ARMY (Completed)

By itsfiyawn

326K 44.6K 11K

Gue Army. Orang yang baru sadar kalau cinta itu tersusun dari banyak hal. Tercermin dari banyak perlakukan. D... More

Sepenggal Kata
1. Aku, Langit, dan Bulan
2. Pernyataan Langit
3. Kepergian Bulan
4. Bima
5. Aku di Garis Terdepan
6. Kabar Bulan & Rahasia Langit
7. Army on Revenge
8. Mr. Arrogant
9. Deal! Kesepakatan Baru
10. Ms. Batu
11. Misi satu... berhasil!
12. Prome Night
13. Misi Kedua, Gagal.
14. Prabumi dan Semesta Barunya
15. Rumpang
16. Perselisihan
17. Pelukan Pertama
19. Sisa Waktu
20. Perasaan Baru
21. Menghindar
22. Kedatangan Tamu
23. Perjanjian yang Sebenarnya
24. Perasaan Army
25. Kita Ini Apa?
26. Untuk Hati yang Jatuh Lagi
27. Army in My Arm
28. Rahasia Bima
29. Rin, Si Cinta Pertama
30. Tentang Maaf yang Seluas Jagad Raya
31. Waktu Perjanjian Selesai
32. Titik Nadir
33. Kemarahan Bima & Penyesalan Army (1)
34. Kemarahan Bima & Penyesalan Army (2)
35. Yang Memilih Pergi
36. Makna Keberadaan
37. Jangan Cari Gue
38. Terima Kasih
Epilog
Pengumuman
Special Ending 1 (We Meet)
Special Ending 2 (My Picture)
Special Ending 3 (Fated)
Special Ending 4 (Us)
Ada yang kepo tentang Army?

18. Kita akhiri ini, ya?

6.4K 992 285
By itsfiyawn

================

Yok 500 vote langsung cuss ch. 19 dan 20. Pi riding :D

=================

Motor Army membelah jalan yang sepi. Ia memasuki daerah perkomplekan, jalan raya yang ramai akan kendaraan sudah tertinggal jauh di belakangnya. Cewek itu sengaja memilih rute alternatif oleh sebab menghindari macet dan memperpendek waktu tempuh. Tapi, ya, begini. Sepi.

Tiba di pertigaan yang sedikit remang-remang, Army melihat sebuah mobil yang tidak asing tengah dikekelingi... satu--dua--tiga... tiga sepeda motor. Salah seorang dari mereka bahkan nekat memecahkan kaca mobil dengan senjata tajam.

"Wey, brengsek! Ngapain lo!" Army membunyikan klakson motornya berkali-kali. Dengan cekatan, ia turun dari kendaraannya setelah memasang standar sesempatnya.

"Nggak usah ikut campur, lo!" Ancam salah satu dari mereka yang memegang parang. Beberapa orang mulai mengelilingi Army. Empat orang. Ya, empat orang. Army memasang kuda-kuda.

"Keluar lo sekarang!" teriak orang yang tadi mengancam Army.

Bulan dengan tubuh gemetaran dan air mata penuh ketakutan, menuruti perintahnya. Dia keluar, kedua tangannya yang terangkat.

"Bulan! Lo diapain?!" teriak Army geram. Bulan menangis sesenggukan.

Army melempar helm ke salah satu mereka, lantas mengambil kesempatan untuk menendang perutnya. Begitu satu tumbang, ia luncurkan tendangan lain ke orang yang di sebelahnya, menambahkan satu pukulan di pipi dengan keras. Dua orang menghadang. Satu di depan satu di belakang. Saat keduanya menyerang bersamaan, Army menunduk, kepala mereka saling bertubrukan. Langsung ia tarik tangan keduanya lantas bangkit menyikut punggung dan dada mereka.

Army lengah, salah satu dari yang tumbang tadi, memukul tengkuk Army dengan balok kayu yang ditancap paku. Bulan menjerit. Army terjatuh. Padangan Army mulai kabur, telinganya berdengung. Samar-samar ia lihat satu yang lainnya tengah mengangkat cluritnya ke arah ia berbaring.

Ya ampun... Kenapa tubuh gue lemah banget sih.

Sebelum ujung runcingnya menancap perut Army, Bulan menghadang tubuh Army sehingga benda tajam itu menancap di perutnya.

"Woy! Perampok-perampok!" Army mendengar teriakan yang jauh, tapi pandangannya mulai menghitam.

Army merasakan tubuh Bulan tergeletak di atas kakinya.

"Cabut! Cabut!" Ke empat orang itu pergi dengan dua sepeda motor sekaligus membawa kabur mobil Bulan. Secepat kilat mereka menghilang.

Dengan sisa tenaga, Army bangkit, memeluk tubuh Bulan yang bersimbah darah menodai bajunya.

"Lan, sadar, Lan!" teriaknya putus asa. "Lan... Lan..." Armymenepuk pipi Bulan berkali-kali. Percuma. Darahnya yang mengalir membuat bibirnya semakin pucat. Tangan Army menekan pendarahan di perut Bulan. 

"Tolong! Tolong!" teriaknya dengan tangis yang tak bisa lagi ia bendung.

Please... Seseorang... Tolong kami... Siapapun....

Beberapa orang terlihat berlari dari kejauhan menghampiri. "Tolong..." Suaranya mulai serak.

"Tolong teman saya..." katanya setelah mereka sampai dan mengerubungi dua orang itu. Army tidak tahu apa lagi yang terjadi setelahnya, karena perlahan, kesadaran Army semakin menghilang.

****

Insiden perampokan disertai kekerasan yang menimpa Army dan Bulan tengah ditangani pihak kepolisian. Keduanya dilarikan ke rumah sakit terdekat. Masyarakat ikut membantu mengejar keempat pelaku dengan memberikan bukti CCTV yang dipasang di jalanan komplek. 

Langit nyaris tidak beranjak dari kursi tunggu rumah sakit begitu mendapat kabar jika Bulan mengalami perampokan. Bersama kedua orang tua Bulan, Langit memandang pintu kamar yang tertutup, tempat Bulan ditangani. 

Sementara di ruangan lain, Army yang kondisinya tidak separah Bulan sudah dipindahkan di tempat rawat inap. Tengkuknya memar tetapi kondisi tulangnya tidak mengalami keretakan. Beberapa luka sekitarnya akibat tancapan paku yang cukup dalam telah diobati. Untuk beberapa saat, Army akan sulit telentang dan leluasa menengok. 

"Aku... ke tempat Army dulu, ya, Tan." Langit pamit kepada Oliv, ibunya Bulan. Wanita itu mengangguk. 

Cowok itu naik ke lantai dua, sesampainya di sana, ia mengintip kaca pintu. Dilihatnya kedua orang tua Army masih setia menunggu Army siuman. 

Langit masuk, memberi salam. "Gimana kondisi Army, Tante Kena?" 

"Belum sadar, tapi kata dokter dia nggak apa-apa, kok. Bulan bagaimana?" tanya wanita yang mirip Alka itu. 

"Bulan masih ditangani, katanya ada beberapa yang harus dijahit. Dia juga kehilangan banyak darah," jelas Langit. 

Cowok berambut lurus itu menatap Army yang terpejam, rasa bersalah memukul pelan hatinya. Namun, ia tak bisa menampikkan jikalau dirinya sedikit tenang melihat Army baik-baik saja. Langit keluar lagi, menghubungi sebuah nomor. Menelponnya. Dan ini pukul... dua belas malam. Terserah.

"Cowok macam apa yang bisa tenang-tenang aja sementara ceweknya sedang terbaring di rumah sakit?" cerca Langit sarkas. 

Nun jauh di sana, Bima tengah begadang melanjutkan skripsinya, sontak tercenung menerima ocehan si penelpon. 

"Army kenapa?" Bima setengah emosi. 

Langit berdecih. "Army dan Bulan masuk rumah sakit. Mereka jadi korban kekerasan perampok--"

"Rumah sakit mana?" Bima memotong penjelasan Langit.

Langit menyebutkan nama rumah sakitnya. Detik itu juga Bima menyambar jaket dan kunci motor, tergesa-gesa menuruni tangga, mengabaikan pertanyaan Ibu dan segera mengendarai motornya menembus malam yang sunyi. 

***

Pukul tujuh pagi, Army tersadar dari tidurnya. Pandangannya sedikit mengabur. Rasa sakit di tengkuknya membuat ia mendesah.

"Kakak bangun? Alhamdulillah." Suara itu yang menyambutnya. Sosok Bunda yang berdiri di sampingnya, tersenyum.

"Jangan banyak gerak," sambung Ayah membantu mengganjal punggung Army dengan bantal agar berposisi setengah miring. 

Army mengingat peristiwa semalam. Perampok itu, pukulan balok kayu, clurit, Bulan... "Bun... gimana kondisi Bulan?" Hal itulah yang pertama kali ia tanyakan saat mengingat Bulan lah yang sebenarnya harus diselamatkan. 

"Dia baik-baik aja, kok. Lukanya mendapat beberapa jahitan dan dia kehilangan banyak darah. Tetapi semua bisa teratasi. Mungkin, sebentar lagi dia udah bisa pindah ke ruang rawat inap." Bunda menenangkan. Mengelus rambut putrinya. 

"Terus... mobilnya Bulan..." Army tak sanggup meneruskan kata-katanya. 

"Nggak apa-apa. Kata tante Oliv, asal Bulan selamat, semua nggak masalah. Ada Om Tio juga yang nanganin kasusnya. Kamu tenang aja," ujar Bunda halus. 

Mata Army meredup. Kalau saja ia bisa melawan, Bulan tidak akan mengalami kondisi ini. Bila perlu, ia saja yang menerima serangan itu. Army berpikir jika waktu bisa diulang, ia tidak akan membiarkan Bulan mendekati perkelahiannya. Karena Army, Bulan harus mendapatkan luka lebih parah. 

"Semua salah Kakak, Bun..." Army memejamkan matanya yang perih. 

"Bukan salah Kakak. Semua udah terjadi. Yang penting kalian selamat." 

Ayah tampak menelpon seseorang. "Yah, jangan kabari Koko apalagi Alka, ya. Mereka nekat ke sini malahan. Nanti kalau udah keluar dari rumah sakit, biar Kakak sendiri yang kasih tahu. Tolong ya, Yah. Kakak nggak mau mereka khawatir." 

Pria dengan ekspresi dingin itu mengangguk, menyetujui keinginan putri sulungnya. "Ya udah kalau itu mau Kakak." 

Army memejamkan mata lagi, kepalanya terasa berat dan ia sangat mengantuk. Tak lama, ia kembali tertidur. 

****

Suara pendingin ruangan memecahkan kesunyian di dalam kamar tempat Army berbaring. Gadis itu pelan-pelan tersadar saat mendengar suara dengkuran seseorang di sampingnya. Ketika matanya terbuka penuh, pemandangan yang pertama ia lihat adalah seorang cowok berjaket hitam tengah tertidur dalam posisi duduk. 

Army menegakkan tubuhnya, menahan nyeri yang masih menyerang bagian belakang lehernya. Dia memegang kepala yang berdenyut. Diliriknya jam dinding di samping jendela, pukul sebelas siang. 

Posisi tidur Bima mendongak ke atas, tangan bersidekap, dan... mulut yang sedikit terbuka. Sejurus ide usil melintas di kepala Army. Ia menyeret bokongnya, mendekati nakas, meraih sebuah gelas berisi air. Nggak apa-apa tahan sakit sedikit, kalau bisa ngerjain Bima. 

Dari kasurnya, dia menuangkan air tepat ke mulut Bima. Sekejap, cowok itu terbangun, gelagapan, dan tersedak. Army terpingkal-pingkal memegangi perut. 

"Oy! Lo udah bangun? Gila, gue dikerjain," ucap Bima jengkel sembari mengelap bibir dan baju yang basah. 

"Lucu banget! Kayak ikan!" Army tetap menertawakan cowok itu. 

"Kalau lagi nggak sakit, udah gue terkam, lo," balas Bima. 

"Terkam, nih, terkam!" Army merentangkan tangannya. 

Bima tertawa, menggeleng. Dia mengambil jatah sarapan Army lalu menarik kursi agar lebih dekat ke ranjang gadis itu. 

"Makan dulu," katanya sembari membuka plastik yang membungkus tempat makan. 

Army mengangguk. "Bunda sama Ayah kemana?" 

"Mereka lagi pulang sebentar, mau ambil baju ganti." 

"Lo dari kapan di sini?" 

"Baru aja..." sahut Bima meneruskan dalam hati. Baru semalam maksudnya. "Yuk, buka mulutnya. Apa perlu gue terbangin dulu sendok ini biar kayak pesawat?"

Army terkikik, menerima suapan bubur dari tangan Bima. Yah, sesuai dugaannya, rasanya hambar. Tapi karena perutnya juga lapar, jadi lahap-lahap saja. 

Bima menyuapi Army dengan telaten, tak lupa membersihkan sisa makanan yang tertinggal di sekitar bibir Army dengan tisu. 

"Lo tahu dari mana gue di sini?" 

Pertanyaan itu membuat gerakan tangan Bima berhenti. "Langit." 

Satu hal yang sangat ia sesali, Langit mengetahui kondisi Army lebih dulu dibanding dirinya. Army dalam bahaya, ia tak bisa melindunginya. Walaupun Bima sadar Army bisa melindungi dirinya sendiri, Army jauh lebih kuat dari yang ia bayangkan, buktinya saja sekarang gadis itu seperti tidak mendapat luka dan trauma apapun. Namun, tetap saja, Bima merasa gagal. Gagal akan hal apa? Kenapa harus merasa gagal? Bima pun tak mengerti.   

"Ohh, Langit pasti lagi di tempatnya Bulan ya?" Pandangan Army beralih ke jendela, gordennya dibuka, pemandangan gedung sebelah tampak lebih tinggi dari sini. 

Bima mengedikkan bahu. "Nggak tahu. Belum ketemu dari tadi."

Army tersenyum, senyum tanpa tahu untuk siapa dan untuk apa. 

"Aaaa," Bima menyodorkan sendok berisi bubur lagi. Army menerima suapan itu, tidak susah menelannya. 

"Bim..." Army memandang Bima. Manik mata mereka bertumbukan. 

Bima mendekatkan wajahnya, mengikis jarak antara ia dan Army. 

"Kenapa?" Dia memegang tangan Army yang tidak ditancap selang infus, mengelusnya seperti yang biasa ia lakukan dan berhasil membuat Army nyaman. 

Tenggorokan Army mendadak sakit, bibirnya kelu, pandangannya menatap Bima sendu. 

Merasa ada yang tidak beres, Bima meletakkan nampan di nakas, berpindah duduk di atas ranjang, di sisi Army. "Kenapa?" Suara  Bima melembut. 

Mata gelap Bima terlalu dalam untuk Army selami, Army takut tenggelam di dalamnya tanpa bisa kembali lagi. 

"Kayaknya... gue kalah, Bim." 

Bima tak menyela.

"Army on Revenge nggak akan pernah berhasil, Bim. Gue nggak akan bisa membuat Langit menyesal. Langit sayang banget sama Bulan. Bulan juga sayang banget sama Langit. Mereka utuh, Bim."

Bima menarik kepala Army agar bersandar di pundaknya. 

"Kayaknya, lebih baik gue berhenti, Bim." Army meremas ujung jaket Bima. Ia mendongak, "Kita akhiri ini, ya? Cukup sampai sini."

Bima mematung. 

*****

To be continue....

Bagaimana kelanjutan Army on Revenge?  Temukan jawabannya di ch. selanjutnyah!!

>500 VOTE otomatis apdet ch.19 dan 20! Bisa nggak ya? Bisa ah, yok bisa yok! :D 

Ramein komen harus tetep *0*)b #Maapin AuthorBanyakMau #TapiBodoAmat #AkuSayangArmy <3 Army sayang kalian :*

piwaiting

-Fiya

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 56.8K 43
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
135K 15.2K 21
Kinata Aria menyukai apa-apa saja yang berasa manis. Namun, sejak Kina mulai dekat dengan seorang Aliandra Kalvi, ia baru tahu ternyata ada rasa yang...
413K 2.8K 15
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).
8.1K 1K 37
Budayakan: FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA [Sequel BESIDE ME] Katanya kalau sudah hancur, masih bisa diperbaiki. By the way, ini hati, bukan perabotan...