About Zeya

By bunganafandra7

4.1K 1.6K 2.6K

Ini tentang dunia Nazeya. Tidak hanya sebatas kisah cinta anak remaja, tapi tentang bagaimana menyimpan luka... More

Cast & Character
(1) Ragu
(2) Latihan
(3) Ditinggal
(4) Penjelasan
(5) Tugas Fisika
(6) Pilih Kasih?
(7) Kak Anya
(8) Mama Pergi
(9) Luka
(11) Senja
(12) Stupation

(10) Quality Time

188 70 118
By bunganafandra7

Beberapa menit yang lalu, Riyan udah berangkat sekolah dengan sarapan seadanya, hanya memakan roti selai dan segelas susu. Gue sempat menyuruh dia untuk libur dulu kalau emang kondisi hatinya lagi nggak baik, tapi dia memilih untuk tetap sekolah dengan alasan dapat bertemu teman, dan berharap dapat sejenak melupakan masalahnya.

Kini gue menghampiri Razil yang duduk di sofa depan ruang tamu, duduk di sampingnya dan merebahkan kepala pada dada bidang pria itu.

Dia memeluk gue erat. Selama pacaran, baru kali ini mungkin gue nangis di dada dia. Ya karena gue emang paling nggak bisa liatin ke orang betapa rapuhnya gue.

Gue yang kini masih bersandar hanya diam, tak bersuara. Pikiran gue melayang, air mata masih saja mengalir meski udah gue tahan. Gue terus mengusap tetes demi tetes air mata yang jatuh.

"Jangan sedih Ze, di sini ada gue. Nggak boleh cengeng," ujarnya sambil mengelus lembut surai gue.

Gue hanya mengangguk dalam dekapannya. Setidaknya gue bisa sedikit lebih tenang sekarang. Entah ketenangan ini akan bertahan lama atau hanya sementara, entahlah, gue nggak peduli, yang penting sekarang gue udah nggak serapuh tadi.

"Mau ke luar?" tanyannya "Buat ngilangin sedih lo. Lo butuh refreshing," sambungnya lagi.

"Iya gue mau," jawab gue sambil mengangguk, tapi masih belum bisa lepas dari pelukannya.

"Jil, tapi nggak papa hari ini lo nggak masuk gara-gara gue?" tanya gue sambil menengadahkan kepala menatap ke arahnya. Pertanyaan itu sebenarnya udah bersarang sejak tadi di kepala gue.

Razil yang tadi udah lengkap dengan seragam sekolahnya yang rapi, kini justru berada di rumah gue. Menjadi sandaran buat gue. Gue merasa nggak enak karena dia udah bolos sekolah gara-gara gue.

"Nggak ada yg lebih penting dari bunda dan lo," ujarnya lembut.

"Mandi sana, kita jalan. Gue janji bakal buat lo bahagia hari ini," sambungnya lagi.

"Just today?"

"Not. But today, tomorrow, and every day,"

"You promise?" ujar gue sambil mengarahkan jari kelingking ke arahnya.

"Yes. I promise, honey," jawabnya sambil menautkan jari kelingkingnya pada kelingking gue membentuk simbol janji.

Cup

Ia mengecup pelan puncak kepala gue. Oh Tuhan, kali ini biarkan kebahagian bertahan sedikit lebih lama di hidup gue.

Setelah selesai mandi, gue menggunakan outfit sesimple mungkin. Dengan kaos hitam lengan panjang, dan celana jeans warna gelap pula. Hm, hitam emang warna favorit gue. Selain elegan, juga terkesan tegas menurut gue.

Gue memoles bedak dengan tipis, dan tak lupa dengan liptint berwarna cerah. Gue mengambil tas punggung untuk aksesoris, dan mengenakan sepatu sneakers hadiah ulang tahun pemberian Della. Setelah itu baru berjalan ke lantai bawah menuju ruang tamu, di mana Razil duduk menunggu gue.

Sebelum ke bawah, gue masuk ke kamar Riyan sebentar, mengambil baju kaos warna putih polos untuk Razil. Gue pikir nggak mungkin aja kalau kita jalan tapi Razil menggunakan seragam sekolah.

Gue menghampirinya yang sedang duduk menatap satu bingkai foto yang berisi foto gue ketika masih kecil.

"Jil,"

"Hm?" jawabnya sambil menolehkan kepala menghadap gue dan meletakkan bingkai foto itu kembali pada posisinya.

"Pakai baju Riyan nih, kalo pake seragam sekolah takutnya ketemu temen. Ntar kita dibilang bolos lagi,"

"Kan emang bolos," jawabnya sambil menampakkan deretan gigir rapinya.

"Ajil," gue sedikit merengek dan menghentakkan kaki.

Dia hanya tertawa ringan, lalu mengangguk. Razil kemudian membuka dua kancing seragamnya bagian atas. Dan itu refleks membuat gue menutup muka dengan telapak tangan.

"Nggak di sini juga kali Jil, woi," teriak gue dengan muka yang ditutupi dua telapak tangan.

"Terus di mana? Lo nggak bilang sih," responnya dan menghentikan gerakannya.

"Di toilet, noh," jawab gue sambil menunjuk toilet yang berada di pojok ruangan dengan sebelah tangan, sedangkan sebelah lagi masih menutupi muka gue.

Dia kemudian melenggang begitu saja meninggalkan gue dengan pipi yang mungkin kini memerah kayak kepiting rebus. Razil berjalan ke arah toilet yang tadi gue tunjuk. Sebelum masuk pintu toilet, gue melempar kepalanya menggunakan bantal sofa yang ringan, berniat untuk melampiaskan rasa malu gue atas tingkahnya.

Dia yang gue lempar pakai bantal hanya tertawa lebar, mengambil bantal itu dan melemparnya balik ke gue.

Sudut bibir gue terangkat, ada kehangatan. Razil yang nggak bisa so sweet itu ternyata menyimpan sisi romantis juga ternyata.

Sekarang gue dan Razil sudah duduk manis di dalam mobil. Tangan kanannya fokus mengontrol stir mobil, dan tangan kirinya menggenggam tangan gue.

Razil kini menggunakan kaos polos warna putih dan dibalut sweater hitam polos.

Suasana di dalam mobil kini hening, hanya ada lagu Love Yourself dari Justin Bieber yang mengalun merdu dari speaker mobil.

Pandangan gue kini terfokus ke jalanan, menatap betapa macetnya jalanan ibu kota. Pikiran gue kosong, bahagia dan sedih kini bercampur jadi satu.

Dan satu hal kini terlintas di benak, membuat gue mengalihkan pandangan pada Razil yang masih fokus menyetir mobil.

Gue melepaskan genggamannya, dan merubah posisi menjadi duduk menghadap razil dengan kaki dinaikkan dan disilang. Razil yang genggamannya gue lepas, langsung menatap gue bingung sambil menaikkan sebelah alisnya. Hanya sebentar, lalu ia kembali fokus menyetir.

"Jil,"

"Hm?" jawabnya dengan menoleh ke arah gue sekilas.

"Kemarin Kak Anya pulang gimana?"

"Nggak tau, gue ninggalin dia di gerbang. Lo kemarin kenap pulang bareng Gilang?" tanyanya yang sama sekali nggak mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Sebel gue sama lo. Ngapain juga Kak Anya ditebengin," jawab gue sambil mengubah posisi duduk jadi menatap lurus ke arah jalanan, dengan kaki yang masih disilang. Hm gue emang suka duduk dengan posisi kayak gini, mau di mobil, mau di lantai, mau di kursi sekolah duduknya kaki harus naik dan disilang.

"Terus kenapa bilang nggak papa waktu gue nanya Kak Anya boleh nebeng bareng kita atau nggak?"

"Ya namanya juga cewek Jil," ujar gue dengan mengerucutkan bibir.

"Gini ya, cewek kalo bilang nggak papa itu artinya ada apa-apa. Kalo dia nanya sibuk atau nggak, itu artinya dia kangen. Lo kapan peka sih Jil," sambung gue sambil merengek.

Dia tertawa renyah sambil mengacak rambut gue.

Lagu Love Your Self itu kini berganti menjadi lagu Sekuat Hatimu dari Last Child.

Raut wajah gue seketika berubah, lirik lagunya yang menggambarkan sosok mama membuat gue jadi ingat mama lagi. Mata gue kembali berkaca-kaca, tapi gue mencoba menahannya agar tak jatuh. Gue memalingkan wajah ke arah jendela mobil, berharap Razil nggak ngeliat air mata gue yang jatuh.

Razil yang paham keadaan, langsung mengganti lagu. Kini lagu Bahagia dari GAC mengalun merdu. Gue menghela napas pelan. Mengapa gue terlahir dengan mata yang kaya air mata, udah semalaman nangis tapi air matanya nggak abis-abis.

Kita akhirnya tiba di sebuah taman bermain yang penuh dengan arena hiburan, dari wahana yang biasa hingga yang extreme seperti kora-kora dan biang lala. Sebelum masuk ke area taman bermain, Razil mencari parkir dulu. Agak sedikit susah mencari parkir, karena hari ini hari Sabtu. Dan taman bermain kali ini cukup ramai, mungkin karena akhir pekan, dan ditambah sekolah-sekolah swasta yang meliburkan muridnya pada hari Sabtu. Nggak kayak sekolah gue, yang dari Senin sampai Sabtu tetap belajar full.

Setelah hampir 10 menit mencari parkir, akhirnya ketemu. Razil kemudian melepas sweaternya dan mengambil jaket denim yang berada di jok belakang yang sengaja ia bawa kemana-mana. Katanya sih gerah kalau pakai sweater.

Setelah itu Razil keluar dari mobilnya dan meninggalkan gue yang masih stay di posisi.

Dia yang melihat gue nggak turun dari mobil, mengetuk kaca mobil di tempat gue duduk. Karena mobilnya belum dikunci, gue menurunkan kaca itu.

"Ayo turun," ujarnya sambil menunduk ke arah kaca mobil yang gue bukak.

"Bukain dong, biar kek di sinetron-sinetron gitu," ujar gue sambil nyengir kuda.

"Lebay lo, buruan keluar,"

Ya begitu lah Razil. Pacaran sama dia berasa nggak pacaran. Baru juga tadi keluar sisi romantisnya, eh sekarang ngilang lagi.

Gue yang mendapat reaksi begitu dari Razil hanya cemberut. Gue lalu menaikkan kaca mobil kembali dan keluar dengan sendirinya. Harapan untuk dibukain pintu seperti di film-film princess itu hanya jadi angan-angan saja.

Setelah turun dari mobil, Razil langsung mengunci mobilnya, dan nggak lupa menghidupkan alarm supaya nggak kecolongan, eh.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai temannn, aku come back😊
Semoga suka ya, dan jan lupa untul vote and comment^^

Luv luv dari author💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.5M 220K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
Ervan By inizizi

Teen Fiction

1.6M 116K 78
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
2.1M 122K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
3.1M 258K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...