhnya mengabaikan interaksi dan obrolan yang tengah terjadi di sekitarnya. Jisung tidak puas, sangat tidak puas bahwa Felix sama sekali belum menjawab satu pun pertanyaannyaㅡmeski itu karena sang pemuda bermarga Lee lebih mengkhawatirkannya jika jatuh sakit dengan memakai pakaian yang begitu basah.

Tak lama, semua orang berhasil menghabiskan makanan mereka masing-masing. Begitu juga Felix yang harus terus membuka mulut karena baik Woong maupun Jeongin terus memaksanya untuk menambah makanan lain. Bang Chan sendiri dengan sigap merapikan semua peralatan makan yang ada di atas meja dan meletakkannya pada nampan.

"Biar aku saja yang mencucinya, hyung!" kata Jeongin tiba-tiba saat melihat Bang Chan yang hendak membawa nampan kembali ke dapur.

"Tidak apa-apa, aku saja," tolak Bang Chan.

"Aku saja, Chan-hyung sudah memasak, jadi biar aku yang mencucinya." Jeongin masih tidak menyerah.

"Aku saja yang mencuci," sahut Felix tiba-tiba yang sambil berdiri. "Padahal kalian tamu, tapi malah yang kalian yang melayaniku."

"Felix," panggil Jisung yang berhasil membuat semua orang di sana tersentak kaget. Setelah beberapa saat akhirnya Jisung kembali membuka suaranya.

Felix menoleh ke arah Jisung dengan sedikit cemas dan takut. "I-Iya?"

"Ayo kita bicara," kata Jisung sebelum mengangkat kepalanya sehingga mereka benar-benar saling bertatapan. "hanya berdua, empat mata."

°amor noster: dēvīgintīㅡfinis°

AKHIRNYA CHAPTER INI SELESAI!! Yeaaay ~\(≧▽≦)/~

Bentar lagi guys, bentar lagi aku bisa nulis part flashback lagi (mungkin). Btw, kalian mau flashback dulu apa Hyunjin dulu? (○゚ε゚○)

Sebenarnya kemarin aku udah nulis chapter ini but i don't know why, aku kira udah selesai dan sudah aku publish. Eh, pas aku cek ternyata belum selesai ㅠㅠ

Btw, yang mau traktir aku bisa ke https//:trakteer.id/hunshinedelight (atau langsung klik linknya di bio)

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Okaay, that's all. Thank you for reading! Please stay healthy everyone!! Love ya ♡

xoxo,
hunshine delight

Continue Reading

You'll Also Like

817K 59.7K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
57.1K 10.1K 29
kisah seorang jenderal yg di permalukan setelah kekalahan yg di alaminya. seorang jenderal agung pemimpin 300.000 pasukan di khianati hingga menyebab...
1M 76.3K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
93.5K 10.6K 32
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...